I. Terminologi
1) Pemeriksaan KPSP : Kuesioner Pra-Skrinning Perkembangan untuk
tahu perkembangan anak normal atau tidak.
Kuesioner ini untuk anak usia 0-72 bulan.
Kusioner ini dijawab dengan ya/ tidak. Apabila
jumlah ya:
- 9-10 : Pertumbuhan Sesuai
- 7-8 : Pertumbuhan meragukan
- <6: Kemungkinan penyimpangan
2) Pemeriksaan neurologis : Pemeriksaan subjektif dan Objektif. Yang
didnilai antara lain: motorik, sensorik, reflex
fisiologis, reflex patologis, tonus, trofi, ada atau
tidak klonus.
Rangsangan selaput otak adalah gejala yang
timbul akibat peradangan pada selaput otak
(meningitis) atau adanya benda asing pada
ruang suarachnoid (darah), zat kimia (kontras)
dan invasi neoplasma (meningitis carcinoma).
Kernik brudznski
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang
berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi,
motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di neuron otak. 1,3 Status epileptikus
adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit
atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa
disertai pemulihan kesadaran.2 Mekanisme
dasar terjadinya kejang adalah peningkatan
aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-
neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-
sama melepaskan muatan listriknya. Hal
tersebut diduga disebabkan oleh; 1]
kemampuan membran sel sebagai pacemaker
neuron untuk melepaskan muatan listrik yang
berlebihan; 2] berkurangnya inhibisi oleh
neurotransmitter asam gama amino butirat
[GABA]; atau 3] meningkatnya eksitasi sinaptik
oleh transmiter asam glutamat dan aspartat
melalui jalur eksitasi yang berulang. 3,4,5 Status
epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi
yang berlebihan berlangsung terus menerus, di
samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.
II. Rumusan Masalah
1) Bagaimana membedakan kejang intra dan ekstrakranial?
2) Apa komplikasi dari kejang?
3) Apakah ada hubungan perkembangan anak meragukan dengan etiologi
kejang?
4) Kapan imunisasi dilakukan? Apakah ada hubungan imunisasi campak dengan
kejang?
5) Bagaimanakah perkembangan anak normal usia 2 tahun?
6) Apa saja tanda-tanda kejang? Mengapa?
III. Pembahasan
1) Penyebab kejang antara lain:
i. Intrakranial:
Trauma (perdarahan) dapat disebabkan karena defisiensi
vitamin K
Infeksi bakteri
Kelainan kongenital
ii. Ekstrakranial
Gangguan metabolic
Toksik
Kongenital (Elektrolit)
Perbedaan dapat diketahui dengan adanya pemeriksaan pungsi lumabl (jika
curiga karena intracranial) dan kultur darah. Derajat keparahan kejang dapat
diperkirakan dari berapa kali kejang berulang da nada atau tidaknya tanda-
tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial.
2) Kecacatan akibat kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut beberapa studi,
adanya komplikasi neurologis dapat terjadi pada kejang yang berulang.
3) Imunisasi campak dilakukan pada saat umur 9 bulan dan diulang saat SD kelas
1-6.
Apabila terlambat dan usia masih 9-12 bulan maka imunisasi dapat diberikan
kapan saja.
Apabila terlambat dan usai >12 bulan : berikan MMR saja
4) Imunisasi campak merupakan imunisasi aktif yang mengandung virus
sehingga akan menyebabkan demam tinggi dan dapat menjadi kejang
5) Perkembangan anak normal usia 2 tahun:
i. Motorik Kasasr
Naik turun tangga berpegangan
Berjalan mundur
Jongkok
ii. Motorik Halus
Membuka botol dengan memutar tutuo
Menyusun balok
Belajar makan sendiri
Menggambar garis tegak dan mendatar
iii. Penglihatan : bisa menyebutkan 6 bagian tubuh
iv. Bicara : mampu menjawab dengan kalimat yang terdiri dari 2 kata
v. Sosialisasi : dapat mengontrol BAB & BAK. Bermain dengan anak
lain.
6) Tanda-tanda kejang tergantung focus kejang yang akan dipastikan dengan
adanya Pemeriksaan Penunjang
IV. SKEMA
KEJANG DEMAM
Tatalaksana
V. Sasaran Belajar
1) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi kejang
2) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dan faktor risiko kejang demam
3) Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dan manifestasi klinis kejang
demam
4) Mahasiswa mampu menegakkan diagnosis kejang demam simpleks gangguan
perkembangan, riwayat imunisasi tidak lengkap
5) Mahasiswa mampu mengethaui pemeriksaan penunjang kejang demam
6) Mahasiswa mampu melakukan tatalaksana kejang demam.
7) Mahasiswa mempu memberikan konseling gdan rencana lanjutan imunisasi
tidak lengkap.
a. Kejang parsial(fokal/lokal)
Kejang ini terjadi pada salah satu atau lebih lokasi yang spesifik
pada otak. Dalam beberapa kasus, kejang parsial dapat menyebar luas di
otak. Kejang ini terkadang disebabkan terjadinya trauma spesifik, namun
dalam banyak kasus penyebabnya tidak dapat diketahui (idiopatik).
1) Kejang parsialsederhana
Dalam kasus kejang parsial sederhana (Jacksonian epilepsy), pasien
tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun dapat mengalami
kebingungan, jerking movement, atau kelainan mental dan emosional.
Manifestasi klinis dari kejang parsial sederhana ini yaitu
klonik. (repetitif, gerakan kepala dan leher menengok ke salah satu
sisi). Beberapa pasien dapat pula terjadi gejala somatosensorik berupa
aura, halusinasi, atau perasaan kuat pada indra penciuman dan perasa.
Setelah kejang, pasien biasanya mengalami kelemahan pada otot
tertentu. Umumnya kejang terjadi selama 90 detik.
2) Kejang parsialkompleks
Sekitar 80% dari kejang ini berasal dari temporal lobe, bagian otak
yang berdekatan dengan telinga. Gangguan pada bagian tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran atau dapat terjadi perubahan
tingkah laku misalnya automatisme. Pasien kemungkinan mengalami
kehilangan kesadaran secara singkat dan tatapan kosong. Kejang ini
seringkali diawali dengan aura. Episode serangan biasanya tidak lebih
dari 2 menit. Sakit kepala yang berdenyut kemungkinan terjadi pada
kejang tipe ini.
3) Kejang parsial diikuti kejang umumsekunder
b. Kejangumum
Kejang umum dapat terjadi karena gangguan sel saraf yang terjadi
pada daerah otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang parsial.
Oleh karena itu, kejang ini memiliki efek yang lebih serius pada pasien.
1) Kejang absence (petitmal)
Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Fase
awal dari terjadinya kejang biasanya berupa kehilangan kesadaran
disusul dengan gejala motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi
tonik beberapa menit disusul gerakan klonik yang sinkron dari otot-
otot yang berkontraksi, menyebabkan pasien tiba-tiba terjatuh dan
terbaring kaku sekitar 10-30 detik. Beberapa pasien mengalami
pertanda atau aura sebelum kejang. Kebanyakan mengalami
kehilangan kesadaran tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi sianosis,
keluar air liur, inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera
sesudah kejang berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi
sekitar 2-3menit.
3) Kejangatonik
Kejang tipe ini ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh secara cepat,
bilateral, dan terkadang hanya terjadi pada bagian otot-otot tertentu.
Biasa terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, pasien mengalami
hentakan yang terjadi secara tiba-tiba.
Kejang kemungkinan terjadi secara tonik atau klonik saja. Pada kejang
tonik, otot berkontraksi dan gangguan kesadaran terjadi sekitar 10
detik, tetapi kejang ini tidak berkembang menjadi klonik atau jerking
phase. Kasus kejang klonik yang jarang ditemukan, terutama terjadi
pada anak-anak, yang mengalami spasme otot tetapi bukan kekakuan
tonik.
c. Kejang yang takterklasifikasikan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
demam.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
4) DIAGNOSIS
1. Anamnesa
Riwayat perinatal
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat perkembangan
2. Pemeriksaan Fisik
3. Kelainan bawaan
3. Pemeriksaan Laboratorium
• Atas indikasi
• Darah lengkap, urinalisis, kultur darah, kultur urin.
• Elektrolit dan metabolik
• Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal
American Academy of Pediatric 1996 merekomendasikan pemeriksaan pungsi lumbal
• Bayi usia kurang dari 12 bulan, setelah terjadinya kejang demam pertama
kali
• Anak usia 12 -18 bulan dianjurkan untuk dilakukan lumbal pungsi
• Anak usia diatas 18 bulan tidak rutin dilakukan
• Pada anak yang telah mendapat antibiotik dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinal
American Academy of Pediatrics . Practice Parameter (1996).– Pediatrics 97,769-775
De
vel
op
me
nt
al
Mi
les
to
ne
s
Diagnonis Gangguan Perkembangan pada Anak
5) PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
Elektroensefalografi
kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada
Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
3. Papiledema
KETIKA DEMAM
Antipiretik
Antikonvulsan
Dipertimbangkan bila :
Kejang berulang ≥ 2x/24 jam
Asam Valproat
Fenobarbital
Lama terapi :
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
3. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih
Vaksinasi
Adalah merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan dengan antigen yang berasal dari mokroorganisme patogen.Antigen
yang diberikan telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit
namun mampu mengaktivasi limfosit menghasilkan antibody dan sel memori
yang menirukan infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup
memberikan kekebalan dengan tujuan memberikan infeksi ringan yang tidak
berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun.
Jadwal Pemberian Imunisasi
VII. DAFTAR PUSTAKA