RISET KEPERAWATAN
1. Masalah :
c) Topik : Hipertensi
kenaikan, penyakit PTM tersebut antara lain kanker, stroke, penyakit gagal
ginjal kronik, diabetes miletus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari
1,4% menjadi 1,8%, stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, gagal ginjal kronik
naik dari 2% menjadi 3,8%, diabetes mellitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%,
dan hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Dari data tersebut terbukti
hipertensi pada tahun 2011 adalah 54,3% per 10.000 penduduk, tahun 2012
menjadi 59,3% per 10.000 penduduk, dan tahun 2013 tercatat 54,8 per
tahun 2012 sebanyak 62,07% per 10.000 penduduk (6.856 kasus), tahun
2013 sebesar 49,61% per 10.000 penduduk (5.534 kasus), dan tahun 2014
Menular (PTM) yang perlu menjadi fokus utama tidak hanya di Indonesia bahkan
dunia. Menurut (Mills et al, 2016), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg.
mengalami kenaikan, penyakit PTM tersebut antara lain kanker, stroke, penyakit
gagal ginjal kronik, diabetes miletus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari
1,4% menjadi 1,8%, stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, gagal ginjal kronik naik
dari 2% menjadi 3,8%, diabetes mellitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%, dan
hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Dari data tersebut terbukti bahwa
hipertensi menjadi prevalensi PTM yang paling banyak terjadi. Hipertensi juga
merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia, karena hipertensi bisa
merupakan pintu masuk atau faktor resiko yang menyebabkan banyak komplikasi,
misalnya jantung, gagal ginjal, dan stroke. Zaman sekarang hipertensi sering
dikenal berbagai orang dengan julukan “The Silent Killer”, karena menurut
tidak tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi, bahkan penderita merrasa tidak ada
keluhan”.
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 ada
sekitar 1,13 miliyar orang didunia mengidap hipertensi, yang mana artinya
komplikasinya ini diperkirakan setiap tahunnya ada 9,4 juta orang meninggal dunia.
umur, didapatkan hasil yaitu pada 31-44 tahun (31,6%), umur 45-55 tahun
(45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%), bahkan didapatkan juga hasil pengukuran pada
Kalimantan Selatan (44,1%), dan yang terendah di Papua (22,2%). Dari prevalensi
hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosa hipertensi dan
13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin
minum obat, karena sebgaian besar penderita tidak mengetahui bahwa dirinya
hipertensi tidak minum obat anatar lain, penderita hipertensi merasa sehat (59,8%),
minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum
obat (11,5%), tidak mampu membeli obat (8,1%), terdapat efek samping obat
pada tahun 2011 adalah 54,3% per 10.000 penduduk, tahun 2012 menjadi 59,3%
per 10.000 penduduk, dan tahun 2013 tercatat 54,8 per 10.000 penduduk. Hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi di
Kota Palembang pada tahun 2012 sebanyak 62,07% per 10.000 penduduk (6.856
kasus), tahun 2013 sebesar 49,61% per 10.000 penduduk (5.534 kasus), dan tahun
faktor yaitu bisa diubah dan tidak bisa diubah. Untuk yang tidak bisa diubah seperti
umur, jenis kelamin, ras, dan yang bisa diubah diantaranya obesitas, konsumsi
oleh masyarakat saat ini dan ini merupakan salah satu penyebab dari tingginya
yang sampai saat ini masih menjadi masalah besar di dunia baik di negara maju
maupun negara berkembang. Menurut WHO tahun 2016, Pada tahun 2015 lebih
dari 1,1 triliun orang merokok tembakau. Dan prevalensi pria lebih banyak
dibandingkan wanita. Walaupun terjadi penurunan secara luas di seluruh dunia dan
kenaikan .
setiap tahun semakin meningkat. prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun)
pada tahun 2013 yaitu sebanyak 7,2%, sedangkan pada tahun 2016 menurut
Sirkenas jumlah perokok sebanyak 8,8% dan menurut Riskesdas pada tahun 2018
jumlah perokok sebesar 9,1%. Presentasi konsumsi tembakau (hisap dan kunyah)
pada penduduk laki-laki berumur ≥15 tahun pada tahun 2007 mencapai 65,6%, di
tahun 2013 mencapai 66%, dan pada tahun 2018 mecapai 62,9% (Riskesdas, 2018).
kanker (Menurut Yashinta Octavian Gita Setyanda, dkk 2015). Zat-zat inilah yang
jika masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan sistem organ
yang banyak dilakukan, dijelaskan bahwa banyak sekali efek yang disebabkan oleh
merokok, anatar lain meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah karena
sistem saraf simpatis. Banyak penelitian juga mengatakan bahwa efek jangka
vaskuler. Untuk lebih jelasnya, kandungan yang terdapat didalam rokok seperti
hipertensi. Kandungan nikotin akan memicu otak untuk memberikan sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin atau adrenalin, ini akan menyebabkan
penyempitan pada pembuluh darah sehingga tubuh akan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat. Zat ini juga akan menyebabkan kerusakan pada dinding arteri
sehingga lebih rentan terjadi penumpukan plak atau yang kita kenal dengan istilah
aterosklerosis sehingga ketika tar masuk ke dalam tubuh, jantung akan memompa
dengan oksigen yang dibutuhkan tubuh. Tubuh pun bekerja lebih keras untuk bisa
kelompok usia 30-69 tahun sebanyak 15 juta. Dan sebanyak 7,2 juta kematian
tersebut disebabkan akibat konsumsi tembakau seperti merokok dan 70% kematian
merokok dan hipertensi, seperti hasil penelitian oleh karya Yashinta Octavian Gita
Setyanda, dkk pada tahun 2015 didapatkan hasil penelitian 60 (65,2%) dari 92
pada rentang umur 55-65 tahun dengan jumlah 27 (45%). Dari karakteristik
pendidikan, kejadian hipertensi dijumpai paling tinggi pada tingkat tamat SMA
dengan angka 23 orang (38,3%), sedangkan bila dilihat dari status perkawinan,
kejadian hipertensi tinggi pada responden yang telah kawin, yaitu sebanyak 59
responden (62%) dan bukan perokok sebesar 35 responden (38%). Ini menandakan
jumlah perokok lebih banyak dibandingkan yang bukan perokok. Sedangkan untuk
responden (45,7%), dan responden yang tidak merokok dan tidak mengalami
bermakna dengan kejadian hipertensi (p=0,009, OR = 2,970, dan 95% CI= 1,304-
6,764), dari hal ini menunjukkan bahwa terdaoat hubungan antara kebiasaan
tersebut, enunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dan hipertensi
Dari data yang diambil di Poli Umum Puskesmas Merdeka Palembang pada bulan
merupakan perokok aktif. Dari itu peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian
kasus) hipertensi.
istilah aterosklerosis.
penelitian yang
kebiasaan merokok
dengan kejadian
hipertensi.
HUBUNGAN SELF CARE DENGAN KUALITAS HIDUP
PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2019
kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM
meningkat pesat lagi pada orang dewasa berusia 65 dan lebih tua.
tahun 2015 didapatkan 1 dari 11 orang menderita Diabetes (410 juta). Sebanyak
Setiap 6 detik, 1 orang meninggal dunia karena diabetes (5.0 juta kematian). Pada
tahun 2040 diperkirakan 1 dari 10 orang menderita diabetes (642 Juta). Sedangkan
Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi di
jika dibandingkan pada tahun 2013, hal ini berdasarkan pemeriksaan gula darah,
diabetes mellitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%. Kenaikan prevalensi ini
dan obesitas, serta penurunan konsumsi buah dan sayur pada penduduk > 5 tahun
(Riskesdas, 2018).
penyakit diabetes melitus tertinggi berada di kota palembang sebesar 15522 orang.
Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan bahan yang sangat berat untuk
dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis bahkan semua tenaga kesehatan yang
Palembang.
dengan kebutuhan insulin. Dalam kondisi normal sejumlah glukosa dari makanan
akan bersirkulasi dalam darah, kadar glukosa dalam darah diatur oleh insulin,
(Damayanti, 2015).
sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe 2, terjadi
insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah.Diabetes mellitus tipe 2 ini terjadi akibat
terjadinya komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi dalam jangka waktu yang
lama adalah penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal kronis, kerusakan retina yang
perawatan mandiri yaitu self care sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup
penderita dari segi keadaan kesehatan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan.
manusia. Pada penderita DM tipe 2 wajib dilakukan pengontrolan diet gula secara
dan kemampuan yang cukup dalam melakukan self care. Self care menunjukkan
perilaku mandiri individu, bersifat universal dan terbatas pada diri sendiri (Weiler
terhadap perawatan diri sendiri. Filosofi tentang teori self care yang dikemukakan
ketidakberdayaan yang dihadapi oleh klien. Ketika klien tidak mampu melakukan
self care secara mandiri, perawat akan akan membantu klien dalam pemenuhan
self care, akan tetapi tidak seluruh prosedur, melainkan dengan memberikan
instruksi dan pengawasan yang berkala hingga klien mampu melakukan self care
pelaksanaan kegiatan yang di prakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri
kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit. (Orem 1980) pada
selfcare dan mereka mempunyai hak untuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri,
dalam proses pengontrolan gula darah dan pencegahan terhadap risiko komplikasi
yang mungkin terjadi akibat DM tipe 2. Upaya tersebut disebut dengan self care
diabetes yang merupakan salah bentuk pendekatan teori self care Dorothe Orem
bahwa self care Orem merupakan tindakan yang wajib dilakukan oleh pasien
diabetes untuk mengontrol gula darah dan mencegah terjadinya komplikasi (Bai,
dilakukan di salah satu rumah sakit di Indonesia menyebutkan bahwa self care
masih belum bisa dilakukan oleh pasien DM tipe 2. Dari 4 domain pada self care,
pasien DM tipe 2 tidak taat dalam hal pengobatan dikarenakan faktor kejenuhan.
Demikian pula dalam hal pengontrolan diet, ketika dirumah pasien DM tipe 2
tidak mampu mengontrol pola makan mereka. Pasien DM tipe 2 juga tidak mampu
mengenai perawatan kaki. Pasien juga jarang untuk melakukan latihan fisik
(Kusniawati, 2011).
hidup pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas tigo baleh”yang dilakukan oleh
chaidir, wahyuni & furkhani pada tahun 2017 menyimpulkan bahwa diperoleh
nilai r = 0.432. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
self care dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di wilayah kerja
Puskesmas Tigo Baleh yang berbanding lurus dan memiliki tingkat korelasi yang
sedang.
Untuk dapat melakukan self care diabetes terdapat beberapa faktor yang
(Darren, 2010). Demikian pula ketika seorang telah mendapatkan cukup informasi
mampu melakukan self care diabetes sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih
baik daripada pasien yang tidak mampu melakukan self care diabetes (Inoue,
2013).
Kontrol gula darah dan penggunaan terapi insulin maupun obat oral
merupakan salah satu indikator dari self care. Ketika pasien teratur dalam
penggunaan insulin maka kadar gula darah dapat terkontrol dengan baik, sehingga
terjadi peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2 (Hajos, 2011). Ketika pasien
mampu melakukan diet pengaturan pola makan, latihan fisik, kontrol gula secara
teratur, pengobatan dan perawatan kaki dengan baik maka tingkat kualitas hidup
kesehatan fisik dan mental (Saragih, 2010). Kualitas hidup pasien diabetes
merupakan perasaan puas dan bahagia dapat menjalani kehidupan sehari-hari
seperti pengaturan diet, adanya pembatasan aktivitas fisik, mengontrol kadar gula
darah; gejala apa saja yang kemungkinan timbul ketika kadar gula darah tidak
stabil; komplikasi yang dapat timbul akibat dari penyakti diabetes dan disfungsi
pasien diabetes, menyebutkan bahwa hidup dengan penyakit diabetes baik dengan
self care dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2. Maka
oleh karena itu peneliti tertarik untuk penelitian “ Hubungan self care dengan
(Riskesdas, 2018).
2011).