Anda di halaman 1dari 3

Judul : Berfikir Historis

Pengarang : Sam Wineburg


Penerbit : Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Tahun : 2006
Asumsi Dasar : Tujuan sejarah adalah mengajarkan sebuah cara dalam menentukan pilihan,
untuk mempertimbangkan berbagai pendapat, untuk membawakan berbagai
kisah dan meragukan diri-sendiri (bila perlu kisah-kisah yang kita bawakan).
Sejarah bukan sekadar nama dan tanggal tetapi menyangkut kepedulian dan
kewaspadaan.
Review
Buku ini hendak menjawab empat pertanyaan, yakni (1) Mengapa belajar sejarah, (2)
Tantangan bagi siswa, (3) Tantangan bagi guru, (4) Sejarah sebagai memori nasional. Adanya
kenyataan banyaknya murid-murid di Amerika Serikat yang tidak mengetahui sejarah mereka
sendiri begitu menggugah Winerburg untuk menuangkan apa yang dilihatnya serta
bagaimana seharusnya sejarah diperlakukan.
Mengapa belajar sejarah. Dengan belajar sejarah maka kita dapat membuat konsep
mengenai kehidupan kita dalam perjalanan waktu. Aktivitas menempatkan diri dalam
perjalanan waktu juga merupakan salah satu kebutuhan manusia. Gagasan yang dikemukakan
oleh Winerburg ditulis di atas asumsi dasar bahwa sejarah hendak mengajarkan manusia cara
membuat pilihan, mempertimbangkan berbagai pendapat, menyajikan berbagai kisah, dan
meragukannya sendiri (kritis). Sejarah merupakan sarana yang tepat dalam maksud
mengajarkan budi pekerti.
Tangangan bagi siswa. Para murid sekolah sebenarnya diharapkan ketika membaca
sejarah, bukan hanya aspek pengetahuan kognisinya saja yang bertambah tetapi kehalusan
budi pekerti, terjadi perubahan cara pandang terhadap diri dan lingkungannya, serta terbentuk
pribadi yang arif lagi bijaksana. Sebenarnya kearifan itu didapatkan melalui pengalaman
hidup, tetapi dengan tradisi tulis menulis, kearifan itu tersimpan dalam bentuk buku dan
siapapun yang membaca dan memahaminya akan mendapatkan kearifan tanpa perlu
menjalani hidup puluhan tahun untuk menemukan arti dari kearifan.
Bagi murid, membaca sejarah bukanlah proses menyingkapkan maksud penulis,
tetapi proses mengumpulkan informasi dan teks tersebut berperan dalam menyampaikan
informasi. Maka dari itu untuk bisa memahami sejarah diperlukan daya interpretasi yang
lebih dari sekedar mencari informasi sejarah, itulah tantangan yang dihadi oleh seorang murid
dalam mempelajari sejarah, dalam hal ini faktor guru sangat diperlukan karna jika guru
mendidik dengan baik bukan hanya dalam pemahaman tentang sejarahnya saja tetapi murid
tersebut dapat membuat teori-teorinya sendiri tentang bagaimana memahami bacaan sejarah.
Tantangan bagi guru. Pada pelajaran sejarah yang memiliki tuntutan merubah cara
pandang murid terhadap segala sesuatu, guru mendapatkan tuntutan yang tidak kalah besar
dari murid. Guru dituntut dapat membawakan sejarah atas ilmu diperkenalkannya di depan
kelas. Pada sekolah dasar, seorang guru biasanya membawakan beberapa mata pelajaran, hal
ini nampaknya sangat berat karena sudah barang tentu guru harus menguasai begitu banyak
sejarah dari mata pelajaran yang diampunya. Kondisi serupa jauh semakin ringan bagi guru
pada sekolah menengah hingga ke perguruan tinggi, yang mana guru membawakan materi
pelajaran yang benar-benar terspesialisasi pada dirinya.
Tantangan berikutnya yang juga dialami oleh seorang guru adalah guru yang belajar
di sekolah keguruan, tidak hanya belajar bagaimana cara mengajar, tetapi juga belajar cara
mengetahui. Dalam pandangan umum banyak beredar bahwa, seorang guru sejarah itu harus
berpikir sebagai seorang sejarawan, dan guru juga harus mendidik muridnya agar menjadi
seorang sejarawan. Tetapi hal itu keliru, guru merupakan pendidik yang mendidik peserta
didik agar menjadi seorang yang mengerti sejarah, bukan untuk menjadi seorang sejarawan,
mengenai nantinya peserta didik itu menjadi sejarawan itu urusan lain yang ditentukan oleh
individu peserta didik sendiri.
Guru-guru ilmu sosial haruslah tahu banyak hal, tetapi tidak mungkin kita terlalu
mengharapkan bahwa seorang guru sejarah ataupun ilmu lainnya mengajarkan ilmunya
dengan benar dan efektif. Belajar tidak sekedar pertemuan dengan informasi-informasi baru.
Tetapi belajar adalah bagaimana kita mengolah informasi baru itu menjadi sebuah
pengetahuan yang layak untuk di konsumsi, dan itu bisa dilakukan dengan kita berpikir
sejarah.
Sejarah sebagai memori nasional. Banyak kejadian masa lampau yang ditulis sesuai
dengan kemauan rezim yang berkuasa. Sejarah dituliskan sesuai dengan pemahaman dan
kepentingan masing-masing tokoh. Akan tetapi, bagaimana baik dan buruknya kejadian
sejarah, ia haruslah dicatat agar selalu diingat, menjadi peringatan bagi generasi mendatang
agar mengikutinya bilamana membawa kebaikan, dan menjauhinya bilamana mendatangkan
kerusakan.
Dari kisah singkat program penelitian tentang pertemuan murid sekolah lanjut dengan
sebuah dokumen, Sam kemudian menyimpulkan bahwa mampu berfikir sejarah, berarti
mengharuskan berfikir dengan cara yang bertentangan dengan cara berfikir sehari-hari. Sam
bersepakat dengan pendapat Ginzburg bahwa tujuan belajar sejarah adalah mengajarkan apa
yang tidak dapat kita lihat. Bagian yang menarik lainnya adalah tema “Membayangkan Masa
Lalu”, di sini dilakukan riset tentang sejauhmana uraian buku sejarah mendorong siswa untuk
melukiskan tokoh sejarah yang umum dikenal. Dengan memulai memberikan pertanyaan
dilanjutkan dengan menggambar, lalu analisis hasil. Hasil dari uji coba ini memang cukup
abstraksi dan dari lukisan tersebut bisa dipetakan apa saja yang dipikirkan siswa tentang
tokoh sejarah, budaya dan masa lalu.
Model kearifan dalam pembelajaran sejarah, dibahas pula dengan sangat menarik
bertumpu dengan hasil riset wawancara mendalam dan pengamatan dari sebelas guru yang
terbaik dipilih oleh rekan-rekan mereka. Membaca bagian ini kita akan dibawa kemasing-
masing kelas guru dan seakan-akan ikut dalam kelas mereka yang dapat mengispirasikan kita
untuk menemukan model-model pembelajaran sejarah. Buku ini juga mengajak kita untuk
berfikir kritis terhadap teks sejarah.

Anda mungkin juga menyukai