B12dan PDF
B12dan PDF
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Gambaran Siklus
Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Ovariektomi yang Diberi Tepung Daging
Teripang (Holothuria scabra) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran siklus estrus pada tikus
putih (Rattus norvegicus) galur Sprague-Dawley betina yang diovarektomi dan
kemudian diberi tepung daging teripang (Holothuria scabra). Tikus yang menjadi
objek penelitian berjumlah 12 ekor, dibagi menjadi 6 kelompok: kelompok K
(kontrol), kelompok OK (ovariektomi), kelompok EST (ovariektomi dan diberi
estrogen 0,02 μg/100 g BB) dan 3 kelompok lainnya yaitu (ovariektomi dan
diberi tepung daging teripang dengan dosis 30 μg/100 g BB-TD 30, 40 μg/100 g
BB-TD 40 dan 50 μg/100 g BB-TD 50). Estrogen dan tepung daging teripang
diberikan selama 20 hari dengan cara memasukkan langsung ke lambung
(pencekokan). Ulasan vagina dari seluruh kelompok dilaksanakan selama 15 hari,
dimulai pada saat pencekokan telah berjalan 5 hari. Pemeriksaan ulasan vagina
dilakukan guna memeriksa gambaran sel epitel pada vagina tikus sehingga dapat
menentukan fase estrus dan menghitung panjang siklus estrus. Pengambilan
ulasan vagina dilakukan secara rutin sehari tiga kali dengan rentang waktu 8 jam.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah tepung daging teripang dapat
mengembalikan siklus estrus pada tikus ovariektomi. Waktu estrus paling panjang
dijumpai pada kelompok TD 50.
Kata kunci : teripang, ovariektomi, siklus estrus, estrogen.
ABSTRACT
The aim of this research was to know the return of estrous cycle of female
Sprague-Dawley rats (Rattus norvegicus). Which have been ovariectomized and
given sea cucumber (Holothuria scabra) powder. Twelve rats were used in this
study and divided into six groups: K groups, OK (ovariectomized) group, EST
(ovariectomized and given estrogen 0,02 µg/100 g BW) group and other three TD
groups (ovariectomized and given sea cucumber powder with doses of 30 µg/100
g BW-TD 30, 40 µg/100 g BW-TD 40 and 50 µg/100 g BW-TD 50). Estrogen
and sea cucumber powder are given for 20 days by entering directly into the
stomach. The vaginal swab has taken for all groups during 15 days, started at the
fifth day of treatment. The purpose of vaginal swab were to check vaginal
ephitelium cell of rat to assess the duration of estrous cycle. Vaginal swab had
been done three times a day with eight hours interval. Results obtain indicated
that sea cucumber powder has an effect on returning the estrous cycle of
ovariectomized rats. The longest estrous duration found in the TD 50.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
GAMBARAN SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) OVARIEKTOMI YANG DIBERI TEPUNG
DAGING TERIPANG (Holothuria scabra)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Disetujui
Dr. dra. Nastiti Kusumorini, AIF. Dr. drh. Aryani S. Satyaningtijas, M.Sc., AIF.
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Diketahui
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 26 Mei 1990 dari
ayah Drs. Adang Yuliansyah dan ibu Nurlita. Penulis merupakan putra pertama
dari tiga bersaudara. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMAN 1 Cibeber
Cianjur dan lulus pada tahun 2007, kemudian melanjutkan ke IPB pada tahun
2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Mayor yang dipilih
penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor (FKH IPB). Penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan
Indonesia (IMAKAHI) sebagai Ketua Departemen Zoonosis, Himpunan Minat
dan Profesi Ruminansia FKH IPB (2008-2010).
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. vii
PENDAHULUAN ………………………………………………………….. 1
I.1. Latar belakang ……………………………………………………... 1
I.2. Tujuan Penelitian ………………………………………………….. 2
I.3. Hipotesis …………………………………………………………… 2
I.4. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 2
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………. 3
II.1. Teripang (Holothuria scabra) …………………………………….. 3
II.1.1. Biologi Teripang …………………………………………....... 3
II.1.2. Manfaat Teripang …………………………………………….. 4
II.1.3. Penggunaan Teripang pada Hewan Percobaan ……………….. 5
II.1.4. Kandungan Nutrisi Teripang ………………………………..... 5
II.2. Tikus Putih (Rattus norvegicus) …………………………………… 6
II.2.1. Biologi Tikus Putih …………………………………………… 6
II.2.2. Konsumsi Pakan ……………………………………………… 11
II.3. Hormon …………………………………………………………….. 12
II.3.1. Hormon Steroid ………………………………………………. 12
II.3.2.Hormon Estrogen ……………………………………………… 15
BAHAN DAN METODE PENELITIAN …………………………………… 18
III.1. Waktu dan Tempat ………………………………………………... 18
III.2. Bahan dan Alat ……………………………………………………. 18
III.3. Hewan Coba dan Pemeliharaanya ………………………………… 18
III.4. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………………. 18
III.4.1. Pengelompokan Hewan Coba ………………………………... 18
III.4.2. Perlakuan …………………………………………………….. 19
III.4.3. Pengamatan …………………………………………………… 20
III.4.4. Analisis Data …………………………………………………. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………… 22
IV.1. Pengaruh Pemberian Tepung Daging Teripang (TD) Terhadap
Total Panjang Siklus Estrus ………………………………………. 22
IV.2. Pengaruh Pemberian Tepung Daging Teripang (TD) Terhadap
Waktu Setiap Fase Pada Siklus Estrus ……………………………. 24
SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….. 28
Simpulan ……………………………………………………………... 28
Saran ………………………………………………………………….. 28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
1.2 Hipotesis
Pemberian tepung daging teripang diharapkan dapat memperbaiki konsentrasi
estrogen tubuh dengan indikator kembalinya siklus estrus pada tikus ovariektomi.
Teripang atau yang juga disebut ketimun laut, merupakan hewan tidak
bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopdidae.
Panjang tubuh teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat
mencapai 500 g (Wibowo et al. 1997). Menurut James et al. (1994) teripang pasir
mempunyai panjang maksimal 40 cm dan bobot saat kondisi hidup adalah 500 g,
serta matang gonad saat usia 18 bulan. Ukuran saat matang gonad pertama
diperkirakan 20 cm dan usia teripang bisa mencapai 10 tahun. Teripang pasir
berbentuk bulat, panjang seperti ketimun, dengan punggung abu-abu atau
kehitaman berbintik putih atau kuning, di seluruh permukaan tubuh diselimuti
lapisan kapur. Tubuh teripang kesat, berotot tebal dengan kulit berbintik-bintik.
4
kalium, vitamin A dan B, thiamin, riboflavin dan niacin (Wibowo et al. 1997).
Menurut Ibrahim (2001) cairan dan tubuh teripang mengandung protein lebih dari
44%, karbohidrat antara 3-5% dan lemak 1,5%, sedangkan Martoyo et al. (2000)
menjelaskan bahwa kandungan gizi teripang kering adalah protein 82%, lemak
1,7%, air 8,9%, abu 8,6% dan karbohidrat 4,8%.
Fungsi dan bentuk organ, serta proses biokimia dan biofisik antara tikus
dan manusia memiliki banyak kemiripan. Perbedaan antara tikus dan manusia
antara lain terdapat pada struktur dan fungsi plasenta tikus, tingkat pertumbuhan
tikus yang lebih cepat dari manusia, dan kurang pekanya tikus pada senyawa
neurotoksik dan teratogen. Tikus dapat membuat vitamin C sendiri sedangkan
manusia hanya memperoleh vitamin C dari makanan. Berbeda dengan manusia,
tikus tidak mempunyai kantung empedu. Sifat-sifat dari tikus yang sudah
diketahui dengan sempurna inilah yang menjadikan tikus sering digunakan dalam
penelitian (Malole & Pramono 1989).
8
folikel de Graaf saat ovulasi. Sedangkan fase luteal yang terjadi setelah ovulasi
merupakan periode sekresi progesteron oleh korpus luteum meliputi lebih dari dua
pertiga siklus estrus. Berdasarkan histologi vagina, siklus estrus pada tikus dibagi
menjadi empat stadium yaitu : proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Fase
folikuler dimulai dengan proestrus yang diikuti oleh estrus dan ovulasi; fase luteal
terdiri atas metestrus yang diikuti oleh diestrus dan diakhiri dengan luteolisis
(Macmillan & Burke 1996).
Proestrus merupakan fase menjelang estrus dimana gejala berahi mulai
muncul akan tetapi hewan betina belum mau menerima pejantan untuk melakukan
kawin. Pada fase ini folikel de Graaf tumbuh dibawah pengaruh FSH dan
menghasilkan estrogen dalam jumlah banyak. Pada fase ini, estradiol
menyebabkan betina mulai mau didekati jantan. Saluran reproduksi termasuk
mukosa vagina mulai mendapatkan vaskularisasi yang lebih intensif sehingga sel-
sel epitel saluran reproduksi mulai berproliferasi. Menurut Baker et al. (1980),
fase proestrus dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel epitel berinti yang
muncul secara tunggal atau bertumpuk (berlapis-lapis) jika dilihat dengan
menggunakan metode ulas vagina. Pada tikus fase ini berlangsung selama kira-
kira 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).
Fase proestrus akan dilanjutkan ke fase estrus yang ditandai dengan
keinginan kelamin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk kopulasi.
Pada fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graaf yang matang akan
menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina (Toelihere
1985). Baker et al. (1980) menyatakan bahwa fase estrus dapat diketahui dengan
adanya sel-sel tanduk yang banyak pada lumen vagina yang biasanya nampak
pada preparat ulas vagina dan berlangsung selama 12 jam. Menurut Baker et al.
(1980) pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi) epitel vagina tergantung
dari meningkatnya kadar estrogen dalam tubuh sehubungan dengan akhir periode
pertumbuhan folikel. Proses estrus sangat erat kaitannya dengan mekanisme
sistem hormonal.
10
II.3. Hormon
II.3.1. Hormon Steroid
Hormon adalah bahan kimia organik, merupakan senyawa aktif biologis
yang dihasilkan oleh kelenjar, jaringan atau organ tertentu dari hewan dan
manusia, bekerja pada konsentrasi kecil dan mempunyai cara kerja yang spesifik.
Sedangkan steroid merupakan hormon turunan kolesterol yang mengandung 27
atom C dan dihasilkan oleh testis, ovarium, korteks adrenalis dan plasenta. Steroid
mempunyai bobot molekul sekitar 300 gram/mol (Bischof & Islami 2003).
13
ekor hewan normal. Semua hewan dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu: 1).
Kelompok K, merupakan kelompok kontrol, yaitu tikus yang tidak diovariektomi
dan tidak diberi perlakuan apapun, 2). Kelompok OK, merupakan kelompok
kontrol perlakuan adalah hewan yang diovariektomi tetapi tidak diberi perlakuan
apapun, 3). Kelompok EST, merupakan kelompok kontrol positif, adalah tikus
yang telah diovariektomi dan diberi estrogen murni dengan dosis 0,02 µg/100 g
BB 4). Kelompok TD 30, merupakan kelompok tikus yang telah diovariektomi
dan diberi tepung daging teripang dengan dosis 30 µg/100 g BB, 5). Kelompok
TD 40, merupakan kelompok tikus yang telah diovariektomi dan diberi tepung
daging teripang dosis 40 µg/100 g BB, dan 6). Kelompok TD 50, merupakan
kelompok tikus yang telah diovariektomi dan diberi tepung daging teripang dosis
50 µg/100 g BB.
III.4.2. Perlakuan
Tepung daging teripang dan estrogen diberikan dengan volume 2 ml dan
dilakukan secara pencekokan (force feeding) yang dilaksanakan setiap hari selama
20 hari berturut-turut. Pengambilan data untuk menentukan panjang siklus estrus
dengan cara melakukan ulas vagina. Ulas vagina dilakukan 3 (tiga) kali sehari,
yaitu pada pagi hari (pukul 05.00 WIB), siang hari (pukul 13.00 WIB), dan malam
hari (pukul 21.00 WIB) selama 15 hari berturut-turut dimulai dari H-5
pencekokan (Gambar 5).
I I
Adaptasi Tikus
Ulas Vagina ( 15 hari)
(7 hari)
I I I I
I I I I
-7 (7 hari) 1 (5 hari) 5 (15 hari) 20
III.4.3. Pengamatan
Pengambilan ulas vagina dilakukan dengan menggunakan cotton bud yang
telah direndam dalam NaCl fisiologis 0.9% sesaat sebelum digunakan, kemudian
diulaskan pada dinding vagina dengan diputar 360º. Hasil ulasan dioleskan secara
merata pada gelas objek, difiksasi dengan methanol selama 5 menit dan diwarnai
dengan Giemsa 10% selama 30 menit, preparat tersebut selanjutnya dicuci dengan
air mengalir perlahan dan dikering anginkan. Untuk menetapkan siklus estrus
preparat diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x10 dan 40x10.
Penentuan fase siklus estrus dari hasil ulas vagina dilakukan berdasarkan
keberadaan sel-sel epitel vagina dan jumlah kuantitatif sel-sel epitel vagina.
Perbandingan jenis sel pada preparat ulas vagina dan tahapan fase pada siklus
estrus dituangkan pada Tabel 3 dan Gambar 6.
a b
Sel epitel berinti
Sel kornifikasi
a Sel kornifikasi
Sel pavement
c d
Leukosit
Sel pavement Leukosit
Gambar 6 Gambaran mikroskopis fase estrus ulas vagina pada tikus (Hill 2006)
(Keterangan : Perbesaran 10x)
21
Rataan total waktu siklus estrus pada tikus kontrol, tikus ovariektomi,
tikus ovariektomi yang mendapatkan estrogen dan tikus ovariektomi yang
mendapatkan tepung daging teripang selama 20 hari dengan dosis yang berbeda
disajikan pada Tabel 4 di bawah ini.
peredaran darah, dan juga penghasil ovum (sel telur) yang dapat dilepaskan dari
ovarium (Partodihardjo 1992).
Kelompok EST terlihat memiliki waktu siklus estrus yang lebih panjang
bila dibanding kelompok OK (p<0,05), ini menunjukkan bahwa senyawa estrogen
yang diberikan terhadap tikus dapat memberikan pengaruh pada panjang siklus
estrus. Bila dibandingkan dengan kelompok K, kelompok EST mempunyai
panjang siklus estrus lebih lama. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa kelompok K
memiliki kadar estrogen yang kurang maksimal untuk kinerja reproduksi.
Fungsi estrogen menurut Toelihere (1985) adalah merangsang
pertumbuhan uterus dengan menghasilkan peningkatan masa endometrium dan
miometrium, merangsang kontraktilitas uterus, merangsang peningkatan
pertumbuhan epitelium vagina, merangsang estrus pada hewan betina,
merangsang perkembangan duktus kelenjar ambing, merangsang pelemasan
simphisis pubis pada waktu partus, mempercepat osifikasi epifise tulang-tulang
tubuh dan mempengaruhi perkembangan alat kelamin sekunder. Salisbury & Van
Demark (1985) menyatakan bahwa pemanjangan lama fase estrus
mengindikasikan adanya peningkatan pertumbuhan dan pematangan folikel
ovarium karena secara normal aktivitas estrus tidak akan terjadi sebelum folikel
yang bertumbuh dan matang terlihat di dalam ovarium.
Secara umum, semua kelompok TD berbeda secara nyata bila
dibandingkan kelompok K (P<0,05) dan kelompok OK (P<0,05). Pada kelompok
TD, total waktu siklus estrus lebih lama dibandingkan kelompok K dan kelompok
OK. Tepung daging teripang diduga memiliki senyawa aktif yang berpengaruh
terhadap panjang siklus estrus seperti yang terjadi pada kelompok EST. TD adalah
tepung daging yang berasal dari daging teripang yang menurut Nurjanah (2008)
bahwa kandungan steroid teripang yang tertinggi terdapat pada bagian daging
yaitu 58,46 x 10-4 g/g bk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kustiariyah (2006)
bahwa ekstrak steroid teripang mengandung senyawa androgenik. Riani et al.
(2008) juga melaporkan bahwa teripang yang telah dewasa atau matang gonad
sangat penting untuk bahan baku ekstraksi testosteron alami karena sudah mulai
memproduksi hormon-hormon reproduksi untuk melangsungkan kegiatan
reproduksi. Adanya hormon reproduksi pada teripang telah dewasa (matang
24
Fase Proestrus
Pada fase proestrus, kelompok K mempunyai panjang waktu yang tidak
berbeda nyata dengan kelompok OK, EST, dan TD 30. Berbeda dengan kelompok
diatas, kelompok TD 40 dan TD 50 mempunyai perbedaan panjang waktu yang
nyata dengan kelompok K. Sedangkan pada kelompok OK, menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan kelompok TD 30, TD 40 dan TD 50 (p<0,05). Hal
25
teripang dibandingkan testis dan jeroan. Testosteron adalah hormon yang dapat
berfungsi sebagai pembentuk estrogen pada sel teka dan sel granulosa dari
ovarium hewan betina (Johnson & Everitt 1984).
Fase estrus adalah fase dimana tikus betina dapat atau mau didekati
pejantan karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat. Pada fase estrus yang
dapat dideteksi dari gambaran sel epitel vagina, ovarium berada dalam fase
folikuler. Fase folikuler merupakan fase siklus yang singkat dimulai dari awal
pembentukan folikel sampai pecahnya folikel de Graaf saat ovulasi. Seiring
dengan peningkatan ukuran folikel, sintesis estrogen didalamnya akan meningkat.
Sedangkan fase luteal terjadi ketika sudah terbentuk korpus luteum hasil dari
folikel yang kolaps. Korpus luteum akan mensekresikan progesteron (Johnson &
Everitt 1984). Fase estrus memiliki kadar estrogen tinggi dan suplai darah ke
vagina bertambah sehingga epitel vagina mengalami kornifikasi dengan cepat
(Toelihere 1985).
Pemanjangan lama fase estrus memberikan peluang lebih banyak folikel
matang dan mensekresi estrogen sehingga betina dapat menerima perkawinan
yang lebih frekuen dari hewan jantan. Salisbury & Van Demark (1985)
menyatakan bahwa pemanjangan lama fase estrus mengindikasikan adanya
peningkatan pertumbuhan dan pematangan folikel ovarium karena secara normal
aktivitas estrus tidak akan terjadi sebelum folikel yang bertumbuh dan matang
terlihat di dalam ovaria. Sedangkan menurut Tou et al. (2003) perpanjangan fase
estrus pada tikus mempunyai implikasi yang penting pada reproduksi karena
berpotensi dalam hal fertilitas karena mempunyai waktu kawin yang panjang.
Perpanjangan waktu estrus pada semua kelompok TD dan EST dibandingkan
kelompok K adalah menguntungkan dan potensial dalam segi fertilisasi. Tetapi
hal ini berdampak pada total waktu keseluruhan siklus estrus menjadi panjang,
sehingga satu siklus harus menunggu lama untuk estrus kembali.
Fase Metestrus
Pada fase metestrus kelompok EST, TD 30 dan TD 40 tidak memberikan
beda nyata dengan kelompok K. Namun demikian semua kelompok diatas
berbeda nyata dengan kelompok OK yang memiliki waktu lebih panjang. Pada
fase metestrus, kadar estrogen menurun dan vaskularisasi berkurang sehingga
27
terjadi pelepasan sel epitel vagina dan penyusunan leukosit. Pada fase ini
umumnya tidak terjadi perkawinan. Menurut Baker et al. (1980) fase metestrus
dapat diketahui dengan adanya dominasi sel-sel tanduk dan sel-sel leukosit jika
dilihat dengan menggunakan metode ulas vagina. Selama metestrus, uterus
menjadi agak lunak karena terjadi pengendoran otot serta melakukan persiapan
untuk menerima dan memberi makan embrio.
Fase Diestrus
Pada fase diestrus, semua kelompok perlakuan (EST, TD 30, TD 40 dan
TD 50) tidak memberikan beda nyata bila dibandingkan dengan kelompok K.
Namun demikian semua kelompok memiliki beda nyata bila dibandingkan dengan
kelompok OK yang memiliki waktu lebih pendek. Hal ini disebabkan pada fase
diestrus, kadar estrogen pada level rendah lebih lama untuk menuju ke fase
berikutnya. Pada fase ini kontraksi uterus menurun, endometrium menebal dan
kelenjar-kelenjar mengalami hipertropi, serta mukosa vagina menipis, warna lebih
pucat dan leukosit yang bermigrasi semakin banyak.
Respon biologis dari suatu organ target terhadap suatu hormon ditentukan
oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi hormon, konsentrasi reseptor dan
afinitas dari interaksi hormon reseptor. Zat yang memiliki aktivitas seperti
estrogen disebut estrogenik. Zat buatan yang bersifat seperti estrogen disebut
xenoestrogen. Teripang telah terbukti dapat diekstrak steroidnya dan mengandung
testosteron (Kustiariyah 2006). Testosteron pada hewan betina akan mengalami
aromatase menjadi estradiol 17β seperti yang tertuang pada Gambar 4 (Johnson &
Everitt 1984). Pemberian ekstrak steroid tubuh teripang pada tikus betina,
mempengaruhi kinerja reproduksinya, termasuk dalam pemulihan fase estrus pada
tikus yang diovariektomi. Dengan mekanisme yang sama, diduga bahwa tepung
daging teripang akan berfungsi atau berperan dalam proses reproduksi melalui
reseptor-reseptor yang ada. Fungsi dari reseptor adalah untuk mengenal suatu
hormon tertentu diantara banyak molekul yang ditemukan dalam waktu tertentu
dan setelah berikatan dengan hormonnya akan memberikan tanda-tanda yang
dihasilkan oleh suatu respon biologis (Schunack et al. 1990).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Baker DEJ, Lindsey JR, dan Weisborth SH. 1980. The Laboratory Rat. Vol II.
Research applications. Academic Press Inc. London.
Brown DJ. 2004. Is Black Cohos a Selective Estrogen Modulator! Herbal Gram
61: 33-35.
Cao ZT, Swift TA, West CA, Rossano TG dan Rej R. 2004. Immunoassay of
estradiol: unanticipated suppression by unconjugated estriol. Clin Chem
50(1):160-165.
Cooke PL, Buchanan DL, Lubchan DB dan Cunha GR. 1995. Mechanism of
estrogen action: lessons from the estrogen receptor-α knockout mouse.
Biol Reprod 59:470-475.
Dewi KH. 2008. Kajian ekstraksi steroid teripang pasir (Holothuria scabra J)
sebagai sumber testosteron alami [disertasi]. Bogor. Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Fredalina BD, Ridzwan BH, Abidin AAZ, Kaswandi MA, Zaiton H, Zali I,
Kittakoop P, dan Mat Jais AM. 1999. Fatty acid composition in local sea
cucumber, Stichopus chloronatus, for wound healing. General
Pharmacology 3:337-340.
Guo SY, Guo Z, Guo Q, Chen BY dan Wang XC. 2003. Expression, Purification
and Characterization of Arginine Kinase from the Sea Cucumber
Stichopus japonicus. Protein Expression and Purification 29:230-234.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9.
Setiawan, Tengadi, dan Santoso, penerjemah; Setiawan, editor. Jakarta:
EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology.
Hafez ESE, Jainudeen MR, dan Rosnina Y. 2000. Hormones Growth Factors and
Reproduction. Di dalam : Reproduction in Farm Animals. Ed ke-3.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Harkness JE dan Wagner JE. 1989. The Biology and Medicine of Rabbits and
Rodent. Philadelphia: Lea and Febiger.
Haug T, Kjuul AK, Styrvold OB, Sandsdalen E, Olsen OM, Stensvag K. 2002.
Antibacterial Activity in Strongylocentrotus droebachiensis (Echinoidea),
Cucumaria frondosa (Holothuroidea), and Asterias rubens (Asteroidea).
Journal of Invertebrate Pathology 81:94-102.
Hedrich HJ. 2006. Taxonomy and stock and strains. J Lab Rat 71-92.
Ibrahim MN. 2001. Isolasi dan uji aktivitas biologi senyawa steroid dari lintah
laut, Discodoris sp. Tesis Program Studi Biologi, Program Pascasarjana
IPB. Bogor.
Idid SZ, Jalaludin DM, Ridzwan BH, Bukhori A, Hazlinah SN, Hood CC dan
Marthivarman LK. 2001. The Effect of two extracts from Stichopus
badionotus Selenka upon induced pleurisy in rat. Pakistan Journal of
Biological Sciences. 4(10):1291-1293.
Kusmana D, Lestari R, Setiorini, Dewi AN, Ratri PR dan Soraya RRR. 2007.
Efek estrogenik ekstrak etanol 70% kunyit (Curcuma domestica Val.)
terhadap mencit (Mus musculus L.) betina yang diovariektomi. Makara
Sains 11(2):90-97.
Kustiariyah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari
Teripang sebagai Aprodisiaka Alami. Thesis. Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martoyo J, Aji N dan Winanto TJ. 2000. Budidaya Teripang. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Moraes G, Norchote PC, Kalinin VI, Avilov SA, Silchenko A, Dmitrenok PS,
Stonik VA dan Levin V. 2004. Structure of the Major Triterpene
Glycoside from the Sea Cucumber Stichopus malls and Evidence to
Reclassify this Species into the New Genus Australostichopus.
Biochemical Systematic and Ecology 32:637-650.
32
Piferrer F, Januy S, Carillo M, Solar I, Devlin RH dan Donaldson EM. 1994. Brief
treatment with an aromatase inhibitor during sex differentiation causes
fmale salmon to develop as normal. Functional males. Journal of
experimental zoology 270:255-262.
Safrida. 2011. Perubahan Kadar Hormon Estrogen pada Tikus yang diberi Tepung
Kedelai dan Tepung Tempe. Thesis. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Silva JRV, Van den Hurk R, de Matos MHT, Dos Santos RR, Pessona C, de
Moraes MO, dan Fiqueiredo JR. 2004. Influences of FSH and EGF on
primordial folicles during in vitro culture of caprine ovarian cortical tissue.
Theriogenology 61: 1691-1704.
Stonik V.A. 1986. Some Terpenoid and Steroid Derivates form Achinoderms and
Sponges. Pure & Appl. Chem. Vol 58, No. 3:423-439.
Tou JCL, Grindeland RE, dan Wade CE. 2003. Effect of Diet and Exposure to
Hindlimb Suspension on Estrous Cycling in Sprague-Dawley rats. Am J
Endrocrinol Metab 286
Urban RJ, Bodenburg YH, Gilkison C, Foxworth J, Coggan AR, Wolfe RR dan
Ferrando A. 1995. Testosterone administration to elderly men increases
skeletal muscle strength and protein synthesis. Am. J. Physiol. Endocrinol.
Metab. Vol. 269:E820-E826.
Weihe WH. 1989. The Laboratory Rat. In the UFAW Hand Book on the Care and
Management of laboratory Animals 6th. TB Poole, Robinson, editor.
Terjemahan dari: Longman Scientific & Technical. England: Bath Pr.