Paranoid Berulang Di Ruang Sejahtera
Paranoid Berulang Di Ruang Sejahtera
MR DENGAN MASALAH
UTAMA HALUSINASI DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA
PARANOID BERULANG DI RUANG SEJAHTERA
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Disusun oleh :
Kelompok B1A, B1C & B1E
1
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Kepala Ruangan
2
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Kepala Ruangan
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat
Nya, karena kami telah berhasil menyelesaikan makalah seminar yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada klien dengan Halusinasi”. Dalam penyelesaian
makalah seminar ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada pembimbing akademik dan pembimbing klinik yang telah memberikan
masukan demi kelancaran penyusunan makalah.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terimakasih kepada:
1. Ibu Khoridatul Bahiyah, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.J selaku
Pembimbing Akademik
2. Bapak Dr.Ah Yusuf S.Kp., M.Kes selaku Pembimbing Akademik.
3. Bapak Zulfian, S.Kep., Ns selaku Kepala Ruangan Sejahtera RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
4. Ibu Anis Ernawati, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing Klinik di Ruangan
Sejahtera RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
5. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam penyelesaian makalah ini.
Kami sangat menyadari, bahwa didalam makalah seminar ini masih jauh
dari kesempurnaan sehingga dalam kesempatan ini pula kami mengharapkan
kesediaan pembaca untuk memberikan saran yang bersifat perbaikan, yang dapat
menyempurnakan isi makalah seminar ini dan dapat bermanfaat dimasa yang akan
datang. Akhir kata, semoga makalah seminar ini dapat menambah wawasan,
khususya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca yang budiman.
4
DAFTAR ISI
5
4.1 Pembahasan .........................................................................................
Bab 5 Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan..............................................................................................
5.2 Saran....................................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................
6
BAB 1
PENDAHULUAN
7
Pengobatan pada skizoafektif terdiri dari pengobatan secara psikofarmaka dan
psikoterapi. Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon baik terhadap
pengobatan dengan obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood
stabilizer atau pengobatan dengan antipsikotik saja. Karena pengobatan yang
konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko‐edukasi pada penderita dan keluarga,
serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari pengobatan
pada gangguan skizoafektif. Farmakoterapi yang digunakan adalah risperidon 2x4
mg, fluoxetin 1x10 mg. Pengobatan harus sesuai dengan tipe atau episode skizoafektif
yang terjadi. Karena episode skizoafektif sangat membedakan pemberian obat yang
akan diberikan. Pada keadaan manik akan obat antimanik dan pada saat depresif akan
diberikan antidepresif, tetapi terapi skizofrenia pun tetap harus diberikan(Rades,
Wulan, 2016).
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan persepsisensori: halusinasi secara komprehensif
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi dari halusinasi?
2. Menjelaskan klasifikasi halusinasi?
3. Menjelaskan penyebab halusinasi?
4. Menjelaskan Tanda dan gejala halusinasi?
8
5. Menjelaskan penatalaksaan pasien dengan halusinasi?
6. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pasien dengan ganggua
persepsisensori: halusinasi?
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu.
Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
2. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang
abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
3. Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
4. Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor
predisposisi skizofrenia.
5. Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia
antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi,
dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan
anaknya.
2 Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah stimulasi yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
koping yaitu meningkatkan stress dan kecemasan. Secara umum klien dengan
gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan,
tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian
11
individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut Stuart dan Laraia (2001)
faktor presipitasi yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi
adalah sebagai berikut :
a. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi: nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan
irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat system syaraf pusat, kurangnya
latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi
social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam
bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat
pekerjaan.
e. Sikap atau perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus
asa,tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa
punyakekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain
darisegi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi,
perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan
gejala.
2.2.3 Tanda dan gejala
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999).
1) Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan. Gejala klinis:
a) Menyeringai/tertawa tidak sesuai
12
b) Menggerakkan bibir tanpa bicara
c) Gerakan mata cepat
d) Bicara lambat
e) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2) Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan. Gejala klinis:
a) Cemas
b) Konsentrasi menurun
c) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3) Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan. Gejala klinis:
a) Cenderung mengikuti halusinasi
b) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
4) Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan Gejala klinis:
a) Klien mengikuti halusinasi
b) Tidak mampu mengendalikan diri
c) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
d) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
13
darah, atau bau masakan serta bau parfum yang menyenangkan.
4. Halusinasi Perabaan (Taktil), yaitu merasakan ada sesuatu yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil, makhluk halus,
merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin,
dan merasakan tersengat aliran listrik.
5. Halusinasi Pengecapan (gustatorik), yaitu seperti merasakan makanan
tertentu atau mengunyah sesuatu.
6. Halusinasi Hipnagogik, yaitu persepsi sensori yang salah terjadi pada saat
tertidur, biasanya dianggap sebagai fenomena yang non patologis
7. Halusinasi Hipnopompik, yaitu persepsi palsu yang salah saat terbangun
dari tidur biasanya tidak patologis
8. Halusinasi yang sejalan dengan mood (mood congruent hallucination),
yaitu dimana halusinasi konsisten dengan mood yang tertekan atau panik.
9. Halusinasi tidak sejalan dengan mood (mood incongruentn hallucination),
yaitu dimana isi halusinasi tidak konsisten dengan mood yang tertekan
atau panik.
10. Halusinasi kinestetik, yaitu mengatakan bahwa fungsi tubuhnya tidak
dapat terdeteksi misalnya tidak adanya denyutan diotak, atau perasaan
tubuhnya melayang-layang diatas bumi.
11. Halusinasi Viseral, yaitu badannya dianggap berubah bentuk dan tidak
normal seperti biasanya.
12. Halusionis, yang paling sering adalah halusinasi dengar yang berhubungan
dengan penyalahgunaan alcohol dan terjadi dalam sensorium yang jernih,
berbeda dengan delitirum tremens (Dts), yaitu halusinasi terjadi dalam
konteks sensorium yang berkabut.
13. Trailing phenomenon, Kelainan persepsi yang berhubungan dengan obat-
obatan halusonogen dimana benda yang bergerak dilihat sebagai sederetan
citra yang terpisah dan tidak kontinyu.
14. Halusinasi Auditorik, dapat terjadi pada orang normal tetapi tidak
dianggap sebagai suatu hal yang patologis. Ada beberapa halusinasi
auditorik yang patologis yaitu; halusinasi auditorik non verbal, halusinasi
14
auditorik verbal, halusinasi auditorik orang ketiga, halusinasi auditorik
orang kedua.
2.2.5 Fase halusinasi
Ada beberapa tahapan-tahapan pada klien dengan halusinasi antara lain
(Yosep, 2009) yaitu :
1. Stage I : Sleep Disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih, masalah dikampus, diPHK ditempat kerja, penyakit, utang,
nilai dikampus, drop out, dan sebagainya. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah
sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecahan masalah.
2. Stage II : Comforting Moderate level of anxiety (halusinasi secara umum
diterima sebagai sesuatu yang alami)
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran
pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada
kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
3. Stage III : Condemning Severe level of anxiety (secara umum halusinasi
sering mendatangi klien)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien
mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupayah menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri
dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4. Stage IV : Controlling Severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan)
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang.
Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai
15
fase gangguan psikotik.
16
Adapun rentang respon neurobiologis adalah sebagai berikut:
Tabel Rentang Respon Neuorobiologis (Sumber: Stuart,
2006)
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social
dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu
menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi:
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh
individu sesuai dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan,
dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai
kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual
sesuai dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak
senang.
Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana
17
individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai
diantaranya :
1) Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses
pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran
yang terisi dan lain-lain.
2) Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3) Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai
dengan stimulus yang datang.
4) Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran
5) Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
18
2.3 POHON MASALAH
(EFEK) : Resiko Perilaku Kekerasan
(CP) : Halusinasi
19
Resiko Perilaku Subyektif:
Kekerasan Klien marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh,
ingin membakar, atau mengacak-acak lingkungan
Obyektif:
Klien mengamuk, merusak, dan melempar barang-barang,
melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengenali jenis halusinasinya
3. Klien dapat mengekspresikan respon terhadap halusinasi
4. Klien dapat mengetahui waktu terjadinya halusinasi
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
6. Klien dapat menghardik halusinasi
7. Klien dapat menggunakan dukungan sosial
20
2.6 IMPLEMENTASI
KLIEN KELUARGA
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi klien 1. Mendiskusikan maslah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi klien dirasakan keluarga dalam merawat
21
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
22
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
FORMULIR PENGKAJIAN
KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNAIR
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. “D” (L) Tanggal Pengkajian :15-07-2019
Umur : 22 Tahun RM No :12.7x.xx.xx
Informan : Pasien, ibu pasien
II. ALASAN MASUK
Klien dibawa ke IGD Dr. Soetomo pada tanggal 10-07-201 jam 23.55 WIB karena
melukai lehernya dengan pisau dan linggis. Pasien mengatakan mendengar suara-
suara yang mengatakan “kamu harus mati”. Munculnya suara tersebut setelah
klien putus cinta dengan pacarnya.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? ( )Ya ( √ )Tidak
2. Pengobatan sebelumnya? ( ) Berhasil ( ) Kurang berhasil ( ) Tidak
Berhasil
3.
23
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD:110/80 mmHg Nadi: 83x/menit Suhu:36,8oC RR: 22x/menit
2. Ukur : TB: 65 kg BB : 165 cm
3. Keluhan fisik: ( ) Ya ( √ ) Tidak
Jelaskan : tidak ada keluhan
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram:
Jelaskan : tidak ada riwayat keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami klien
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
2. Konsep diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan bagian tubuh yang paling disuka
adalah rambut.
b. Identitas : klien dapat menyebutkan bahwa dia adalah seorang
laki-laki.
c. Peran : klien bekerja disebuah pabrik beras.
d. Ideal diri : klien mengatakan ingin segera sembuh dan ingin
memperbaiki diri dan ingin segera cepat bekerja lagi.
e. Harga diri : klien merasa malu dengan tetangga dan orang disekitar
tempat tinggalnya karena tindakan yang ia lakukan.
Masalah Keperawatan: Harga Diri Rendah
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti : ibu, ayah dan adiknya.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: klien mengatakan
sering ikut latihan futsal dengan teman kerjanya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan
dalam berhubungan dengan orang lain.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
4. Spiritual:
a. Nilai dan keyakinan : klien mengatakan yakin bisa sembuh jika sering
beristigfhar saat mendengar suara-suara. Klien beragama islam.
b. Kegiatan ibadah : sebelum sakit klien rajin ibadah solat 5 waktu, saat
diruangan klien tetap solat 5 waktu.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
24
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
2. Pembicaraan:
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis √ Lambat Membisu Tidak mampu
Memulai pembicaraan
Jelaskan: klien tampak berpikir terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan
perawat, jawaban klien sesuai dengan yang ditanyakan.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
TIK Grimasen Tremor Kompulsif
4. Alam Perasaan:
Sedih Ketakutan Putus asa √ Khawatir Agitasi
25
Nihilistik Sisip Pikir Siar piker Kontrol pikir
Jelaskan : tidak ada masalah
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah
10. Tingkat kesadaran
Bingung Sedasi Stupor Disorientasi
Waktu Tempat Orang
Jelaskan: klien lebih memilih solat dulu baru makan siang, agar tidak terburu-
buru saat makan.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
14. Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Keamanan √ Transportasi √
Perawatan kesehatan √
Jelaskan: klien masih tinggal satu rumah dengan orang tuanya
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
2. Kegiatan sehari-hari
a. Perawatan diri
Bantuan minimal Bantuan Total
Mandi √
BAB/BAK √
Kebersihan √
Ganti Pakaian √
26
Makan √
27
Ya Tidak Ya Tidak
Keluarga √ Teman sejawat √
Profesional/terapis Kelompok sosial √
Jelaskan: sebelum MRS klien bekerja dipabrik dan suka main futsal
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
Maladaptif
Minum alkohol
Reaksi lambat/berlebih
Bekerja berlebihan
menghindar
Mencederai diri
Lainnya
Jelaskan: klien mau berbicara dengan orang lain
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
28
X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG
Penyakit jiwa √ Sistem pendukung
Faktor presipitasi Penyakit fisik √
Koping Obat-obatan √
Lainnya.........................................................................................................
Masalah keperawatan: tidak ada masalah
XI. DATA LAIN-LAIN
Tidak ada
XII. ASPEK MEDIS
Diagnosa medis: Gangguan Psikotik Lir Skizofrenia Akut
Terapi medis:
- Asam mefenamat 500 mg tiap 8 jam 1 tablet per oral (bila nyeri kepala)
- Risperidon 2 mg tablet tiap 12 jam (1/2 tablet tiap pagi dan malam) per oral
- Clozapine 12,5 mg tablet (1 tablet tiap 24 jam, malam hari per oral)
Ttd
3.2 ANALISA DATA
DO :
-
DS : Risiko menciderai Risiko menciderai diri sendiri,
- klien mengatakan diri sendiri, orang orang lain dan lingkungannya
sebelum MRS lain dan
melukai leherna lingkungannya
dengan pisau dan
linggis
-klien mengatakan halusinasi
juga melukai
ayahnya
DO :
-terdapat bekas luka
dileher klien
DS : Isolasi sosial : Isolasi sosial : menarik diri
- klien mengatakan menarik diri
sering menyendiri
sejak ditinggal oleh
pacarnya Gangguan konsep
-klien mengatakan diri : harga diri
merasa sedih rendah
-ibu klien
mengatakan bahwa
klien sering
mengurung diri
dikamar sejak
ditinggal pacarnya
DO :
-
3.3 POHON MASALAH
5.1 Kesimpulan
Pada kasus seminar ini didapatkan pasien bernama Tuan D berusia 22
tahun yang sering mendengar suara yang mengatakan “kamu harus mati”
Munculnya suara tersebut setelah klien putus cinta dengan pacarnya.masalah
utama dalam seminar ini adalah persepsi sensori : halusinasi (halusinasi
pendengaran,implementasi yang sudah dilakukan pada pasie selama 6 hari selama
pasien dirawat diruang jiwa sejahtera ,masalah keperawatan yang muncul adalah
Gangguan persepsi sensori : halusinasi, Risiko menciderai diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan, Isolasi sosial : menarik diri
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada Tuan D yaitu
membina hubungan saling percaya, Klien dapat mengenali halusinasinya, Klien
dapat mengontrol halusinasinya dan kepatuhan terapi farmaakologi.
Halusinasi adalah persepsi salah yang diterima panca indera dan berasal dari
stimulus eksternal yang biasanya tidak diinterpretasikan ke dalam pengalaman.
Beberapa halusinasi dapat dipicu, misalnya, seorang remaja lelaki yang
mendengar seoang polisi berbiara dengan dirinya saat ia mendengarkan musik.
Halusinasi dapat terjadi pada indera apa pun. Pada dasarnya, halusinasi tidak
selalu berarti penyakit kejiwaan. Sebagai contoh, halusinasi singkat cukup umum
terjadi setelah peristiwa kematian (orang yang mengalami halusinasi seolah
melihat atau mendengar orang yang meninggal. Halusinasi dapat sangat invasif,
sering muncul, dan menyerang hampir semua fungsi normal (Brooker, 2008).
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang lama ( Rawlins dan Heacock, 1993). Hal ini sesuai dengan
pengalaman Tuan D yang suka mabuk-mabukan dan menggunakan obat-obatan
jadi kemungkinan penyebab halusinasinya karena intoksikasi alcohol, pada fase 3
sampai 6 Tn. D mulai mampu mengontrol halusinasinya.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-
tahapan dari protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa
pendidikan baik diakademik maupun dilapangan praktek.
5.2.2 Bagi Keluarga Pasien
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga
perawatan gangguan persepsi sensori ; Halusinasi
5.2.3 Bagi Ruang Rawat Inap
Meningkatkan perlatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat
meningkatkan proses penyembuhan kllien.
5.2.4 Bagi Masyarakat
Diharapkan kepada para masyarakat, jika menjumpai seseorang yang
mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi agar memberikan
perhatian dan perawatan yang tepat kepada penderita sehingga
keberadaannya dapat diterima oleh masyarakat seperti sediakala.
DAFTAR PUSTAKA