Anda di halaman 1dari 22

PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL DAN APLIKASINYA

DOSEN PENGAMPU :
ANDY HENRI, S.T., M.T

MODEL HIDROLOGI-HIDROLIKA

NAMA KELOMPOK :
DWIEGI SAFITRI FEBRIANI (1607123632)
INDAH AULIA RIZKY (1607111835)
NORIMA SABRINA (1607115900)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Pada kesempatan
ini penulis mengangkat tema tentang “Persamaan Diferensial Parsial dan
Aplikasinya”. Makalah ini diajaukan sebagai salah satu tugas mata kuliah model
hidrologi-hidrolika.
Dalam Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada bapak Andy Henri, S.T., M.T selaku dosen pengajar mata kuliah model
hidrologi-hidrolika dan kepada teman-teman S1 Teknik Sipil yang telah
memberikan kritik dan saran.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah tentang Persamaan
Differensial ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini
dimasa akan datang.

Pekanbaru, April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................4

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6

2.1 Persamaan Diferensial ....................................................................................6

2.2 Persamaan Diferensial Parsial ........................................................................7

2.3 Bentuk – Bentuk Persamaan Diferensial Parsial ............................................9

2.4 Aplikasi Persamaan Diferensial ...................................................................11

BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................13

3.1 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (1) ......................................13

3.2 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (2) ......................................15

3.3 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (3) ......................................19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Matematika berfungsi sebagai bahasa ilmu dengan lingkup universal sebab


dengan menggunakan matematika dapat dilakukan astraksi dari kenyataan-
kenytaan yang sangat rumit menjadi satu model sehingga dapat dicapai ketajaman
dalam memberikan deskripsi, mempermudah unuk mengadaan klasifikasi,
kalkulasi dan dengan komputasi matematika akan meningkatkan kemampuan
mengadakan evaluasi dan prediksi (Bumulo, 2003:1).
Persamaan diferensial adalah persamaaan matematika untuk fungsi satu
variabel atau lebih, yang menghubungkan nilai fungsi itu sendiri dan turunannya
dalam berbagai orde. Persamaan diferensial memegang peranan penting dalam
sebagai model matematika dalam bidang sains, rekayasa, fisika, ilmu ekonomi
dan berbagai macam disiplin ilmu.. Persamaan differensial adalah persamaan yang
mengandung satu atau beberapa turunan dari suatu fungsi yang tak diketahui.
Persamaan Diferensial dibedakan menjadi dua yaitu Persamaan Diferensial
Biasa (ordinary differential equation) dan Persamaan Diferensial Parsial (partial
differential equation). Persamaan Diferensial Biasa didefinisikan sebagai suatu
persamaan yang mengandung satu atau lebih turunan biasa suatu fungsi yang
tidak diketahui dengan dua atau lebih peubah bebas. Persamaan diferensial parsial
adalah persamaan diferensial dimana fungsi yang tidak diketahui adalah fungsi
dari banyak variabel bebas dan persamaan yang tidak diketahui adalah fungsi
variabel bebas dari persamaan tersebut juga melibatkan turunan parsial. Orde
persamaan didefinisikan seperti pada persamaan diferensial biasa, namun
klasifikasi lebih jauh ke dalam ellips, hiperbola dan parabola, terutama untuk
persamaan diferensial linear orde dua.
Penyelesaian persamaan differensial secara eksak adalah fungsi yang
memenuhi persamaan differensial tersebut dan juga memenuhi beberapa syarat
nilai awal fungsi tersebut. Penyelesaian persamaan differensial mempunya dua
cara yaitu dengan menggunakan metode analitis dan metode numerik. Metode
analitis disebut juga metode sejati karena memberikan solusi sejati atau solusi
sesungguhnya. Metode numerik memiliki pengertian sendiri yaitu teknik – teknik

4
yang digunakan untuk merumuskan masalah – masalah matematika agar dapat
diselesaikan dengan operasi artimatika biasa.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persamaan Diferensial


Persamaan differensial adalah suatu persamaan yang mengandung turunan
fungsi. Persamaan differensial dapat dibedakan menjadi dua macam yang
tergantung pada jumlah variabel bebas. Apabila persamaan tersebut hanya
terdapat satu variabel bebas, disebut persamaan differensial biasa. Sedangkan jika
terdapat dua atau lebih variabel bebas disebut persamaan differensial parsil.
Penyelesaian persamaan differensial adalah suatu fungsi yang memenuhi
persamaan differensial dan juga memenuhi kondsi awal yang diberikan pada
persamaan tersebut. Di dalam penyelesaian persamaan differensial secara analitis,
biasanya dicari penyelesaian umum yang mengandung konstanta sebarang dan
kemudian mengevaluasi konstanta tersebut sedemikian sehingga hasilnya sesuai
dengan kondisi awal. Metode penyelesaian persamaan differensial secara analitis
terbatas pada persamaan – persamaan dengan bentuk tertentu, dan biasanya hanya
untuk menyelesaikan persamaan linear dengan koefisien konstan. Ada banyak
teknik untuk memperoleh solusi persamaan differensial suatu fungsi dasar atau
fungsi khusu secara analitis, yaitu fungsi Legendre, fungsi Bessel dan fungsi
Gauss. Seringkali tidak semua persoalan praktis dapat diselesaikan menggunakan
metode klasik, ataupun memberikan solusi yang begitu sulit diperoleh untuk
dievealuasi. Sedangkan metode penyelesaian secara numerik tidak memiliki
batasan mengenai bentuk perssamaan differensial. Penyelesaian berupa tabel nilai
– nilai numerik dari fungsi untuk berbagai variabel bebas. Penyelesaian suatu
persamaan differensial dilakukan pada titik – titik yang ditentukan secara
berurutan. Untuk mendapatkan hasil yang lebih teliti maka jarak (interval) antara
titik – titik yang berurutan tersebut dibuat semakin kecil. Penyelesaian suatu
model matematika secara numerik memberikan hasil aproksimasi/pendekatan
yang berbeda dengan penyelesaian secara analitis. Adanya perbedaan inilah yang
sering disebut sebagai error (kesalahan). Hubungan antara nilai eksak, nilai
perkiraan dan error dapat dirumuskan sebagai berikut:
Nilai eksak = aproksimasi + error

6
Dengan menyusun kembali persamaan di atas, diperoleh definisi dari kesalahan
absolut (absolute error), yaitu :

Kesalahan absolut = nilai eksak – aproksimasi

Metode numerik mempunyai solusi persamaan diferensial yang dikenal


dengan dua metode yaitu metode satu langkah (One Step Method) dan metode
banyak langkah (Multi Step Method). Metode satu langkah ialah suatu metode
yang membutuhkan satu buah nilai taksiran sebelumnya yaitu (𝑥𝑟 ) untuk
menaksirkan nilai 𝑦(𝑥𝑟+1 ). Metode satu langkah diantaranya yaitu metode Euler
atau metode Euler-Cauchy, metode Heun (perbaikan metode Euler), metode
Taylor, dan metode Runge Kutta. Metode Runge Kutta dibagi menjadi empat
yakni metode Runge Kutta orde satu, metode Runge Kutta orde dua, metode
Runge Kutta orde tiga dan metode Runge Kutta orde empat. Metode banyak
langkah adalah suatu metode yang memerlukan beberapa taksiran nilai
sebelumnya yaitu diantaranya 𝑦(𝑥𝑟 ), 𝑦(𝑥𝑟−1 ) 𝑦(𝑥𝑟−2 ), … untuk menentukan
nilai perkiraan 𝑦(𝑥𝑟+1 ). Metode banyak langkah diantaranya adalah metode
Adams Bashforth Moulton, metode Milne-Simpson, dan metode Hamming
(Salusu, 2008).
.
2.2 Persamaan Diferensial Parsial

Persamaan diferensial parsial adalah suatu persamaan yang mengandung


satu atau lebih turunan parsial suatu fungsi (yang tidak diketahui) dengan dua atau
lebih peubah bebas. Tingkat (order) persamaan diferensial parsial adalah pangkat
tertinggi dari turunan yang termuat dalam persamaan diferensial parsial. Dan
derajat (degree) persamaan diferensial parsial adalah pangkat tertinggi dari
turunan tingkat tertinggi yang termuat dalam persamaan diferensial parsial.
Persamaan diferensial parsial linier adalah suatu bentuk persamaan diferensial
parsial yang berderajat satu dalam peubah tak bebasnya dan turunan parsialnya
(Hutahean, 1993).

Beberapa persamaan diferensial parsial linier orde-2 yang penting.

7
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan laju perubahan terhadap
dua atau lebih variabel bebas biasanya adalah waktu dan jarak (ruang). Bentuk
umum persamaan diferensial parsial order 2 dan dua dimensi adalah :

𝜕 2𝜑 𝜕 2𝜑 𝜕 2𝜑 𝜕𝜑 𝜕𝜑
𝑎 + 𝑏 + 𝑐 + 𝑑 + 𝑒 + 𝑓𝜑 + 𝑔 = 0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑥𝜕𝑦 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦

dengan a,b, c, d, e, f dan g bisa merupakan fungsi variabel x dan y dan varibel
tidak bebas 𝜑. Persamaan diferensial parsial dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:
1. Persamaan Ellips jika : b2 – 4ac < 0
2. Persamaan Parabola jika : b2 – 4ac = 0
3. Persamaan Hiperbola jika : b2 – 4ac > 0

Persamaan parabola biasanya merupakan persamaan yang tergantung pada


waktu (tidak permanen). Penyelesaian persamaan tersebut memerlukan kondisi
awal dan batas. Persamaan ellips biasanya berhubungan dengan masalah
keseimbangan atau kondisi permanen (tidak tergantung waktu), dan
penyelesaiannya memerlukan kondisi batas di sekeliling daerah tinjauan.
Persamaan hiperbola biasanya berhubungan dengan getaran, atau permasalahan
dimana terjadi ketidak-kontinyuan (discontinue) dalam waktu, seperti gelembang
kejut yang terjadi ketidak-kontinyuan dalam kecepatan, tekanan dan rapat massa.

8
Penyelesaian dari persamaan hiperbola mirip dengan penyelesaian persamaan
parabola, yang menghitung nilai φ untuk nilai x dan t.
Syarat batas adalah syarat-syarat tertentu atau kondisi-kondisi tertentu
yang terlibat dalam persamaan diferensial parsial untuk membantu mencari solusi
persamaan diferensial parsial tersebut. Ada tiga kemungkinan, yaitu interval
terbatas, interval setengah terbatas, dan interval tak terbatas. Untuk interval
terbatas, besarnya interval I adalah sehingga mempunyai dua syarat batas yaitu
pada x< L <0 x=0 dan x = L . Untuk interval setengah tak terbatas, besarnya I
adalah 0 < x < ∞ biasa ditulis x > 0 , syarat batasnya hanya pada 0=x . Dan untuk
interval tak terbatas, besarnya interval I adalah -∞< x <∞ sehingga tidak punya
syarat batas. Bentuk persamaan syarat batas diberikan dengan,

dimana β, α , adalah suatu konstanta dan didefinisikan sebagai grad

Terdapat tiga jenis syarat batas yaitu:

(a) persamaan (13) disebut dengan kondisi Dirichlet jika α ≠ 0 dan β=0;
(b) persamaan (13) disebut dengan kondisi Neumann jika α = 0 dan β ≠ 0;
(c) persamaan (13) disebut dengan kondisi campuran jika α ≠ 0 dan β ≠ 0
(Pinsky, 1998).

2.3 Bentuk – Bentuk Persamaan Diferensial Parsial


Berikut ini diberikan beberapa bentuk persamaan diferensial parsial, yaitu :
1. Persamaan Ellips
Persamaan ellips biasanya berhubungan dengan masalah-masalah
keseimbangan atau aliran permanen, seperti aliran air tanag di bawah bendungan
dan karena adanya pemompaan, defleksi plat karena adanya pembebanan, dan
sebagainya.

9
Persamaan yang termasuk dalam tipe ini adalah persamaan poisson :
𝜕 2𝜑 𝜕 2𝜑
+ +𝑔=0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2

dan persamaan laplace :


𝜕 2𝜑 𝜕 2𝜑
+ =0
𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2

2. Persamaan Parabola
Persamaan yang mengandung waktu sebagai variabel bebas biasanya
termasuk dalam persamaan parabola. Persamaan parabola yang paling sederhana
adalah perambatan panas dan difusi polutan, yang mempunyai bentuk:
𝜕𝑇 𝜕 2𝑇
=𝐾
𝜕𝑡 𝜕 𝑥2

Dalam Perambatan panas, dengan:


T = Temperatur
K = Koefisian Kondutivitas
t = Waktu
x = Jarak

Dalam persamaan difusi turbulen, dengan :


T = Konsentrasi Polutan
K = Koefisien difusi turbulen

Penyelesaian dari persamaan tersebut adalah mencari temperatur T atau konsetrasi


polutan di lokasi (titik) x setiap waktu t.

3. Persamaan Hiperbola
Persamaan hiperbola yang paling sederhana adalah persamaan gelombang
yang mempunyai bentuk berikut :
𝜕 2𝑦 2
𝜕 2𝑦
=𝐶
𝜕𝑡 2 𝜕𝑥 2

10
Dengan :
y = Perpindahan vertikal (fluktuasi)
x = Jarak dari ujung tali yang bergetar
L = Panjang
t = Waktu
Nilai y pada ujung-ujung tali biasanya diketahui untuk semua waktu
(kondisi batas) dan betuk serta kecepatan tali diketahui pada waktu nol (kondisi
awal), maka penyelesaian persamaan adalah serupa dengan penyelesaian pada
persamaan parabola; yaitu menghitung y pada x dan t tertentu.

2.4 Aplikasi Persamaan Diferensial

Bidang kajian persamaan differensial (PD) tidak hanya merupakan salah


satu bagian dalam matematika, namun juga merupakan alat yang penting untuk
memodelkan berbagai fenomena dan masalah dalam bidang ilmu – ilmu fisika,
kimia, biologi, ekonomi, dan teknik. Sebagai contoh, masalah – masalah sistem
massa pegas, rangkaian induktansi, resistor – kapasitor, pemuaian lempeng logam,
reaksi kimia, ayunan pendulum, gerak putar massa mengitar benda lain, dan
masalah lain yang dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan differensial.
Masalah predator – mangsa merupakan suatu contoh klasik masalah differensaial.
Salah satu contoh penelitian yang mengaitkan persamaan diferensial dan
metode numerik dalam kehidupan sehari-hari yaitu penggunaan metode Runge-
Kutta yang digunakan sebagai alat bantu untuk perhitungan metode numerik dan
juga aplikasi computer. N. Anggriani, A.K Supriatna dan Widudung
mengembangkan software vaksinasi optimal penyakit menular menggunakan
metode Runge-Kutta. Banyak aplikasi persamaan – persamaan differensial yang
diselesaikan menggunakan metode Runge- Kutta, seperti penyelesaian persamaan
suspensi mobi, rangkaian listrik dan gerak pendulum.
Sheikhani, dkk (2011) melakukan penelitian dengan judul Solution to
system of pastial fraction differential equations using the fraction exponential
operator, dimana dari penelitian tersebut disimpulkan operator pecahan
eksponensial dapat menentukan solusi dari sistem persamaan diferensial pecahan
parsial. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Oktaviani, dkk (2014) dimana

11
meneliti tentang aplikasi metode numerik yakni penyelesaian numerik sistem
persamaan diferensial non linear dengan metode Heun pada model Lotka-Voltera,
dari penelitian tersebut disimpulkan penyelesaian numerik dengan metode Heun
pada sistem persamaan diferensial non linear model 3 Lotka-Voltera dengan
faktor penghambat pertumbuhan populasi mangsa dan pemangsa mengalami
empat kondisi yang akan berulang membentuk suatu isolasi mangsa-pemangsa

12
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (1)


Analisis Persamaan Navier-Stokes 2D Untuk Model Gelombang Perairan
Dangkal Dengan Masalah Nilai Awal Dan Masalah Nilai Batas
1. Solusi Persamaan Diferensial Parsial Pada Persamaan Gelombang DImesi Satu
dengan Kondisi Dirichlet

Dipunyai persamaan gelombang 𝑢𝑡𝑡 = 𝑐 2 𝑢𝑥𝑥


Dalam kondisi Dririchlet u(0,t) = 0 = u(l,t), dengan kondisi awal u(x,0) = ∅ (𝑥)
dan 𝑢1 (x,0) = ψ(x), 0 < x < L.

Penyelesaian:
Misalkan solusi persamaan gelombang di atas adalah
U(x,t) = X(x). T(t)
Diperoleh ux = X’(x) T(t) dan u1 = X(x) T’(t)
Uxx = X’’(x) T(t) u2 = X(x) T’(t)
𝑋′′ 𝑇"
Diperoleh Utt = c2 uxx ↔ X(x) T’(t) = c2 X’’(x) T(t) ↔ 𝑋
= 𝐶′𝑇
𝑇" 𝑋"
Tulis = = -λ (dengan λ = β2 , β > 0
𝑐 2𝑇 𝑋
𝑇" 𝑋"
Dari persamaan = = -λ ada dua persamaan diferensial biasa X(x) dan
𝑐 2𝑇 𝑋
T(t) yaitu:
𝑋"
1. − 𝑋 = λ ↔ X” + λX = 0
𝑇"
2. − 𝑐 2 𝑇 = λ ↔ T” + c2 λT = 0

Berdasarkan landasan teori teori 2.2.7 diperoleh solusi persamaan differensial


biasa homongen yaitu:
1. X(t) = C cos βx + D sin βx
2. T(t) = A cos βx + B sin cβt (A,B,C, D konstan)

13
Dari kondisi Dirichlet u(0,t) = 0 = u(l,t)
Diperoleh u(0,t) = 0
↔ X(0) = 0
↔ C cos 0 + D sin 0 = 0
↔C+0=0
↔C=0
Dan u(l,t) = 0
↔ X(l) = 0
↔ C cos βl + D sin βl = 0
↔ 0 + D sin βl = 0
↔ D sin βl = 0
Dari persamaan di atas D ≠ 0, sehingga sin βl = 0
↔ βl = nπ

↔ βl =
𝑙

nC 2
Dari persamaan (4.2) diperoleh λn = ( )
𝑙

Sehingga Xn (x) = sin x, (n= 1,2,3 ….) karena β > 0
𝑙
nπ c nπ nπ
Jadi un (x,t) = (An cos 𝑡 t + Bn sin t)sin 𝑥 = 1,2,3..
𝑙 𝑙 𝑙

Jadi solusi umum dari persamaan gelombang dalam kondisi Drichlet adalah

u ( x,t) =∑∞ ∞
𝑛=1 𝑢𝑛 (𝑥, 𝑡) = ∑𝑛=1(𝐴𝑛 cos 0 + 𝐵𝑛 sin 0)sin x = ø(x)
𝑙

Dari kondisi awal u(x,0) = ø(x)

Dengan konversi deret Fourier Sinus untuk ø(x) diperoleh



Ut (x,t) = ø(x) ↔ ∑∞
𝑛=1(𝐴𝑛 cos 0 + 𝐵𝑛 sin 0)sin x = ø(x)
𝑙
𝑛π
↔ ∑∞
𝑛=1 𝐴𝑛 sin x = ø(x) (4.3)
𝑙

Dengan konversi deret fourier Sinus untuk ø(x) diperoleh


2 1 𝑛𝜋
An = 𝑙 ∫0 ∅(𝑥) sin 𝑙

Dari persamaan diturunkan terhadap t diperoleh


𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋
Ut (x,t) = ∑∞
𝑛=1 (−𝐴𝑛 sin 0 + 𝐵𝑛 𝑐𝑜𝑠 𝑡) sin 𝑥
𝑙 𝑙 𝑙 𝑙

14
Dari kondisi awal ut ,(x,0) = ψ(x)
𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋
ut ,(x,0) = ψ(x) ↔ (−𝐴𝑛 sin 0 + 𝐵𝑛 cos 0) sin 𝑥= ψ(x)
𝑙 𝑙 𝑙
𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋
↔ (−𝐴𝑛 . 0 + 𝐵𝑛 . 1) sin 𝑥= ψ(x)
𝑙 𝑙 𝑙
𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋
↔ ∑∞
𝑛=1 𝐵𝑛 sin 𝑥 = ψ(x)
𝑙 𝑙

Dengan konversi deret Fourier Sinus untuk ψ(x) diperoleh


2 1 𝑛𝜋
Bn = 𝑛𝜋𝑐 ∫0 ψ(x)𝑠𝑖𝑛 𝑥
𝑙

Jadi solusi persamaa gelombang dimensi satu dengan kondisi Dirichlet adalah
𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋𝑐 𝑛𝜋
U(x,t) = ∑∞
𝑛=1 (−𝐴𝑛 sin 0 + 𝐵𝑛 𝑐𝑜𝑠 𝑡) sin 𝑥
𝑙 𝑙 𝑙 𝑙

Dengan konversi deret fourier


2 1 𝑛𝜋
An = 𝑙 ∫0 ∅(x)𝑠𝑖𝑛 𝑥
𝑙

2 1 𝑛𝜋
Bn = 𝑛𝜋𝑐 ∫0 ψ(x)𝑠𝑖𝑛 𝑥
𝑙

3.2 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (2)


Dipandang suatu tali dengan panjang L yang terikat pada kedua ujungnya
di x = 0 dan x = L. Tegangan tali adalah T dan berat per satuan panjang tali adalah
W. Jika tali mendapat simpangan (ditarik dalam arah tegak lurus panjang tali) dan
kemudian dilepaskan, maka tali akan bergetar. Simpangan y dari setiap titk
tergantung pada x dan t. Persamaan untuk menggambarkan getaran tali :
𝜕 2 𝑦 𝑇𝑔 𝜕 2 𝑦
=
𝜕𝑡 2 𝑊 𝜕𝑥 2
Persamaan gelombang satu dimensi memerlukan kondisi awal dan batas sebagai
berikut :
Y(x,t = 0) = F(x) untuk 0 ≤ x ≤ L

𝜕𝑦
[ 𝜕𝑡 ]x,t=0 = G(x)

15
Gambar 3.1 Skema Eksplisit Penyelesaian Persamaan Hiperbola

Penyelesaian dengan skema eksplisit, maka turunan kedua dari


simpangan y terhadap waktu t dan ruang x, sebagai berikut

𝜕 2 𝑇(𝑥, 𝑡) 𝑇𝑖 𝑛+1 + 2𝑇𝑖 𝑛 + 𝑇𝑖 𝑛−1


=
𝜕𝑡 2 ∆𝑡 2

𝜕 2 𝑇(𝑥, 𝑡) 𝑇𝑖 𝑛+1 + 2𝑇𝑖 𝑛 + 𝑇𝑖 𝑛−1


=
𝜕𝑥 2 ∆𝑥 2

Subtitusi bentuk diferensial yang diatas tersebut menjadi,

𝑦𝑖 𝑛+1 + 2𝑦𝑖 𝑛 + 𝑦𝑖 𝑛−1 𝑇𝑔 𝑦𝑖 𝑛+1 + 2𝑦𝑖 𝑛 + 𝑦𝑖 𝑛−1


=
∆𝑡 2 𝑊 ∆𝑥 2
Untuk mendapatkan simpangan tali pada akhir dari interval waktu, maka
persamaan ditulis,
𝑇𝑔(∆𝑡 2 ) 𝑛 𝑛 𝑛−1
𝑇𝑔(∆𝑡 2 ) 𝑛
𝑦𝑖 = (𝑦 + 𝑦𝑖−1 ) − 𝑦𝑖 + 2(1 − )𝑦
𝑊(∆𝑥 2 ) 𝑖+1 𝑊(∆𝑥 2 ) 𝑖
𝑇𝑔(∆𝑡 2 )
Untuk memudahkan penyelsaian dianggap nilai = 1, sehingga di peroleh :
𝑊(∆𝑥 2 )

𝑦𝑖 𝑛+1 = 𝑦𝑖+1 𝑛 + 𝑦𝑖−1 𝑛 − 𝑦𝑖 𝑛−1

16
Dan
∆𝑥
∆𝑡 =
𝑇𝑔

𝑊

Jika persamaan 𝑦𝑖 𝑛+1 = 𝑦𝑖+1 𝑛 + 𝑦𝑖−1 𝑛 − 𝑦𝑖 𝑛−1 , n = 0, maka

𝑦𝑖 1 = 𝑦𝑖+1 0 + 𝑦𝑖−1 0 − 𝑦𝑖 −1

Untuk menghitung simpangan tali pada waktu ke t = ∆t =t1 diperlukan


nilai simpangan ke t = t0 = 0 (kondisi awal) dan t = t-1. Nilai simpangan pada
waktu t = t-1 (yaitu yi-1) adalah nilai sebelum hitungan dimulai, dengan
menggunakan skema diferesnial terpusat menjadi :
𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝑦𝑖 1 −𝑦𝑖 −1
[ 𝜕𝑡 ]x,t=0 = (𝑥𝑖 , 0) =
𝜕𝑡 2∆𝑡

𝑦𝑖 −1 = 𝑦𝑖 1 − 2𝐺(𝑥𝑖 )∆𝑡

𝑦𝑖 1 = 𝑦𝑖+1 0 + 𝑦𝑖−1 0 − 𝑦𝑖 −1 + 2𝐺(𝑥𝑖 )∆𝑡

1
𝑦𝑖 1 = (𝑦 0 + 𝑦𝑖−1 0 ) + 𝐺(𝑥𝑖 )∆𝑡
2 𝑖+1
Pada awal hitungan, ketika tali baru saja dilepas dari posisi simpangan awal,
maka kecepatan awal disemua titik adalah nol,

𝜕𝑦
[ 𝜕𝑡 ]x,t=0 = G(x) = 0

Jadi rumusnya,
1
𝑦𝑖 1 = (𝑦 0 + 𝑦𝑖−1 0 )
2 𝑖+1

Suatu tali gitar dengan panjang 80 cm dan berat 1,0 gram. Tali tersebut
direntangkan dengan gaya tegangan 40.000 gram. Pada titik yang berjarak 20 cm
dari salah satu ujungnya ditarik dengan simpangan 0,6 cm dari posisi setimbang

17
dan kemudian dilepaskan. Hitung simpangan pada titik-titik sepanjang tali sebagai
fungsi waktu.
Panjang tali dibagi 8 pias sepanjang x= 10 cm. Kondisi awal adlah
simpangan y sepanjang tali yang linier terhadap x dari y = 0 di x = 0 sampai y =
0,6 di x = 0,20 dan juga linier sampai x = 80 cm. Langkah waktu yang diberikan
oleh :
𝑇𝑔(∆𝑡 2 ) (40.000)𝑥(980)(∆𝑡 2 )
= 1 = 1,0
𝑊(∆𝑥 2 ) ( )(102 )
80

Sehingga ∆𝑡 = 0,000179 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Langkah pertama, untuk menghitung simpangan 𝑦𝑖 1 dari i = 2 sampai 8, diperoleh


1
𝑦21 = (𝑦3 0 + 𝑦1 0 ) = 0,5(0,6 + 0) = 0,3
2
1
𝑦31 = (𝑦4 0 + 𝑦2 0 ) = 0,5(0,5 + 0,3) = 0,4
2
1
𝑦41 = (𝑦5 0 + 𝑦3 0 ) = 0,5(0,4 + 0,6) = 0,5
2
1
𝑦51 = (𝑦6 0 + 𝑦4 0 ) = 0,5(0,3 + 0,5) = 0,4
2
1
𝑦61 = (𝑦7 0 + 𝑦5 0 ) = 0,5(0,2 + 0,4) = 0,3
2
1
𝑦71 = (𝑦8 0 + 𝑦6 0 ) = 0,5(0,1 + 0,3) = 0,2
2
1
𝑦81 = (𝑦9 0 + 𝑦7 0 ) = 0,5(0,0 + 0,2) = 0,1
2
Untuk langkah hitungan n =1 maka,
𝑦2 2 = 𝑦31 + 𝑦11 − 𝑦2 0 = 0,4 + 0,0 − 0,3 = 0,1
𝑦3 2 = 𝑦41 + 𝑦21 − 𝑦3 0 = 0,5 + 0,3 − 0,6 = 0,2
𝑦4 2 = 𝑦51 + 𝑦31 − 𝑦4 0 = 0,4 + 0,4 − 0,5 = 0,3
𝑦5 2 = 𝑦61 + 𝑦41 − 𝑦5 0 = 0,3 + 0,5 − 0,4 = 0,4
𝑦6 2 = 𝑦71 + 𝑦51 − 𝑦6 0 = 0,2 + 0,4 − 0,3 = 0,3
𝑦7 2 = 𝑦81 + 𝑦61 − 𝑦7 0 = 0,1 + 0,3 − 0,2 = 0,2
𝑦8 2 = 𝑦91 + 𝑦71 − 𝑦8 0 = 0,0 + 0,2 − 0,1 = 0,1

18
Tabel 3.1 Hasil Hitungan Penyelesaian Persamaan Hiperbola

3.3 Contoh Aplikasi Dan Penyelesaian Persamaan (3)

a. Metode Beda Hingga


2𝑡 2𝑡
𝑥"(𝑡) = 1+𝑡 2 𝑥 − 1+𝑡 2 𝑥 + 1 pada interval [0,4]

Syarat batas : x(0) = 1,25 dan x(4) = -0,95


Nilai h : h1 = 0,2 , h2 = 0,1 ,h3 = 0,0025

Penyelesaian :

Solusi persamaan differensial secara analitis :

1
𝑥(𝑡) = 1,25 + 0,4860896526𝑡 − 2,25𝑡 2 + 2𝑡 arctan(𝑡) − ln(1 + 𝑡 2 )
2
1 2 2
− 𝑡 ln(1 + 𝑡 )
2

19
Tabel 3.2 Pendekatan Numerik untuk Nilai H

Gambar 3.2 Grafik Solusi Numerik untuk Persamaan Diferensial

20
DAFTAR PUSTAKA

Harini, M. A. (2005). Transformasi Laplace Dari Masalah Nilai Batas. Skripsi,


15-17.
Kurniati, N. (2009, April 13). makalah-persamaan-diferensial. Diambil kembali
dari wordpress.com: https://noprianikurniati.wordpress.com/makalah-
persamaan-diferensial/
Kusuma, J., & Abdillah. (2010, Juli). e-Journal Universitas Hasanuddin. Dipetik
14 April, 2019, dari journal.unhas.ac.id:
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=820845&val=2
164&title=Solusi%20Numerik%20Persamaan%20Diferensial%20Biasa%
20Dengan%20Metode%20Adams-Bashforth-Moulton%20Orde%20Lima
Riziana, D. F. (2008). Solusi Analitik dan Solusi Numerik Persamaan Difusi
Konveksi. Skripsi, 1-2.
Sahid. (2004-2012). Staff Site Universitas Negeri Yogyakarta. Dipetik April 14,
2019, dari staff.uny.ac.id:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131930136/KomputasiNumerikBab
7.pdf
Sangadji. (2008, July 8). Research & Technology Transfer Binus University.
Dipetik April 14, 2019, dari http://research-dashboard.binus.ac.id:
http://research-
dashboard.binus.ac.id/uploads/paper/document/publication/Journal/MatsT
at/Vol.%2008%20No.%202%20Juli%202008/04_Sangadji_Beda%20Hing
ga.pdf
Susanto, I. (2011). Deret Fourier, Konsep Dan Terapannya Pada Persamaan
Gelombang Satu Dimensi. Skripsi, 31-34.
Triatmodjo, B. (2002). Metode Numerik Dengan Program Komputer. Yogyakarta:
Beta Offset.
USU Institutional Repository. (t.thn.). Dipetik April 14, 2019, dari
repository.usu.ac.id:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/28377/Chapter%20
Ipdf;jsessionid=3F70A1904444A3B50F18A5A76154DFED?sequence=5

21
Yahba, F. (t.thn.). UMM Institutional Repository. Dipetik April 14, 2019, dari
eprints.umm.ac.id: http://eprints.umm.ac.id/22957/2/jiptummpp-gdl-
fahmiyahba-39598-2-bab1.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai