Anda di halaman 1dari 2

LETUSAN GUNUNG KRAKATAU

Krakatau (atau Rakata) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Selat
Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra. Nama ini juga disematkan pada satu puncak gunung
berapi di sana (Gunung Krakatau) yang sirna karena letusan kataklismik pada tanggal 26-27
Agustus 1883. Pada tahun 2019, kawasan yang sekarang merupakan cagar alam ini memiliki
empat pulau kecil: Pulau Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang
(Rakata Kecil). Berdasarkan kajian geologi, semua pulau ini berasal dari sistem gunung berapi
tunggal Krakatau yang pernah ada di masa lalu.

Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat di tahun 1883. Awan panas
dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26
Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudera Hindia. Suara letusan
itu terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653
kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di
Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua
setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai
setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung
Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung berapi Taupo di Selandia Baru dan Gunung
Katmai di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi
manusia masih sangat sedikit. Sementara ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia
sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel
bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi
sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Dampaknya, selama dua setengah hari area tersebut gelap karena Matahari yang tertutup
asap hitam. Sebab, abu dari letusan itu menyebar hingga ke seluruh dunia dan menyerap sinar
Matahari. Akibatnya, suhu dunia saat itu turun sebesar 1,2 derajat Celcius dan kondisi suhu
dunia baru kembali normal pada 1888.

Koordinator Bidang Vulkanologi Pusat Penelitian Mitigasi Bencana (PPMB) Institut Teknologi
Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman, mengatakan kala itu letusan Krakatau menyebabkan
terbentuknya sebuah kaldera seluas 4 kilometer kali 8 kilometer. Di bagian kaldera itulah
Gunung Anak Krakatau kemudian muncul.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah
penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan
kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan
penjelasan mengenai letusan tersebut. Gunung Krakatau yang meletus, getarannya terasa sampai
Eropa.

Anda mungkin juga menyukai