PENDAHULUAN
1
triliun atau 5,15% dari total kredit perbankan. Di antara kredit tersebut, sebesar Rp1,76 triliun
atau 1,9% merupakan pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah.
Di sisi lain, masyarakat indonesia, khususnya yang bergerak di bidang pertanian
merupakan masyarakat menengah kebawah, sehingga mereka belum sepenuhnya paham
bagaimana cara mendapatkan suntikan modal untuk memenuhi kebutuhan input produksi dan
meningkatkan hasil pertanian tersebut yang secara tidak langsung meningkatkan pendapatan
per kapita para petani. Apalagi sektor pertaniaan sangat rentan dengan faktor eksternalitas,
seperti cuaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pertimbangan kepentingan bisnis. Risiko pembiayaan yang tinggi, persyaratan yang ketat
dalam pengajuan kredit, kelemahan manajemen usaha pertanian yang umumnya berskala
mikro-kecil, serta keterbatasan kompetensi perbankan di bidang pertanian, merupakan alasan
minimnya perbankan nasional dalam pembiayaan di sektor pertanian.
Belum optimalnya dukungan perbankan dalam alokasi kredit ke sektor pertanian
merupakan tantangan bagi pemerintah, pelaku usaha pertanian dan pihak perbankan untuk
dicari solusinya. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam regulasi
seyogyanya memiliki keberanian untuk membuat terobosan kebijakan di sektor perbankan
yang lebih pro-pertanian dan usaha mikro kecil di pedesaan.
4
Kredit produksi dan kredit konsumsi
Untuk membedakan antara kredit produksi dan kredit konsumsi pada usaha tani
subsisten sulit dibedakan, sehingga pernah diusulkan hanya dinamakan kredit tani saja.
Syarat bisa dilaksanakannya kredit konsumsi antara lain :
a. Barang-barang atau jasa yang akan diperoleh dengan kredit itu memang sungguh
diperlukan sekali.
b. Tidak ada jalan lain yang lebih baik dan tidak dapat menunggu hingga penghasilan
naik.
c. Petani dapat mengambalikan kredit tersebut dengan cara yang tidak mengakibatkan
kemerosotan taraf hidupnya.
Permasalahan klasik yang membelit skema pembiayaan pertanian belum dapat diurai
secara baik, beberapa persoalan penting itu antara lain :
1. Minimnya informasi dan buruknya komunikasi antara sektor pertanian dan lembaga
keuangan perbankan dan nonperbankan. Para pelaku bisnis sektor pertanian umumnya
kurang aktif untuk menyampaikan peluang bisnis dan prospektif usaha pertanian
kepada pelaku usaha di sektor lain, terutama kepada lembaga pembiayaan.
Akibatnya, sektor pertanian menjadi kurang atraktif bagi lembaga pembiayaan,
terutama sektor perbankan.
5
2. Sektor perbankan juga memiliki pemahaman yang tidak lengkap tentang prospek
sektor pertanian. Mereka hanya mengetahui dari persepsi atau literatur ekonomi
pembangunan kedaluwarsa-bahwa pertanian itu sebagai suatu sektor usaha sangat
berisiko (high risk), tergantung musim, jaminan harga yang tidak pasti, dan
sebagainya. Bahkan, pemahaman yang lebih ekstrim masih mendominasi, misalnya
petani atau pelaku usaha dengan tingkat kemiskinan tinggi, pendidikan rendah, mandi
keringat, terbenam dalam lumpur dan sebagainya.
3. Perhatian sektor perbankan masih terfokus pada agbribisnis modern dan perkebunan
besar.
4. Para bankir tidak jarang menganggap bahwa petani kecil itu tidak pintar-walau tidak
menganggapnya bodoh-karena terdapat prejudice bahwa mereka tidak menawarkan
margin keuntungan yang memadai bagi lembaga keuangan.
Pertanian dapat dilihat sebagai sesuatu yang sangat potensial dalam empat bentuk
konstribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai
berikut:
a. Pertumbuhan output dibidang pertanian sangat mempengaruhi sektor-sektor ekonomi
lainnya, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi
keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
b. Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik
bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
c. Sebagai suatu model untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya.
d. Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).
Walaupun perannya sangat strategis, sektor pertanian dan pedesaan masih sering
menghadapi banyak permasalahan, diantaranya keterbatasan permodalan petani dan pelaku
usaha pertanian lain. Sebagai unsur esensial dalam meningkatkan produksi dan taraf hidup
masyarakat pedesaan, ketiadaan modal membatasi ruang gerak sektor ini. Kebutuhan modal
diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang seiring dengan semakin
melonjaknya harga input pertanian. Baik pupuk, obat-obatan, maupun upah tenaga kerja.
Dengan kecenderungan seperti ini, maka lembaga keuangan swasta seharusnya akan
semakin signifikan. Terlalu mengandalkan pembiayaan sektor pertanian dari anggaran
pemerintah, sangatlah tidak memadai serta bukan pilihan yang bijaksana mengingat semakin
6
besar beban anggaran yang harus di tanggung pemerintah untuk membiayai pembangunan
keseluruhan sektor.
Keterbatasan ataupun kendala dalam pembiayaan pertanian di Indonesia secara umum
berasal dari dua sisi. Pertama, adanya keterbatasan dana APBN. Kedua, hambatan petani
dalam mengakses perbankan yang diakibatkan oleh tidak adanya jaminan ( collateral ),
kurang pemahaman atas administrasi perbankan, tingginya cost of transaction dan cara
pembayaran bulanan tidak sesuai dengan pendapatan petani yang bersifat musiman.
Secara teori, perbankan nasional memiliki potensi yang sangat besar sebagai salah
satu sumber pembiayaan sektor pertanian. Lembaga ini mampu menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya ke pelaku usaha dalam bentuk kredit atau pembiayaan.
Namun, fakta menunjukkan bahwa secara umum ada kecenderungan perbankan nasional
kurang antusias untuk menyalurkan kredit ke sektor pertanian.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional,
seperti dalam menyerap tenaga kerja, sumber pangan, pemasok bahan baku industri,
sumber devisa dll. Jika ada dukungan pendanaan yang memadai, seperti halnya bank
pertanian, maka peran sektor pertaniaan akan dapat lebih ditingkatkan.
2. Potensi pembiayaan yang sangat besar di sektor pertanian baik dari sisi SDM, SDA,
maupun peluang bisnisnya. Jumlah rumah tangga pertanian (RTP) menurut SP 2003
sekitar 25,6 juta yang bekerja di subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura,
dan peternakan. Bisnis pertanian juga terbuka luas dari subsistem penyediaan saprodi,
budidaya, panen/pasca panen, hingga pemasaran.
3. Masih minimnya alokasi kredit untuk sektor pertanian, sehingga masih terbuka
peluang usaha yang sangat besar untuk ekspansi pasar kredit pertanian karena belum
mengalami kejenuhan.
Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Pembiayaan Pertanian adalah membangkitkan
kinerja sektor pertanian yang cenderung menurun sebagai akibat kurangnya perhatian
pemerintah dalam mendorong peningkatan akses petani kepada sumber pembiayaan baik dari
perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.
B. Saran
8
berhubungan dengan semakin luasnya pilihan bagi petani untuk bisa bergerak di bidang usaha
di samping sektor pertanian itu sendiri yang pada gilirannya juga akan dapat meningkatkan
investasi di sektor pertanian. Terakhir, pendidikan juga berkontribusi terhadap migrasi
pedesaan – perkotaan. Namun demikian di India, Uganda, dan Ethipia migrasi terjadi antar
desa. Buruh tani yang berpendidikan di Bolivia dan Uganda lebih memiliki posisi tawar yang
tinggi dalam hal upah yang lebih baik.
Oleh karena itu pemerintah harus lebih memperhatikan pendidikan bagi masyarakat
pedesaan, khususnya bagi para petani agar produktivitas para petani meningkat. Karena
dengan pemahaman petani melalui pendidikan, maka petani akan lebih terbuka terhadap
dunia luar, teknologi dan perubahan positif yang akan berdampak pada peningkatan hasil
panen dan peningkatan kesejahteraan bagi kehidupan para petani.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://top-studies.blogspot.com/2014/11/kredit-investasi-kecil-dan-kredit-
modal.html#sthash.Cu7GW2Fi.dpuf
http://uthyyshining-fullmoon.blogspot.com/2011/12/makalah-bahasa-indonesia-potret-
kondisi.html
http://potretpertanian.blogspot.com/2013/01/5-masalah-yang-membelit-pembangunan.html
10