Makalah PDF
Makalah PDF
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Minyak bumi adalah energi yang tidak dapat diperbaharui, tetapi
dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak masih menjadi pilihan
utama sehingga akan mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi.
Minyak tanah di Indonesia yang selama ini disubsidi, menjadi beban yang
sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat
pesat menjadi lebih dari 49 triliun rupiah per tahun dengan penggunaan
lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Hal ini berdampak naiknya harga
minyak bumi di pasar global, menjadikan harga minyak tanah sebagai
konsumsi publik yang paling besar, langka dan mahal di pasaran (Yusuf,
2010).
Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui di Indonesia
cukup banyak, di antaranya adalah biomassa atau bahan-bahan limbah
organik. Beberapa biomassa memiliki potensi yang cukup besar adalah
limbah kayu, sekam padi, jerami, ampas tebu, tempurung kelapa,
cangkang sawit, kotoran ternak, dan sampah kota. Biomassa dapat diolah
dan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif, contohnya dengan
pembuatan briket. Briket mempunyai keuntungan ekonomis karena dapat
diproduksi secara sederhana, memiliki nilai kalor yang tinggi, dan
ketersediaan bahan bakunya cukup banyak di Indonesia sehingga dapat
bersaing dengan bahan bakar lain.
Pemanfaatan kotoran sapi untuk dijadikan pupuk organik masih
belum optimal, karena petani belum bisa merubah kebiasaan dalam
menggunakan pupuk kimia untuk meningkatkan produksi tanaman. Hal ini
menyebabkan masih banyak kotoran sapi yang tidak dimanfaatkan.
Kotoran sapi menghasilkan kalor sekitar 4000 kal/g dan gas metan
(CH4) yang cukup tinggi. Gas metan merupakan salah satu unsur penting
dalam briket yang berfungsi sebagai penyulut, yaitu agar briket yang
dihasilkan diharapkan mudah terbakar. Limbah pertanian dapat
menghasilkan energi kalor sekitar 6000 kal/g. Limbah pertanian yang
terdiri dari sekam memiliki kadar karbon 1,33 %, jerami mempunyai kadar
karbon 2,71 %, dan tempurung kelapa memilik kadar karbon yang tinggi
sebesar 18,80 % (Pancapalaga, 2008).
Pemanfaatan kotoran sapi dan limbah pertanian berupa sekam,
jerami, dan tempurung kelapa sebagai bahan baku dalam pembuatan
briket merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang tepat sebagai
sumber bahan bakar untuk mengurangi pengunaan minyak tanah. Untuk
itu perlu dilakukan penelitian tentang variasi komposisi bahan penyusun
briket tersebut.
TUJUAN
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan
Oktober 2010, di Bengkel Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium
Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek Nuklir (P3IN) Fakultas Pertanian, dan
Laboratorium Nonruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Metode Penelitian
Langkah pertama dalam penelitian adalah pembuatan briket yang
meliputi proses penyiapan bahan baku berupa kotoran sapi dan limbah
pertanian (sekam, jerami, dan tempurung kelapa). Bahan baku limbah
pertanian dikarbonisasi, selanjutnya arang dari hasil karbonisasi dilakukan
pengecilan ukuran, kemudian diayak untuk menghasilkan ukuran yang
seragam. Bahan yang telah diayak lalu dicampur dengan perbandingan,
yaitu : A = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah
pertanian = 1:1, B = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah
pertanian = 1:2, dan C = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi :
limbah pertanian = 1:3. Bahan selanjutnya dicampur dengan perekat
tapioka sebanyak 30 % dari berat adonan briket. Adonan briket yang telah
tercampur tersebut dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder
dengan diameter 2 cm dan tinggi 3 cm, selanjutnya hasil cetakan
dikeringkan di dalam oven. Briket hasil pengeringan kemudian dilakukan
uji karakteristik meliputi : kadar air, kadar abu, kadar karbon, nilai kalor,
kerapatan (density), dan kuat tekan. Pengamatan lama nyala api, laju
pembakaran dan efisiensi juga dilakukan untuk mengetahui hubungan
komposisi bahan baku berhadap laju pembakaran briket.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen
dengan tiga perlakuan, sebagai perlakuan adalah perbandingan komposisi
kotoran sapi dan limbah pertanian. Setiap perlakuan dilakukan dengan
tiga kali pengulangan. Pengujian dilakukan dengan tiga perlakuan
komposisi yang akan diamati, yaitu :
A = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1
B = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:2
C = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3
Pengolahan data dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dari
setiap ulangan.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pembuatan
briket dan pengujian briket.
Tahap Pembuatan Briket
Proses yang dilakukan dalam pembuatan briket, yaitu :
1. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang disiapkan adalah kotoran sapi dan limbah
pertanian berupa sekam, jerami, dan tempurung kelapa. Bahan tersebut
dikumpulkan dan dibersihkan dari material-material tidak berguna. Proses
pengambilan kotoran sapi dilakukan dalam satu kali pengambilan dalam
jumlah banyak, hal ini dilakukan untuk menghindari heterogenitas kotoran
sapi yang digunakan dalam penelitian.
Kotoran sapi dikeringkan di bawah sinar matahari selama tujuh
hari, lamanya pengeringan ini disebabkan karena saat penelitian ini
kondisi cuaca mendung dan curah hujan yang cukup tinggi, setelah cukup
kering kotoran sapi ditumbuk untuk membuat ukuran partikel menjadi lebih
kecil, kemudian diayak dengan ayakan 50 mesh.
2. Proses Karbonisasi
Bahan-bahan seperti sekam, jerami, dan tempurung kelapa,
selanjutnya dikarbonisasi dengan menggunakan drum bekas yang bersih.
Drum diberi lubang-lubang kecil pada bagian dasar agar tetap ada udara
yang masuk ke dalam drum.
Pada proses karbonisasi kegiatan yang dilakukan adalah bahan
dimasukkan ke dalam drum yang telah diletakkan pada tatakan batu dan
api dinyalakan. Semua bahan dalam drum akan terbakar menjadi arang,
ditandai dengan terlihat asap putih dari atas drum. Bahan dalam drum
akan menyusut seiring dengan terjadinya pengarangan di bagian bawah.
Ketika semua bahan telah menjadi arang, segera dinginkan dengan cara
disiram dengan air hingga bara dalam arang mati.
3. Pengecilan Ukuran
Pengecilan ukuran bahan dilakukan dengan menggunakan
lesung. Hasil pengecilan bahan diayak dengan ayakan 50 mesh untuk
jerami dan sekam, sedangkan 70 mesh untuk tempurung kelapa.
Pemilihan ukuran ayakan pada setiap bahan tersebut berdasarkan pada
pernyataan Pancapalaga (2008), yaitu sekam dan jerami diayak dengan
ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran
kelolosan 70 mesh.
4. Pembuatan Adonan Briket
Bahan yang telah disaring lalu dicampur dengan perbandingan
sebagaimana perlakuan, yaitu :
A = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1
B = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:2
C = perlakuan dengan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3
Bahan tersebut selanjutnya dicampurkan dengan perekat tapioka
sebanyak 30 % dari berat adonan briket sampai membentuk semacam
adonan yang cukup kering. Semakin banyak perekat yang digunakan,
maka briket lebih kuat dan tahan pecah.
5. Pencetakan Briket
Bahan baku yang telah tercampur dimasukkan ke dalam cetakan
yang berbentuk silinder dengan diameter 2 cm dan tinggi 3 cm, kemudian
dilakukan pengepresan dengan tekanan 100 N/cm2.
Kapasitas alat pengepres ditentukan oleh berat briket yang
dihasilkan per satuan waktu. Kapasitas pengepresan dihitung dengan
menggunakan rumus :
Kp= Bb / t ……….………………………..………………………… (1)
dengan :
Kp = kapasitas pengepresan (kg/jam)
Bb = berat briket yang dihasilkan (kg)
t = waktu pengepresan (jam)
6. Pengeringan
Hasil cetakan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60 oC
selama 24 jam, tujuannya untuk menurunkan kandungan air pada briket,
sehingga briket cepat menyala dan tidak berasap. Suhu yang terlalu tinggi
dapat mengakibatkan hasil cetakan menjadi retak.
Tahap Pengujian Briket
Tahap pengujian briket adalah tahap melakukan uji karakteristik
briket untuk mengidentifikasi apakah briket yang dihasilkan berkualitas
bagus yang sesuai dengan SNI, langkah-langkah pengujian yang
dilakukan meliputi kadar abu, kadar air, kadar karbon, nilai kalor,
kerapatan massa, kuat tekan, lama nyala api, dan laju pembakaran.
Pengamatan
Karakteristik Briket
Kadar Air
Penetapan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur
banyaknya air yang terdapat di dalam suatu bahan. Kadar air sampel
ditentukan dengan metode oven caranya adalah bahan ditimbang dengan
timbangan analisis dengan berat bahan dalam cawan alumunium yang
telah diukur bobot keringnya secara teliti, kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan. Bahan didinginkan
dalam desikator dan timbang kembali. Kadar air bahan dapat dihitung
sebagai berikut :
dengan :
b = berat cawan + sampel sebelum dioven (g)
c = berat cawan + sampel setelah dioven (g)
Kerapatan (Density)
Kerapatan massa dapat dilakukan perhitungan dengan persamaan
berikut:
= m………………………………………………………………….(6)
V
dengan :
ρ = kerapatan (g/cm3)
m = massa (g)
V = volume silinder (cm3)
Kuat Tekan
Uji kuat tekan dilakukan dengan menggunakan force gauge untuk
mengetahui kekuatan briket dalam menahan beban dengan tekanan
tertentu. Kuat tekan briket dapat dihitung dengan persamaan :
Energi untuk memasak air merupakan nilai kalor atau panas yang
dihasilkan briket sampai air mendidih atau sampai suhu tertentu dengan
rumus :
Q = m . c . Δt ………………….………………………………..…(10)
dengan :
Q = jumlah panas untuk mendidihkan air (kal)
c = panas jenis air (kal/g.0C)
m = massa briket (g)
Δt = kenaikan suhu (0C)
HASIL
Pembuatan Briket
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah tahap pembuatan
briket. Briket dibuat dengan campuran kotoran sapi dan limbah pertanian
berupa tempurung kelapa, sekam, dan jerami. Pembuatan briket dilakukan
di Bengkel Fakultas Teknologi Pertanian. Kadar air arang tempurung
kelapa, jerami, sekam dan kotoran sapi terlebih dahulu dianalisis sebelum
dilakukan pembuatan briket. Kadar air bahan yang diperoleh dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Kadar Air Bahan Baku
2. Proses Karbonisasi
Bahan yang telah dikeringkan dikarbonisasi dengan menggunakan drum,
ketika semua bahan telah menjadi arang segera dinginkan dengan cara disiram
dengan air hingga bara mati. Proses karbonisasi dan hasil karbonisasi pada tiap-tiap
bahan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 8. Pencetakan
Alat pengepres ini memiliki 20 buah cetakan, setiap cetakan diisi adonan
briket sebanyak 6 g. Jadi, total adonan briket yang dibutuhkan dalam satu kali
proses pencetakan dan pengepresan adalah 120 g. Data kapasitas kerja alat
pengepres dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kapasitas Pengepresan
Dari Tabel 3 terlihat bahwa kapasitas kerja alat pada semua perlakuan
perbandingan sama yaitu sebesar 60 g/detik. Hal ini karena alat bekerja dengan
tekanan yang konstan sebesar 100 N/cm2 dan berat briket yang dihasilkan sama,
maka waktu yang dibutuhkan dalam pengepresan pada masing-masing perlakuan
perbandingan adalah sama. Ukuran briket setelah diberi tekanan sebesar 100 N/cm2
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ukuran Briket setelah Dipres
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa ukuran briket yang terkecil terdapat pada
perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian adalah 1:3. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh porositas bahan yang dihasilkan dari ukurun butiran
partikel. Pada perbandingan 1:3 menghasilkan briket yang memiliki permukaan lebih
rapat dan porositas lebih kecil dibanding dengan briket pada perbandingan 1:1 dan
1:2. Jumlah tempurung kelapa yang banyak dengan ukuran partikel yang lebih kecil
(70 mesh) pada perbandingan 1:3, sehingga mampu meningkatkan kerapatan antar
partikel.
6. Pengeringan
Briket hasil cetakan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 60 oC selama 24
jam. Pemilihan suhu tersebut berdasarkan pada pernyataan Wijayanti (2009), yaitu
pengeringan briket dengan oven menggunakan suhu 60 oC. Briket hasil pengeringan
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Briket
4
Karakteristik Briket
Pengujian analisis kadar air, kadar abu, dan karbon dilakukan di Laboratorium
Pusat Penelitian Pemanfaatan Iptek Nuklir (P3IN) Fakultas Pertanian dan analisis
nilai kalor briket dilakukan di Laboratorium Nonruminansia Fakultas Peternakan
Universitas Andalas.
Kadar Air
Kadar air briket berpengaruh terhadap nilai kalor. Semakin kecil nilai kadar
air, maka semakin tinggi nilai kalornya. Briket arang mempunyai sifat higroskopis
yang tinggi, sehingga perhitungan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat
higroskopis briket arang hasil penelitian. Pengukuran kadar air dilakukan mulai dari
adonan briket, briket setelah dipres dan briket setelah dikeringkan dengan oven
pada suhu 60 0C selama 24 jam.
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan yang dilakukan terhadap kondisi
kadar air dapat dilihat pada Tabel 5, Gambar 10, 11 dan 12.
Tabel 5. Rata-Rata Kadar Air Briket
Dari Tabel 5 terlihat bahwa nilai kadar air adonan yang terendah sebesar
20,08 % terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian =
1:3, sedangkan nilai kadar air adonan yang tertinggi yaitu 24,31 % terdapat pada
perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1. Hal ini menunjukkan
briket yang dibuat dari bahan baku dengan campuran kotoran sapi yang banyak
akan menyebabkan kandungan air tinggi (Pancapalaga, 2008).
Pada Gambar 11 terlihat bahwa nilai kadar air briket setelah dipres yang
terendah terdapat pada perlakuan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3, hal ini
karena kadar air awal adonan briket pada perlakuan perbandingan 1:3 mempunyai
nilai kadar air terendah di antara kadar air pada perlakuan perbandingan kotoran
sapi dan limbah pertanian sebesar 1:1 dan 1:2. Nilai kadar air briket setelah dipres
yang tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian
= 1:1.
Pada Gambar 11 terlihat pula bahwa nilai kadar air akhir briket terendah
sebesar 5,55 % terdapat pada perlakuan komposisi perbandingan kotoran sapi :
limbah pertanian adalah 1:3, sementara nilai kadar air akhir briket tertinggi yaitu 7,49
% terdapat pada komposisi perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian adalah
1:1.
Kadar air yang tinggi pada komposisi perbandingan kotoran sapi : limbah
pertanian adalah 1:1. Hal ini disebabkan karena jumlah pori-pori masih cukup
banyak sehingga mampu menyerap air. Kadar air yang tinggi akan menyebabkan
menurunnya nilai kalori dan efisiensi pembakaran.
Menurut Pancapalaga (2008), tingginya kadar air pada serbuk kotoran sapi
karena serbuk kotoran sapi memiliki jumlah pori-pori yang banyak dan masih
mengandung komponen-komponen kimia seperti selulosa, lignin, dan hemiselulosa.
Nilai kadar air akhir pada setiap perlakuan masih dibawah nilai SNI yaitu kecil
dari 8 %. Hal ini berarti bahwa nilai kadar air telah memenuhi SNI. Kandungan air
yang tinggi pada briket akan menyulitkan penyalaan briket dan mengurangi
temperatur pembakaran.
Hasil analisis varian (anova) dengan selang kepercayaan 95 % terhadap
kadar air akhir briket dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Tabel Anova Kadar Air Akhir Briket
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa F-Hitung > F-Tabel, hal ini berarti berbeda
nyata (*). Untuk menentukan perlakuan mana yang berbeda nyata dengan yang lain,
maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Nilai BNT (0.05) adalah 0,747. Jika selisih-
selisih setiap perlakuan > 0,747 berarti berbeda nyata, sedangkan < 0,747 berarti
bahwa kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Dari hasil uji BNT diperoleh bahwa
perlakuan A dan B berbeda nyata, perlakuan A dan C berbeda nyata, dan perlakuan
B dan C berbeda nyata. Jadi, komposisi bahan briket berpengaruh terhadap kadar
air akhir briket.
Kadar Abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, dalam hal ini abu
yang dimaksud adalah abu sisa pembakaran briket. Salah satu penyusun abu
adalah silika, pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor briket arang yang
dihasilkan. Nilai kadar abu briket pada setiap perlakuan komposisi dapat dilihat pada
Gambar 13. Dari Gambar 13 terlihat bahwa nilai kadar abu terendah sebesar 7,10 %
terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3,
sedangkan nilai tertinggi yaitu 11,75 % terlihat pada perlakuan komposisi kotoran
sapi : limbah pertanian = 1:1. Nilai kadar abu yang tinggi pada perlakuan
perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1 disebabkan karena serbuk
kotoran sapi yang dijadikan bahan baku tidak mengalami proses karbonisasi seperti
yang dilakukan pada bahan limbah pertanian. Kadar abu yang tinggi akan
mempersulit proses penyalaan.
7
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa F-Hitung < F-Tabel, berarti tidak berbeda
nyata. Hal ini berarti uji anova yang didapatkan dari ketiga perlakuan menunjukkan
bahwa komposisi tidak berpengaruh terhadap kadar abu briket.
Kadar Karbon
Kadar karbon terikat (fixed carbon) merupakan fraksi karbon (C) yang terikat
di dalam briket selain fraksi abu, air, dan zat menguap. Kadar karbon akan bernilai
tinggi apabila kadar abu dan kadar zat menguap briket rendah. Selain itu, nilai kadar
air yang rendah akan meningkatkan nilai kadar karbon (Abidin, 1973 dalam
Masturin, 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang dilakukan, maka nilai
kadar karbon dengan tiga perlakuan komposisi, didapatkan data seperti pada
Gambar 14
Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa nilai kadar karbon terendah yaitu 51,18
% terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1 dan
nilai kadar karbon tertinggi sebesar 53,88 % terdapat pada perlakuan perbandingan
kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3.
SK db JK KT F- F-Tabel Kesimpulan
Hitung
Perlakuan 2 10.97896 5.489478 4.5885 5.14 NS
G.Percobaan 6 7.178133 1.196356
Total 8 18.15709
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa F-Hitung < F-Tabel, berarti tidak berbeda
nyata. Hal ini berarti uji anova yang didapatkan dari ketiga perlakuan menunjukkan
bahwa komposisi tidak berpengaruh terhadap kadar karbon briket.
Nilai Kalor
Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket. Semakin tinggi nilai kalor,
semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Nilai kalor yang didapatkan dari
komposisi briket dengan 3 perlakuan dapat dilihat pada Gambar 15.
Berdasarkan Gambar 15 dapat disimpulkan bahwa nilai kalor terendah
terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1 sebesar
4.172,44 kal/g dan nilai kalor tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan
kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3 sebesar 4.527,22 kal/g. Hal ini terjadi karena
briket pada komposisi 1:1 memiliki kadar air dan kadar abu yang tinggi sehingga
menghasilkan nilai kalori yang rendah, sedangkan briket pada perbandingan 1:3
mempunyai kadar air dan kadar abu yang rendah sehingga menghasilkan nilai kalori
yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurhayati (1974) dalam Masturin
(2002), nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu briket. Semakin tinggi
kadar air dan kadar abu briket, maka dapat menurunkan nilai kalor pada briket yang
dihasilkan.
Kerapatan Briket
Kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket.
Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun
briket tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan yang dilakukan
terhadap nilai kerapatan pada masing-masing perlakuan komposisi dapat dilihat
pada Gambar 16.
Ukuran partikel yang lebih kecil dapat memperluas bidang ikatan antar
serbuk, sehingga dapat meningkatkan kerapatan briket (Masturin, 2002). Dari Tabel
20 terlihat bahwa nilai kerapatan terendah terlihat pada perlakuan perbandingan
kotoran sapi : limbah pertanian = 1:1 sebesar 0,637 g/cm3, sedangkan kerapatan
tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3
sebesar 0,705 g/cm3. Menurut Subroto (2006), kerapatan briket arang kayu yaitu
besar dari 0,7 g/cm3. Hal ini berarti kerapatan pada perlakuan perbandingan 1:3
sesuai dengan standar briket arang kayu yaitu besar dari 0,7 g/cm3 sebesar 0,705
g/cm3.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa F-Hitung > F-Tabel, hal ini berarti berbeda
nyata (*). Untuk menentukan perlakuan mana yang berbeda nyata dengan yang lain,
maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Nilai BNT (0.05) adalah 0,02963. Jika selisih-
selisih setiap perlakuan > 0,02963 berarti berbeda nyata, sedangkan < 0,02963
berarti bahwa kedua perlakuan tidak berbeda nyata. Dari hasil uji BNT diperoleh
bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, perlakuan A berbeda nyata
dengan perlakuan C, dan perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C. Jadi,
komposisi bahan penyusun briket berpengaruh terhadap kerapatan briket.
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa F-Hitung > F-Tabel, hal ini berarti berbeda
nyata (*). Untuk menentukan perlakuan mana yang berbeda nyata dengan yang lain,
maka perlu dilakukan uji lanjut BNT. Nilai BNT (0.05) adalah 2,695. Hasil uji BNT
didapatkan bahwa perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, perlakuan A
berbeda nyata dengan perlakuan C, dan perlakuan B tidak berbeda nyata dengan
perlakuan C.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan dengan briket SNI maka
beberapa sifat kimia briket ini masih termasuk dalam standar tersebut, seperti kadar
air pada komposisi A, B, dan C serta kadar abu yang terdapat pada perlakuan C.
Beberapa sifat seperti kadar karbon dan nilai kalor tidak sesuai dengan SNI. Dari
ketiga perlakuan komposisi, maka perlakuan C yang sifat karakteristiknya mendekati
dengan nilai parameter pada SNI.
12
Dari Gambar 18 dapat disimpulkan bahwa pada briket kotoran sapi dengan
limbah pertanian menunjukkan, semakin banyak limbah pertanian dalam
pencampuran pembuatan briket akan menghasilkan nyala api yang cepat dan nilai
kalor akan tinggi (Pancapalaga, 2008).
Laju Pembakaran
Laju pembakaran briket adalah kecepatan briket habis sampai menjadi abu
dengan berat 100 g. Laju pembakaran briket dipengaruhi oleh faktor nilai kalor dan
kadar air. Hasil analisis laju pembakaran dari penggunaan kotoran sapi dan limbah
pertanian (sekam, jerami, dan tempurung kelapa) dapat dilihat pada Gambar 19.
Dari Gambar 19 didapatkan bahwa laju pembakaran pada briket perlakuan
perbandingan = 1:1 yaitu sebesar 1,58 g/menit, laju pembakaran pada briket
perlakuan perbandingan = 1:2 yaitu sebesar 1,69 g/menit, dan laju pembakaran
tertinggi terdapat pada perlakuan perbandingan = 1:3 sebesar 1,70 g/menit.
13
Pada Gambar 19 terlihat bahwa nilai laju pembakaran tertinggi terdapat pada
perlakuan perbandingan = 1:3, hal ini karena nilai kalor pada perlakuan ini tinggi.
Nilai kalor yang tinggi dengan kadar air yang rendah pada briket akan menghasilkan
laju pembakaran semakin tinggi.
Efisiensi
Efisiensi merupakan perbandingan antara jumlah total energi untuk
memanaskan air (kal) dengan nilai kalor dari berat briket yang digunakan (kal).
Efisiensi briket dipengaruhi oleh jumlah energi, nilai kalor dan temperatur.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada setiap komposisi bahwa
dengan menggunakan briket 100 g mampu mendidihkan air sebanyak 2 liter. Nilai
efisiensi briket pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 20.
Pada Gambar 20 terlihat bahwa nilai efisiensi terendah yaitu 24,44 % terdapat
pada perlakuan perbandingan kotoran sapi dengan limbah pertanian adalah 1:1,
sedangkan nilai efisiensi tertinggi sebesar 25,18 % terdapat pada perlakuan
perbandingan kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3.
Dari Gambar 20 ditunjukkan bahwa briket yang dibuat dengan bahan baku
limbah pertanian yang banyak dan kotoran sapi sedikit menyebabkan efisiensi
14
menjadi tinggi. Hal ini karena limbah pertanian mempunyai nilai kalor yang tinggi
dibanding dengan nilai kalor yang terdapat pada kotoran sapi.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil karakteristik dari tiap-tiap perlakuan komposisi briket menunjukkan bahwa
dengan meningkatnya proporsi penggunaan limbah pertanian sebagai bahan
baku briket mampu meningkatkan kadar karbon, nilai kalor, kerapatan, dan kuat
tekan, serta mampu menurunkan kadar air dan kadar abu.
2. Briket terbaik dari ketiga perlakuan terdapat pada perlakuan perbandingan
kotoran sapi : limbah pertanian = 1:3. Hal ini karena briket pada perbandingan
1:3 mempunyai sifat karakteristik yang mendekati dengan nilai pada SNI, selain
itu menghasilkan kadar karbon, nilai kalor, kerapatan, dan kuat tekan tertinggi
dengan nilai kadar air dan kadar abu terendah dibanding dengan komposisi
briket pada perlakuan perbandingan kotoran sapi dan limbah pertanian sebesar
1:1 dan 1:2.
3. Dengan meningkatnya proporsi penggunaan limbah pertanian sebagai campuran
briket akan menghasilkan nilai kalor yang tinggi. Semakin tinggi nilai kalor briket,
maka laju pembakaran briket yang dihasilkan juga semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Sisa Cadangan Minyak Indonesia 15 Tahun. Indomigas.com [19 April
2010]
Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang Limbah
Gergajian Kayu. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Subroto. 2006. Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami.
[Skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu
Afrika (Maesopsis eminii Engl.) dan Sengon (Parasenrianthes falcataria L.
Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos mucifera L.).
[Skripsi]. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Wijayanti, Diad Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan
Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. [Skripsi]. Departemen
Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Yusuf, Andi Ardan. 2010. Kegunaan Briket Batubara. [Skripsi]. Fakultas Teknologi
Industri. Universitas Muslim Indonesia. Jakarta.