Oleh :
SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2019
A. Pendidikan Seks ( Sex Education)
Dengan ciri-ciri di atas keluarga menjadi sebuah lingkungan yang tepat untuk
menanamkan pengetahuan tentang pendidikan seks. Terlebih pendidikan seks
bukanlah sebagai suatu pendidikan yang harus ada pada lembaga formal. Seks kita
ajarkan secara berkelanjutan, bertahap dan informal kepada anak-anak kita. Dalam
pandangan Islam, pendidikan seks tidak mungkin dipisahkan dari pendidikan
akhlak. Pemisahan etika dari pendidikan seks akan menjerumuskan anak pada
penyelewengan seksual.
Di bawah ini ada beberapa strategi umum yang bisa diterapkan orangtua
dalam pelaksanaan pendidikan seks pada keluarga :
Pendidikan seks bila dilakukan oleh orangtua sebagai orang yang paling dekat
bagi si anak dapat membuat anak merasa aman. Dengan peran orangtua untuk
berkomunikasi dalam keluarga secara positif dapat membuat anak mengerti
bagaimana mencegah berperilaku negatif. Penyampaian pengetahuan seks secara
benar, menentukan nilai pandang dan sikap mereka terhadap seks dan hal ini juga
sangat menentukan keharmonisan keluarga anak di kemudian hari.
Keluarga sebagai salah satu media sosialisasi mempunyai peran yang sngat
urgen. Bahkan dalam Islam juga mencotohkan pendidikan seks yang Isalami dalam
keluarga. Seperti dengan memisahkan tempat tidur anak dari orang tua,
memisahkan kamar tidur anak laki-laki dengan anak perempuan, mengenalkan dan
menjelaskan alat kelamin anak, kewajiban menutup aurat bagi laki-laki maupun
perempuan, Orang tua tidak seharusnya menganggap tabu terhadap pendidikan
seks, karena sebenarnya hal tersebut merupakan kebutuhan bagi anak. Namun yang
harus dipahami oleh orang tua bahwa dalam memberikan pendidikan seks pada
anaknya harus sesuai dengan umur dan kemampuan berfikir dan psikis anak. Dalam
penyampaian pendidikan seks oleh orang tua kepada anaknya ada beberapa
tingkatan sesuai dengan umurnya.
Pendidikan seks dalam keluarga menjadi sangat penting di dapat oleh anak-
anak. Hai ini dikarenakan keluarga sebagai wahana sosialisai peletakan nilai yang
mendasar. Penting bagi orang tua sebagai aktor utama dalam mendidik harus
mempunyai kecakapan dan kapasitas yang sesuai. Artinya orang tua sebagai
pendidik paling tidak mempunyai kecakapan intelektual dan nilai yang kelak
sebagai modal mendidik anak-anak. Kecakapan itu bisa ditunjukan dengan tingkat
pendidikan dan cara yang santun dalam mendidik anak. Dengan begitu pendidikan
seks dalam keluarga mampu berjalan sesuai dengan konsep yang ideal, yaitu
mampu mendidik anak-anaknya memahami seks dengan benar, akhirnya hal itu
berimplikasi pada moral generasi muda yang sehat dan berwibawa.
Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada periode usia pertengahan
yaitu anak yang berusia 6-12 tahun (Snantrock,2008). Serta menurut Yusuf (2011) anak usia
sekolah merupakan anak usia 6-12 tahun yang sudah dapat mereasikan rangsang intelektual
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (seperti membaca,menulis, dan menghitung).
Sekolah merupakan sebuah lembaga untuk belajar dan memberi pelajaran sesuai dengan
jenjang atau tingkatan. Tingkatan yang dimaksud seperti Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah
Menengah Kejuruan dan lain-lain.
Dari pengertian di atas menandakan bahwa sekolah menjadi sebuah tempat atau
lingkungan formal untuk belajar. Dalam kaitanya dengan pendidikan, sekolah menjadi salah
satu komponen yang sangat urgen. Sekolah menjadi salah satu lingkungan tempat untuk
mentransformasikan nilai dan pengetahuan. Maka keberadaan sekolah menjadi sebuah
keharusan. Namun tidak hanya berdiri saja, tetapi sekolah harus mampu di design untuk
menciptakan generasi yang cerdas dan bermoral.
Menurut Hurlock (1978) terdapat enam perkembangan anak yang menjadi
pertimbangan, yaitu: 1) perkembangan fisik; 2) perkembangan motorik; 3) perkembangan
bicara; 4) perkembangan emosi; 5) perkembangan sosial dan; 6) perkembangan bermain.
Modul yang akan dikembangkan dapat digunakan oleh guru maupun orang tua sebagai
pedoman dalam mendidik anak mengenai pendidikan seks. Selain sebagai pedoman
pendidikan seks untuk anak usia SD, melalui modul yang akan dihasilkan diharapkan mampu
mencegah tindak kekerasan dan penyimpangan seksual khususnya terhadap anak-anak,
menambah referensi guru dan orang tua tentang pentingnya pendidikan, serta dijadikan bahan
pertimbangan atau rekomendasi bagi pemerintah dalam merancang pendidikan seks yang
diintegrasikan ke dalam kurikulum pembelajaran sekolah dasar.
a. Level I untuk anak usia 5-8 tahun
1. Mulai dengan hal dasar
Jelaskan pada anak fungsi dan peran keluarga serta masing-masing anggotanya.
Keluarga inti terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu berperan sebagai orangtua
yang bertanggungjawab terhadap anak-anak. Setiap anggota keluarga harus saling
menjaga satu sama lain. Komunikasi yang baik antar anggota keluarga akan
membangun hubungan yang sehat dalam keluarga.
Katakan pada anak Anda, “Adik bisa berbagi cerita apa saja dengan anggota keluarga,
cerita sedih dan senang. Jika ada yang ingin adik tanyakan, tanyakan pada ibu, ayah
atau kakak.”
2. Ajarkan anak untuk berteman dengan siapapun
Pertemanan berlandaskan pada rasa percaya, peduli, empati dan solidaritas.
Teman bisa ditemukan di mana saja, seperti di lingkungan rumah, di sekolah, dan di
tempat ibadah.
3. Cara mengekspresikan cinta dan kasih
Banyak cara mengekspresikan cinta. Cinta kepada anggota keluarga dan teman
ditunjukkan dengan kata-kata dan perbuatan. Ajarkan anak untuk mengatakan salam
dan berterimakasih. Ungkapan “Aku sayang ibu,” atau ” Aku sayang ayah,”
menunjukkan rasa cinta. Cinta pada saudara atau teman dapat dilakukan dengan saling
berbagi dan saling menjaga.
4. Kenalkan anak dengan perbedaan
Setiap orang terlahir unik dan layak untuk dihargai. Perbedaan bisa terjadi karena
bentuk fisik, kepercayaan, dan keadaan keluarga. Perbedaan, tak jadi halangan untuk
berteman. Kondisi kesehatan seseorang juga tak bisa jadi alasan untuk tidak berteman.
Setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup dengan baik.
5. Kenalkan anak dengan arti pernikahan
Setiap orang bisa memilih pasangan untuk menikah atau dijodohkan. Lalu
ceritakan bagaimana Anda, orangtuanya, bisa menikah. Ini akan membangun
pemahaman dasar bahwa anak lahir setelah ada hubungan pernikahan antara ibu dan
ayah. Terangkan pada anak bahwa pernikahan bisa berakhir dengan perceraian, dan
perceraian akan mempengaruhi keluarga. Informasikan juga bahwa pernikahan yang
dipaksakan dan pernikahan yang melibatkan anak-anak itu ilegal.
b. Level II, anak usia 9-12 tahun
1. Peran dan tanggungjawab anggota keluarga
Di usia ini anak tak hanya tahu peran, namun juga tanggungjawab sebagai
anggota keluarga, misalnya kakak dan adik juga bertanggungjawab saling menjaga
selama bermain. Jika ada hal yang membahayakan, kakak atau adik harus segera
memberitahu ayah atau ibu.
2. Libatkan anak dalam mengambil keputusan
Komunikasi antar anggota keluarga penting dalam mengambil keputusan. Karena
dalam level ini anak sudah dikenalkan dengan tanggungjawab, tak ada salahnya
meminta pendapat mereka dalam musyawarah keluarga. Misalnya saat orangtua
berencana memisahkan kamar anak-anak. “Apakah kamar kakak dan adik sudah
saatnya dipisahkan? bagaimana menurut kalian?” Anak akan merasa dihargai dan lebih
percaya diri untuk mengungkapkan isi pikiran mereka.
3. Pertemanan yang sehat
Hubungan pertemanan bisa jadi sehat dan tidak sehat. Jika terjadi kekerasan
seperti memukul, mencaci atau membully, artinya hubungan pertemanan tidak sehat.
Melecehkan, mengucilkan dan memukul itu melukai hati seseorang. “Setiap orang
bertanggungjawab membela orang yang dilecehkan, dibully atau dikucilkan. Jika adik
atau kakak melihat ada teman yang dipukul atau diperas teman lain, segera beritahu
ayah,ibu atau guru di di sekolah”.
4. Pernikahan, menjadi orangtua dan tanggungjawabnya
Ini adalah dasar pendidikan seksual untuk anak. Orang dewasa yang telah
menikah menjadi orangtua karena kehamilan, adopsi atau cara lain untuk punya anak.
Jelaskan lebih detil apa itu hamil dan mengapa orang mengadopsi anak. Setiap orang
berhak memutuskan untuk menjadi orangtua, termasuk mereka yang difabel atau
sedang sakit. Setelah menjadi orangtua, orang dewasa harus bertanggung jawab
terhadap anak mereka, misalnya dengan memberi makan, pakaian, uang jajan dan
kasih sayang.
Pendidikan seks sebagai salah satu alternatif dalam menanggulangi degradasi moral
harusnya menjadi perhatian. Pendidikan seks tidak hanya menjadi wacana saja namun secara
substantif mampu diterapkan di dunia pendidikan, terutama pendidikan formal. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal mempunyai peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka disamping keluarga sebagai pusat pendidikan,
sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak
Pendidikan seks menjadi sebuah elemen yang sangat penting dalam pendidikan, terutama
di sekolah. Namun pada sekolah di Indonesia pendidikan seks belum masuk dalam sebuah
kurikulum tersendiri. Hanya sifatnya masih terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain seperti
dalam mata pelajaran penjaskes dan juga mata pelajaran PAI atau fikih di madrasah. Pada
penjaskes terdapat materi tentang kesehatan reproduksi seperti HIV/Aids dan penyakit-
penyakit kelamin, dalam PAI atau fikih terdapat materi haid, nifas, pernikahan dan lainya
4. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan
masalah berdasarkan pertimbangan bersama.
5. Dalam pendidikan seks metode diskusi menjadi salah satu metode yang relevan
digunakan. Dengan karakteristik seperti di atas, metode diskusi menjadi salah satu solusi
untuk memberikan pemahaman tentang pendidikan seks pada anak atau siswa. Karena
dalam metode diskusi anak atau siswa mempunyai kesempatan silang pendapat untuk
memecahkan permasalahan yang ditemukan.
Abduh, Muhammad dan Murfiah Dewi Wulandari. 2016. “ Model Pendidikan Seks
Pada Anak Sekolah Dasar Berbasis Teori Perkembangan Anak ”.
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/7832?show=full.
Diunduh 7 September 2019.
Awaliyah, Nissa. 2018. “ Karakteristik Anak Usia Sekolah ”.
http://eprints.ums.ac.id/65904/3/BAB%20II.pdf . Diunduh 7 September 2019
Syahni, Della. 2016. “Inilah Panduan Pendidikan Seksual Untuk
Anak Menurut UNICEF dan WHO”.
https://id.theasianparent.com/ini-panduan-pendidikan-
seksual-menurut-unicefdan-who . Diunduh 7 September
2019