Di sela-sela puing kehancuran akibat Perang Dunia II, muncullah dua negara adidaya
yang saling berhadapan. Mereka berebut pengaruh terhadap negara-negara yang sedang
berkembang agar menjadi sekutunya. Dua negara adidaya itu ialah Amerika Serikat dan Uni
Soviet. Persaingan kekuatan di antara dua blok itu mengakibatkan terjadinya Perang Dingin.
Mereka saling berhadapan, bersaing, dan saling memperkuat sistem persenjataan. Setiap
kelompok telah mengarahkan kekuatan bomnya ke negara lawan. Akibatnya, situasi dunia
tercekam oleh ketakutan akan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir yang jauh
lebih mengerikan dibandingkan Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Menghadapi situasi dunia yang penuh konflik tersebut, Indonesia menentukan sistem
politik luar negeri bebas aktif. Prinsip kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia tersebut
ternyata juga sesuai dengan sikap negara-negara sedang berkembang lainnya. Oleh karena
itu, mereka sepakat untuk membentuk suatu kelompok baru yang netral, tidak memihak Blok
Barat ataupun Blok Timur. Kelompok inilah yang nantinya disebut kelompok negaranegara
Non Blok.
1) Munculnya dua blok, yaitu Blok Barat di bawah Amerika Serikat dan Blok Timur di
bawah Uni Soviet yang saling memperebutkan pengaruh di dunia.
3) Ditandatanganinya “Dokumen Brioni” tahun 1956 oleh Presiden Joseph Broz Tito
(Yugoslavia), PM Jawaharlal Nehru (India), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
bertujuan mempersatukan negara-negara non blok.
4) Terjadinya krisis Kuba 1961 karena US membangun pangkalan militer di Kuba secara
besar-besaran, sehingga mengkhawatirkan AS.
5) Pertemuan 5 orang negarawan pada sidang umum PBB di markas besar PBB, yaitu:
a) Presiden Soekarno (Indonesia),
b) PM Jawaharlal Nehru (India),
c) Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir),
d) Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia), dan
e) Presiden Kwame Nkrumah (Ghana).
Berdirinya Gerakan Non Blok (Non Aligned Movement) diprakarsai oleh para pemimpin
negara dari Indonesia (Presiden Soekarno), Republik Persatuan Arab–Mesir (Presiden
Gamal Abdul Nasser), India (Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru), Yugoslavia
(Presiden Joseph Broz Tito), dan Ghana (Presiden Kwame Nkrumah).