Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN BBDM SKRENARIO 1

MODUL 6.2. KELOMPOK 3

Shaura Ladayna Isma 22010114120021


Irwandi Samosir 22010114120022
Ramadhania Diba Darmawan 22010114120023
Theresia Monica Subagio 22010114120024
Clara Vica Tarigan 22010114120025
Riyan 22010114120026
Ulfa Trimonika 22010114120027
Nina Kristiani Wibowo 22010114120028
Yanuarius Alvin Pratama 22010114120029
Qashda Naila Salsabila 22010114120030
Seorang anak berusia 2 tahun datang dengan keluhan kejang. Kejang seluruh tubuh, selama
kejang tidak sadar, sebelum dan sesudah kejang anak sadar. Kejang berlangsung selama 10
menit, mata mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. 1 hari sebelumnya anak demam tinggi
terus menerus, disertai dengan batuk dan pilek. Riwayat perkembangan saat ini anak baru
bias berjalan dengan dibantu, mengucapkan satu-dua kata, dan mampu menyusun 3 balok.
Dengan pemeriksaan KPSP satu bulan sebelum sakit didapatkan skor 7. Riawayat imunisasi
sesuai jadwal Puskesmas, tapi belum mendapatkan imunisasi campak. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan anak sadar, napas spontan (+), adekuat, kejang (-), kesan status gizi normal.
Tnada vital RR 32x/ menit, HR 110x/ menit. Nadi isi dan tegangan cukup. Suhu 39,5o C.
Statys internus lain dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium Hb 12,0 gr%. Ht 36,8%.
Leukosit 18.600/ mmk. Trombosit 420.000/mmk. Pemeriksaan LCS dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis Nn. Craniales dalam batas normal, Meningeal Sign (-)

I. Terminologi
1) Pemeriksaan KPSP : Kuesioner Pra-Skrinning Perkembangan untuk
tahu perkembangan anak normal atau tidak.
Kuesioner ini untuk anak usia 0-72 bulan.
Kusioner ini dijawab dengan ya/ tidak. Apabila
jumlah ya:
- 9-10 : Pertumbuhan Sesuai
- 7-8 : Pertumbuhan meragukan
- <6: Kemungkinan penyimpangan
2) Pemeriksaan neurologis : Pemeriksaan subjektif dan Objektif. Yang
didnilai antara lain: motorik, sensorik, reflex
fisiologis, reflex patologis, tonus, trofi, ada atau
tidak klonus.
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang
timbul akibat peradangan pada selaput otak
(meningitis) atau adanya benda asing pada
ruang suarachnoid (darah), zat kimia (kontras)
dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).
Kernik brudznski
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang
berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi,
motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. 1,3 Status epileptikus
adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit
atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa
disertai pemulihan kesadaran.2 Mekanisme
dasar terjadinya kejang adalah peningkatan
aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-
neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-
sama melepaskan muatan listriknya. Hal
tersebut diduga disebabkan oleh; 1]
kemampuan membran sel sebagai pacemaker
neuron untuk melepaskan muatan listrik yang
berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh
neurotransmitter asam gama amino butirat
[GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik
oleh transmiter asam glutamat dan aspartat
melalui jalur eksitasi yang berulang. 3,4,5 Status
epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi
yang berlebihan berlangsung terus menerus, di
samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.
II. Rumusan Masalah
1) Bagaimana membedakan kejang intra dan ekstrakranial?
2) Apa komplikasi dari kejang?
3) Apakah ada hubungan perkembangan anak meragukan dengan etiologi
kejang?
4) Kapan imunisasi dilakukan? Apakah ada hubungan imunisasi campak dengan
kejang?
5) Bagaimanakah perkembangan anak normal usia 2 tahun?
6) Apa saja tanda-tanda kejang? Mengapa?

III. Pembahasan
1) Penyebab kejang antara lain:
i. Intrakranial:
 Trauma (perdarahan) dapat disebabkan karena defisiensi
vitamin K
 Infeksi bakteri
 Kelainan kongenital
ii. Ekstrakranial
 Gangguan metabolic
 Toksik
 Kongenital (Elektrolit)
Perbedaan dapat diketahui dengan adanya pemeriksaan pungsi lumabl (jika
curiga karena intracranial) dan kultur darah. Derajat keparahan kejang dapat
diperkirakan dari berapa kali kejang berulang da nada atau tidaknya tanda-
tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial.
2) Kecacatan akibat kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut beberapa studi,
adanya komplikasi neurologis dapat terjadi pada kejang yang berulang.
3) Imunisasi campak dilakukan pada saat umur 9 bulan dan diulang saat SD kelas
1-6.
Apabila terlambat dan usia masih 9-12 bulan maka imunisasi dapat diberikan
kapan saja.
Apabila terlambat dan usai >12 bulan : berikan MMR saja
4) Imunisasi campak merupakan imunisasi aktif yang mengandung virus
sehingga akan menyebabkan demam tinggi dan dapat menjadi kejang
5) Perkembangan anak normal usia 2 tahun:
i. Motorik Kasasr
 Naik turun tangga berpegangan
 Berjalan mundur
 Jongkok
ii. Motorik Halus
 Membuka botol dengan memutar tutuo
 Menyusun balok
 Belajar makan sendiri
 Menggambar garis tegak dan mendatar
iii. Penglihatan : bisa menyebutkan 6 bagian tubuh
iv. Bicara : mampu menjawab dengan kalimat yang terdiri dari 2 kata
v. Sosialisasi : dapat mengontrol BAB & BAK. Bermain dengan anak
lain.
6) Tanda-tanda kejang tergantung focus kejang yang akan dipastikan dengan
adanya Pemeriksaan Penunjang

IV. SKEMA

Klasifikasi dan Manifestasi


Etiologi dan Faktor Risiko
Klinis

KEJANG DEMAM

Klasifikasi KEJANG Patofisiologi

Tatalaksana
V. Sasaran Belajar
1) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi kejang
2) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan faktor risiko kejang demam
3) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dan manifestasi klinis kejang
demam
4) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis kejang demam simpleks gangguan
perkembangan, riwayat imunisasi tidak lengkap
5) Mahasiswa mampu mengethaui pemeriksaan penunjang kejang demam
6) Mahasiswa mampu melakukan tatalaksana kejang demam.
7) Mahasiswa mempu memberikan konseling gdan rencana lanjutan imunisasi
tidak lengkap.

VI. Pembahasan Sasaran Belajar


1) KLASIFIKASI KEJANG
Klasifikasi kejang berdasarkan International League Against Epilepsy
(ILAE),
1981

Klasifikasi Kejang International League Against Epilepsy (ILAE), 1981


a. Kejangparsial
1) Parsialsederhana
2) Parsialkompleks
3) Parsial yang diikuti kejang umumsekunder
b. Kejangumum
1) Absence (petitmal)
2) Tonik-klonik (grandmal)
3) Tonik
4) Atonik
5) Klonik
6) Mioklonik
c. Kejang yang takterklasifikasi

a. Kejang parsial(fokal/lokal)

Kejang ini terjadi pada salah satu atau lebih lokasi yang spesifik
pada otak. Dalam beberapa kasus, kejang parsial dapat menyebar luas di
otak. Kejang ini terkadang disebabkan terjadinya trauma spesifik, namun
dalam banyak kasus penyebabnya tidak dapat diketahui (idiopatik).
1) Kejang parsialsederhana
Dalam kasus kejang parsial sederhana (Jacksonian epilepsy), pasien
tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun dapat mengalami
kebingungan, jerking movement, atau kelainan mental dan emosional.
Manifestasi klinis dari kejang parsial sederhana ini yaitu
klonik. (repetitif, gerakan kepala dan leher menengok ke salah satu
sisi). Beberapa pasien dapat pula terjadi gejala somatosensorik berupa
aura, halusinasi, atau perasaan kuat pada indra penciuman dan perasa.
Setelah kejang, pasien biasanya mengalami kelemahan pada otot
tertentu. Umumnya kejang terjadi selama 90 detik.
2) Kejang parsialkompleks

Sekitar 80% dari kejang ini berasal dari temporal lobe, bagian otak
yang berdekatan dengan telinga. Gangguan pada bagian tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran atau dapat terjadi perubahan
tingkah laku misalnya automatisme. Pasien kemungkinan mengalami
kehilangan kesadaran secara singkat dan tatapan kosong. Kejang ini
seringkali diawali dengan aura. Episode serangan biasanya tidak lebih
dari 2 menit. Sakit kepala yang berdenyut kemungkinan terjadi pada
kejang tipe ini.
3) Kejang parsial diikuti kejang umumsekunder

Kejang fokal dapat berkembang menjadi tonik klonik dengan


kehilangan kesadaran dan kejang (tonik) otot seluruh badan diikuti
periode kontraksi otot bertukar dengan relaksasi (klonik). Seringkali
sulit dibedakan dengan kejang umum. Hal ini karena kejang parsial
dengan generalisata sekunder mempunyai onset fokal yang seringkali
tak teramati. Onset fokal kejang diidentifikasi melalui analisis riwayat
kejang dan EEG secara cermat (Kasper dkk., 2008).

b. Kejangumum

Kejang umum dapat terjadi karena gangguan sel saraf yang terjadi
pada daerah otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang parsial.
Oleh karena itu, kejang ini memiliki efek yang lebih serius pada pasien.
1) Kejang absence (petitmal)

Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang berlangsung


sangat singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang dijumpai dan
umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja.
Sekitar 15-20% anak-anak menderita kejang tipe ini (Kasper dkk.,
2008). Penderita tiba-tiba melotot atau matanya berkedip-kedip dengan
kepala terkulai. Kejang ini kemungkinan tidak disadari oleh orang di
sekitarnya. Petit mal terkadang sulit dibedakan dengan kejang parsial
sederhana atau kompleks, atau bahkan dengan gangguan attention
deficit.
Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure, yang
mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh atipikal
mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih panjang,
serangan terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan kejang terjadi
diikuti dengan tanda gejala motorik yang jelas. Kejang ini diperantarai
oleh ketidaknormalan yang menyebar dan multifokal pada struktur
otak. Kadangkala diikuti dengan gejala keterlambatan mental. Kejang
tipe ini kurang efektif dikendalikan dengan antiepilepsi dibandingkan
tipe kejang absence tipikal (Kasper dkk., 2008).

2) Kejang tonik-klonik (grandmal)

Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Fase
awal dari terjadinya kejang biasanya berupa kehilangan kesadaran
disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi
tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-
otot yang berkontraksi, menyebabkan pasien tiba-tiba terjatuh dan
terbaring kaku sekitar 10-30 detik. Beberapa pasien mengalami
pertanda atau aura sebelum kejang. Kebanyakan mengalami
kehilangan kesadaran tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi sianosis,
keluar air liur, inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera
sesudah kejang berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi
sekitar 2-3menit.
3) Kejangatonik

Serangan tipe atonik ini jarang terjadi. Pasien dapat tiba-tiba


mengalami kehilangan kekuatan otot yang mengakibatkan pasien
terjatuh, namun dapat segera pulih kembali. Terkadang terjadi pada
salah satu bagian tubuh, misalnya mengendurnya rahang dan kepala
yang terkulai.
4) Kejangmioklonik

Kejang tipe ini ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat,
bilateral, dan terkadang hanya terjadi pada bagian otot-otot tertentu.
Biasa terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, pasien mengalami
hentakan yang terjadi secara tiba-tiba.

5) Simply tonic atau clonicseizures

Kejang kemungkinan terjadi secara tonik atau klonik saja. Pada kejang
tonik, otot berkontraksi dan gangguan kesadaran terjadi sekitar 10
detik, tetapi kejang ini tidak berkembang menjadi klonik atau jerking
phase. Kasus kejang klonik yang jarang ditemukan, terutama terjadi
pada anak-anak, yang mengalami spasme otot tetapi bukan kekakuan
tonik.
c. Kejang yang takterklasifikasikan

Serangan kejang ini merupakan jenis serangan yang tidak didukung


oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk serangan kejang
yang sering terjadi pada neonatus. Hal ini kemungkinan disebabkan
adanya perbedaan fungsi dan hubungan saraf pada sistem saraf pusat di
bayi dan dewasa (Kasper dkk.,2008).

2) ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO KEJANG DEMAM


Penyakit yang memiliki gejala kejang demam antara lain:
1. Ensefalitis
a. Terjadi penurunan kesadaran setelah kejang
b. Hasil pemeriksaan LCS ada kelainan
2. Meningitis
a. Ditemukan adanya kaku kuduk
b. Hasil pemeriksaan LCS ada kelainan
3. Abses Otak
a. Ada kelumpuhan
b. Ada tanda tekanan intra kranial meningkat (pusing, muntah,
mata kabur)
c. CT Scan kepala ditemukan adanya abses
4. Ensefalopati karena penyakit infeksi
a. Adanya penurunan kesadaran
b. Hasil pemeriksaan LCS dalam batas normal
5. Kejang demam
a. Tidak ada penurunan kesadaran setelah kejang
b. Hasil pemeriksaan LCS dalam batas normal
Faktor predisposisi terjadinya kejang demam antara lain:
Faktor Resiko (FR) Resiko
Tinggal di penitipan anak 6,6 %
Riw KD pada 2˚relative 7,7 %
Perkembangan terlambat 10,3 %
Mendapat perawatan perinatal > 28 hari 11,6 %
Kejang Demam pada 1˚relative
• satu saudara 9,6 %
• dua saudara 32,5 %
Ada 2 FR 28 %

3) KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS KEJANG DEMAM


Klasifikasi Kejang Demam

1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan

umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau

klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang

demam.

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului

kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

4) DIAGNOSIS
1. Anamnesa

 Adakah penyakit yang menimbulkan panas (singkirkan


kemungkinan infeksi susunan saraf pusat)

 Adakah faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya


kejang ( meningitis atau encephalitis )

 Adakah faktor resiko timbulnya kejang tanpa demam di


kemudian hari

( umur makin awal, makin beresiko kejang berulang / <12


bulan, serangan kejang berlangsung > 30 menit, dalam satu
episode serangan lebih dari satu kali/cepatnya kejang
setelah demam, terdapat defisit neurologis pasca kejang )
 Tipe kejang, lama kejang, onset kejang setelah panas,
gangguan kesadaran, defisit neurologi, gejala penyerta
lainnya

 Riwayat perinatal
 Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat perkembangan

2. Pemeriksaan Fisik

1. Mencari fokal infeksi

2. Pemeriksaan neurologis (parese, gangguan kesadaran, tanda


Tekanan Intra Kranial meningkat, rangsang meningeal )

3. Kelainan bawaan

3. Pemeriksaan Laboratorium

• Atas indikasi
• Darah lengkap, urinalisis, kultur darah, kultur urin.
• Elektrolit dan metabolik
• Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal
American Academy of Pediatric 1996 merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal
• Bayi usia kurang dari 12 bulan, setelah terjadinya kejang demam pertama
kali
• Anak usia 12 -18 bulan dianjurkan untuk dilakukan lumbal pungsi
• Anak usia diatas 18 bulan tidak rutin dilakukan
• Pada anak yang telah mendapat antibiotik dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal
American Academy of Pediatrics . Practice Parameter (1996).– Pediatrics 97,769-775
De
vel
op
me
nt
al
Mi
les
to
ne
s
Diagnonis Gangguan Perkembangan pada Anak

5) PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang

demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,

elektrolit dan gula darah


• Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis

bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan

diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu

pungsi lumbal dianjurkan pada:

1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

3. Bayi > 18 bulan tidak rutin

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

 Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya

kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien

kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II-2,

rekomendasi E).Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan

kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada

anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

 Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-

scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak

rutin dan hanya atas indikasi seperti:

1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


2. Paresis nervus VI

3. Papiledema

6) TATALKSANA KEJANG DEMAM


KETIKA KEJANG

KETIKA DEMAM
 Antipiretik

Paracetamol : 10-15 mg/kgBB/kali-4dd 1


Ibuprofen :5-10 mg/kgBB/kali, 3-4dd 1
Hindari penggunaan salisilat

 Antikonvulsan

Diazepam oral : 0,3 mg/kg BB, 3 dd 1


Diazepam rektal : 0,5 mg/kgBB, 3 dd 1
PENGOBATAN RUMATAN
• Indikasi :

 Kejang lama >15 menit


 Kejang fokal

 Kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang

Dipertimbangkan bila :
 Kejang berulang ≥ 2x/24 jam

 Kejang terjadi pada bayi < 12 bulan

 Kejng demam ≥ 4x/ tahun

 Asam Valproat

 Dosis : 15-40 mg/kgBB/hari, 2-3 dd 1

 ESO : gangguan fungsi hepar

 Fenobarbital

 Dosis : 3-4 mg/kgBB/hari, 1-2 dd 1

 ESO : gangguan belajar

 Lama terapi :

 Hinga 1 tahun bebas kejang, di hentikan bertahap


selama 1-2 bulan

Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

1. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

2. Memberitahukan cara penanganan kejang

3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali

4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus


diingat adanya efek samping

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


1. Tetap tenang dan tidak panik

2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher

3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.

5. Tetap bersama pasien selama kejang

6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

7) KONSELING DAN RENCANA LANJURAN IMUNISASI


Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan
ada juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana
yang
diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-
penyakit yang berbahaya.
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi
terhadap tujuh penyakit yaitu TBC, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis,
campak dan hepatitis B.
Kelima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:
a) Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadappenyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-
paru yang sangat menular yang dilakukan sekali pada bayi sekali pada
bayi usia 0-11 bulan
b) Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin
mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi
masih dapat merangsang pembentukan zat anti(toxoid) untuk mencegah
terjadinya penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3 kali pada
bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu.
c) Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan
kelumpuhan pada kaki, yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan
interval minimal 4 minggu
d) Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini
sangat menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11 bulan
e) Imunisasi hepatis B,adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit yang dapat
merusak hati, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan
interval minimal 4 minggu cakupan imunisasi lengkap pada anak, yang
merupakan gabungan dari tiap jenis imunisasi yang didapatkan oleh
seorang anak. Sejak tahun 2004 hepatitis-B disatukan dengan pemberian
DPT menjadi DPT-HB.

Vaksinasi
Adalah merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan dengan antigen yang berasal dari mokroorganisme patogen.Antigen
yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit
namun mampu mengaktivasi limfosit menghasilkan antibody dan sel memori
yang menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup
memberikan kekebalan dengan tujuan memberikan infeksi ringan yang tidak
berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun.
Jadwal Pemberian Imunisasi
VII. DAFTAR PUSTAKA

Fukuyama Y, dkk. Practical guidelaines for physician in the management of febrile


seizures. Brain Dev 1996; 18:479-484.
Pruitt AW. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, penyunting. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB.Saunders Company, 2007. h.1669-76
Konsensus UKK Neurologi IDAI 2015
Ranuh dkk. Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas Imunisasi IDAI, 2011

Anda mungkin juga menyukai

  • 2
    2
    Dokumen13 halaman
    2
    daniel taruna tampubolon
    Belum ada peringkat
  • Cara Menghitung HPHT PDF
    Cara Menghitung HPHT PDF
    Dokumen3 halaman
    Cara Menghitung HPHT PDF
    daniel taruna tampubolon
    Belum ada peringkat
  • BBDM
    BBDM
    Dokumen2 halaman
    BBDM
    daniel taruna tampubolon
    Belum ada peringkat
  • Cara Menghitung HPHT
    Cara Menghitung HPHT
    Dokumen3 halaman
    Cara Menghitung HPHT
    daniel taruna tampubolon
    Belum ada peringkat
  • Andi
    Andi
    Dokumen11 halaman
    Andi
    daniel taruna tampubolon
    Belum ada peringkat