Anda di halaman 1dari 35

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Bayi Ny. Mardiyah (37th)

Umur : 6 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Rekam Medis : 446262

Masuk Rumah Sakit: 26 April 2019

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Pasca henti napas


Anamnesis:
Pasien datang ke IGD pada tanggal 26 April 2019. Pasien kiriman dari RS Muslimat
dengan pasca henti napas. Pasien lahir tanggal 20 April pukul 09.49 di RS muslimat.
Saat lahir ditemukan celah pada bibir sampai langit-langit. Batuk (-), Riwayat henti
napas sebelumnya (+), Demam (-), Riwayat Muntah (-), Riwayat Kejang (-).
Minum (-),
Riw. kehamilan ibu: riw. penyakit selama kehamilan batuk dan pilek, riwayat
trauma (-), riwayat perdarahan (-), riw. mengkonsumsi jamu (-) dan obat-obatan (+)
mengkonsumsi vitamin dari dokter saat batuk pilek.
Pasien lahir SC, UK 40 minggu, waktu lahir tidak menangis, ditolong oleh dokter
Sp OG di RS Muslimat. Ibu pasien rutin periksa kandungan setiap bulan pada saat
hamil. Saat usia kandungan 8 bulan ibu sempat di USG 4 dimensi namun, pada saat
itu tangan bayi menutupi mulut.

III. STATUS GENERALISATA


Sakit berat/Gizi cukup/Sadar

IV. STATUS VITALIS


T :-
N : 129x/menit

1
RR : 36 x/menit
S : 37 ˚c

V. PEMERIKSAAN FISIS

A) Kepala
 Mata : Konjungtiva anemis tidak ada
 Sklera : Ikterus tidak ada
 Bibir : Sianosis (+)
 I : tampak celah di bibir atas sampai langit-langit
 P: krepitasi (-)
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada

B) Thoraks
Dinding Paru

I : Simetris kanan dan kiri, tipe pernapasan thoraco-abdominal.

P : krepitasi tidak ada


P : Sonor kanan kiri
A : Bunyi pernafasan: vesikuler, Bunyi tambahan Rh (-), Wh (+)
Dinding Jantung:
I : Ictus cordis tidak tampak.
P : Ictus cordis teraba.
P : Pekak, batas jantung dalam batas normal
A : Bunyi jantung I/II, murni regular, murmur tidak ada.

C) Abdomen
I : cembung, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitarnya darm
countur (-). Darm steifung (-)
A : Peristaltik ada
P : distensi
P : Tympani

2
D) Ekstremitas
Ekstremitas superior :Tidak ada kelainan.
Ekstremitas inferior :Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium (26 April 2019)

LABORATORY RESULT LABORATORY RESULT

Hb 14,7 Trombosit 61.000

leukosit 13.000 Eosinofil 3

Hct 39,6% Basofil 0

Eritrosit 4,54 x 106 Batang -

MCV 87,2 segmen 75

MCH 32,4 limfosit 10

MCHC 37,1 monosit 12

RDW-CV 37,1 Neutrophil absolut 9,79

Bilirubin total 15,82 Bilirubin direk 3,65

GDA 44 albumin 3,18

natrium 126 kalium 4,11

Klorida darah 93

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumbing orofacial atau Cleft lip and palate (CLP) merupakan anomali

neonatal yang melibatkan struktur di sekitar rongga mulut dan dapat meluas ke

struktur wajah sekitarnya yang mengakibatkan deformitas craniofacial yang luas

(Allam, et al., 2014). Klasifikasi utama sumbing orofacial yaitu sumbing langit-

langit (SL) dan sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing langit-langit (SB/SBL)

(Angulo-Castro, et al., 2017).

Sumbing orofacial merupakan malformasi wajah yang umum di masyarakat.

Terjadi pada 1 dari 700 kelahiran di dunia (Kim, et al., 2015). Benua Asia memiliki

tingkat kejadian tertinggi (14/10000 kelahiran) (Reddy & Cronin, 2017). Data Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa di Indonesia

kejadian sumbing bibir dan langit-langit sebesar 0,08%.

Perbandingan laki-laki dan perempuan yang mengalami sumbing bibir adalah

2:1, sedangkan sumbing langit-langit memiliki rasio 1:2. Sumbing bibir lebih

banyak unilateral daripada bilateral dan lebih banyak terjadi pada sisi kiri (Conway,

et al., 2015). Sekitar 70% kasus merupakan kelainan non-sindromik dan tidak

memiliki kelainan kongenital yang menyertai (Reddy & Cronin, 2017).

Sumbing orofacial dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan

psikologis. Masalah yang dapat timbul seperti kesulitan bicara, gangguan makan,

infeksi telinga, gangguan pendengaran, dan masalah pada gigi. Gangguan

psikologis juga sering terjadi, seperti kecemasan, depresi, tingkat kepercayaan diri

4
yang rendah, merasa dikucilkan, dan prestasi yang tidak maksimal di sekolah

maupun di universitas. Bullying juga ditemukan sebagai masalah yang banyak

diterima individu dengan sumbing orofacial (Reddy & Cronin, 2017).

Sumbing orofacial memiliki etiologi yang kompleks, kombinasi antara faktor

genetik dan faktor lingkungan. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan sumbing

orofacial adalah usia ibu. Kehamilan dengan usia ibu yang terlalu muda dan terlalu

tua dikaitkan dengan peningkatan risiko cacat pada kelahiran (Allam, et al., 2014;

Widayanti, et al., 2017).

Faktor yang mempengaruhi yaitu kurangnya asupan nutrisi serta perhatian

pada kehamilan usia muda. Ibu dengan usia tua mengalami penuaan uterus sehingga

uterus menjadi kurang selektif terhadap embrio dengan malformasi. Fakta bahwa

plasenta pada wanita yang lebih tua lebih permeabel terhadap agen teratogenik

(Herkrath, et al., 2012; Widayanti, et al., 2017).

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan langit-langit tidaklah sederhana,

melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli bedah plastik, ahli ortodonti, ahli THT

untuk mencegah dan menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran.

Speech therapy untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang saling

melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Normal

2.1.1 Bibir

Bibir berbeda dari struktur sekitarnya. Bibir atas dimulai dari lubang hidung

dan dasar ala nasi setiap sisi dan berakhir di lateral pada lipatan nasolabial. Bibir

atas dibagi menjadi subunit oleh phitral columns. Phitral columns terbentuk oleh

serat m. orbicularis oris kontralateral yang melalui garis tengah. Lekukan ditengah

antar philtral columns disebut phitral groove. Cupid’s bow merupakan bagian

persimpangan kulit dan vermilion diantara phitral columns. Bibir bagian bawah

dimulai dari lipatan nasolabial di lateral dan dibatasi oleh lipatan labiomental. Bibir

atas dan bawah menyatu di komisura, seperti tampak pada gambar 2.1 (Matros &

Pribaz, 2014).

(Matros & Pribaz, 2014)

Gambar 2.1
Anatomi bibir normal A Philtral columns B Cupid’s bow C Komisura D
White roll E Vermillion G Philtral groove

Bagian kulit dan vermilion dibatasi oleh bagian putih disebut white roll.

Warna dan lekukan white roll dibentuk oleh serat m. orbicularis oris, dimana

6
ketebalannya semakin berkurang ke arah komisura seperti vermillion. Vermillion

terdiri dari epitel stratified squamous di bagian luar dan transisi menjadi epitel

squamous di dalam mulut (Matros & Pribaz, 2014).

Otot daerah rahang atas yang bertanggung jawab atas elevasi bibir atas

meliputi m. zygomaticus mayor, m. zygomaticus minor, m. levator labii superioris

alaque nasi, m. levator labii superioris, dan m. levator anguli oris. Penarikan dan

depresi bibir bagian bawah oleh m. depressor anguli oris dan m. depressor labii.

Otot di daerah intermaksila meliputi m. orbicularis oris, m. buccinator, dan m.

risosius. M. orbicularis oris adalah otot bibir yang paling penting, berfungsi

sebagai sfingter dan untuk bicara (Matros & Pribaz, 2014).

Supplai darah ke bibir berasal dari arteri karotis eksterna yang diteruskan ke

arteri fasialis. Arteri fasialis bercabang menjadi arteri labialis superior dan inferior

(Matros & Pribaz, 2014).

Inervasi motorik otot bibir dipersarafi oleh cabang nervus fasialis (VII).

Cabang zygomaticus dan buccal berfungsi untuk elevasi, sedangkan nervus

mandibular marginal menginervasi otot depresor bibir. Inervasi sensorisnya

dipersyarafi oleh cabang infraorbital (V2) dan mental (V3) dari nervus trigeminal

(Matros & Pribaz, 2014).

2.1.2 Langit-Langit (Palatum)

Langit-langit (palatum) manusia terdiri dari bagian keras yaitu hard palate

dan bagian fibromuskular disebut soft palate. Bagian hard palate dibagi menjadi

hard palate primer dan hard palate sekunder. Bagian hard palate primer berada di

depan foramen incisivus, sedangkan hard palate sekunder berada dibelakang

memisahkan hidung dan faring, seperti tampak pada gambar 2.2 (Burg, et al., 2016).

7
(Schuenke, et al., 2016)

Gambar 2.2
Anatomi palatum

Soft palate, atau disebut juga dengan velum merupakan bagian

fibromuscular yang menutup di belakang ke bagian hard palate dan tersusun atas

lima pasang otot yaitu m. palatoglossus, m. palatopharyngeus, m. levator veli

palatine, tendon tensor veli palatine, dan uvulae (Burg, et al., 2016).

2.2 Embriologi

Perkembangan wajah dimulai dari akhir minggu keempat, prominensia

fasialis terdiri dari mesenkim yang diturunkan dari saraf dan dibentuk oleh sepasang

pharyngeal arches muncul. Prominensia maksilaris dapat dibedakan di lateral

dengan stomodeum dan di caudal dengan prominensia mandibular. Prominensia

frontonasalis dibentuk oleh proliferasi mesenkim ventral ke vesikel otak,

merupakan batas atas stomodeum, seperti tampak pada gambar 2.3 (Sadler, 2012).

8
(Mairaj, et al, 2017)
Gambar 2.3
Embriologi perkembangan wajah usia 4 minggu

Pada kedua sisi prominensia frontonasalis, penebalan lokal dari permukaan

ektoderm, nasal placodes, berasal dari pengaruh induktif bagian ventral otak depan

(Sadler, 2012). Selama minggu kelima, nasal placodes membentuk lubang hidung.

Mereka membuat ridge jaringan yang mengelilingi masing-masing lubang dan

membentuk prominensia nasalis. Prominensia nasalis bagian luar disebut dengan

prominensia nasalis lateralis, sedangkan di bagian dalam disebut prominensia

nasalis medialis, seperti tampak pada gambar 2.4 (Sadler, 2012).

(Sadler, 2012)
Gambar 2.4
Embriologi wajah A Gambaran embrio 5 minggu B Gambaran embrio 6
minggu

Selama 2 minggu berikutnya, tampak pada gamber 2.5, prominensia

maksilaris membesar dan menyatu dengan prominensia nasalis medialis sehingga

9
menghilangkan celah diantaranya. Penyatuan ini tidak hanya terjadi di permukaan

tetapi juga di bagian yang lebih dalam dan membentuk segmen intermaksilaris.

Segmen intermaksilaris terdiri dari (1) komponen bibir yang membentuk filtrum

dan bibir atas, (2) komponen rahang atas yang menopang empat gigi incisor, (3)

komponen palatum, yang membentuk palatum triangular primer (Sadler, 2012).

(Saddler, 2012)
Gambar 2.5
Embriologi bibir A Gambaran embrio 7 minggu. Prominensia maksilaris sudah
menyatu dengan prominensia nasalis medialis B Gambaran embrio 10 minggu

Palatum sekunder (bagian palatum posterior sampai foramen incisivus)

terbentuk melalui penyatuan dua shelf-like outgrowths dari prominensia maksilaris.

Palatal shelves muncul pada minggu ke enam perkembangan dan mengarah oblik

ke bawah di kedua sisi lidah. Pada minggu ke tujuh, palatine shelves naik untuk

mencapai posisi horizontal diatas lidah dan menyatu membentuk palatum sekunder,

seperti tampak pada gambar 2.6 (Saddler, 2012).

(Smarius, et al., 2012)

Gambar 2.6
Embriologi langit-langit

10
2.3 Sumbing Orofacial

Sumbing orofacial atau Cleft lip and palate (CLP) merupakan kelainan

kongenital yang sering terjadi. Kelainan ini dapat menyebabkan penampilan wajah

yang tidak normal dan kesulitan saat berbicara (Sadler, 2012). Seperti tampak pada

gambar 2.7, klasifikasi utama sumbing orofacial yaitu sumbing langit-langit (SL)

dan sumbing bibir dengan atau tanpa sumbing langit-langit (SB/SBL) (Angulo-

Castro, et al., 2017).

(Brito, et al., 2012)


Gambar 2.7
Sumbing orofacial (a) Sumbing bibir unilateral (b) Sumbing bibir bilateral (c)
Sumbing Bibir dan Langit-Langit unilateral (d) Sumbing bibir dan langit-langit
bilateral (e) Sumbing langit-langit

Selain itu banyak masalah yang berhubungan dengan kesehatan yang timbul

akibat kelainan ini. Individu dengan bibir sumbing dapat mengalami gangguan

makan yang dapat mempengaruhi nutrisi dan kesulitan peningkatan berat badan

pada individu tersebut (Kaye, et al., 2017). Infeksi telinga, gangguan pendengaran

serta gangguan pada gigi juga sering menyertai (Reddy & Cronin, 2017).

Tidak hanya kesehatan fisik, kesehatan psikologis juga mempengaruhi

individu dengan sumbing orofacial. Gangguan psikologis yang sering terjadi,

11
seperti kecemasan, depresi, tingkat kepercayaan diri yang rendah, merasa

dikucilkan, dan prestasi yang tidak maksimal di sekolah maupun di universitas.

Bullying juga ditemukan sebagai masalah yang banyak diterima individu dengan

sumbing langit-langit, sumbing bibir dangan atau tanpa sumbing langit-langit

(Reddy & Cronin, 2017).

Foramen incisivus merupakan batas bagian depan dan belakang. Pada bagian

depan terdapat sumbing bibir, sumbing rahang atas dan sumbing langit-langit

primer. Pada bagian belakang foramen incisivus terdapat sumbing langit-langit

sekunder dan sumbing uvulae (Sadler, 2012).

Sumbing orofacial (1/700 kelahiran) lebih sering terjadi pada laki-laki (65%)

daripada perempuan dan kejadiannya bervariasi. Kejadian sumbing langit-langit

lebih sering pada perempuan (55%) dibandingkan laki-laki (Hopper, 2014). Hal ini

mungkin karena pada perempuan, palatal shelves menyatu kira-kira 1 minggu lebih

lama dari laki-laki (Sadler, 2012).

Sumbing unilateral lebih sering terjadi daripada sumbing bilateral dan

sumbing sisi kiri dua kali lebih sering terjadi dari pada sisi kanan (Allam, et al.,

2014). Benua Asia memiliki tingkat kejadian tertinggi (14/10000 kelahiran)

sedangkan benua Afrika memiliki kejadian terendah (4/10000) (Reddy & Cronin,

2017).

2.3.1 Sumbing Bibir

Sumbing bibir adalah kelainan kongenital yang ditandai dengan adanya

celah pada bibir bagian atas (Angulo-Castro, et al., 2017). Hal ini terjadi akibat

kegagalan fusi atau penyatuan prominensia maksilaris dengan prominensia nasalis

medialis pada satu ataupun kedua sisi (Snell, 2012). Tingkat keparahan sumbing

12
bibir bervariasi, dari yang hampir tidak terlihat pada vermillion hingga meluas ke

hidung (Sadler, 2012).

Sumbing bibir incomplete unilateral ditandai dengan berbagai tingkat

pemisahan vertikal bibir, namun semuanya memiliki ambang hidung yang utuh.

Sedangkan sumbing bibir unilateral yang complete ditandai dengan terganggunya

bibir, lubang hidung, dan alveolus (langit-langit primer yang lengkap). Karena tidak

ada jembatan kulit yang menghubungkan dasar ala ke footplates kartilago lateral

hidung yang lebih rendah, tonjolan otot orbicularis oris yang tidak terikat

menghasilkan deformitas hidung yang lebih parah daripada sumbing bibir yang

incomplete (Hopper, 2014).

Aspek yang paling jelas dari sumbing bilateral complete adalah premaksila

yang menonjol, retruded area di bawah septum, dan tip nasal melebar sehingga

tidak terbentuk columella. Sedangkan pada sumbing bilateral incomplete, hidung

hampir normal, premaksila pada posisi normal, jembatan kulit di satu atau kedua

lantai hidung, dan sumbing biasanya hanya melibatkan bibir (Hopper, 2014).

2.3.2 Sumbing Langit-Langit

Sumbing langit-langit terjadi akibat kegagalan fusi dari palatine shelves.

Bisa terjadi karena kecilnya ukuran shelves, kegagalan shelves untuk naik, inhibisi

dari proses penyatuan itu sendiri, atau kegagalan lidah untuk turun dari shelves

karena micrognathia (Sadler, 2012). Bayi dengan sumbing langit-langit diperiksa

dengan seksama untuk mencari manifestasi dari Pierre Robin sequence

(micrognathia dan glossoptosis yang menyebabkan obstruksi jalan nafas) (Hopper,

2014).

13
Penyebab sumbing langit-langit dalam Pierre Robin sequence dianggap

sebagai penghalang mekanis dari proses langit-langit lateral yang berkembang dari

orietasi vertikal ke horizontal selama proses perkembangan langit-langit. Bukan

karena secondary fusion akibat kematian sel (Hopper, 2014). Tingkat keparahan

sumbing langit-langit juga bervariasi dari sumbing langit-langit sekunder hingga

hanya uvulae saja (Sadler, 2012).

2.3.3 Sumbing Bibir dan Langit-Langit

Sumbing bibir dan langit-langit merupakan kombinasi sumbing dari anterior

sampai posterior foramen incisivus (Sadler, 2012). Sumbing bibir dan langit-langit

dapat menyebabkan kesulitan makan, gangguan bicara, dan kemungkinan

gangguan pertumbuhan wajah. Perlekatan abnormal otot-otot langit-langit lunak di

celah langit-langit mengubah ketegangan drainase faring dari kanal eustachius,

meningkatkan kejadian infeksi telinga (Hopper, 2014).

2.4 Faktor Risiko

Sumbing orofacial bersifat multifaktorial. Faktor genetik dan faktor

lingkungan seperti paparan ibu terhadap produk tembakau, alkohol, nutrisi yang

kurang, infeksi virus, obat-obatan, dan teratogen pada masa awal kehamilan

mempengaruhi pembentukan sumbing (Gomez & Puerto, 2017). Kelainan sumbing

orofacial yang berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu dikenal

dengan kelainan sindromik. Bila kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi

atau sindrom tertentu disebut kelainan nonsindromik (Mai, et al., 2014). Sekitar

70% kasus merupakan kelainan nonsindromik (Reddy & Cronin, 2017).

14
Berbagai polimorfisme genetik telah dipelajari dalam studi asosiasi berbasis

populasi dan studi gen kandidat. Hasil telah menyarankan peran gen yang

bertanggung jawab (Allam, et al., 2014):

a. Faktor pertumbuhan

Transforming growth factor (TGF-α) adalah faktor pertumbuhan yang

dikodekan oleh gen TGFA yang berfungsi sebagai ligan untuk reseptor faktor

pertumbuhan epidermal, yang terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi, dan

perkembangan. Studi asosiasi pertama gen yang terkait dengan sumbing

orofacial menemukan adanya hubungan dengan TGFA. Namun, TGFA

bukan merupakan determinan yang diperlukan atau cukup sebagai risiko

sumbing orofacial, melainkan sebagai pengubah (Ahmed, et al, 2017).

Protein dalam keluarga transforming growth factor beta (TGF-β)

mengikat berbagai reseptor TGF-β yang mengarah ke rekrutmen dan aktivasi

keluarga faktor transkripsi SMAD. TGF-β terlibat dalam proses termasuk

apoptosis, modulasi fungsi sel kekebalan tubuh, dan penyembuhan luka.

Gangguan TGF-β telah terlibat dalam kanker, sindrom Loeys-Dietz dan

kondisi lainnya. Penelitian terhadap tikus telah menunjukkan gen TGFβ3

dikaitkan dengan sumbing orofacial, dan studi asosiasi selanjutnya telah

mengidentifikasi hasil ini pada manusia (Ahmed, et al, 2017).

b. Faktor transkripsi

Sumbing nonsindromik dikaitkan dengan beberapa gen yang dapat

menyebabkan sumbing seperti IRF6 dan MSX1 (Sadler, 2012).

- Interferon regulatory factor 6 (IRF6) adalah protein faktor transkripsi

yang terlibat dalam perkembangan awal, terutama jaringan di kepala

15
dan wajah. Mutasi gen IRF6 pada 1q32 menyebabkan sindrom Van

der Woude, kelainan bawaan Mendelian yang menginduksi sumbing

orofacial dan menyumbang sekitar 2% dari semua kasus sumbing

orofacial (Ferrero, et al, 2010; Ahmed, et al, 2017). Variasi pada

IRF6 telah ditemukan sangat terkait dengan sumbing orofacial dan

dapat mencakup hingga 12% dari kontribusi genetik terhadap

sumbing orofacial (Ahmed, et al, 2017).

- Gen MSX1 merupakan bagian dari gen homeobox, kode untuk

protein yang terlibat dalam regulasi transkripsi selama

embryogenesis serta pembentukan pola anggota badan,

perkembangan kraniofasial (khususnya odontogenesis), dan

penghambatan pertumbuhan tumor. Gen ini telah terlibat dalam

pengembangan sumbing pada beberapa penelitian dan mungkin

mencakup 1-2% dari semua kasus sumbing orofacial yang terisolasi

(Ahmed, et al, 2017).

c. Metabolisme nutrisi

Asupan folat untuk ibu hamil telah lama dikaitkan dengan risiko

sumbing orofacial pada anak-anak, hal ini disebabkan oleh mutasi enzim 5,

10-methyltetrahydrofolate (MTHFR), yang mengkatalisis sintesis 5-

methyltetrahydrofolate yang berperan dalam etiologi kasus sumbing

orofacial nonsindromik. Namun, hasil dari beberapa studi asosiasi yang

mengevaluasi peran mutase MTFHR saling bertentangan (Ahmed, et al,

2017)

16
Asam retinoat berperan penting selama perkembangan. Fungsinya,

dimediasi oleh reseptor asam retinoat alpha (RAR-α), meliputi regulasi

perkembangan, diferensiasi, apoptosis, granulopoeisis, serta transkripsi gen

yang terlibat dalam ritme sirkaridian. Penelitian pada tikus menunjukkan

peran dalam pengembangan wajah. Mutasi gen RARA telah dikaitkan

dengan perkembangan sumbing orofacial (Ahmed, et al, 2017).

Peran faktor lingkungan dalam etiologi sumbing orofacial telah dipelajari

secara luas. Bibir atas dan langit-langit dikembangkan 7 dan 9 minggu setelah

pembuahan. Oleh karena itu, faktor risiko harus ada sebelum wakunya untuk

mempengaruhi risiko sumbing orofacial.

a. Heredity

Keluarga yang memiliki satu anak atau orang tua yang memiliki

sumbing bibir dan langit-langit, risiko anak pada kehamilan berikutnya

meiliki sumbing bibir dan langit-langit adalah 4%. Apabila dua anak

sebelumnya memiliki sumbing bibir dan langit-langit, risikonya meningkat

menjadi 9%, dan jika satu orang tua dan satu anak terkena dampak

sebelumnya, risiko untuk anak-anak dari kehamilan berikutnya adalah 17%.

Untuk keluarga dengan anak yang memiliki sumbing langit-langit, risiko

sumbing langit-langit untuk kehamilan berikutnya adalah 2%, 6% bila satu

orang tua memiliki sumbing langit-langit, dan 15% jika satu orang tua dan

satu anak sebelumnya memiliki sumbing langit-langit (Hopper, 2014).

b. Penggunaan obat-obatan pada ibu

Penggunaan obat pada ibu hanya memberikan pengaruh kecil untuk

sumbing orofacial. Namun penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan

17
antagonis folat maternal (asam valproat dan karbamazepin), penghambat

reduktase dihydrofolate (trimetoprim, triameterene, dan sulfasalazine),

benzodiazepin, nsaid, retinoid, dan kortikosteroid dikaitkan dengan

peningkatan sumbing orofacial (Hernandez, et al, 2012; Ahmed, 2017).

Paparan obat antikonvulsan yaitu fenitoin selama 5-6 minggu masa

kehamilan dapat menyebabkan sumbing orofacial. Fenitoin dapat

menghambat channel kalium, natrium dan kalsium intrauterine. Hal tersebut

akan memperlambat jantung embrio yang menyebabkan hipoksia

berkepanjangan pada embrio sehingga meningkatkan risiko terbentuknya

sumbing orofacial (Webster WS, et al, 2006; Richard, et al. 2007).

c. Penyakit ibu

Ibu dengan diabetes mellitus memiliki risiko yang lebih tinggi untuk

memiliki anak dengan sumbing orofacial (Hashmi, et al, 2010; Ahmed, et al,

2017).

d. Nutrisi

Peran asupan nutrisi ibu dalam perkembangan malformasi bawaan pada anak

telah dipelajari dengan tujuan untuk menjelaskan etiologi cacat lahir spesifik

dan menginformasikan strategi pencegahan yang efektif. Bukti menunjukkan

bahwa asupan nutrisi ibu mempengaruhi risiko melahirkan anak dengan

sumbing orofacial.

- Secara khusus, kekurangan vitamin B9, yang lebih dikenal dengan

folat (atau bentuk sintesisnya, asam folat), telah lama dikaitkan

dengan risiko malformasi kongenital (Ahmed, et al, 2017).

18
- Asupan vitamin dari ibu selain folat, seperti vitamin B lainnya

(misalnya riboflavin), zat besi, seng, dan asam amino kolin,

metionin, dan sistein, dikaitkan dengan penurunan risiko memiliki

anak dengan sumbing orofacial (Carmichael, et al, 2012; Ahmed, et

al, 2017).

- Vitamin A diketahui memainkan peran penting dalam

perkembangan janin. Asupan vitamin A yang kurang dan berlebihan

meningkatkan risiko cacat lahir, termasuk sumbing orofacial pada

hewan dan manusia (Ahmed, et al, 2017).

e. Eksposur dari teratogen

Sebagian besar studi epidemiologi sumbing orofacial mendukung

peran faktor lingkungan dalam etiologi sumbing. Faktor risiko yang paling

umum dilaporkan adalah paparan ibu terhadap produk tembakau, alkohol,

beberapa infeksi virus, pestisida, dan teratogen di tempat kerja atau dirumah

pada awal kehamilan (Ahmed, et al, 2017). Merokok lebih dari 25 batang

rokok per hari dikaitkan dengan jumlah sumbing bibir dan langit-langit

bilateral yang lebih tinggi dan bahkan Pierre Robin sequence (Kawalec, et

al., 2015).

Alkohol dapat memberikan pengaruh tergantung waktu paparan dan

jumlah yang dikosumsi. Penelitian menunjukkan bahwa risiko sumbing

orofacial meningkat dengan konsumsi alkohol rata-rata lima atau lebih

minuman selama trimester pertama. Semakin besar konsentrasi alkohol

dalam darah, semakin lama waktu yang diperlukan untuk metabolisme

alkohol, sehingga janin terpapar lagi. Hal ini mempengaruhi tahapan penting

19
perkembangan embrio untuk sumbing orofacial yang relatif singkat (DeRoo,

et al., 2008).

f. Usia ibu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara usia

ibu dengan kejadian sumbing orofacial. Hasil penelitian masih

diperdebatkan, akan tetapi penelitian terakhir dilakukan Berg (2015)

menunjukkan peningkatan usia ibu akan meningkatkan risiko memiliki bayi

dengan sumbing orofacial.

2.5 Klasifikasi Sumbing Orofacial

Sumbing bibir dan langit-langit biasanya dibagi menjadi unilateral atau

bilateral, kemudian terbagi menjadi complete, incomplete, atau mikroform (Hopper,

2014).

Kriens memperkenalkan sebuah klasifikasi menggunakan akronim

“LAHSHAL” menjelaskan anatomi bilateral dari bibir kanan (L), alveolus kanan

(A), hard palate kanan (H), dan soft palate (S), hard palate kiri (H), alveolus kiri

(A), dan bibir kiri (L). Kode LAHSHAL mengindikasi sumbing complete dengan a

huruf capital dan sumbing incomplete dengan a huruf kecil seperti terlihat pada

gambar 2.8. Sistem klasifikasi ini yang sekarang dipakai American Cleft Palate and

Craniofacial Association (Burg, et al., 2016).

20
(Al-Hadad & Rahman, 2014)
Gambar 2.8
Klasifikasi Otto Kriens

Sistem LAHSHAL dari Otto Kriens


Contoh :
1. CLP/L-----L
Cleft lip and palate. Lokasi celah berada di bibir kanan dan kiri, celah
komplit
2. CLP/---SHAL.
Cleft Lip and Palate dengan lokasi celah komplit pada soft palate, hard
palate, alveolus dan bibir bagian kiri.
3. CLP/L------
Cleft lip and palate celah bibir sebelah kanan inkomplit

21
2.6 Diagnosis

Sumbing orofacial ditemukan pada pemeriksaan bayi baru lahir. Dapat

juga didiagnosis dengan visualisasi sonografi, pada usia 13-14 minggu oleh USG

transabdomen dan agak lebih awal dengan transvaginal. Dilihat dari bagian bawah

wajah menunjukkan interupsi atau diskontinuitas pada bibir dan/atau langit-langit

mulut. Sudut pandang secara oblique menunjukkan apakah anomali tersebut

unilateral atau bilateral. Evaluasi langit-langit sekunder atau hard palate sangat

sulit karena bayangan dari stuktur di sekitarnya dan adanya lidah (Gomez &

Puerto, 2017).

MRI tiga dimensi digunakan untuk melihat kelainan pada langit-langit,

namun lebih sensitif pada usia gestasi lanjut (Gomez & Puerto, 2017). Peningkatan

sumbing yang terdeteksi sebelum lahir memungkinkan persiapan awal keluarga

dan pengenalan rencana pengobatan (Hopper, 2014).

2.7 Tatalaksana

Individu yang lahir dengan sumbing bibir dan atau tanpa sumbing langit-

langit memerlukan perawatan terkoordinasi dari beberapa spesialisasi, yaitu

spesialis anak, dokter gigi, perawat, ahli gizi, ahli genetika, dokter THT, ahli bedah

mulut, ortodontis, dokter bedah, dokter bedah plastik, psikolog, dan speech

therapy. Perhatian tim dalam beberapa bulan pertama kehidupan akan

meningkatkan keberhasilan operasi primer dengan menyiapkan pasien dan

keluarga secara medis, fisik, dan psikologis (Hopper, 2014). Inti dari setiap

rencana perawatan adalah operasi. Metode pengobatan modern

mempertimbangkan fungsi dan estetika, dan upaya untuk menjaga jumlah dan

dampak bekas luka yang terkait dengan intervensi bedah (Sinko, et al., 2017).

22
Tabel 2.1 Modalitas tatalaksana berdasarkan usia

Usia Prosedur Tim

Setelah 16 minggu Diagnosis sumbing bibir Multidisiplin


kehamilan didapatkan dengan gambaran
ultrasound (langit-langit lebih
sulit terlihat)
Prenatal - Diskusi dengan dokter bedah - multidisiplin
craniofacial
- Konsultasi dengan geneticist
Neonatal Jika anak memiliki sumbing Multidisiplin
langit-langit, putting dan botol
khusus dibutuhkan untuk
menunjang makanan setelah
lahir
12 minggu Perbaikan sumbing bibir Bedah plastic
primary cleft repair and tip
rhinoplasty +
gingivoperiosteoplasty dengan
mematuhi “rule of ten”yang
telah terbukti sebagai penentu
kapan bayi yang sehat dapat
dioperasi (yaitu usia 10 minggu,
berat badan 10 lb dan
hemoglobin 10 g/dl).
6-12 bulan Perbaikan sumbing langit-langit Bedah plastic,
satu tahap dengan intravelar otolaryngologist
veloplasty + myringotomy and
tube
3-4 tahun Pharyngoplasty, speech Speech
obturator pathologist,
plastic surgeon,
otolaryngologist,
orthodontist

5 tahun Rhinoplasty sekunder Bedah plastik

7-9 tahun Alveolar bone graft sekunder Orthodontist,


bedah plasti,
bedah mulut

Post alveolar graft orthodontist

Puberty Definitive open rhipolasty Bedah plastik

Skeletal maturity LeFort 1 +mandible


orthignathic surgery

(de Ladeira & Alonso, 2012; Talesh & Motamedi, 2013)

23
Pada tabel 2.1 tidak ada perawatan prenatal untuk sumbing orofasial.

Tindakan operasi perbaikan terhadap bibir disebut Cheiloraphy, dilakukan

pada usia 3 bulan atau lebih dari 10 minggu, berat badan telah mencapai 10

pounds atau 5 kg dan Hb lebih dari 10 gr% (rule over tens). Perbaikan langit-

langit disebut Palatoraphy dilakukan pada usia anak 10 bulan sampai 12

bulan. Usia tersebut akan memberikan hasil fungsi bicara yang optimal

karena memberikan kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada

proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan

demikian soft palate dapat berfungsi dengan baik. Speech therapy diperlukan

setelah operasi palatoraphy, melatih bicara benar dan meminimalkan

timbulnya suara sengau. Bila setelah palatoraphy dan speech therapy masih

didapatkan suara sengau maka dilakukan pharyngoplasty untuk memperkecil

suara nasal (nasal escape), biasanya dilakukan pada usia 5-6 tahun. Pada usia

anak 8-9 tahun ahli ortodonti memperbaiki lengkung alveolus sebagai

persiapan tindakan alveolar bone graft dan pada usia 9- 10 tahun spesialis

bedah plastik melakukan operasi bone graft pada celah tulang alveolus seiring

pertumbuhan gigi caninus.

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan langit-langit tidaklah

sederhana, melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli bedah plastik, ahli

ortodonti, ahli THT untuk mencegah dan menangani timbulnya otitis media

dan kontrol pendengaran. Speech therapy untuk fungsi bicara. Setiap

spesialisasi punya peran yang saling melengkapi dalam menangani penderita

CLP secara paripurna.

24
Labioplasty

Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan mengikuti

ketentuan rule of tens yaitu

1. Berat bayi minimal 10 pounds

2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan

3. lekosit maksimal 10.000 /dl.

Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung yang seimbang dan

simetris dengan jaringan parut minimal dan menciptakan bibir yang berfungsi baik

dengan mengurangi pengaruh operasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan

lengkung maksila.

Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen celah bibir dan hidung harus

dibentuk seanatomis mungkin (kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan

memperhatikan pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya volume

bibir dan hidung. Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan untuk

mengurangi jaringan parut pasca operasi.

Gambar 8. triangular cleft lip repair. A) menandai daerah yang akan di triangular
cleft lip repair. B) penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan
komplit.

25
Palatoplasty

Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung,

membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh

tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada

palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-

langit namun juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa

mengganggu pertumbuhan maksilofasial.

Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap

menjadi kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum

usia 12 bulan karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab

proses belajar bicara dimulai pada usia 12 bulan.

Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan

maksilofasial namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara pasien. Waktu

yang paling optimal untuk palatoplasty sampai sejauh ini secara ilmiah belum

terbukti namun sebagian besar ahli bedah sepakat bahwa palatoplasty harus

dilakukan sebelum usia 2 tahun.

Terdapat berbagai jenis teknik palatoplaty namun yang paling sering dipakai

adalah teknik von langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner). Kedua

teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan

Von langenbeck Palatoplasty

Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel pada palatum

durum dan palatum molle untuk menutup defek celah langit-langit. Basis anterior

26
dan posterior bipedikel flap didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-

langit.

 Keuntungan :

Teknik mudah dikerjakan

Waktu operasi cepat

 Kekurangan :

Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga kemungkinan

terjadinya velopharingeal incompetence lebih tinggi.

Fungsi bicara tidak optimal

Gambar 9. A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari

lateral relaxing incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan

penutupan lapisan mucoperiosteum nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut

komplit

V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner) palatoplasty

27
Gambar 10. A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi

dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi

dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan

mukoperiosteal nasal. C) penjahitan mukoperiousteum oral.

 Keuntungan :

1. Memperpanjang palatum ke posterior

2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa diperpanjang

lebih ke posterior

 Kekurangan :

1. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum dan palatum

molle karena mukoperiosteum yang tipis didaerah tersebut.

2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada tepi lateral celah

langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk jaringan parut yang berperan

pada konstriksi lengkung maksila.

3. Waktu operasi lebih lama

28
Penilaian fungsi bicara dan pendengaran

Pendengaran dan fungsi bicara dievaluasi sejak lahir. Peran orang tua dalam

memperhatikan perkembangan anak sangat penting sebagai masukan untuk

penilaian obyektif kondisi anak oleh dokter anak atau dokter spesialis THT. Mulai

usia 18 bulan yaitu tepat setelah operasi palatoplasty, fungsi pendengaran dan

bicara anak dievaluasi secara berkala oleh dokter THT. Dalam perkembangannya

ahli terapi wicara /speech therapy akan berperan dalam mendiagnosa dan

memberikan perawatan jangka panjang agar anak dapat berbicara secara normal.

Penilaian dari ahli terapi wicara ini juga menentukan apakah terjadi velopharygeal

incompetence pada seorang anak dan apakah anak tersebut membutuhkan operasi

lanjutan atau tidak.

Perawatan Orthodonsia

Pasien dengan celah bibir dan langitan dapat dipastikan mengalami

malposisi dan malrelasi gigi geligi. Beberapa pasien memiliki supernumerary teeth,

anodonsia parsial dan lengkung maksila yang sempit. Perawatan orthodonsia

mutlak diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Perawatan orthodonsia diperlukan

untuk dua hal yaitu yang pertama untuk mempersiapkan ruangan untuk alveolar

bone grafting agar gigi caninus memiliki tempat yang cukup untuk erupsi dan

tujuan kedua adalah untuk melakukan perawatan jangka panjang agar mendapatkan

oklusi yang baik. Evaluasi lanjutan dari orthodontis dapat menjadi masukan apakah

pasien memerlukan operasi lanjutan seperti distraksi osteogenesis, atau bedah

orthognatik untuk mencapai hasil optimal atau tidak.

29
Alveolar Bone grafting

Tujuan alveolar bone grafting adalah mempersiapkan ruangan untuk erupsi

gigi caninus, untuk mendukung basis ala nasi dan juga bisa untuk menutup fistula

di palatal. Biasanya dilakukan pada usia 9 atau 10 tahun yaitu pada saat akar gigi

caninus maksila telah terbentuk 2/3 panjang normal. Bone graft diambil dari iliac

crest dengan metode windowing. Sebelum dilakukan alveolar bone grafting, gigi

susu atau gigi lain yang memiliki prognosis buruk diekstraksi mengingat itu dapat

menjadi lokus minores resistensiae yang dapat menggagalkan keberhasilan alveolar

bonegrafting.

Komplikasi

a. Obstruksi jalan nafas

Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting

dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari

lidah ke orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative

penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini.

Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena

perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang

kecil.

b. Pendarahan

Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada

langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada

bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat

30
haemoglobin dan platelet adalah penting.

c. Peradangan

Komplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri

terhadap saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan

fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik,

teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat asepsis.

2.8 Prognosis

Prognosis sumbing orofasial tergantung pada luas (keterlibatan sumbing

langit-langit) dan hubungannya dengan anomali lainnya. Sumbing oforasial

mempengaruhi pengucapan, pendengaran, penampilan, dan psikologi jangka

panjang yang berdampak buruk untuk integrasi kesehatan dan social. Biasanya,

individu dengan sumbing orofasial membutuhkan perawatan multidisiplin sejak

lahir sampai dewasa (Gomez & Puerto, 2017).

31
BAB III

KESIMPULAN

Sumbing orofacial atau Cleft lip and palate (CLP) atau suatu kelainan

bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit

keras mulut. Kelainan ini adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan

bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini

dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan ini adalah jenis cacat

bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan oragan tubuh wajah selama

kehamilan.

Derita psikis yang dialami keluarga dan kelak dialami pula oleh penderita

setelah menyadari dirinya berbeda dengan yang lain. Secara fisik adanya celah akan

membuat kesukaran minum karena daya hisap yang kurang dan banyak yang

tumpah atau bocor ke hidung, gangguan pada penampilan dan gangguan berbicara

berupa suara sengau. Karena variabilitas dan kompleksitas CLP, penanganan pasien

merupakan suatu tantangan. Pasien CLP membutuhkan penanganan multidisiplin

yang terkoordinasi untuk mengoptimalkan hasil. Diharapkan pemberian

penanganan dengan jumlah operasi yang minimal, namun memberikan hasil yang

maksimal bagi pasien.

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan langit-langit tidaklah sederhana,

melibatkan berbagai unsur antara lain, ahli bedah plastik, ahli ortodonti, ahli THT

untuk mencegah dan menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran.

Speech therapy untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang saling

melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna.

32
DAFTAR PUSTAKA

Allam, E., Windsor, L. J., & Stone, C. (2014). Cleft Lip and Palate: Etiology,
Epidemiology, Preventive and Intervention Strategies. Anat Physiol, 4(3),
150.

Angulo-Castro, E., Acosta-Alfaro, L. F., Guadron-Llanos, A. M., Canizalez-


Roman, A., Gonzalez-Ibarra, F., Osuna-Ramirez, I., & Murillo-Llanes, J.
(2017). Maternal Risk Factors Associated with the Development of Cleft
Lip and Cleft Palate in Mexico: A Case-Control Study. Iranian Journal of
Otorhinolaryngology, 29(93), 189-195.

Berg, E., Lie, R. T., Siversten, A., & Haaland, O. A. (2015). Parental age and risk
of isolated cleft lip: a registry-based study. Annals of Epidemiology.

Brito, L. A., Meira, J. G., Kobayashi, G. S., & Passos-Bueno, M. R. (2012).


Genetics and Management of the Patient with Orofacial Cleft. Plastic
Surgery International, 2012.

Burg, M. L., Chai, Y., Yao, C. A., Magee, W. 3., & Figueiredo, J. C. (2016).
Epidemiology, Etiology, and Treatment of Isolated Cleft Palate. Frontiers
in Physiology, 7, 67.

Carmichael, C., Yang, W., Feldkamp, M., Munger, R., Siega-Riz, A., & Botto, L.
(2012). Higher diet quality reduces risks of neural tube defects and
orofacial clefts. Arch Pediatr Adolesc Med, 166(2), 121-126.

Chambers, C., & Scialli, A. R. (2014). Teratogenesis and Environmental


Exposure. In Creasy & Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles and
Practice 7th Edition (pp. 465-472). Philadelphia: Elsevier Inc.

Conway, J. C., Taub, P. J., Kling, R., Oberoi, K., Doucette, J., & Jabs, E. W.
(2015). Ten-year experience of more than 35,000 orofacial clefts in Africa.
BMC Pediatrics, 15(8).

de Ladeira, P. R., & Alonso, N. (2012). Protocols in Cleft Lip and Palate
Treatment: Systematic Review. Plastic Surgery International, 2012.

Ferrero, G., Baldassarre, G., Panza, E., Valenzise, M., Pippicci, T., Mussa, A., . . .
Silengo, M. (2010). A heritable cause of cleft lip and palate--Van der
Woude syndrome caused by a novel IRF6 mutation. Review of the
literature and of the differential diagnosis. Eur J Pediatr, 169(2), 223-8.

Gomez, O., & Puerto, B. (2017). Cleft Lip and Palate. In Obstetric Imaging Fetal
Diagnosis and Care 2nd Edition (pp. 311-316). Philadelphia: Elsevier.

33
Hashmi, S. S., Gallaway, M., Waller, D., Langlois, P., & Hecht, J. (2010).
Maternal Fever During Early Pregnancy and The Risk of Oral Clefts. Birth
Defects Res A Clin Mol Teratol, 88(3), 186-194.

Herkrath, A. P., Herkrath, F. J., Rebelo, M. A., & Vettore, M. V. (2012). Parental
age as a risk factor for non-syndromic oral clefts: A meta-analysis. Journal
of Dentistry, 40, 3-14.

Hernandez, R. K., Werler, M. M., Romitti, P., Sun, L., & Anderka, M. (2012).
Nonsteroidal antiinflammatory drug use among women and the risk of
birth defects. American Journal of Obstetrics & Gynecology, 206(3),
228.e1-228.e8.

Hopper, R. A. (2014). Cleft Lip and Palate: Embryology, Principles, and


Treatment. In C. H. Thorne (Ed.), Grabb and Smith's Plastic Surgery Ed
7th (pp. 173-198). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters
Kluwer business.

Kawalec, A., Nelke, K., Pawlas, K., & Gerber, H. (2015). Risk factors involved in
orofacial cleft predisposition – review. De Gruyter Open Med, 10, 163-
175.

Kaye, A., Thaete, K., Snell, A., Chesser, C., Goldak, C., & Huff, H. (2017). Initial
Nutritional Assessment of Infants With Cleft Lip and/or Palate:
Interventions and Return to Birth Weight. The Cleft Palate-Craniofacial
Journal, 54(2), 127-136.

Kim, D. W., Chung, S. W., Jung, H. D., & Jung, Y. S. (2015). Prenatal
ultrasonographic diagnosis of cleft lip with or without cleft palate; pitfalls
and considerations. Maxillofacial Plastic and Reconstructive Surgery,
37(24).

Koroush Taheri Talesh and Mohammad Hosein Kalantar Motamedi (2013). Cleft
Lip and Palate Surgery, A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial
Surgery, Prof. Mohammad Hosein Kalantar Motamedi (Ed.), InTech, DOI:
10.5772/55147. Available from: https://www.intechopen.com/books/a-
textbook-of-advanced-oral-and-maxillofacial-surgery/cleft-lip-and-palate-
surgery

Mai, C. T., Cassell, C. H., Meyer, R. E., Isenburg, J., Canfield, M. A., Rickard,
R., . . . Kirby, R. S. (2014). Birth Defects Data from Population-based
Birth Defects Surveillance Programs in the United States, 2007 to 2011:
Highlighting Orofacial Clefts. HHS Author Manuscript, 100(11), 895-904.

34
Mairaj K. Ahmed, Anthony H. Bui and Emanuela Taioli (2017). Epidemiology of
Cleft Lip and Palate, Designing Strategies for Cleft Lip and Palate Care, Dr.
Mazen Almasri (Ed.), InTech, DOI: 10.5772/67165. Available from:
https://www.intechopen.com/books/designing-strategies-for-cleft-lip-and-
palate-care/epidemiology-of-cleft-lip-and-palate
Markunas, C. A., Wilcox, A. J., Xu, Z., Joubert, B. R., Harlid, S., Panduri, V., . . .
Taylor, J. A. (2016). MaternalAgeatDeliveryIsAssociatedwith
anEpigeneticSignatureinBothNewborns andAdults. Plos One, 11(7).

Matros, E., & Pribaz, J. J. (2014). Reconstruction of Acquired Lip Deformities. In


C. H. Thorne (Ed.), Grabb and Smith's Plastic Surgery 7th Ed. (pp. 372-
373). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer
business .

Reddy, N. K., & Cronin, E. D. (2017). Physical Impairments, Psychological


Impact, and Risk Factors of Cleft Lip and Palate in Children from a
Surgical Mission Project in Armenia, Colombia. EC Dental Sciene, 9(2),
53-59.

Sadler, T. (2012). Head and Neck. In C. Taylor (Ed.), Langman's Medical


Embryology (12 ed., pp. 275-278). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business.

Schuenke, M., Schulte, E., & Schumacher, U. (2016). Head and Neck. In B. R.
MacPherson, & C. Stefan (Eds.), THIEME Atlas of Anatomy (p. 9). New
York: Thieme Medical Publishers, Inc.

Sinko, K., Cede, J., Jagsch, R., Strohmayr, A. L., McKay, A., Mosgoeller, W., &
Klug, C. (2017). Facial Aesthetics in Young Adults after Cleft Lip and
Palate Treatment over Five Decades. Scientific Reports, 7, 15864.

Snell, R. S. (2012). Head and Neck. In C. Taylor (Ed.), Clinical Anatomy by


Regions Ed. 9th (p. 583). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, a
Wolters Kluwer business.

Talesh, K. T., & Motamedi, M. H. (2013). Cleft Lip and Palate surgery. In M. H.
Motamedi (Ed.), A Textbook of Advanced Oral and Maxillofacial Surgery.

Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in otolaryngology. Head & Neck
Surgery. New York: A Lange Medical book 2010: 323-38.
Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier 2007:

493-514.

35

Anda mungkin juga menyukai