Anda di halaman 1dari 25

Tinjauan Pustaka

ANESTESI PADA OSTEOGENESIS IMPERFECTA

Oleh :
Muhammad Ridho Aditya

Pembimbing :
Dr. Fitri Hapsari Dewi, Sp.An

PPDS Anestesi dan Terapi Intensif


RSUD DR. Moewardi
Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteogenesis imperfecta (OI) adalah kelainan bawaan jaringan ikat yang berasal
dari kelainan berat pada pembentukan dan struktur kolagen. Pasien dibagi ke dalam 4
klasifikasi dengan karakteristik yang sama yaitu tulang yang mudah patah, sendi
hypermobile, sklera biru atau abu-abu, kelainan bentuk tulang, dan kulit rapuh. Bentuk
penyakit yang lebih parah dapat bermanifestasi pada disfungsi trombosit, kelainan
jantung, sindrom hipermetabolik, gangguan pernapasan, dan / atau invaginasi basilar.
Pengobatan osteogenesis imperfekta terutama bersifat suportif, terdiri dari perawatan
bedah fraktur secara cepat untuk mencegah deformitas dan menjaga mobilitas untuk
mengurangi deformitas serta kemungkinan komplikasi paru atau kardiovaskular.
Modalitas pengobatan ini menjadikan anestesi sangat penting. Literatur yang ada saat
ini memaparkan banyak potensi komplikasi anestesi yang terkait dengan osteogenesis
imperfecta. Penelitian menunjukkan bahwa implikasi berkisar dari hanya
memposisikan pasien di meja ruang operasi hingga manajemen kejadian langka seperti
malignansi hipertermia dan invaginasi basilar. Komplikasi yang sering dijumpai
meliputi jalan nafas yang sulit, perdarahan intraoperatif karena disfungsi trombosit,
gangguan pernapasan karena kelainan bentuk tulang, dan kelainan jantung bawaan.
Persiapan yang tepat dan penilaian pra operasi adalah penting, seperti pilihan teknik
anestesi. Identifikasi yang tepat dari faktor-faktor risiko dan optimalisasi kesehatan
sebelum operasi harus mengarah pada tindakan anestesi yang benar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA.

2.1 Definisi Osteogenesis Imperfecta


Osteogenesis imperfecta atau brittle bone disease adalah kelainan
kongenital umum pada jaringan ikat, yaitu kolagen tipe I, yang secara klasik
ditandai dengan kerapuhan tulang menyeluruh serta fraktur multipel tulang
kortikal, dan kompresi vertebra akibat trauma ringan. Osteogenesis imperfecta
memiliki spektrum klinis yang luas, dari bentuk nonletal dengan perawakan
normal, tanpa deformitas, dan jarang mengalami fraktur sampai bentuk letal
yang teridentifikasi pada masa perinatal.1,2
2.2 Etiologi Osteogenesis Imperfecta
Osteogenesis imperfecta secara umum terjadi karena mutasi gen COL1α1
(collagen 1 alpha 1) dan COL1α2 (collagen 1 alpha 2) yang mengkode sintesis
kolagen tipe I. Mutasi ini diturunkan secara autosomal dominan. 1,2,4 Sementara
itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal resesif
akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang
mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein
terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein).1,2

B
A

COL1α2
COL1α1

2
3
Gambar 1. Lokasi gen COL1α1 pada kromosom 17 (A) dan gen COL1α2 pada
kromosom 7 (B)4

3
2.3 Epidemiologi Osteogenesis Imperfecta
Insiden osteogenesis imperfecta yang terdeteksi yaitu 1 : 20.000
kelahiran hidup serta tidak terdapat korelasi terhadap jenis kelamin dan ras. 1,2

2.4 Patogenesis Osteogenesis Imperfecta


Semua kolagen memiliki struktur heliks rangkap tiga. Kolagen tipe I
yang matur mengandung lebih dari 1000 asam amino di mana setiap subunit
polipeptida atau rantai alfa terpuntir menjadi bentuk heliks dominan kiri yang
membentuk putaran. Kemudian tiga dari rantai-rantai alfa ini terpuntir menjadi
superheliks dominan kanan dengan membentuk molekul mirip batang yang
berdiameter 1,4 nm dan memiliki panjang sekitar 300 nm. Ciri kolagen yang
khas yaitu terdapatnya residu glisin pada setiap posisi ketiga bagian heliks
rangkap tiga pada rantai alfa. Hal ini diperlukan karena glisin merupakan satu-
satunya asam animo yang memiliki gugus R berukuran cukup kecil untuk masuk
ke dalam inti sentral superheliks rangkap tiga tersebut. Struktur berulang ini,
yaitu (Gyl-X-Y)n merupakan persyaratan mutlak bagi pembentukan heliks
rangkap tiga dengan perbandingan Gly : X : Y yaitu 33,5 : 12 : 10. Meskipun X
dan Y dapat berupa sembarang asam amino, sekitar 100 dari posisi X merupakan
prolin dan sekitar 100 dari posisi Y merupakan hidroksiprolin. Prolin dan
hidroksiprolin menyebabkan rigiditas pada molekul kolagen, Hidroksiprolin
terbentuk melalui hidroksilasi pascatranslasi pada residu prolin terikat peptida
yang dikatalis oleh enzim prolil-3-hidroksilase. Enzim ini memiliki kofaktor
berupa asam askorbat (vitamin C) dan α-ketoglutarat. Lisin pada posisi Y juga
dapat dimodifikasi secara pascatranslasi menjadi hidroksilsin melalui kerja
enzim lisil-3-hidroksilase dengan kofaktor yang serupa.4

4
Gambar 2. Struktur molekuler kolagen dari rangkaian primer sampai fibril4
Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah
mutasi dominan dalam gen COL1α1 pada lengan panjang kromosom 17 posisi
21.3-22.1 dan COL1α2 pada lengan panjang kromosom 7 posisi 22. Gen
COL1α1 dan COL1α2 masing-masing mengkode proα1(I) dan proα2(I). Mutasi
yang paling banyak terjadi yaitu penghapusan gen parsial serta duplikasinya.
Mutasi lain yang terjadi mempengaruhi penyambungan RNA. Umumnya mutasi
akan mengakibatkan penurunan ekspresi kolagen atau rantai proα yang
strukturnya abnormal, membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan
keseluruhan struktur tulang. Jika terdapat satu rantai yang abnormal, rantai ini
dapat berinteraksi dengan dua rantai yang normal, tetapi pelipatan dapat dicegah,
sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik seluruh rantai yang disebut
procollagen suicide, yang bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta
nonletal. Jika kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara genotif
dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi
sebagai osteogenesis imperfecta letal.4
Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan
secara autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich
proteoglican 1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-

5
hidroksilase, atau protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated
protein).1,2

2.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis Imperfecta


Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta
kongenita yang dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tanda yang
dideteksi lebih lambat pada masa anak-anak.1
David Sillence pada tahun 1979 membagi osteogenesis imperfecta
menjadi empat tipe berdasarkan cara pewarisan gen, manifestasi klinis, dan
kesan radiografi. Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan
histologi. Pembagian osteogenesis imperfecta adalah sebagai berikut:1,2
1. Osteogenesis Imperfecta Tipe I
Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan
paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih
lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan
kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa
ditemukan.2 Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan
berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya biru. Kehilangan pendengaran
dini terjadi pada 30-60% penderita. Tipe I bersama tipe IV dibagi menjadi
subtipe A dan B, berdasarkan disertai (A) atau tidak (B) dentinogenesis
imperfecta. Kelainan jaringan ikat lain yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis
dan mudah memar, kelenturan sendi, dan perawakan pendek yang
berhubungan dengan anggota keluarga lain.
2. Osteogenesis Imperfecta Tipe II
Tipe ini merupakan tipe dengan tikat keparahan tertinggi sehingga
disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian selama
persalinan akibat perdarahan intakranial yang disebabkan trauma multipel.
Bayi lahir dengan panjang dan berat badan lahir sangat kecil untuk masa
kehamilan. Terdapat kerapuhan hebat tulang dan jaringan ikat lainnya.
Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.
Terdapat multipel fraktur kosta dan ronggga toraks yang sempit sehingga
terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala besar untuk ukuran tubuh dengan
pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru atau kelabu
gelap.
3. Osteogenesis Imperfecta Tipe III (Pembentukan Progresif)

6
Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan
menyebabkan disabilitas fisik yang berarti.Fraktur biasanya juga terjadi
intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan meninggalkan
deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk dada mengalami
deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi vertebra. Kurva
pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama kehidupan. Pasien
memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera berwarna putih sampai
biru.

Gambar 3. Bayi osteogenesis imperfecta tipe III dengan ekstremitas pendek


dan bengkok, deformitas toraks, serta relatif makrosefalus1
4. Osteogenesis Imperfecta Tipe IV (Cukup Berat)
Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah
yang bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki
perawakan cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih.
5. Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek
Mineralisasi), dan Tipe VII (Autosomal Resesif)
Ketiga tipe ini didapatkan melalui biopsi tulang dari tipe IV.
Ketiganya tidak mengalami kelainan pada kolagen tipe I. Tipe V ditandai
dengan hiperplasia kalus, kalsifikasi membran interosesus humeri, dan

7
radiodens garis metafisis. Tipe VII mengarahkan ke kromosom 3p22-24 dan
kelainan hipomorfik CRTAP.

2.6 Pemeriksaan Penunjang Osteogenesis Imperfecta


Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan
diagnosis osteogenesis imperfecta antara lain sebagai berikut:2
1. Pemeriksaan Foto Röntgen
Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang
yang menurun yang mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru, subklinis,
atau sudah sembuh, bengkok pada tulang kortikal, kompresi vertebra, dan
tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang Wormian adalah
gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial yang pada bayi normal
tidak ada, ditemukan pada 60% penderita osteogenesis imperfecta.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal
dominan maupun resesif, terdiri dari:
a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen
COL1α1 dan COL1α2 yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.
b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur
dari fibroblas dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta tipe I,
jumlah kolagen tipe I yang berkurang menyebabkan peningkatan rasio
kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi pada rantai ketiga
kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia kolagen karena
tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.
Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk studi
biokimia atau molekular studi, sedangkan amniosintesis akan memberikan
hasil positif palsu.
3. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray
Absorptiometry (DXA). Pasien dengan osteogenesis imperfecta memiliki
densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan normal.
4. Biopsi Tulang
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur
pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum sebelum melalukan biopsi
pada tulang iliaka, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter bedah.

8
2.7 Diagnosis Osteogenesis Imperfecta
Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan
manifestasi klinis yang tampak, riwayat keluarga, dan pemeriksaan penunjang,
minimal pemeriksaan foto Röntgen dan pemeriksaan laboratorium.2

2.8 Diagnosis Banding Osteogenesis Imperfecta


Beberapa keadaan klinis yang memiliki gejala mirip osteogenesis
imperfecta yaitu hipofosfatasia, penyakit Paget’s juvenil, riketsia, osteoporosis
juvenil idiopatik, defek metabolism vitamin D, penyakit Cushing, serta
defisiensi dan malabsoprsi kalsium.2

2.9 Komplikasi Osteogenesis Imperfecta


Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta:1,2,8
1. Kardiovaskuler
Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan predisposisi terjadinya
aneurisma aorta.
2. Jaringan Ikat
Penderita akan mudah mengalami luka memar karena kulit yang tipis.
3. Mata dan Penglihatan
Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan warna sklera. Ketebalan
kornea juga menipis.

Gambar 4. Sklera biru pada osteogenesis imperfecta8


4. Sistem Endokrin
Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari diaphoresis
berlebihan, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan hormon
tiroksin.
5. Sistem Pencernaan
Protusio asetabulum dan deformitas pelvis menyebabkan konstipasi pada
penderita.
6. Sistem Pendengaran
Penderita biasanya akan mengalami kehilangan pendengaran pada tiga
dekade pertama kehidupan.

9
7. Sistem Saraf
Komplikasi neurologi termasuk invaginasi basiler, kompresi batang otak,
dan hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis imperfecta tipe III
dan IV mengalami invaginasi basiler, tetapi jarang kompresi batang otak.
8. Fungsi Pernafasan
Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama akibat
pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi pada anak-
anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.
9. Ginjal
Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang sampai berat.
10. Gigi
Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta dan
maloklusi gigi.

Gambar 5. Dentinogenesis imperfecta1


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Masalah anestesia pada osteogenesis imperfecta
Positionings
Posisi pasien osteogenesis imperfecta selama prosedur adalah yang paling
penting untuk menghindari fraktur. Karena hanya dengan memindahkan pasien dari
tandu ke meja ruang operasi dapat menyebabkan patah tulang. Titik-titik tekanan pada
meja harus dipertimbangkan dengan cermat. Kelonggaran sendi dapat menyebabkan
dislokasi, sehingga perawatan dilakukan untuk menghindari tekanan berlebih selama
positiong pembedahan. Garis arteri harus dipertimbangkan pada pasien dengan
osteogenesis imperfekta berat, karena tekanan dari manset tensimeter otomatis dapat
menyebabkan patah tulang. Selama pemasangan kateter intravena, tekanan ringan harus
diterapkan di atas tempat pemasangan, atau tourniquet yang longgar dapat digunakan.
Kulit pasien mungkin sangat tipis dan mudah sobek bahkan dengan sedikit pita perekat.

10
Setelah penempatan dan pemantauan posisi selesai, perhatian dialihkan ke induksi
anestesi dan manajemen jalan napas.6
Manajemen Jalan nafas
Jalan nafas yang sulit didapat pada pasien dengan osteogenesis imperfecta;
Namun, persiapan yang tepat untuk laringoskopi dan intubasi diupayakan supaya
anestesi dapat berjalan lancar selama induksi. Overextension dari tulang belakang leher
dapat menyebabkan dislokasi atau fraktur odontaxial dan harus dihindari. Translokasi
ke atas dari tulang belakang leher, yang dikenal sebagai invaginasi basilar, dapat
mendistorsi anatomi jalan napas. Jika ahli anestesi memiliki pengalaman dalam intubasi
serat optik, maka metode ini lebih disukai untuk mengamankan jalan napas. Metode lain
untuk menjaga imobilitas tulang belakang leher selama intubasi termasuk penggunaan
intubasi dengan laryngeal mask airway atau, dalam kasus darurat, penggunaan stilet.
Leher yang pendek, mandibula yang menonjol, dan adanya pigeon chest akan membuat
visualisasi glotis menjadi sulit dan harus diantisipasi.6
Mandibula yang tipis dan adanya dentinogenesis imperfecta dapat menyebabkan
fraktur rahang dan gigi yang mudah pecah atau dicabut. Jika terdapat gigi hilang atau
langit-langit mulut sumbing, laringoskop akan mudah keluar dan mempersulit intubasi.
Seringkali, ukuran lidah lebih besar daripada mulut, membuat visualisasi menjadi sulit.
Posisi pasien yang optimal dapat dicapai dengan meletakkan selimut di bawah
punggung atas. Laringoskopi direk dilakukan jika terdapat sedikit gangguan pada
mukosa, karena perdarahan dan memar mudah terjadi. Setelah jalan napas diamankan,
perhatian beralih ke kelainan tulang belakang dan efeknya pada mekanika paru pasien
dengan osteogenesis imperfecta.7
Kelainan Tulang Belakang
Kyphoscoliosis dan kelainan bentuk rongga dada merupakan hal yang umum
terjadi osteogenesis imperfecta. Insiden skoliosis pada pasien dengan osteogenesis
imperfecta di bawah usia 5 tahun adalah sekitar 26% dan meningkat menjadi 82% pada
usia yang lebih tua. Komplikasi pernapasan sekunder akibat kelainan bentuk dada dan
skoliosis menyebabkan keterbatasan fungsi toraks dan menjadikannya penyebab utama
kematian pada sebagian besar pasien dengan osteogenesis imperfecta. Lengkungan
tulang belakang Thoracic yang lebih kecil dari 35 derajat akan merusak fungsi
pernapasan selama latihan, sedangkan lekukan lebih dari 50 derajat akan menghasilkan
penurunan kapasitas vital saat istirahat. Morbiditas dan mortalitas meningkat secara
dramatis ketika kurva toraks melampaui 80 derajat. Kelainan pada tulang belakang

11
toraks dan posisi abnormal tulang rusuk membatasi pergerakan toraks dan ekspansi
paru-paru. Kelaianan ini diperburuk oleh patah tulang rusuk dan kelemahan otot
pernapasan.6
Mekanika Paru dan Pertimbangan Anestesi
Kelainan bentuk tulang belakang akan mempengaruhi pasien dengan
osteogenesis imperfecta terhadap penyakit paru, dengan peningkatan skoliosis yang
berkorelasi kuat dengan penyakit paru restriktif. Deformitas toraks yang parah akan
menyebabkan berkurangnya kapasitas vital, penurunan komplians dinding dada, dan
hipoksemia akibat ketidakselarasan ventilasi / perfusi. Diagnosis kelainan yang berat
dibuat ketika kapasitas vital turun di bawah 15 mL / kg (normal, lebih besar dari 70
mL / kg). Kapasitas vital paksa (FVC) dan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
(FEV1) menurun karena volume paru-paru kecil. Rasio FEV1-FVC lebih besar dari
80%, ada pada banyak pasien dengan osteogenesis imperfecta, mendukung diagnosis
penyakit paru restriktif.6
Anestesi pada pasien dengan penyakit pernapasan menjadi tantangan bagi ahli
anestesi. Instrumentasi jalan napas dapat memicu spasme laring atau bronkial, dan
adanya endotrakeal tube memungkinkan gas yang diinspirasikan melewati fungsi
penyaringan, pelembab, dan pemanasan pada jalan nafas atas. Tanpa pelembapan dan
pemanasan gas anestesi yang memadai, mukosa akan semakin kering dan patogen dapat
masuk ke parenkim paru-paru. Jika tersedia, alat exchanger panas dan kelembaban
dapat membantu mencegah manifestasi ini. Pengurangan kapasitas residual fungsional
menyebabkan hipoksemia cepat setelah apnea dengan induksi anestesi. Ventilasi
tekanan positif akan memperburuk ketidaksesuaian ventilasi yang ada pada pasien
dengan osteogenesis imperfecta dan mungkin memerlukan peningkatan kandungan
oksigen yang diinspirasi dan / atau tekanan ekspirasi akhir yang positif. Compliance
yang menurun akan menyebabkan tekanan inspirasi puncak yang lebih tinggi dari
normal dan dapat menyebabkan barotrauma. Volume tidal harus dikurangi menjadi 4
hingga 8 mL / kg, dengan peningkatan kompensasi dalam laju pernapasan untuk
meminimalkan peningkatan karbon dioksida. Tekanan jalan nafas umumnya harus
dijaga di bawah 30 cm air (H2O) pada pasien dengan penyakit paru restriktif. Anestesi
yang mudah menguap menekan dorongan pernapasan (enflurane, desflurane, isoflurane,
sevoflurane, halothane), mengurangi respons alami tubuh terhadap hipoksia dan
hiperkapnia.10

12
Anestesi regional akan membantu menghindari komplikasi paru yang terkait
dengan anestesi umum, tetapi melakukan blok regional mungkin sulit atau tidak
mungkin karena kelainan tulang dan anatomi pada pasien dengan osteogenesis
imperfecta. Disfungsi trombosit menjadi perhatian bagi ahli anestesi yang melakukan
blok spinal dan epidural. Angka trombosit harus diperiksa dan transfusi trombosit
diberikan jika perlu. Koagulopati juga menjadi perhatian, sehingga tes seperti
prothrombin time, partial thromboplastin time, dan thrombin time harus dilakukan
untuk mengevaluasi hemostasis primer. Premedikasi dengan agonis b-2 inhalasi seperti
albuterol lebih baik, tetapi penggunaan opiat dan benzodiazepin dapat menyebabkan
depresi pernapasan dan harus digunakan dengan hati-hati. 10
Propofol, tiopental, dan etomidat adalah agen induksi intravena yang dapat
diterima; Namun, ketamin lebih disukai pada pasien dengan osteogenesis imperfecta.
Ketamine memiliki kemampuan untuk menjaga dorongan pernapasan dan akan
mempertahankan refleks jalan napas dan otot-otot mulut, menghilangkan kebutuhan
untuk jalan napas oral. Relaksan otot yang tidak dipolarisasi lebih disukai, karena
fasikulasi yang terkait dengan suksinilkolin dapat menyebabkan fraktur dan kerusakan
otot. Dalam kasus darurat ketika suksinilkolin mungkin diperlukan, premedikasi dengan
relaksan otot nondepolarisasi akan melemahkan fasikulasi. Relaksasi otot dapat
dipertahankan dengan agen nondepolarisasi, meskipun atrakurium harus dihindari
karena kecenderungannya untuk menyebabkan pelepasan histamin, yang menyebabkan
eksaserbasi penyakit jalan napas restriktif. Analgesia intraoperatif harus terdiri dari
pemberian opioid yang hati-hati. Morfin dapat menyebabkan pelepasan histamin, dan
obat antiinflamasi nonsteroid dapat memperburuk asma, jadi agen ini harus dihindari.
Selama periode pasca operasi, efek residu anestesi atau blokade neuromuskuler akan
menekan tonus otot jalan napas atas, dan obstruksi jalan napas dapat terjadi. Dinding
dada yang sudah melemah akan membuat pasien dengan osteogenesis imperfecta tidak
mampu mengimbangi obstruksi ini, dan keterlambatan ekstubasi harus diantisipasi.
Premedikasi edema jalan nafas dengan deksametason dapat dipertimbangkan. Jika
ekstubasi diperbolehkan, oksigen harus diberikan sampai pasien benar-benar terjaga dan
pulih dari anestesi. Analgesia yang efektif akan mengurangi kejadian komplikasi
pernapasan pasca operasi. Sebagian besar masalah pernapasan yang dihadapi selama
pemulihan adalah karena pernapasan yang dangkal, ekspansi paru-paru yang buruk,

13
atelektasis, dan infeksi selanjutnya. Antiemetik harus diberikan untuk mencegah aspirasi
dan / atau patah tulang wajah yang rapuh akibat muntah selama periode pasca operasi.7
Kelainan Jantung
Kolagen tipe I membentuk sekitar 85% dari otot jantung dan memberikan
kekakuan pada dinding ventrikel. Pengurangan diameter dan jumlah kolagen
menyebabkan penurunan kekakuan ventrikel dan perubahan besar dalam struktur dan
mekanik miokardium. Kekakuan serat miokard dipengaruhi oleh banyak sifat kolagen,
sebagian besar diameter kolagen, yang berkurang hingga 42% pada pasien dengan
osteogenesis imperfecta. Sehingga ada perbedaan penting dalam hubungan antara
tegangan-regangan ventrikel kiri. Penelitian telah menunjukkan bahwa kolagen
meningkat untuk mengkompensasi penurunan kekakuan serat miokard pada orang
dengan osteogenesis imperfecta. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
osteogenesis imperfecta yang terkena jantung juga meningkatkan kolagen tipe III. 11
Jumlah dan struktur kolagen miokard yang abnormal pada jantung osteogenesis
imperfecta telah menyebabkan diseksi aorta, ruptur ventrikel kiri, dan kelaianan katup
aorta atau mitral. Cacat pada septum atrium atau ventrikel atau paten ductus arteriosus
telah dilaporkan dan harus ditangani. Penting dilakukan ekokardiografi untuk
menyingkirkan kelainan jantung pada pasien berisiko tinggi dengan osteogenesis
imperfecta sebelum melakukan intervensi bedah. Kelainan kardiovaskular yang paling
sering dilaporkan pada pasien osteogenesis imperfecta adalah prolaps katup mitral;
Namun, kelainan ini juga merupakan salah satu ciri abnormal paling umum pada
manusia. Kelainan jantung yang paling sering dilaporkan spesifik untuk osteogenesis
imperfecta adalah dilatasi aorta. 11
Banyak dari kelainan ini mungkin terbukti tidak signifikan dan tidak progresif,
sehingga tidak memerlukan intervensi bedah. Jika tindakan bedah diperlukan, pasien
dengan osteogenesis imperfecta akan memiliki risiko komplikasi yang jauh lebih tinggi
terkait dengan kelemahan jaringan intrinsic, penyembuhan luka yang terganggu,
kelemahan dan deformitas muskuloskeletal, disfungsi trombosit, dan kerapuhan
kapiler.13
Hemorrhagic Diathesis
Kecenderungan pendarahan dan memar pada pasien ini banya dilaporkan. Jika
pasien menjalani anestesi untuk pertama kalinya atau jika ada riwayat diatesis
hemoragik, tes fungsi trombosit harus dilakukan sebelum operasi. Namun, perlu dicatat
bahwa perdarahan intraoperatif atau pasca operasi masih dapat terjadi meskipun waktu

14
perdarahan normal dan koagulasi. Penelitian telah menunjukkan adanya peningkatan
kerapuhan kapiler, penurunan retensi trombosit, penurunan produksi faktor VIII, dan
penurunan agregasi trombosit yang diinduksi kolagen. Penurunan pelepasan faktor
trombosit pada pasien ini juga dapat menyebabkan diatesis hemoragik. Kelainan
kolagen yang mendasari dapat menyebabkan jaringan rapuh dan pembuluh darah kecil
yang tidak dapat menyempit. Semua dapat menyebabkan perdarahan intraoperatif yang
berlebihan dan memperlama periode pasca operasi. 13
Kelainan pembekuan pada osteogenesis imperfecta biasanya ada pada tahap
pembentukan sumbat trombosit. Setelah pembuluh darah rusak, pembuluh akan
menyempit dan sumbat trombosit mulai terbentuk. Kolagen yang terpapar biasanya
menarik trombosit, yang akan menyebabkan pelepasan adenosin difosfat, yang
mengarah pada agregasi trombosit lebih lanjut. Respons trombosit yang rusak akan
mencegah pembekuan yang efektif dan dapat menyebabkan perdarahan yang
berlebihan. Dalam kasus yang jarang, koagulopati intravaskular diseminata dapat
terjadi. Kemungkinan komplikasi yang berpotensi fatal ini harus dipertimbangkan
secara serius. Perawatan dapat terdiri dari pemberian trombosit, plasma beku segar,
cryoprecipitate, dan / atau sel darah merah yang dikemas. 13
Jumlah trombosit kurang dari 50.000 × 109 / L dikaitkan dengan peningkatan
kehilangan darah selama operasi. Pasien dengan jumlah trombosit pra operasi kurang
dari 10.000 hingga 20.000 × 109 / L harus menerima transfusi trombosit sebelum
operasi karena peningkatan risiko perdarahan spontan. Sasaran 100.000 × 109 / L adalah
optimal, dengan setiap unit trombosit meningkatkan hitungan 10.000 hingga 20.000 ×
109 / L. Pasien dengan osteogenesis imperfecta yang mengalami penurunan produksi
faktor VIII dan defisiensi faktor pembekuan lain akan mendapat manfaat dari pemberian
plasma beku segar pra operasi. Plasma beku segar mengandung semua protein plasma
serta semua faktor pembekuan, yang masing-masing akan meningkat sekitar 2% hingga
3% per unit yang diberikan. Jika konsentrat faktor spesifik tidak tersedia, defisiensi
faktor VIII juga dapat dikoreksi dengan pemberian cryoprecipitate. Produk darah ini
dibuat dari plasma dan mengandung fibrinogen, faktor von Willebrand, faktor VIII,
faktor XIII, dan fibronektin. Dosis dewasa yang biasa untuk memperbaiki defisiensi
faktor VIII adalah 6 hingga 12 kantong, masing-masing mengandung sekitar 150 U
faktor tersebut. Pemantauan yang cermat dan perawatan agresif akan membantu untuk

15
menghindari kematian pada pasien dengan osteogenesis imperfecta yang hadir dengan
ketidakmampuan dalam koagulasi. 12

Hipertermia
Mungkin komplikasi anestesi yang paling mengkhawatirkan dari osteogenesis
imperfecta adalah kemungkinan untuk Malignant hyperthermia. Malignant
hyperthermia adalah kondisi bawaan yang timbul selama anestesi umum sebagai
peningkatan suhu tubuh secara progresif, terkait dengan hiperkapnia, asidosis
metabolik, dan biasanya kekakuan otot. Banyak kasus hipertermia pada osteogenesis
imperfecta bukan dari tipe maligna tetapi hasil dari keadaan hipermetabolik yang
patogenesisnya tidak diketahui. Telah diusulkan bahwa hipertermia pada pasien dengan
osteogenesis imperfecta adalah hasil dari regulasi suhu pusat saraf pusat yang abnormal
atau metabolisme energi seluler yang abnormal. Anak-anak dengan osteogenesis
imperfecta telah dilaporkan memiliki banyak kelainan metabolisme, termasuk suhu
tubuh, detak jantung, dan laju pernapasan yang lebih tinggi dari normal. Mereka
mungkin juga mengalami peningkatan konsentrasi kreatin kinase basal dan pirofosfat,
yang keduanya telah diusulkan sebagai prediktor untuk malignant hyperthermia.
Setidaknya 50% pasien dengan osteogenesis imperfecta juga memiliki kadar serum
tiroksin yang meningkat, yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan
produksi panas relatif terhadap berat badan mereka. Hormon tiroid yang berlebihan
akan melepaskan faosforilasi oksidatif, yang menyebabkan energi yang dibutuhkan
denosin trifosfat hilang sebagai panas. Pemborosan energi ini dapat berfungsi sebagai
penjelasan untuk penyebab hipertermia.7
Pasien dengan osteogenesis imperfecta, khususnya tipe III, sering mengeluhkan
intoleransi panas, dan selama anestesi, pasien ini telah memiliki tanda dan gejala yang
mirip dengan malignant hyperthermia. Agen pemicu malignant hyperthermia telah
ditemukan dan terdiri dari agen inhalasi yang kuat dan suksinkolin relaksan otot
depolarisasi. Antikolinergik juga telah terbukti menghasilkan hipertermia dan harus
dihindari jika dicurigai adanya riwayat malignant hyperthermia. Agen pemicu
malignant hyperthermia menyebabkan peningkatan pelepasan kalsium pada otot-otot
individu yang rentan. Konsentrasi kalsium yang tinggi ini menyebabkan kontraktur otot
rangka dan peningkatan metabolisme glukosa, yang mengarah ke asidosis respiratorik

16
dan metabolik serta peningkatan suhu. Penilaian pra operasi penting harus mencakup
memperoleh riwayat pribadi dan keluarga yang cermat dan pengukuran laboratorium
dari kreatin kinase serum dan konsentrasi pirofosfat. Menghindari agen pemicu
malignant hyperthermia yang umum harus dipertimbangkan, dan seperti biasa,
pemantauan suhu dan pemberian obat-obatan yang diperlukan dan alat pendingin harus
segera tersedia. Pada pasien dengan osteogenesis imperfecta, terjadinya hipertermia
selama anestesi biasanya dapat dikontrol dengan pendinginan, oksigen tambahan,
natrium bikarbonat, stimulan kardiovaskular, dan dantrolene intravena. 11
Invaginasi Basilar
Mungkin komplikasi paling langka yang terkait dengan osteogenesis imperfecta
adalah potensi untuk invaginasi basilar. Gangguan ini biasanya digambarkan sebagai
perpindahan basilar dan condylar ke atas dari tulang oksipital, menyebabkan lipatan
foramen magnum dan menyebabkan translokasi tulang belakang leher bagian atas ke
batang otak. Malformasi kranioserviks biasanya dicurigai sebelum studi neurologis
karena kompresi langsung batang otak dan gangguan vaskular. Gejalanya bisa progresif,
dan gangguan ini bisa berakibat fatal jika dibiarkan tidak terdiagnosis. Struktur yang
terlibat meliputi medula serviks atas, medula, pons, otak tengah, otak kecil, dan sistem
vertebrobasilar. 13
Gejala neurologis sangat bervariasi karena kedekatan struktur neuroanatomikal
dan gangguan aliran darah dan cairan serebrospinal. Gejalanya meliputi pada sakit
kepala oksipital yang dipicu oleh batuk dan tawa, trigeminal neuralgia, vertigo dipicu
oleh gerakan kepala dan leher, kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah, sleep apnea,
kejang, dan nistagmus. Gejala mungkin akut karena trauma tetapi kemungkinan akan
berkembang seiring waktu; sakit kepala adalah keluhan yang paling sering muncul.
Saraf kranial sering terpengaruh, dengan trigeminal neuralgia terjadi lebih sering,
mungkin karena ukurannya yang besar dan perluasan saraf ke daerah pontomedullary.
Saraf wajah lebih jarang terlibat dan mungkin akibat kelainan sirkulasi posterior. 13
Pada pasien-pasien dengan osteogenesis imperfecta, invaginasi terjadi ketika
berat cranium semakin merusak bentuk dasar tengkorak yang lunak; sehingga tulang
lunak akan tergeser ke atas tulang belakang leher dan mengarah ke ekstensi ke foramen
magnum. Ini terjadi pada sekitar 25% pasien dengan osteogenesis imperfecta dan harus
selalu dipertimbangkan pada orang dewasa dengan osteogenesis imperfecta yang
melaporkan timbulnya tanda atau gejala neurologis baru. Pasien-pasien ini beresiko
untuk kompresi batang otak yang menyebabkan perubahan neurologis yang parah,

17
gangguan pernapasan, dan bahkan kematian mendadak. Membius pasien dengan
kompresi batang otak akan memperberat kondisinya, terutama jika gangguan
pernapasan sudah lanjut dan jalur neurologis terganggu. Translokasi tulang belakang
leher akan mengubah jalan napas, memperpendek jarak dagu ke dada, dan membatasi
pergerakan leher, membuat intubasi yang sudah sulit menjadi lebih menantang.
Overextension pada leher dapat menyebabkan kompresi arteri vertebral, menghasilkan
iskemia serebral. Intubasi serat optik atau penggunaan intubasi laryngeal mask airway
harus dipertimbangkan lagi. Drainase cairan serebrospinal dapat terganggu, mengarah
ke diagnosis hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial. Dalam kasus seperti ini,
penggunaan agen induksi yang disukai untuk pasien dengan osteogenesis imperfecta —
ketamin — akan dikontraindikasikan. 14

Masalah Manajemen
Diperlukan penempatan yang cermat
Fraktur tulang
Hindari manset NIBP, torniket, dan fasikulasi depolarisasi
Jalan nafas seringkali terdistorsi; hindari overextension dari tulang
Manajemen jalan belakang leher
napas Gigi mudah tanggal ; pertimbangkan teknik manipulasi yang
kurang invasif (LMA, FOB)
Penyakit restriktif dan ketidakcocokan V / Q menyebabkan
Mekanika paru
hipoksemia; mungkin memerlukan FiO2 atau PEEP tinggi
Peningkatan compliance ventrikel; insiden tinggi diseksi aorta,
Kelainan jantung ruptur ventrikel kiri, dan inkompetensi katup
Periksa elektrokardiogram dan ekokardiogram
Kecenderungan pendarahan dan memar; gangguan pembentukan
Bleeding diathesis sumbat trombosit
Berikan trombosit dan plasma beku sesuai kebutuhan
Risiko meningkat pada osteogenesis imperfecta; tingkat creatine
Malignant kinase dan pirofosfat adalah prediktor hipertermia maligna
hyperthermia Gunakan tindakan pencegahan standar terhadap malignant
hyperthermia
Pasien berisiko mengalami kompresi batang otak; hindari
kompresi arteri vertebralis dan overextension pada leher
Invaginasi basilar
Drainase cairan serebrospinal dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial; pertimbangkan LMA atau FOB
Tabel 1. Ringkasan Masalah anestesi pada osteogenesis imperfecta9

18
3.2 Tindakan Anestesi Preoperatif, Intraopertif dan Postoperatif pada
Osteogenesis Imperfecta

Operasi umum
Pembedahan yang umum meliputi semua jenis osteosintesis dan intervensi ortopedi
dengan fokus pada pasien anak.9
Jenis anestesi
 Anestesi regional
Sehubungan dengan abnormalitas ekstremitas yang sering terjadi pasien maka blok
saraf perifer harus diperimbangkan dengan hati-hati. Khususnya stimulasi saraf dapat
menyebabkan fraktur yang diinduksi kontraksi oleh karena itu panduan USG lebih
disukai ketika memberikan blok saraf perifer. 9
Kasus tunggal dan small case series melaporkan keberhasilan perawatan anestesi
pasien OI dengan prosedur anestesi neuroaxial (anestesi spinal, anestesi epidural dan
blok saraf kaudal). Kita harus ingat bahwa dosis epidural harus dikurangi dan
disesuaikan. 9
 Anestesi Umum
Ada beberapa laporan pasien dengan OI yang mengalami keadaan hipermetabolik
perioperatif dengan demam. Hipertermia ini tampaknya bukan tipe ganas. Entah
peningkatan metabolisme sel seluler atau disregulasi suhu saraf pusat dibahas sebagai
penyebab yang mungkin. Koherensi endokrinologis juga disarankan; setidaknya 50%
pasien dengan OI mengalami peningkatan kadar tiroksin serum. 9
Satu seri kasus menggambarkan hasil uji kontraksi kafein halothan (CHCT) normal
pada pasien dengan OI dan melaporkan malignant hyperthermia (MH). Secara ringkas
bukti hubungan antara OI dan MH lemah. Terjadi hipertermia pada pasien OI biasanya
dapat dikontrol dengan tindakan pendinginan standar. 9
Suxamethonium harus dihindari karena alasan berikut: 9
 Respons hiperkalemik yang mematikan terhadap injeksi Suxamethonium setelah
immobilisasi dilaporkan sering terjadi. Regulasi dua isoform baru dari reseptor
asetilkolin pada bagian tubuh yang amobil, atau berdenerasi tampaknya
bertanggung jawab atas pelepasan ion kalium yang berlebihan. Pasien dengan OI
sering diikat di kursi roda atau tidak bergerak.
 Literatur menunjukkan laporan fraktur yang diinduksi kontraksi setelah
pemberian suxamethonium.
Satu penulis melaporkan seorang pasien dengan OI yang mengalami asidosis laktat
dalam konteks infus propofol. Atropin dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh
yang berlebihan dan harus dihindari jika memungkinkan.

19
Prosedur diagnostik tambahan (preoperatif)
Koagulopati - Bukti menunjukkan penurunan retensi trombosit, berkurangnya
agregasi platelet yang diinduksi kolagen, berkurangnya aktivitas faktor VIII dan
peningkatan kerapuhan kapiler. Jumlah trombosit dan tes koagulasi standar harus
dilengkapi dengan tes fungsi trombosit dan faktor VIII terutama ketika riwayat medis
menunjukkan adanya diatesis hemoragik. Tes spirometrik pra operasi dapat
menunjukkan kelainan paru restriktif terutama ketika pasien datang dengan
dismorfologi toraks. 9
Analisis gas darah sebelum operasi menunjukkan dasar pertukaran gas untuk
perbandingan kemudian dengan gas darah pasca operasi. Pada pasien yang terkena
sangat parah ada risiko invaginasi basilaris dan dislokasi atlanto-oksipital: Oleh karena
itu x-ray tulang belakang leher mungkin berguna terutama ketika ketika operasi
membutuhkan posisi yang kompleks dari pasien. Ketika riwayat kasus menunjukkan
gejala kelainan jantung kongenital atau malformasi pembuluh toraks, ekokardiografi pra
operasi harus dilakukan. 9

Persiapan khusus untuk manajemen jalan napas


Jalan nafas yang sulit harus selalu diantisipasi pada pasien dengan OI.
Visualisasi laring dapat dihambat oleh distorsi sekunder akibat kyphoscoliosis toraks
dan penurunan mobilitas leher. Overextension tulang belakang leher dapat
menyebabkan dislokasi atlanto-aksial atau bahkan fraktur dan harus dihindari. Pasien
dengan dentinogenesis imperfecta - subtipe OI yang mengarah pada perkembangan gigi
yang buruk - berisiko tinggi mengalami kerusakan atau kehilangan gigi selama intubasi,
dokumentasi kelainan gigi sebelum operasi dapat mencegah masalah hukum. Intubasi
fiberoptik yang disediakan oleh staf berpengalaman tampaknya menjadi metode
teraman untuk mengamankan jalan napas pasien OI. Masker Laryngeal dan perangkat
jalan nafas supraglotis lainnya juga telah berhasil digunakan, dan sangat diperlukan
dalam situasi darurat. 9
Persiapan khusus untuk transfusi atau pemberian produk darah
Transfusi khusus terkait implikasi pasien dengan OI tidak diketahui. Harus
diingat, bahwa sebagian besar pasien OI- mengalami penurunan berat badan
dibandingkan dengan usia mereka. Karena itu semua transfusi dan obat harus dihitung
berdasarkan berat badan, juga pada pasien dewasa. 9
Persiapan khusus untuk antikoagulasi

20
Ketika dilakukan pemberian antikoagulasi pada pasien dengan OI, potensi
koagulopati herediter selalu harus dipertimbangkan.Satu juga harus diingat bahwa
pasien dengan OI berada pada risiko yang lebih tinggi dari cedera traumatis daripada
pasien tanpa OI. Antikoagulasi terapeutik dan cedera traumatis dapat menyebabkan
perdarahan hebat pada pasien ini. 9
Tindakan pencegahan khusus untuk, transportasi atau mobilisasi, harus diberikan
tindakan pencegahan khusus dan memperhatikan kerapuhan tulang pasien ini. Kasur
vakum dan alat bantu posisi dapat membantu mencegah fraktur lebih lanjut pada pasien
dengan OI. 20
Kemungkinan interaksi antara ahli anestesi dan pengobatan jangka panjang
pasien yang paling umum dari pasien dengan OI adalah bifosfonat. Interaksi antara
bifosfonat dan obat anestesi yang menyebabkan efek samping tidak diketahui. 9
Prosedur anestesiologis
Akses vena bisa sulit, pertimbangkan jalur vena sentral hindari tekanan darah
mekanik noninvasif, pertimbangkan jalur arteri untuk tekanan darah invasif hindari
suxxamethonium. Tidak ada laporan tentang efek agen penghambat neuromuskuler yang
tidak mendepolarisasi. mengantisipasi jalan nafas yang sulit menjaga kerapuhan tulang
ketika memposisikan pasien terutama ketika berlebihan kepala untuk intubasi untuk
mencegah atopi dan reaksi alergi kontak lateks harus dihindari9
Pemantauan khusus atau tambahan
Selain pemantauan standar untuk anestesi umum dan regional, pemantauan suhu
tubuh secara kontinu wajib dilakukan untuk pasien OI yang menjalani anestesi umum.
Analisis gas darah direkomendasikan setiap jam. Sehubungan dengan kerapuhan tulang
yang ekstrem, pemantauan dan dokumentasi dari posisi yang benar dari pasien dengan
OI bahkan lebih penting daripada pada pasien tanpa OI. Inflasi mekanik dari manset
tekanan darah untuk pengukuran tekanan darah noninvasif dapat menyebabkan patah
tulang dan harus dihindari. Penempatan tangan dan lengan pasien atau penempatan garis
arteri harus diatur dengan hati-hati sehubungan dengan tulang rapuh pasien OI.
Pemantauan neuromuskular direkomendasikan. 9
Kemungkinan komplikasi
Selain komplikasi yang dijelaskan di atas, ada prosedur tertentu dengan
komplikasi khusus pada pasien dengan OI. Penggunaan manset tekanan darah
noninvasif dengan inflasi mekanis harus dilihat secara kritis. Fraktur yang disebabkan
oleh kompresi dapat dibayangkan. OI umumnya dianggap sebagai kontraindikasi untuk
akses intraoseus. Laporan literatur tentang suatu kasus, dengan tiga upaya gagal

21
menggunakan bor EZ-IO untuk membangun akses intraoseus. Meskipun demikian, ada
kemungkinan dalam keadaan darurat untuk mendapatkan akses: Harus diingat bahwa
banyak pasien OI menjalani penggerebekan tulang panjang yang mungkin mengganggu
akses intraoseus. 9
Perawatan pasca operasi
Secara umum perawatan pasca operasi tidak berbeda dari pasien tanpa OI.
Transfer pasca operasi ke ICU mungkin diperlukan ketika pasien mengalami komplikasi
intraoperatif yang parah atau gangguan yang menetap seperti diatesis hemoragik yang
tidak seimbang atau gejala paru restriktif. Fokus khusus harus ditetapkan pada
mobilisasi yang cermat untuk mencegah trauma lebih lanjut. 9
Informasi tentang situasi seperti darurat / Diagnosis banding yang disebabkan
oleh penyakit untuk memberikan alat untuk membedakan antara efek samping dari
prosedur anestesi dan manifestasi penyakit, misalnya: Tidak ada penyakit khas yang
memicu situasi seperti keadaan darurat yang dapat membingungkan dengan efek
samping anestesi. 9
Anestesi ambulatory
Tidak ada bukti yang dilaporkan pada pasien dengan OI dalam manajemen
anestesi rawat jalan. Para penulis tidak menyarankan melakukan anestesi rawat jalan
pada pasien dengan OI. 9

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

22
Walaupun komplikasi anestesi dalam osteogenesis imperfecta jarang terjadi,

pasien-pasien ini harus dianggap berpotensi memiliki salah satu atau semua hambatan

anestesi. Manajemen anestesi dimulai dengan penilaian anatomi jalan nafas yang

mendalam, studi koagulasi, studi pencitraan jantung, dan pengujian fungsi paru.. Status

kardiopulmoner harus dioptimalkan sebelum operasi serta peralatan dan obat-obatan

untuk antisipasisetiap komplikasi harus segera tersedia selama intraoperatif. Ahli

anestesi dan ahli bedah serta staf ruang pemulihan harus terus memantau pasien dengan

cermat selama periode pasca operasi. Manajemen yang baik dan tepat dapat mencegah

hasil yang tidak diinginkan dan memaksimalkan hasil dari tindakan terhadap pasien

yang menderita osteogenesis imperfecta.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 699.

23
2. Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and Family
Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service; 2007, 1-24.

3. Hines RL & Marschall KE, 2018. Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease,
Seventh Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 25

4. Murray RK, Keeley FW, 2000. Matriks Ekstrasel. Dalam: Murray RK, Granner DK,
Mayes PA, Rodwell VW, ed., Biokimia Harper, edisi ke-25, cetakan pertama, terj.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003, 662-680.

5. Barash PG, et al. Clinical Anesthesia, eight edition. Philadelphia: Wolters


Kluwer;2017, chapter 24

6. Maya D, Nayyar BM, Patra P. Anaesthetic management of a case of osteogenesis


imperfecta with associated bronchial asthma for repair of corneal perforation. Indian
J Anaesth. 2006;50(3):223-225.

7. Karabiyik L, Parpuco M, Kurtipek O. Total intravenous anaesthesia and the use of


an intubating laryngeal mask airway in a patient with osteogenesis imperfecta. Acta
Anaesthesiol Scand. 2002;46(5): 618-621.

8. Bhadada SK, et al., 2008. Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari


http://www.japi.org/january_2009/O-4.html pada 27 Juli 2019.

9. Sebastian Heinrich, Alexander Tzabazis et al. Anesthesia recommendations for


patients suffering from Osteogenesis imperfect. September 2012.
www.orphananesthesia.eu

10. Mercer M. Anaesthesia for the patient with respiratory disease. Update Anaesth.
2000;12:1-3.

11. Weis SM, Emery JL, Becker KD, McBride DJ Jr, Omens JH, McCulloch AD.
Myocardial mechanics and collagen structure in the osteogenesis imperfecta murine.
Circ Res. 2000;87(8):663-676.

12. Blood component therapy: cryoprecipitate. Puget Sound Blood Center Website.
www.psbc.org/therapy/cryo.htm. Accessed July 27, 2019.

24
13. Papneja C, Tandon MS, Singh D, Ganjoo P. Anaesthetic management in a patient of
osteogenesis imperfecta with basilar invagination. Internet J Anesthesiol.
2006;10(2).

14. Oakley I, Reece LP. Anesthetic implications for the patient with osteogenesis
imperfecta. AANA J 2010; 78: 47-53.

25

Anda mungkin juga menyukai