PENDAHULUAN
1
penjelasan Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan bahwa ”Ekonomi diatur
oleh kerjasama berdasarkan prinsip gotong royong”.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha di
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?
b. Bagaimana kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dalam melakukan pengawasan?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kedudukan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha dalam ketatanageraan Indonesia
b. Untuk mengetahui kewenangan Komisi Pengawas Persaingan
Usaha berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat
1.4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat dipelajari lebih lanjut dalam rangka
pengembangan ilmu hukum mengenai eksistensi Komisi
Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Penelitian ini juga bermanfaat
untuk memberikan gambaran bagi perkembangan ilmu
hukum terutama Hukum Tata Negara dengan melihat
bagaimana kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dalam ketatanegaraan.
b. Manfaat praktis
Untuk memberikan gambaran bagaimanakah
seharusnya dan apa saja kewenangan yang dimiliki oleh
suatu lembaga negara, terlebih lagi lembaga yang
mengawasi persaingan usaha.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
yang bertujuan untuk menegakan hukum persaingan atau mengawasi
pelaksanaan UU ini yang disebut dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) seperti halnya United States Federal Trade Commision(US FTC) di
Amerika Serikat atau Bundeskartelamtdi Jerman.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan KPPU melalui Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 yang kemudian ditetapkan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tidak dapat dilepaskan dari konteks realitas
nasional yang membutuhkan akan adanya sebuah lembaga yang menjalankan
fungsi pengawasan terhadap kegiatan usaha yang memiliki kecenderungan untuk
melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Secara eksternal faktor
tekanan internasional terhadap Indonesia agar menerapkan hukum anti monopoli
guna menjamin iklim usaha yang kondusif juga ikut mendorong lahirnya
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.
2.3. Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Anggota KPPU minimum berjmlah 9 (Sembilan) orang, termasuk Ketua dan
Wakil Ketua yang merangkap sebagai anggota. Dalam pasal 31 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahunn 1999 dinyatakan bahwa “Komisi terdiri atas seseorang
Ketua merangkap anggota, seorangWakil Ketua merangkap anggota, dan
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota”. Dari kata “sekurang-kurangnya”,
diartikan jumlah anggotanya boleh lebih dari 7 (tujuh) orang. Atau sebaliknya,
paling sedikit beranggotakan 7 (tujuh) orang; dengan ditambahi Ketua dan Wakil
Ketua, keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha minimal atau paling
sedikit berjumlah 9 (Sembilan) orang. Ada yang mengatakan bahwa jumlah ini
cukup banyak.
Komisioner KPPU-RI periode 2018 – 2023 yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia:
1) Dr. M. Afif Hasbullah, S.H., M.Hum.
2) Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D.
3) Dinni Melanie, S.H., M.E.
4) Dr. Guntur Syahputra Saragih, M.S.M.
5) Harry Agustanto, S.H., M.H.
6) Kodrat Wibowo, S.E., Ph.D.
7) Kurnia Toha, S.H., LL. M., Ph.D.
8) Ukay Karyadi, S.E., M.E.
9) Yudi Hidayat, S.E., M.Si.
2.4. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
4
Selain menjalankan tugas utama mencegah terjadinya dan menindak
pelanggar Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam upaya
menegakan Undang-Undang No.5 Tahun 1999, KPPU juga menjalankan peran
penasihat kebijakan (policy advisory)terhadap kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi persaingan usaha. Upaya ini sangat diperlukan dan penting
mengingat penciptaan iklim persiangan sehat merupakan hal baru, baik bagi
pemerintah sendiri maupun pelaku usaha, konsumen, maupunmasyarakat secara
keseluruhan. Peran KPPU sebagai penasihat kebijakan sangat strategis dikaitkan
dengan upaya menciptakan persaingan usaha sehat, mengingat struktur ekonomi
di Indonesia yang saat ini masih dalam periode transisi. Transisi ini terjadi dari
struktur ekonomi monopoli, oligopoli, dan protektif menuju sistem ekonomi
yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua pelaku usaha.
2.5. Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam
Ketatanegaraan Indonesia
Dalam konteks ketatanegaraan, KPPU merupakan lembaga negara
komplementer (state auxiliary organ)yang mempunyai wewenang berdasarkan
UU No 5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha.
Secara sederhana state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk
diluar konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu pelaksanaan tugas
lembaga negara pokok (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) yang sering juga
disebut dengan lembaga independen semu negara (quasi). Peran sebuah lembaga
independen semu negara (quasi) menjadi penting sebagai upaya responsif bagi
negara-negara yang tengah transisi dari otoriterisme ke demokrasi.
Kedudukan KPPU dalam sistem ketatanegaraan Indonesia juga dapat dilihat
sebagai bagian demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan yang saat ini
cenderung mengalami pergeseran dari pola lama melalui tiga lembaga negara
utama seperti yang dikemukakan oleh Montesquieu. Keberadaan KPPU atau
lembaga-lembaga negara khusus lainnya juga dapat ditafsirkan sebagai bentuk
koreksi bagi penyelenggaraan kekuasaan oleh lembaga-lembaga negara
sebelumnya yang dinilai berjalan tidak efektif.
Selanjutnya, KPPU merupakan suatu organ khusus yang mempunyai tugas
ganda selain menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha juga berperan
untuk menciptakan dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif.
Meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya Hukum
5
Persaingan Usaha, namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan
usaha. Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik
pidana maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga
administrative karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan
administratif, sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif.
KPPU diberi status sebagai pengawas pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999.
Status hukumnya adalah sebagai lembaga yang independen yang terlepas dari
pengaruh dan kekuasaan Pemerintah dan pihak lain. Anggota KPPU diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR. Anggota KPPU dalam
menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden. Hal ini sejalan
dengan praktek di Amerika dimana FTC bertanggung jawab kepada Presiden.
Ketentuan ini wajar karena KPPU melaksanakan sebagian dari tugas tugas
pemerintah, sedangkan kekuasaan tertinggi pemerintahan ada dibawah Presiden.
Walaupun demikian, tidak berarti KPPU dalam menjalankan tugasnya dapat
tidak bebas dari campur tangan pemerintah. Independensi tetap dijaga dengan
keterlibatan DPR untuk turut serta menentukan dan mengontrol pengangkatan
dan pemberhentian anggota KPPU.
2.6. Tugas dan Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Pasal 35 UU No.5 Tahun 1999 menentukan bahwa tugas tugas KPPU terdiri
dari:
1) Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
3) Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha.
4) Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur
dalam Pasal 36.
5) Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6) Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No.5/1999
7) Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden
dan DPR.
6
Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, Pasal 36 UU No.5/1999
memberi wewenang kepada KPPU untuk:
1) Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
3) Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh
masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan komisi
4) sebagai hasil penelitiannya.
5) Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan UU No.5/1999.
7) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No.5/1999. Meminta
bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau
setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6 tersebut di atas yang tidak
bersedia memenuhi panggilan Komisi.
8) Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar
ketentuan UU No.5/1999.
9) Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain
untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.
10) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku
usaha lain atau masyarakat
11) Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
12) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan UU No.5/1999.
7
pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan
Negeri.
BAB III
METODE PENELITIAN
8
c) Data yang akan dikumpulkan oleh peneliti data yang
bersifat deskriptif. Profil organisasi dan data berbagai lainnya
dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran situasi dari
Perwakilan BPKP Provinsi Bengkulu
d) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama dari
pihak penulis dan pihak yang bersangkutan dalam
penyusunan penulisan ilmiahini.
Sedangkan metode yang digunakan dalam pendekatan
kualitatif, dan analisis deskriptif adalah jenis penyajian data
yang diperoleh dari hasil penelitian dengan memberikan
gambaran sesuai dengan kenyataan ataupun fakta-fakta yang
ada pada saat diadakan penelitian sesuai dengan pertanyaan
yang berkaitan dengan materi yang akan diteliti.
9
3) Peraturan Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan obyek
penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan-bahan ilmu hukum yang
memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap bahan-bahan hukum primer
yang meliputi:
1) buku-buku
2) jurnal, makalah, dan sebagainya
10