ABSTRAK
Untuk negara kepulauan seperti Indonesia, sistem pengangkutan laut yang efisien dan terkelola
dengan baik merupakan faktor yang sangat penting dalam persaingan ekonomi serta integritas
nasional. Di Indonesia, biaya pengangkutan laut cukup tinggi dan hal ini mengurangi insentif
untuk perdagangan baik domestik maupun internasional. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, yang
dianggap kurang efisien dan tidak diperlengkapi/dikelola dengan baik, adalah faktor signifikan
yang menaikkan biaya pelayaran. Misalkan, kapal-kapal yang dilibatkan dalam perdagangan
domestik menghabiskan sebagian besar dari waktu kerjanya hanya untuk disandarkan atau
menunggu di dalam atau di luar pelabuhan. Penyebabnya antara lain adalah terus berlangsungnya
dominasi negara atas penyediaan layanan pelabuhan (melalui kegiatan yang dilakukan oleh
berbagai badan usaha milik negara), serta lingkungan hukum dan pengaturan yang ada yang
secara efektif membatasi persaingan baik di dalam maupun antar pelabuhan.
UU Pelayaran tahun 2008 memberikan fondasi untuk reformasi sistem pelabuhan di Indonesia
yang komprehensif. Yang mencolok, UU pelayaran tersebut menghapus monopoli pemerintah
atas sektor pelabuhan dan membuka kesempatan bagi partisipasi sektor swasta. Hal ini dapat
mengarah pada masuknya persaingan yang sangat diperlukan di sektor pelabuhan, menimbulkan
tekanan untuk menurunkan harga-harga, dan secara umum meningkatkan pelayanan pelabuhan.
Meskipun ada optimisme yang terjaga sehubungan dengan undang-undang baru tersebut, para
investor sekarang harus menghadapi kekosongan kebijakan seraya menunggu perkembangan
pelaksanaan peraturan dan lembaga pendukung. Perhatian utama tertuju pada:
• Komposisi, orientasi, dan kapasitas keuangan/teknis dari Otoritas Pelabuhan yang
direncanakan.
• Pembatasan yang mungkin ada dalam rencana induk pelabuhan baik di tingkat nasional
maupun untuk masing-masing pelabuhan.
• Tingkat otonomi penetapan harga dari operator-operator terminal.
• Kemampuan pelabuhan-pelabuhan swasta untuk mengubah statusnya menjadi pelabuhan
umum komersial untuk bersaing dengan BUMN yang berwenang saat ini.
Kata kunci: UU Pelayaran tahun 2008, Kualitas Infrastruktur Pelabuhan Indonesia.
39
40 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010
2. Mencakup data dari terminal peti kemas 7. Perhatikan bahwa data yang dibahas di
Mustika Alam Lestari (MAL) di Jakarta sini terkait dengan kargo domestik.
yang pada tahun 2007 dilewati sekitar Selain itu data tentang unsur-unsur
300.000 TEU. tersendiri yang membentuk waktu
3. Dari tiga puluh enam kapal peti kemas persiapan, kembali persiapan, kembali
yang terdaftar di Indonesia pada tahun kapal seperti diuraikan di Tabel 3 tidak
2005, tiga puluh empat di antaranya tersedia untuk ke-6 pelabuhan IPC II,
memiliki kapasitas kurang dari 1500 oleh karena itu Tabel 3 hanya memuat
TEU dan lebih dari setengahnya berumur data dari 19 pelabuhan dari IPC I, II dan IV.
lebih dari 20 tahun (PDP, 2005). 8. Beberapa pelabuhan dalam daftar ini
4. Kruk (2008) merujuk pada data yang adalah pelabuhan sungai dengan waktu
dibuat oleh Drewry (2005) Annual pelayanan pandu (AT) yang lebih lama
Review of Global Container Terminal seperti Samarinda, Palembang dan
Operations yang menghitung Pekanbaru. Namun menghilangkan AT
penggunaan kapasitas daerah dari denominator TRT tidak terlalu
berdasarkan pada a) rencana yang telah berdampak pada rasio waktu kerja (Tabel 4).
ditetapkan b) perluasan yang tidak 9. Di Panjang misalnya, dilaporkan bahwa
dipastikan. Masing-masing angka untuk derek-derek yang rusak mengakibatkan
Asia Timur laut dan Asia Tenggara keterlambatan sampai satu setengah hari
adalah 109%/105% dan 108%/91% yang pada bulan Mei 2008 (Indonesia
mencerminkan kapasitas berlebihan dari Shipping Times, Juli 2008).
fasilitas peti kemas daerah. 10. Lihat misalnya editorial di Jakarta Post
5. Hal ini merupakan pendapat yang (14 April 2008) ‘Bolstering the Shipping
diperdebatkan tentang apakah sesuai Industry’.
membandingkan terminal-terminal peti 11. Misalnya Peraturan Pemerintah PP
kemas di Jakarta, yang mana maksimal 17/1988 dan Instruksi Presiden (Inpres)
menyediakan 2-3 mesin derek per kapal, 5/2005.
dengan Singapura dan Tanjung Pelepas 12. Perhatikan bahwa pada waktu penulisan,
dimana kapal-kapal dapat dilayani masih belum jelas apakah akan ada
dengan 3-5 mesin derek. Dengan basis Otoritas pelabuhan khusus untuk setiap
per-derek, terminal peti kemas utama di pelabuhan (yang terdiri dari beberapa
Indonesia mencapai 18-22 mph, terminal), atau apakah para otoritas
sedangkan Singapura/Tanjung Pelepas pelabuhan akan mengawasi banyak
mencapai sekurang-kurangnya 30-35 pelabuhan.
mph. 13. Lihat misalnya komentar-komentar oleh
6. Paragraf ini menggambarkan informasi Sekretaris Jenderal INSA Sungkono Ali
secara jelas tentang informasi yang di Bisnis Indonesia (19 Juni 2008, hal. R1).
diperoleh melalui wawancara dengan 14. Lihat misalnya komentar-komentar
manajer wilayah perusahaan pelayaran Mohamad Ikhsan, Staf Ahli untuk
internasional utama di Jakarta (Bulan Menteri Koordinasi Ekonomi, Keuangan
April/Mei tahun 2008). Perhatikan dan Industri, di Media Indonesia (29 Juli
bahwa ‘upaya penanganan’ merupakan 2008).
istilah yang digunakan untuk 15. ISPS merupakan amandemen terhadap
menggambarkan situasi dimana peti konvensi Keamanan Kehidupan di Laut
kemas yang direncanakan untuk kapal (SOLAS) tahun 1974/1988 dan mewakili
khusus harus dijadwalkan ulang untuk rangkaian standar lengkap yang
kapal lainnya. dirancang untuk memperbaiki keamanan
42 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010
kapal dan sarana pelabuhan. Karena 18. Sebuah contoh baru-baru ini dari BLU
Indonesia adalah salah satu penanda yang melaksanakan tujuan ini adalah BP
tangan konvensi SOLAS, standar-standar Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
ISPS harus diterapkan pada semua kapal Hulu Minyak dan Gas Bumi), sebuah
dalam perjalanan internasional dengan institusi pengaturan pemerintah yang
Tonase Bruto atau GT 500 ton ke atas didirikan untuk mengawasi industri
(termasuk unit pengeboran lepas pantai minyak dan gas hulu.
bergerak) sekaligus pelabuhan-pelabuhan 19. Sebagai contoh lihat komentar oleh
yang melayani kapal-kapal ini. Direktur Pelabuhan dan Pengerukan dari
16. Wawancara dengan berbagai pejabat. Departemen Perhubungan, Kholik Kirom
Lihat juga komentar oleh Dirjen dalam terbitan Kontan (2008).
Perhubungan Laut, Effendi Batubara di Kondisi Pelabuhan-Pelabuhan di
Bisnis Indonesia (25 Maret 2008). Indonesia Pada Saat Ini
17. Namun bahkan pengurangan gerbang ini Tata kelola dan struktur
tidak mungkin memuaskan, Asosiasi Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia saat
Tekstil Indonesia (API) yang merupakan ini diatur berdasarkan UU Pelayaran tahun
asosiasi utama yang mewakili sektor 1992 dan peraturan-peraturan pendukung
tekstil dan garmen dan penganjur utama lainnya. Rezim pengaturan yang baru, di
bagi tindakan-tindakan lebih tegas bawah payung UU Pelayaran tahun 2008,
terhadap barang-barang impor tidak akan dilaksanakan sepenuhnya hingga
selundupan (tetapi tidak terhadap tahun 2011. Sistem pelabuhan Indonesia
hambatan-hambatan dagang yang disusun menjadi sebuah sistem hierarkis yang
mengembangkan penyelundupan). terdiri atas sekitar 1700 pelabuhan. Terdapat
Asosiasi ini sekarang menyarankan 111 pelabuhan, termasuk 25 pelabuhan
hanya dua pelabuhan khusus untuk impor ‘strategis’ utama, yang dianggap sebagai
tekstil dan garmen: Tanjung Priok pelabuhan komersial dan dikelola oleh empat
(Jakarta) untuk Indonesia Barat dan BUMN, Perum Pelabuhan Indonesia I, II, III
Tanjung Perak (Surabaya) untuk dan IV dengan cakupan geografis
Indonesia Timur (Indonesia Shipping sebagaimana diuraikan dalam tabel 1 di
Times Juli 2008, hal. 14). bawah ini.
Tabel 1. Perum pelabuhan Indonesia: cakupan geografis
Selain itu, terdapat juga 614 pelabuhan • Ruang lahan untuk kantor dan kawasan
diantaranya berupa Unit Pelaksana Teknis industri.
(UPT) atau pelabuhan non-komersial yang • Pusat pelatihan dan medis pelabuhan.
cenderung tidak menguntungkan dan hanya
sedikit bernilai strategis. Meskipun legislasi saat ini menjauhkan
sektor swasta dari persaingan secara langsung
Di samping itu, terdapat pula sekitar dengan Perum Pelabuhan Indonesia yang
1000 “pelabuhan khusus” atau pelabuhan berwenang, elemen-elemen lain dari struktur
swasta yang melayani berbagai kebutuhan tata kelola menjamin tidak adanya persaingan
suatu perusahaan saja (baik swasta maupun baik di dalam maupun di antara Perum
milik negara) dalam sejumlah industri Pelabuhan Indonesia. Sebagaimana yang
meliputi pertambangan, minyak dan gas, dicatat oleh Patunru, dkk. (2007), UU
perikanan, kehutanan, dan sebagainya. mewajibkan Perum Pelabuhan Indonesia
Beberapa dari pelabuhan tersebut memiliki untuk memberikan subsidi satu sama lain
fasilitas yang hanya sesuai untuk satu atau untuk menjamin keberlanjutan keuangan
sekelompok komoditas (misal: bahan kimia) secara menyeluruh dan memenuhi kewajiban
dan memiliki kapasitas terbatas untuk layanan umum mereka. Di dalam Perum
mengakomodasi kargo pihak ketiga. Namun Pelabuhan Indonesia, pelabuhan-pelabuhan
demikian, pelabuhan yang lain memiliki yang menguntungkan diwajibkan
fasilitas yang sesuai untuk beragam memberikan subsidi pada pelabuhan-
komoditas, termasuk dalam beberapa hal, pelabuhan yang merugi sehingga semakin
kargo peti kemas. Saat ini, Pelindo mengurangi insentif kinerja.
menikmati monopoli pada pelabuhan Selain itu, tarif-tarif yang berlaku di
komersial utama yang dilegislasikan serta pelabuhan, yang sangat ditentukan oleh
otoritas pengaturam terhadap pelabuhan- Pemerintah Pusat, dikenakan secara standar
pelabuhan sektor swasta. Pada hampir semua terhadap pelabuhan-pelabuhan sehingga
pelabuhan utama, Pelindo bertindak baik mengurangi peluang persaingan. Hal ini
sebagai operator maupun otoritas pelabuhan sangat signifikan apabila dua perum
tunggal, mendominasi penyediaan layanan pelabuhan Indonesia berbagi daerah yang
pelabuhan utama sebagaimana tercantum di saling bersaing, seperti misalnya Pelabuhan
bawah ini: Tanjung Emas di Semarang dan Tanjung
Perak di Surabaya, yang keduanya dijalankan
• Perairan pelabuhan (termasuk urukan oleh Perum Pelabuhan Indonesia III.
saluran dan basin) untuk pergerakan lalu
lintas kapal, penjangkaran, dan Lalu lintas pelabuhan
penambatan.
• Pelayaran dan penarikan kapal (kapal Sekitar 90% perdagangan luar negeri
tunda). Indonesia diangkut melalui laut, dan hampir
• Fasilitas-fasilitas pelabuhan untuk semua perdagangan non-curah (seperti peti
kegiatan bongkar muat, pengurusan kemas) dipindahmuatkan melalui Singapura,
hewan, gudang, dan lapangan dan semakin banyak yang melalui pelabuhan
penumpukan peti kemas; terminal Tanjung Pelepas, Malaysia. Indonesia tidak
konvensional, peti kemas dan curah; memiliki pelabuhan pindah muat (trans-
terminal penumpang. shipment) yang mampu mengakomodasi
• Listrik, persediaan air bersih, kebutuhan kapal-kapal besar antar benua
pembuangan sampah, dan layanan (large trans-oceanic vessels), meski
telepon untuk kapal. pemerintah telah lama merencanakan
pembangunan fasilitas tersebut di Bojonegara
44 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010
Gambar 1. Total lalulintas pelabuhan yang Koja (Jakarta) Box 382.004 391.582 478.907
ditangani di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia TEUs 573.410 583.065 702.199
(dalam jutaan ton) Pontianak Box 125.033 129.375 131.619
Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, TEUs 132.273 138.991 143.443
Departemen Perhubungan.
Tanjung Perak Box 762.143 743.445 799.966
Catatan: Data tahun 2006 merupakan perkiraan. (Surabaya)
Volume (million tons) = volume (dalam jutaan ton). TEUs 1.073.385 1.051.960 1.113.478
International Freight = Angkutan Internasional.
Tanjung Emas Box 211.443 219.965 233.582
Domestic Freight = Angkutan Domestik. (Semarang)
Selama jangka waktu tersebut, jumlah TEUs 353.675 370.108 385.095
barang yang diangkut untuk tujuan dalam Makasar Box
negeri meningkat sekitar 11,5% per tahun, TEUs 238.394 255.998 302,043
lebih dari dua kali lipat dari peningkatan Bitung Box
jumlah barang yang diangkut dengan tujuan TEUs 44.958 55.623
ke luar negeri yang hanya sebesar 4,1 persen. Total 11 TEUs 4.061.161 4.698.264 5.085.397
Dalam tahun-tahun belakangan, peningkatan Pelabuhan
Pertumbuhan 15,7% 8,2%
jumlah barang yang diangkut untuk tujuan tahunan
dalam negeri sangat besar di Indonesia Sumber: Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan,
bagian timur. Secara nyata, jumlah barang Departemen Perhubungan.
yang diangkut untuk tujuan dalam negeri dan
Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta
luar negeri mengalami peningkatan sekitar 77
mewakili hampir setengah jumlah peti kemas
juta ton dalam kurun waktu empat tahun
Benny Agus S.: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelabuhan 45
Catatan: BOR adalah rasio penggunaan Angka yang sama untuk tahun 1999
tambatan kapal, TRT adalah waktu persiapan sedikit lebih tinggi yaitu 44,7 persen,
perjalanan pulang kapal, WT adalah waktu menandakan bahwa hanya sedikit atau sama
tunggu, PT adalah waktu tunda (yang sekali tidak ada perbaikan dalam indikator
disebabkan administrasi pelabuhan), AT penting ini di tahun-tahun terakhir.
adalah Waktu Pelayanan Panduan, NOT Kesimpulan sederhana yang ditarik dari
adalah waktu jeda, ET adalah waktu kerja analisa di atas adalah bahwa armada kargo
efektif dan IT adalah waktu tidak efektif. Indonesia menghabiskan terlalu banyak
waktu untuk tidak beroperasi atau menunggu
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di pelabuhan. Waktu berlayar rata-rata antara
bahwa pertumbuhan dalam volume peti ke-19 pelabuhan yang terdaftar pada tabel
kemas, tanpa peningkatan mutu yang dan pelabuhan-pelabuhan pengumpan
memadai dalam kapasitas, akan (feeder) utama Jakarta dan Surabaya berkisar
menyebabkan keterlambatan dan waktu pada rata-rata 1-2 hari (Lembaran Negara
tunggu kapal yang semakin bertambah. Rata- Pelayaran Indonesia, 3 Maret 2008).
rata waktu pulang-pergi kapal (suatu ukuran Informasi ini, dipadukan dengan data TRT
yang menjumlahkan seluruh waktu yang yang didapati di tabel, menunjukkan bahwa
dibutuhkan di pelabuhan termasuk waktu banyak kapal kargo domestik Indonesia akan
tunggu, waktu pelayanan panduan, waktu menghabiskan paling sedikit separuh,
tidak efektif, waktu kerja, dan lain-lain) juga mungkin tiga-perempat, waktu mereka di
menandakan kinerja pelabuhan yang buruk pelabuhan.
dengan kapal-kapal memerlukan rata-rata 82
jam di pelabuhan (kira-kira 3,5 hari), lebih Berbagai faktor utama penyebab buruknya
lama dari rata-rata 79 hari pada tahun 1999. kinerja pelabuhan
Untuk daftar lengkap 25 ‘pelabuhan strategis’
(termasuk pelabuhan Pelindo II), waktu Ada beberapa faktor yang bersama-sama
persiapan perjalanan pulang pada tahun 2006 menghambat kinerja sistem pelabuhan
untuk pelayaran dalam negeri adalah 74 jam komersial Indonesia:
(3,1 hari), lebih lama dari 65 jam (2,7 hari) • Batasan-batasan geografis.
pada tahun 2007. Waktu kerja sebagai
persentasi waktu pulang-pergi memiliki rata- Kedalaman pelabuhan tampaknya menjadi
rata sekitar 44,5 persen pada tahun 2005/6, masalah besar di hampir setiap pelabuhan
yang berarti bahwa untuk waktu kapal berada di Indonesia. Indonesia memiliki
di pelabuhan, kapal tersebut hanya dilayani pelabuhan-pelabuhan perairan dalam
(yakni bongkar/muat) kurang dari separuh alami yang sangat sedikit dan sistem
waktu tersebut (Tabel 4). sungai yang rentan terhadap pendangkalan
parah yang membatasi kedalaman
Tabel 4. Rasio waktu kerja pelabuhan untuk 19 pelabuhan. Apabila pengerukan tidak
pelabuhan utama
dapat dilakukan, seperti yang terjadi
1999 2005/6
Waktu kerja efektif / 44,7% 44,5% dengan pelabuhan sungai Samarinda,
Waktu persiapan kapal seringkali harus menunggu sampai
perjalanan pulang air pasang sebelum memasuki pelabuhan,
Waktu kerja efektif / 46,9% 47,0% yang menyebabkan lebih banyak waktu
(Waktu persiapan non-aktif bagi kapal.
perjalanan pulang – waktu
pelayanan panduan)
Geografi fisik terutama membatasi bagi
Sumber: Departemen Perhubungan (2006). pelabuhan-pelabuhan Indonesia di pantai
utara Jawa, yang melayani wilayah paling
Benny Agus S.: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelabuhan 49
pemakaian armada truk putar untuk industri perkapalan lokal, terutama Asosiasi
mengantar kargo langsung kepada pelanggan Pemilik Kapal Nasional atau Indonesian
atau pos pengangkutan peti kemas (CFS) Shipowners Association (INSA) yang telah
langsung dari kapal yang menyebabkan lebih menganjurkan bahwa Indonesia memerlukan
banyak keterlambatan, kemacetan pelabuhan armada kargo lebih besar untuk
yang lebih parah (baik di sisi darat maupun menyingkirkan kapal-kapal berbendera asing
laut) dan biaya penanganan yang lebih dari rute-rute dalam negeri.
meningkat (Carana, 2004).
Tidak diragukan bahwa Indonesia jelas
Hampir semua pelabuhan besar akan memperoleh manfaat dari armada yang
Indonesia berlokasi dekat dengan daerah- ditingkatkan yang terdiri dari kapal-kapal
daerah perkotaan besar yang aksesnya yang lebih besar dan lebih modern. Meskipun
melalui jalan-jalan raya kota yang padat. demikian, tidak peduli sebesar dan semodern
Masalah kemacetan demikian seringkali apapun armada tersebut, sektor pelayaran
diperparah oleh kedatangan kapal akan kesulitan menuai untung apabila kapal-
penumpang, karena hanya beberapa kapal harus menghabiskan banyak sekali
pelabuhan regional yang memiliki sarana waktu kerja untuk antri di luar, atau
terpisah untuk kapal barang dan penumpang. ditambatkan di pelabuhan yang penuh sesak
Di pelabuhan-pelabuhan dengan tingkat (seperti dibahas di atas). Karena itu,
okupansi tambatan kapal yang tinggi, meningkatkan efisiensi armada yang sudah
kehadiran kapal penumpang dan barang yang ada adalah tugas yang lebih mendesak
bersamaan menyebabkan lebih banyak daripada memperbesar ukurannya.
keterlambatan, dan memperlama waktu
persiapan perjalanan pulang kapal barang. Dalam hal ini, UU Pelayaran 2008
penting karena menyediakan dasar untuk
UNDANG-UNDANG PELAYARAN 2008 transformasi radikal dalam sistem nasional
tata kelola pelabuhan yang dapat
Setelah empat tahun pengembangan, menyebabkan perbaikan efisiensi yang besar
undang-undang pelayaran baru dikeluarkan dalam jangka waktu menengah hingga
bulan April 2008. Undang-undang ini panjang. Seperti disinggung sebelumnya,
mengandung sekitar 355 pasal yang undang-undang tersebut menghilangkan
mencakup berbagai macam masalah yang monopoli sah yang dipegang Pelindo atas
terkait dengan kelautan seperti pelayaran, pelabuhan-pelabuhan komersial dan dengan
navigasi, perlindungan lingkungan, demikian membuka sektor tersebut untuk
kesejahteraan pelaut, kecelakaan maritim, peran serta operator lain, termasuk dari sektor
pengembangan sumber daya manusia, swasta. Undang-undang tersebut juga
keterlibatan masyarakat, penciptaan penjaga menyediakan pemisahan yang jelas antara
pantai, dan banyak lagi. operator dan pengatur (regulator).
Undang-undang tersebut telah mendapat
perhatian positif di media, terutama Menurut peraturan saat ini, Pelindo
sehubungan dengan ketentuannya mengenai memiliki wewenang tata kelola atas
cabotage. Peraturan cabotage, yang pelabuhan-pelabuhan lainnya (yang
membatasi pengangkutan dalam negeri pada kemungkinan bersaing) di wilayah kendali
kapal-kapal berbendera nasional, tidak geografis mereka masing-masing. Menurut
mewakili sesuatu yang baru bagi Indonesia undang-undang yang baru, sebagian besar
dan undang-undang tersebut pada intinya wewenang tata kelola di tingkat pelabuhan
hanya mengulangi peraturan yang sudah ada. akan berada pada otoritas pelabuhan yang
Fokus pada cabotage ini mencerminkan lobi baru dibentuk. Peran Pelindo, setidaknya di
Benny Agus S.: Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelabuhan 51
Gambar 3. Struktur tata kelola sistem pelabuhan komersial nasional menurut undang-undang
pelayaran baru
Keterangan gambar 3:
2008 Shipping Law = UU Pelayaran 2008.
National Ports Masterplan =Rencana Induk Pelabuhan Nasional.
Post A, Port B, Port C = Pelabuhan A, Pelabuhan B, Pelabuhan C.
Port Authority = Otoritas pelabuhan.
Port Masterplan = Rencana Induk Pelabuhan.
Areas of control = Wilayah kendali.
Port Operator = Operator pelabuhan.
Special Terninal = Terminal Khusus.
52 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010
dengan investor lokal yang bermodal dan penggabungan dapat berarti penanganan
berpengaruh, tetapi bagaimanapun juga kargo per unit dan biaya-biaya pengangkutan
mereka akan bersikeras atas kontrol operasi yang lebih rendah (Carana, 2004). Hal ini
pelabuhan untuk memastikan keuntungan tentu saja mengandaikan jasa pengumpan
atas investasi mereka. kompetitif (untuk kargo yang dipindahkan)
Pembatasan investasi telah dikritik dan titik interaksi jalan yang perlu (untuk
secara terbuka oleh komunitas usaha dan juga kargo pedalaman). Meski demikian, seperti
dari antara kalangan pemerintah. Dengan dibahas sebelumnya, pengalaman
ketertarikan investor asing yang makin internasional terakhir menunjukkan bahwa
meningkat pada pelabuhan Indonesia, terdapat manfaat efisiensi besar yang dapat
Departemen Perhubungan, yaitu sponsor dinikmati dengan menggunakan kapal-kapal
utama batas 49 persen ini, akan berada di lebih besar yang mengunjungi pelabuhan
bawah tekanan yang makin besar untuk dengan tempat berlabuh lebih dalam dan
menghapus atau melunakkan batasan dalam prasarana penanganan kargo yang lebih maju.
pengulangan DNI selanjutnya.
Rasionalisasi pelabuhan juga akan jauh
Rencana induk pelabuhan nasional lebih mempermudah pelabuhan Indonesia
untuk memenuhi standar-standar Kode
Mulai pertengahan tahun 2008, Keamanan Fasilitas Kapal dan Pelabuhan
Departemen Perhubungan akan mulai Internasional (ISPS) yang dikembangkan
mengembangkan rencana-rencana induk setelah serangan 11 September di AS dan
pelabuhan nasional, suatu dokumen kebijakan pemboman kapal tanker minyak Perancis di
yang akan menentukan lokasi, fungsi dan tahun 2002. Sampai saat ini, Indonesia
hirarki pelabuhan-pelabuhan Indonesia. kesulitan untuk memenuhi standar-standar
Rencana ini diharapkan selesai pada bulan ini. Di bulan Februari 2008, Pengawas Pantai
Juni 2009. Menteri Perhubungan Amerika Serikat mengeluarkan
bertanggungjawab atas dokumen ini, yang Pemberitahuan Keamanan Pelabuhan (PSA)
memiliki masa berlaku 20 tahun. Perubahan untuk mayoritas pelabuhan internasional
dapat dibuat setiap 5 tahun atau lebih sering Indonesia, di mana kapal-kapal yang
apabila diperlukan dalam keadaan darurat. melewati 5 pelabuhan Indonesia harus
Meskipun tidak dijelaskan dalam melalui prosedur keamanan tambahan
undang-undang, rencana induk diharapkan sebelum diizinkan mengunjungi pelabuhan
untuk melaksanakan rencana Departemen AS. Pengawas Pantai AS telah membebaskan
yang sudah lama tertunda untuk mengurangi 16 pelabuhan Indonesia dari persyaratan PSA
jumlah pelabuhan yang memiliki hubungan karena pelabuhan-pelabuhan tersebut telah
internasional langsung. Saat ini ada lebih dari tunduk pada ISPS. Dari ke-16 pelabuhan
100 pelabuhan yang diizinkan memiliki tersebut, hanya 8 pelabuhan yang merupakan
hubungan internasional langsung. Jumlah ini pelabuhan umum komersial, sedangkan 8
diharapkan untuk dikurangi menjadi kira-kira pelabuhan lainnya adalah pelabuhan swasta
25 yang kemungkinan besar akan mengisi untuk tujuan khusus (Kedutaan AS, Februari
daftar 25 ‘Pelabuhan Strategis’ yang 2008).
disebutkan di bagian 2 (Bisnis Indonesia, 25 Dua alasan lain untuk mengejar
Maret 2008). rasionalisasi pelabuhan seperti ditekankan
Departemen Perhubungan adalah untuk
Rasionalisasi pelabuhan memiliki mendukung pelaksanaan cabotage dan
keuntungannya. Mengingat besarnya jumlah menanggulangi penyelundupan. Mengurangi
pelabuhan internasional di Indonesia, gerbang internasional akan meningkatkan
54 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010
Secara teknis, perhatian akan difokuskan utama yang dicatat oleh Nathan Associates
pada persyaratan yang ditetapkan dalam (2001) adalah di akhir tahun 1990-an, ketika
Undang-Undang bahwa hanya pegawai konsesi terpisah untuk dua terminal peti
negeri (PN) yang dapat menjabat sebagai staf kemas di Pelabuhan Jakarta (JITC dan Koja)
dalam otoritas pelabuhan (Ayat 86). Hal ini dijual kepada perusahaan yang sama. Dengan
merupakan suatu peninggalan terhadap deregulasi harga operator yang akan segera
praktik yang baru saja diterapkan, yaitu berlaku (disertai dengan UU pelayaran yang
pembentukan badan-badan pengatur dan baru, lihat di bawah) implikasi dari keputusan
pengawas pemerintah (serta instansi untuk tidak menjual konsesi tersebut ke
pemerintah lainnya yang menyediakan perusahaan terpisah yang bersaing akan
layanan-layanan utama), dengan status yang menjadi semakin nyata sekarang ini.
dikenal sebagai Badan Layanan Umum atau
BLU, suatu jenis badan hukum pemerintah Hal lainnya adalah menyangkut
dengan fleksibilitas yang jauh lebih besar bagaimana otoritas pelabuhan yang
untuk merekrut staf profesional. Dengan direncakan akan berinteraksi dengan Pelindo
mengizinkan otoritas pelabuhan untuk yang berwenang saat ini. Mengingat
menggunakan status BLU akan keunikan hubungan sejarah, kelembagaan dan
memungkinkan perekrutan dengan upah yang bahkan hubungan pribadi yang dimiliki
lebih tinggi untuk staf yang memiliki Pelindo dengan para pegawai negeri yang
rangkaian keahlian yang lebih beragam, mungkin menjadi otoritas pelabuhan tersebut,
seperti pensiunan pengusaha jasa angkutan. terdapat kekhawatiran mengenai
Akan tetapi, Departemen Perhubungan telah kemungkinan adanya perlakuan diskriminatif
menyatakan dengan jelas bahwa otoritas terhadap para investor baru. Hal ini dapat
pelabuhan diharapkan untuk memiliki terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk
pegawai yang berasal dari gabungan pejabat sebagai contoh, perbedaan dalam akses ke
departemen dari Direktorat Perhubungan fasilitas dan layanan utama seperti tanah dan
Laut dan kantor-kantor Administrasi infrastruktur dasar, rencana induk pelabuhan
Pelabuhan (Adpel). yang memiliki terlalu banyak ketentuan
dan/atau terlalu membatasi yang mana
Perpindahan ke model sistem landlord menjadi penghalang untuk masuk bagi para
tentunya berarti pengembangan suatu investor baru, penetapan harga yang
interaksi yang lebih rumit antara sektor diskriminatif, dan lain sebagainya.
publik dan swasta di tingkat pelabuhan.
Tugas otoritas pelabuhan yang sangat penting Secara finansial, perhatian difokuskan
adalah untuk mengelola interaksi-interaksi pada kemampuan otoritas pelabuhan untuk
tersebut sedemikian rupa untuk memastikan memenuhi amanat untuk menyediakan
penetapan harga dan penyediaan pelayanan infrastruktur dasar. Infrastruktur pelabuhan
yang kompetitif. Namun demikian, Indonesia yang ada saat ini digunakan oleh Pelindo
tidak berpengalaman dalam mengelola yang berwenang. Meskipun beberapa
pelabuhan dalam konteks persaingan usaha. pelabuhan dapat diperluas sehingga
Satu-satunya konteks saat ini adalah bahwa pendatang baru dapat menggunakan pemecah
monopoli sektor publik dicirikan dengan ombak, jalur laut, peralatan navigasi yang
sedikitnya atau tidak adanya persaingan ada, kemungkinan besar terminal-terminal
dalam penyediaan layanan pelabuhan. dan fasilitas-fasilitas baru memerlukan
Apabila terdapat peluang munculnya investasi pada infrastruktur dasar yang baru.
persaingan, maka persaingan tersebut akan Keterlambatan dalam investasi tersebut akan
dikelola dengan cara yang buruk. Satu contoh menghambat masuknya pelaku investasi baru
56 Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhanan, Volume 1, Nomor 1, September 2010