PENDAHULUAN
1
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Lingkup Area
2
BAB III
TATALAKSANA
1. Penjaringan Suspek
Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada dalam
lingkungan Rumah Sakit Pusri dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan oleh
standar internasional penanganan TB.
Untuk anak-anak di mana batuk bukanlah gejala dominan untuk infeksi TB, berikut
adalah hal-hal yang dapat dipakai untuk menjaring suspek TB anak: a. Kontak erat
dengan penderita TB BTA positif.
a. Reaksi cepat BCG ( timbul kemerahan di lokasi suntikan dalam 3
(tiga) – 7 (tujuh) hari setelah imunisasi BCG.
b. Anoreksia atau nafsu makan menurun disertai gagal tumbuh, berat
badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang yang
tidak naik dalam 1 (satu) bulan meskipun sudah dengan penanganan
gizi.
c. Demam lama (>2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas
(singkirkan dulu kemungkinan infeksi saluran kencing, Malaria,
demam typhoid, dan lain-lain).
d. Batuk lama (>3 minggu) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain.
e. Pembesaran kelenjar limfe superficial yang spesifik (leher, axilla,
inguinal).
f. Skrofuloderma.
g. Tes tuberculin positif (> 10 mm)
h. Konjungtivitis fliktenularis.
Pemeriksaan atau follow up TB terhadap anak di bawah lima (5) tahun pada
keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan
pengobatan TB atau pengobatan pencegahan. Semua suspek TB yang dilakukan
pemeriksaan dahak mikroskopis dicatat di buku TB06 (Unit DOTS) dan TB04
(Laboratorium).
3
Untuk rawat Inap, suspek TB dan seluruh pasien yang didiagnosis TB dilaporkan
oleh kepala ruang kepada unit DOTS (koordinator IRJ)
2. Diagnosis
a. Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosa TB Paru Dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis. Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosa utama . Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasi. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran
yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Selain untuk
diagnosis, pemeriksaan dahak digunakan juga untuk menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Apabila ada perbaikan gejala maka bukan kasus TB, jika tidak ada perbaikan
maka dilakukan pemeriksaan ulang dahak SPS.
a. 1 saja dari 3 spesimen dahak SPS ulangan hasilnya BTA positif : TB.
b. Ketiga spesimen dahak SPS tetap negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang lainnya termasuk foto thoraks. Dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang dokter akan mennetukan
TB atau bukan TB.
4
Jika suspek TB menolak melakukan pemeriksaan BTA SPS, perlu dikaji ulang
alas an penolakan. Sering kali pasien menolak pemeriksaan dahak karena alasan
di bawah ini :
a. Faktor biaya : sarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan dahak
BTA SPS di puskesmas terdekat (dari rumah pasien). Jika pasien
setuju, beri surat pengantar ke puskesmas dan kalau memungkinkan
kontak petugas TB puskesmas tujuan.
b. Sulit mengeluarkan dahak : sarankan pasien untk banyak minum,
KIE cara berdahak yang efektif (tarik dan keluarkan nafas dalam
beberapa kali, batukkan dahak sekuatnya, dan keluarkan dahak yang
telah dibatukkan dengan cara di-hoek-kan ke pot sputum, kalau
dirasa perlu dapat diberikan mukolitik untuk mempermudah
pengeluaran dahak. Jika dengan cara tersebut masih kesulitan,
diijinkan untuk melakukan pemeriksaan dahak pagi semua.
5
Alur Diagnosa TB Paru
6
3. Diagnosis TB Anak.
Diagnosis TB pada anak adalah hal yang sulit sehingga sering terajdi
misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak yang dapat
mengeluarkan dahak, penegakakan disgnosis TB anak juga harus melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis SPS. Sedangkan pada anak yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, digunakan
criteria lain berupa system skor.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan system skor. Pasien denga skor
lebih atau sama dengan 6 (enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan
mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT scan , dan lain-lain.
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Kontak Tidak Laporan BTA positif
TB jelas keluarga,
BTA negatif
atau tidak
tahu, BTA
tidak jelas
Uji Negatif Positif (≥10 mm
tuberculin atau ≥5 mm
pada keadaan
imunosupresi
Berat Bawah garis
badan/ merah
keadaan (KMS) atau
gizi BB/U < 80%
Demam ≥ 2 minggu
tanpa
sebab jelas
Batuk* ≥ 3 minggu
Pembesara ≥ 1 cm,
n kelenjar jumlah > 1,
limfe koli, tidak nyeri
aksila,
inguinal
Pembengk Ada
akan pembengkak
tulang/sen an
di
panggul,
7
lutut,
falang
Foto Normal/t Kesan TB
thoraks idak jelas
Jumlah
# batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya
seperti asma, sinusitis dan lain-lain
Interpretasi :
> 6 (enam) : dapat di tata laksana sebagai pasien TB
< 6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakuka
pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena misalnya kaku kuduk pada
meningitis TB, nyeri dada pada TB Pleura, pembesaran kelenjar limfe superficial
pada Lymphadenitis TB, danlain-lain. Diagnosispasti ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis, bakteriologis, dan atau histopatologi yang diambil dari
jaringan tubuh yang terkena. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, missal uji
mikrobiologi, patologi anatomi , dan lain-lain.
Seorang pasien TB ekstra paru sangat mungkin juga menderita TB Paru. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak. Jika hasil pemeriksaan dahak
negatif, dapat dilakukan foto toraks.
8
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
1. TB paru BTA negatif foto thoraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (missal proses far
advanced) dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra paru dibagi berdasar pada tingkat keparahan penyakit, yaitu
a. TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
b. TB ektra paru berat misalnya meningitis, ilier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih dan alat kelamin.
Catatan :
1. Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien ekstra
paru.
2. Bila seorang pasien denagn TB ekstra paru pada beberapa organ, maka
dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
3. Pasien yang didiagnosa TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat
dicatat sebagai kasus TB Paru BTA negatif.
9
Adalah pasien tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur)
b. Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 (dua) bulan atau
lebih denagn BTA positif.
c. Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
4. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, seperti :
a. Tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
b. Pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya.
c. Kembali diobati dengan BTA negatif
10
Dosis OAT Dewasa
11
Dosis Kombipak Anak
Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 –19 kg BB 20-32 kg
Isonoasid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampicin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirasinamid 150 mg 300 mg 300 mg
Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan
penderita
TB BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan system scoring. Bila
hasil evaluasidengan system scoring didapat skor < 5, kepada anak tersebut
diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila
anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan
setelah pengobatan pencegahan selesai. Catatan :
a. Bila isoniazid dikombinsaikan dengan rifampicin, dosisnya tidak boleh
melebihi 10 mg/kgBB/hari
b. Rifampisin tidka boleh diracik dalam satu puyer bersama OAT lain karena
dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
c. Rifampisin diabsorpsi baik melalui GIT pada saat perut kosong (satu jam
sebelum makan)
d. Pengambilan OAT paket harus sepengetahuan koordinator Rawat Jalan atau
koordinator DOTS, sehingga semua resep OAT paket baik dari rawat jalan
maupun rawat inap harus I acc koordinator rawat jalan atau koordinator DOTS.
Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan edukasi
mengenai hal-hal di bawah ini :
1. Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah kotamadya
Malang, rujuk ke UPK terdekat, kecuali ada pertimbnagan khusus (bekerja di
wilayah kota madya Malang atau karyawan Rumah Sakit Panti Nirmala atau
perjanjian kerja sama perusahaan hanya dengan RS Panti Nirmala). Jelaskan
kepada pasien dan keluarga bahwa alas an merujuk adalah untuk memperkecil
kemungkinan DO.
2. Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan,
dan bagaiman gejala TB.
3. Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral +
injeksi), frekuensi kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan selam
pengobatan. Jika pasien dan atau kelaurga merasa berat dengan biaya-biaya
yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan, rujuk ke puskesmas untuk
pengobatannya.
4. Pengaturan nutrisi.
5. Efek samping obat yang mungkin timbul.
6. Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau
merasa sehat, perlu dijelaskan pula resiko jika putus berobat.
12
b. Pengobatan TB pada Keadaan Khusus
1. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman
untuk kehamilan, kecuali streptomycin. Streptomicyn tidak dapat dipakai pada
kehamilan karena bersifat permanen ototoxic dan dapat menembus barier
placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobtaan santa penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
2. Ibu Menyusui
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Ibu dan bayi tidak perlu dipidahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.
Pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat
badannya.
13
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid, Rifampicin, dan Pirazinamid dapat diekskresi melalui empedu dan
dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa non toksik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Strepromycin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh Karen aitu hindari
penggunannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Paduan OAT yang paling
aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ.4HR.
14
OAT dengan pengawasan. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang,
tetapi pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit berat. Bila
keadaan seperti ini, hentikan semua OAT, tunggu sampai kemerahan kulit
hilang.
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO (PengawasMenelan Obat)
a. Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetjui baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien
3. Bersedia membantu pasien dengan sukarela
4. Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
b. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh
masyarakat atau kelaurga.
c. Tugas PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga psien TB yang mempunyai
gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.
15
setelah sisipan masih tetap
positif :
-Tahap lanjtan tetap
diberikan
Akhir tahap -Jika memungkinkan,
Intensif lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk
kelayanan TB-MDR
negatif Pengobatan dilanjutkan
Positif Pengobatan diganti dengan
Pasien baru OAT kategori 2 mulai dari
dengan awal. Jika memungkinkan,
pengobatan Pada bulan ke 5 lakukan biakan, tes
kategori 1 pengobatan resistensi atau rujukan ke
layanan TB MDR
Negatif Pengobatan diselesaikan
Positif Pengobatan diganti dengan
OAT kategori 2 mulai dari
awal jika memungkinkan
lakukan biakan, tes
Akhir resistensi atau rujuk ke
Pengobatan layanan TB-MDR
Pasien paru Akhir Intensif Negatif Teruskan pengobatan
BTA dengan tahap lanjtan
Positif dengan Positif Beri sisipan 1 bulan.Jika
pengobatan setelah sisipan masih tetap
ulang kategori positif, teruskan
2 pengobatan tahap
lanjutan.Jika setelah
sisipan masih tetap
diberikan
-Tahap lanjutan tetap
diberikan
-Jika memungkinkan ,
lakukan biakan, tes
resistensi atau rujuk
kelayanan TB-MDR
Negative Pengobatan diselesaikan
Positif Pengobatan dihentikan,
Pada bulan ke-5 rujuk ke layanan TB-MDR
pengobatan
Negatif Pengobatan diselesaikan
16
Tabel :Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
Keterangan :
Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan dan lama
pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan
Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1 bulan sebelum
akhir pengobatan harus diperiksa dahak.
17
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak (follow-up)hasilnya negative pada akhir pengobatan (AP) dan
minimal satu pemeriksaan follow-up sebelumnya negative.
b. Pengobatan lengkap
adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi
tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
c. Pasien meninggal
adalah pasien yang meninggal dala masa pengobatan karena sebab apapun
d. Pindah
adalah pasien yang pindah berobat keunit dengan register TB 03 yang lain
dan hasil pengobatnnya tidak diketahui
e. Default (Putus Berobat)
adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelumnya masa pengobatnnya selesai
f. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan ke 5 atau lebih selama pengobatannya.
18
b. Penatalaksanaan pasien dengan efek samping ‘gatal dan kemerahan kulit’
Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan
dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan
OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang,
namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semuan OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang.
Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk. Pada sarana
pelayanan kesehatan rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian
kembali OAT harus dengan cara ‘drug challengiing’ dengan menggunakan obat
lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab
dari efek samping tersebut.
o Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui,
misalnya pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat
diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan
obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang tapi hal ini akan
menurunkan resiko terjadinya kambuh.
PPI TB merupakan bagian dari PPI fasyankes. Kegiatan berupa upaya pengendalian
infeksi dengan 4 pilar yaitu :
1. Manajerial
2. Pengendalian Administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat pelindung diri
19
Ad. 1. Manajerial
20
i. Melaksanakan pelatihan dan pendidikan mengenai PPI TB semua petugas
kesehatan
21
TB untuk menerima rujukan pengobatan bagi
pasien terdiagnosa TB.
ETIKA BATUK
SAAT ANDA BATUK ATAU BERSIN
Petugas yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien tersebut. Apabila tetap
merawat pasien , maka petugas harus mengenakan masker bedah. Terutama apabila
petugas bersin atau batuk,dan harus melaksanakan etika batuk.
Pengendalian Lingkungan
22
Pemanfaatan Sistem Ventilasi
adalah system yang menjamin terjadinya pertukaran udara didalam gedung dan luar
gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet nuclei menurun.
Secara garis besar ada tiga jenis system ventilasi yaitu :
- Ventilasi alamiah adalah system ventilasi yang mengandalkan pada pintu dan
jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa
dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung
dan sebaliknya.
Indonesia sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan menciptakan aliran
udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah angin yang tidak
membahayakan petugas atau pasien lain.
- Ventilasi Mekanik adalah system ventilasi yang menggunakan peralatan
mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasikan udara didalam
ruangan secara paksa untuk menyalurkan / menyedot udara kearah tertentu
sehingga terjadi tekanan udara positif dan negative. Termasuk exhaust
fan, kipas angin berdiri (standing fan)atau duduk.
- Ventilasi Campuran (hybrid) adalah system ventilasi alamiah ditambah
dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas
penyaluran udara.
Pemilihan jenis system ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan
setempat.Pertimbangan pemilihan system ventilasi suatu fasyankes berdasarkan
kondisi local yaitu struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya,
dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan
pemeliharaan secara periodic.
Pengaturan tata letak ruangan seperti antara ruangan infeksius dan non infeksius,
pembagian area (zoning) tempat pelayanan juga perlu memperoleh perhatian untuk
PPI TB.
23
a. 160/1/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan kewaspadaan
airborne (dengan ventilation rate terendah adalah 80/1/detik/pasien)
contoh :Bangsal perawatan MDR TB.
b. 60/1/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan poliklinik
rawat jalan.
Petugas kesehatan perlu menggunakan respirator pada saat melakukan prosedur yang
beresiko tinggi, misalnya bronkoskopi,intubasi,induksi, sputum, aspirasi secret
saluran napas, dan pembedahan paru. Selain itu, respirator ini juga perlu digunakan
saat memberikan perawatan kepada pasien atau saat menghadapi/menangani pasien
tersangka MDR-TB dan XDR-TB di poliklinik. Petugas kesehatan dan pengunjung
perlu mengenakan respirator jika berada bersama pasien TB diruangan tertutup.
Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan respirator partikulat tetapi cukup
menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitarnya dari droplet.
H. Rujukan Pasien TB
24
BAB IX
PENUTUP
Penyusunan Panduan Pelayanan Poli DOTS ini adalah langkah awal kesuatu proses
yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak
dalam penerapannya untuk mencapai tujuan. Kami menyadari bahwa pedoman
Pelayanan ini masih jauh dari sempurna, karena itu kami menerima saran dan kritik
guna menyempurnakan pedoman ini.
Akhir kata, semoga Panduan Pelayanan Poli DOTS ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca sekalian.
25
DAFTAR PUSTAKA
26