Anda di halaman 1dari 6

BAB 4

PEMBAHASAN

Berdasarkan teori-teori keperawatan di BAB 2 laporan ini dan dalam


melakukan asuhan keperawatan pada An. R dengan kasus CKS + Edema Cerebral
di ruang IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang terdapat pada BAB
3, maka ada beberapa hal yang menjadi persamaan yaitu:

4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian pada An. R dengan kasus CKS + Edema Cerebral
di ruang IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 7 September
2019 terdapat keluhan utama klien mengatakan “Nyeri di bagian kepala”. Secara
umum tidak jauh berbeda dengan teori, karena pada teori ini dijelaskan tanda dan
gejala yang terdapat pada seorang yang mengalami cedera kepala seperi hilangnya
kesadaran, kebingungan, iritabel, mual muntah, terdapat hematoma, kecemasan,
pusing, sakit kepala, dan sukar untuk di bangunkan. Dalam faktor penunjang
untuk mendapatkan data keluarga klien cukup kooperatif dalam memberikan
informasi maupun data-data yang diperlukan.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa yang diangkat oleh penulis dalam
asuhan keperawatan pada An. R dengan kasus CKS + Edema Cerebral di ruang
IGD yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d kerusakan jaringan otak d.d Pasien
tampak gelisah, GCS = 13 : Eye 3, Motorik 6, Verbal 4, Kesadaran Apatis,
Refleks pupil: + (kanan dan kiri), Diameter pupil: 2 (kanan dan kiri), Pupil
isokorTTV :TD : 120/80 mmHgN : 98x/ MenitSuhu : 36,30CRR : 28x/menit
Hasil CT Scan Kepala: Kesan ventrikel menyempit ( bagian hitam kecil di
tengah ro)
2. Pola nafas tidak efektif b.dkerusakan autoregulasi pernafasan d.d Pasien
tampak gelisah, Tampak retraksi dinding dada, Cuping hidung (+), RR : 28
x/m, Pasien tampak terpasang O2 nasal canul 4 lpmTTV :TD : 120/80 mmHN :
98x/ MenitSuhu : 36,30CRR : 28x/menit.

40
3. Nyeri akut b.d peningkatan TIK d.d Pasien mengatakan nyeri dibagian kepala
kirinya karena diakibatkan jatuh dari pohon , Nyeriseperti tertusuk-tusuk,Nyeri
dirasakan pada daerah kepala sebelah kiri , skala nyeri didapatkan pada skala 6
(nyeri sedang), nyeri dapat timbul ketika digerakan dengan lama waktu + 5
menit.
4. Kerusakan integritas kulit b.d Laserasi kulit kepala dan pembuluh darah
hematoma eksorasiditandai dengan Tampak luka terbuka di kepala sebelah kiri
panjang 3 cm lebar 4 cm dengan kedalaman luka 2 cm
Faktor pendukung dalam perumusan diagnosa keperawatan adalah
terkumpulnya data-data masalah keperawatan dari klien dan keluarga, tersedianya
catatan keperawatan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan klien.
Sedangkan faktor penghambat dalam perumusan diagnosa keperawatan yaitu
kurangnya data-data objektif yang muncul pada klien atau yang dapat digali oleh
penulis.

4.3 Intervensi Keperawatan

Penentuan prioritas masalah dalam kasus ini disesuaikan menurut Hirarki


Maslow yaitu kebutuhan dasar dan keadaan yang mengancam keselamatan klien.
Jika dilihat dari studi kasus dan teori yang ada, maka diagnosa utama yang
diangkat adalah: Gangguan perfusi jaringan cerebral b.d kerusakan jaringan otak
d.d Pasien tampak gelisah, GCS = 13 : Eye 3, Motorik 6, Verbal 4, Kesadaran
Apatis, Refleks pupil: + (kanan dan kiri), Diameter pupil: 2 (kanan dan kiri),
Pupil isokorTTV :TD : 120/80 mmHgN : 98x/ MenitSuhu : 36,30CRR : 28x/menit
Hasil CT Scan Kepala: Kesan ventrikel menyempit ( bagian hitam kecil di tengah
ro).

Intervensi pada diagnosa pertama adalah pantau /catat status neurologis


secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS, pantau input dan output,
turgor kulit dan membran mukosa, pertahankan posisi kepala yang sejajar dan
tidak menekan, turunkan stimulus eksternal dan berikan kenyamanan seperti
lingkungan yang tenang dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-
obatan sesuai indikasi.
Apabila intervensi ini tidak dilakukan dapat menyebabkan komplikasi lain yang
dapat mengancam keselamatan pasien.
Intervensi pada diagnosa kedua observasi TTV klien, observasi skala nyeri
klien, lakukan menajemen nyeri seperti latihan napas dalam, distraksi dada,
jelaskan tentang nyeri klien, kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik.
Intervensi pada diagnosa ketiga adalah observasi TTV klien, berikan posisi
semi fowler, ajarkan teknik nafas dalam rileksasi dan distraksi, kolaborasi dalam
pemberian oksigenasi.
Intervensi pada diagnose yang keempat adalah kaji kulit dan identifikasi
pada tahap perkembangan luka, kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan
tipe cairan luka, berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan
kasa kering dan steril, gunakan plester kertas dan bidai, kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
Berdasarkan teori, rencana tindakan keperawatan secara teoritis dirumuskan
berdasarkan prioritas utama dimana terdapat rencana tindakan yang dilakukan
secara mandiri dan kolaboratif. Rumusan intervensi keperawatan yaitu ONEK:
Observasi, Nursing terapi, Edukasi dan Kolaborasi).
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dalam membuat/menyusun
intervensi keperawatan mengikuti rumusan intervensi sesuai dengan teori yang
ada yaitu ONEK (observasi, nursing terapi/tindakan mandiri, edukasi, dan
kolaborasi), hanya untuk diagnosa yang ketiga tidak menggunakan rumusan
ONEK. Hal itu menurut penulis karena sambil disesuaikan dengan keadaan dan
kesesuaian rumusan tersebut dengan diagnosa yang diangkat. Untuk diagnosa
keperawatan gangguan perfusi jaringan scerebral menurut penulis rumusan yang
akan muncul hanya edukasi dan mungkin juga kolaborasi (dengan keluarga atau
tim kesehatan lain).
Faktor pendukung dalam menentukan perencanaan keperawatan adalah
adanya sumber referensi yang mendukung untuk membahas tentang perencanaan
dari diagnosa keperawatan yang ada. Faktor penghambat dalam perencanaan
keperawatan yaitu kurangnya ketelitian dan kekritisan penulis dalam menyusun
rencana keperawatan yang akan dilakukan serta dalam menyusun tujuan dan
kriteria hasil, kesulitan dari penulis dalam memilih perencanaan yang tepat dan
yang sesuai dengan kondisi dan keadaan klien.

4.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi pada asuhan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana
intervensi yang telah dibuat sebelumnya. Pada diagnosa pertama implementasi
yang dapat dilakukan adalah mempertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak
menekan, memantau dan mencatat status neurologis secara teratur serta
membandingkan dengan nilai standar GCS, memantau input dan output per 6 jam,
turgor kulit dan membran mukosa. Apabila implementasi ini tidak dilakukan
dapat menyebabkan komplikasi lain yang dapat mengancam keselamatan pasien.
Diagnosa kedua implementasi yang dapat dilakukan adalah mengobservasi
TTV klien, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan tekhnik nafas dalam
rileksasi dan distraksi, berolaborasi dalam pemberian oksigenasi, memasang 4
lpm o2 nasal canul.
Diagnosa ketiga implementasi yang dapat dilakukan adalah Mengobservasi
keadaan umum klien yaitu klien tampak meringis, klien tampak lemah, tampak
cukup bersih, cukup rapi, terpasang infus Nacl 0,9% ditangan kiri, terpasang
O2nasal kanul, dan monitor vital sign. Tanda-tanda vital dengan hasil Tekanan
Darah 120/90 mmHg, Nadi 67x/m, Suhu 36,oC, Respirasi 24x/m, Mengkaji
tingkat nyeri yaitu skala nyeri 3(nyeri sedang), Melakukan manajemen nyeri yaitu
mengajarkan latihan napas dalam, distraksi dan relaksasi, Mengatur posisi
senyaman mungkin yaitu posisi berbaring 15 derajat, Memberikan penjelasan
tentang nyeri, Berkolaborasi dalam pemberian analgetik Ketorolack 10 mg per IV.
Diagnosa keempat implementasi yang dapat dilakukan adalah Mengkaji
kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka, Mengkaji lokasi, ukuran,
warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka yaitu lokasi pada kaki kanan uk luka
panjang 4 cm lebar 3 cm kedalam 2 cm, warna kemerahan, Memberikan
perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
Berkolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Berdasarkan teori, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012: 53). Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain
melaksanakannya secara mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan
lainnya. Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent
(bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli
gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja
sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter) (Zaidin, 2003: 84).
Teori yang ada dan fakta yang terjadi di lapangan terdapat perbedaan, yaitu
tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana yang telah disusun dan
hanya beberapa rencana yang dapat dilakukan. Hal ini disebabkan adanya
penyesuaian antara rencana yang disusun dan tindakan keperawatan dengan
keadaan klien, faktor pendukung dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
kebijakan atau peraturan yang ada di rumah sakit memberikan kesempatan kepada
mahasiswa untuk melakukan tindakan keperawatan, dan adanya kerja sama antara
perawat dengan klien dan keluarga dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
ketidakmampuan klien dalam melaksanakan tindakan yang sifatnya aktif,
kesulitan saat berkomunikasi dengan klien, kurangnya waktu dalam melakukan
tindakan, tidak sesuainya intervensi dengan keadaan klien.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi. (Patricia A. Potter, 2005). Pada
kasus, evaluasi keperawatan dilakukan pada hari yang sama dengan implementasi
keperawatan. Evaluasi dari tindakan yang telah diberikan pada An. R berdasarkan
dari intervensi.
Evaluasi pada diagnosa pertama didapatkan pasien mengatakan : “ Sakit
kepala mulai berkurang”. Pasien tidak tampak meringis, TTV (TD: 130/90 mmhg,
N: 82x/menit, S: 36,5 derajat celcius, RR: 21x/menit), pemberian obat melalui IV
novalgin 1x1 pukul 16.00 wib. Setelah dilakukan evaluasi masalah teratasi,
hentikan intervensi.
Evaluasi pada diagnosa kedua, didapatkan pasien mengatakan : “saya dapat
beraktivitas dengan pelan-pelan tanpa dibantu”, TTV (TD: 130/90 mmhg, N:
82x/menit, S: 36,5 derajat celcius, RR: 21x/menit), pasien tampak rilex, pasien
dapat berpindah tempat tidak dibantu, dapat berjalan tanpa bantuan orang lain,
skala aktifitas 0. Setelah dilakukan evaluasi masalah teratasi, hentikan intervensi.
Evaluasi pada diagnosa ketiga. Didapatkan pasien mengatakan: “saya
mengerti dan memahami tentang apa yang dijelaskan”, pasien tidak tampak
bingung ketika ditanya setelah diberikan informasi, pasien memperhatikan dengan
baik saat informasi diberikan, pasien dan keluarganya sangat kooperatif saat
ditanya materi yang disampaikan. Setelah dilakukan evaluasi masalah teratasi,
hentikan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai