Anda di halaman 1dari 27

STATUS PSIKIATRI

I. Identitas Pasien
Nama : Nn. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 05 November 1978
Usia : 36 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jln. Swadaya Duren Sawit, Jakarta Timur
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : S1
Status pernikahan : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal masuk RSIJ : 07 November 2014
Tempat wawancara : Ruang perawatan RSIJ Klender
Rawat jalan : Pasien baru
Rawat Inap : 07 November 2014 di Ruang perawatan bangsal
RSIJ Klender

II. Riwayat Psikiatrik


Berdasarkan :
Autoanamnesis :
Diambil pada tanggal : 07 November 2014 (pukul 16.00 WIB)

Alloanamnesis :
Diambil pada tanggal : 07 November 2014 (pukul 16.00 WIB) melalui
wawancara langsung
Diperoleh data dari : Ibu dan Adik kandung pasien
Nama (inisial) : Ny.I dan Nn. A
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Hubungan dengan pasien : Adik kandung
A. Keluhan Utama
Marah-marah dengan anggota keluarga sejak 7 hari yang lalu SMRS
B. Keluhan Tambahan
 Pasien gelisah karena merasa masih terdapat silikon di hidungnya
sehingga pasien tidak nyaman dengan bentuk hidungnya.
 Pasien merasa dibicarakan oleh orang di lingkungan sekitar
 Pasien mengurung diri di kamar
 Pasien mengganggu warga sekitar
 Pasien merasa akan dibunuh oleh orang yang tidak dikenalnya
 Pasien merasa akan dijodohkan dengan pria Sumatera beristri dan
beranak 2 oleh ibu kandungnya.
 Pasien mengaku beberapa kali didatangi sosok wajah perempuan yang
tidak dikenalnya pada saat sendirian
 Pasien sulit tidur

C. Riwayat Gangguan Sekarang


Pasien datang ke RSJI Klender diantar oleh ibu dan adik kandungnya
dengan keluhan marah-marah dengan anggota keluarganya sejak 7 hari
sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien memiliki kebiasaan merokok. Namun karena saat ini pasien
tidak bekerja dan tidak diberikan uang oleh orang tua untuk membeli rokok,
mengakibatkan pasien sering mengambil uang ibunya secara sembunyi-
sembunyi dan mengganggu warga sekitar dengan meminta uang dan rokok
secara paksa sehingga warga sekitar merasa terganggu.
Belakangan ini pasien merasa terancam akan dibunuh oleh orang
yang tidak dikenalnya. Selain itu pasien merasa akan dijodohkan dengan pria
Sumatera beristri dan beranak 2 oleh ibu kandungnya, namun ibunya
menyangkal. Pasien mengaku beberapa kali didatangi sosok wajah
perempuan yang tidak dikenalnya pada saat sendirian. Pasien mengeluh sulit
untuk memulai tidur yang semakin memberat pada 7 hari terakhir.
Saat ini pasien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun.

1
D. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Psikiatrik
Menurut adik pasien, penyakit pasien bermula 15 tahun yang
lalu pada tahun 1999 saat pasien masih kuliah. Awalnya pasien
pernah menyuntikkan silikon ke dalam hidungnya. Seiring
berjalannya waktu, silikon tersebut dirasa menyebabkan bentuk
hidung pasien menjadi aneh dan silikon tersebut dirasa menyumbat
hidung pasien. Sebenarnya keluaga pasien telah membawa pasien ke
dokter spesialis bedah plastik untuk mengeluarkan silikon yang ada
di hidung pasien tersebut, tetapi pasien selalu merasa orang-orang di
sekitarnya membicarakan bentuk hidungnya yang aneh.
Pasien dirawat pada tahun 2009 di RS Duren Sawit selama 1
minggu dengan keluhan pasien gaduh gelisah dan merisaukan warga
sekitar rumahnya. Selama di rawat pasien diberi obat sehingga
menjadi lebih baik dan gejala-gejala yang ada sudah berkurang tapi
tidak pernah kembali kepada fungsi awalnya.
Setelah keluar dari RS Duren Sawit, pasien rawat jalan tetapi
dua tahun terakhir ini, pasien tidak mau minum obat dengan alasan
pasien sudah merasa sehat.

b. Medik
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit bawaan pada saat
lahir, kejang, trauma kepala atau penyakit berat lainnya dari kecil
sampai sekarang .
Pasien tidak pernah dirawat di RS dan dioperasi sebelumnya.
Pasien tidak memiliki gangguan fungsi otak yang mempengaruhi
gangguan kejiwaan saat ini.

c. Penggunaan Zat
Pasien tidak pernah memiliki riwayat penggunaaan obat-
obatan terlarang. Riwayat konsumsi alkohol tidak disangkal pasien.
Pasien saat ini mempunyai kebiasaan merokok yang dapat
menghabiskan 3 bungkus rokok perhari.

2
E. Riwayat Hidup
a. Masa prenatal dan perinatal
Menurut ibu pasien, selama kehamilan ibu pasien dalam keadaan
sehat, tidak pernah mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun psikis.
Pasien dilahirkan dalam keadaan cukup bulan dan di lahirkan secara normal
dibantu oleh dokter kandungan. Pada saat lahir bayi langsung menangis.
Pasien merupakan anak yang dikehendaki orangtuanya. Tidak pernah ada
sakit kejang atau penyakit lainnya yang bermakna. Tidak ada kecelakaan
yang bermakna, riwayat operasi tidak ada.

b. Masa kanak - kanak ( 0 – 3 tahun)


Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dan diberikan ASI hingga usia 6
bulan. Tidak ada cacat bawaan yang ditemukan dan menurut ibu pasien
perkembangan fisik pasien cukup baik, pola perkembangan motorik tidak
ada hambatan, seperti kebanyakan anak yang normal. Pasien dapat berjalan
saat berumur kurang lebih dua tahun dan tidak pernah ada keterlambatan
berbicara. Tidak ada kebiasaan buruk pasien, seperti membenturkan kepala
atau menghisap jari. Ibu pasien mengatakan pasien mulai belajar untuk ke
kamar mandi sendiri pada usia 4 tahun. Pasien mulai masuk TK saat usia 5
tahun. Pasien dapat tumbuh normal, tidak ada riwayat kejadian trauma
kepala dan kecelakaan saat itu, tidak ada riwayat kejang yang muncul tiba –
tiba ataupun kejang yang diawali oleh demam. Pada usia ini pasien tidak
pernah dirawat di rumah sakit.

c. Masa kanak-kanak pertengahan ( 3 – 11 tahun)


Menurut penuturan Ibu pasien, perkembangan fisik pasien umumnya
baik. Secara keseluruhan pasien adalah anak yang periang dan memiliki
banyak teman. Pasien mulai masuk Sekolah Dasar ketika berusia 7 tahun.
Semasa sekolah dasar pasien dinilai tidak banyak bertingkah di sekolah.
Menurut Ibu pasien, pasien tidak pernah terlibat perkelahian dengan teman
sebayanya di sekolah. Pasien memiliki banyak teman baik laki- laki maupun
perempuan. Pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dan tidak pernah
tinggal kelas. Kemampuan pasien dalam membaca, berhitung dinilai baik.
Pasien menyelesaikan sekolahnya selama enam tahun.
3
d. Masa remaja
Menurut Ibu pasien, pasien merupakan anak yang ceria dan mudah
bergaul dengan teman – teman sebayanya. Pasien juga aktif di kegiatan
ekstrakulikuler sekolahnya dan aktif dalam organisasi sekolahnya.

e. Masa dewasa
I. Riwayat Pendidikan
Pendidian terakhir pasien S1 dengan jurusan Ekonomi
Manajemen.
II. Riwayat pekerjaan
Pada saat 7 tahun yang lalu pasien pernah bekerja di Bank
swasta, namun hanya bertahan 1 bulan dan sejak saat itu pasien
tidak pernah bekerja lagi.
III. Riwayat perkawinan/berpasangan
Pasien belum pernah menikah dan belum mempunyai anak
IV. Riwayat beragama
Pasien adalah seorang yang beragama islam. Sejak kecil
diajarkan agama oleh kedua orangtuanya dan pasien menurutinya
namun setelah adanya gangguan kejiwaan pasien jarang sholat.

V. Aktivitas sosial
Pasien mudah bergaul pada saat kuliah sehingga akhirnya
pasien terjerumus ke dalam pergaulan yang salah, mulai dari
kebiasaan merokok, alkohol, sampai merubah bentuk hidungnya.
Namun karena saat ini pasien tidak bekerja dan tidak diberikan uang
oleh orang tua untuk membeli rokok, mengakibatkan pasien sering
mengambil uang ibunya secara sembunyi-sembunyi dan mengganggu
warga sekitar dengan meminta uang dan rokok secara paksa sehingga
warga sekitar merasa terganggu. Sejak pasien merubah bentuk
hidungnya dan merasa tidak percaya diri, pasien menjadi orang yang
menarik diri dan sering mengurung diri dikamar.

4
VI. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah terlibat kasus hukum, pasien juga tidak
pernah ditahan atau dipenjara.

F. Riwayat Keluarga (Family Tree)


SKEMA KELUARGA

Keterangan :

Perempuan

Laki-laki

Menderita Gangguan Jiwa

5
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Hubungan
antara pasien dan saudaranya diakui kurang baik.

G. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien saat ini tinggal dengan kedua orang tua kandungnya. Keluarga
sangat mendukung pengobatan pasien.

III. Status Mental

A. Deskripsi Umum

1. Penampilan
Pasien sorang wanita berusia 36 tahun berkulit sawo matang , dengan
tinggi sekitar 168 cm dengan berat 60 kg, memakai baju terusan berwarna
hitam tanpa lengan, rambut diikat, dan sendal jepit.

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Sebelum wawancara, pasien duduk dengan tenang sambil melihat
keadaan sekitar.
Selama wawancara, pasien kooperatif. Pasien dapat menjawab
pertanyaan pemeriksa dengan baik.

3. Pembicaraan
 Cara berbicara : Spontan
 Volume berbicara : Sedang
 Irama : Teratur
 Kelancaran berbicara : Lancar
 Kecepatan berbicara : Sedang

4. Sikap terhadap pemeriksa


Secara keseluruhan pasien bersikap kooperatif saat wawancara.

B. Aspek dan Ekspresi Afektif


o Mood : Hipertimik
o Afek : Luas
6
o Kesesuaian : Sesuai

C. Gangguan Persepsi (persepsi panca indera)


o Halusinasi
o Auditorik : Tidak Ada
o Visual : Ada (melihat sosok wajah perempuan yang
muncul saat pasien sedang sendirian)
o Taktil : Tidak ada
o Olfaktorik : Tidak ada
o Gustatorik : Tidak ada
o Ilusi : Tidak ada
o Depersonalisasi : Tidak ada
o Derealisasi : Tidak ada.

D. Gangguan Pikir
i. Proses pikir
 Produktifitas : Cukup ide.
 Blocking : Tidak Ada
 Asosiasi Longgar : Tidak Ada
 Inkoherensi : Tidak Ada
 Flight of idea : Tidak Ada
 Word Salad : Tidak Ada
 Neologisme : Tidak Ada
 Sirkumstansialitas : Tidak Ada
 Tangensialitas : Tidak Ada
 Hendaya berbahasa : Tidak ada
ii. Isi pikir
 Preokupasi : pasien merasa masih ada sisa silikon dihidungnya,
sehingga pasien ingin pergi ke dokter bedah plastik.
 Gangguan isi pikiran :

 Waham Kebesaran : Tidak ada.


 Waham Kejar : Ada

7
 Waham Rujukan : Tidak Ada
 Waham Curiga : Ada
 Thought Echo : Tidak ada
 Thought Broadcasting : Tidak ada.
 Thought Withdrawal : Tidak ada.
 Thought Insertion : Tidak ada.
 Thought Control : Tidak ada
 Delusion Of Passivity : Tidak ada
 Gagasan Bunuh Diri : Tidak ada
 Obsesi : Tidak ada

E. Fungsi Kognitif dan Kesadaran


1. Kesadaran : Compos mentis
2. Orientasi : Cukup baik

a. Waktu baik (pasien dapat menyebutkan hari dan tanggal saat


diwawancara).
b. Tempat baik (pasien dapat menyebutkan bahwa saat ini sedang
berada di Rumah Sakit Jiwa Islam Klender Jakarta Timur, Negara
Indonesia, kota jakarta, dan ruangan perawatannya).
c. Orang baik (pasien tahu bahwa ia sedang diwawancarai oleh dokter
muda ).

3. Konsentrasi : Baik
a. Daya ingat.
i. Daya ingat segera  baik (pasien dapat menyebutkan 3 benda yang
pewawancara ajukan).
ii. Daya ingat yang pendek  baik (pasien dapat mengingat menu
sarapan tadi pagi).
iii. Daya ingat jangka panjang  baik (pasien dapat mengingat tempat
sekolah pasien ketika TK sampai SMA).

b. Intelegensia dan Pengetahuan umum : Baik.


Pasien dapat menyebutkan tiga kota besar di Indonesia. Jawaban
pasien yaitu : Jakarta, Bandung, Surabaya.
8
c. Pikiran abstrak : Baik (dapat mengetahui persamaan semut dan gajah )

F. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial: baik.
o Pasien bersalaman dengan dokter muda yang mewawancarai dirinya
2. Uji daya nilai : Baik.
a. Misalnya, jika pasien menemukan dompet yang akan dilakukan oleh
pasien yaitu pasien mau mengembalikan kepada pemiliknya.

G. Reality Test Ability (RTA)


Terganggu

H. Tilikan : Derajat
Tilikan 1, pasien menyangkal sepenuhnya bahwa dirinya sakit.

I. Taraf dapat Dipercaya.


o Dapat dipercaya.
 Pada waktu yang sama, pasien memberikan kesimpulan jawaban
yang sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Ibunya.

IV. Pemeriksaan Fisik


1. Status generalis
 Keadaan umum : Tampak sehat
 Kesadaran : Composmentis
 Tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmhg
- Suhu : 36,6 °C
- Nadi : 86 x/menit
- Pernafasan : 20 x/menit
 Kepala : Normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
 Thorax :

Paru : Vesikuler +/+ , Rh-/-, Wh -/-

9
Jantung : S1S2 reguler, Murmur -, gallop -
 Abdomen : Tidak ada kelainan
 Ekstermitas : Tidak ada kelainan
2. Status Neurologis
 Tanda rangsang meningeal : tidak ada
 Mata :
 Gerakan baik : Kelumpuhan tidak ada, nistagmus(-)
 Persepsi : Baik
 Bentuk Pupil : Bentuk bulat (+/+), isokor
 Rangsang Cahaya : Reaksi cahaya (+/+)

 Motorik
 Tonus : Baik
 Turgor : Baik

 Kekuatan : 5555/5555
5555/5555
 Refleksi : Baik

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1. RTA : Terganggu
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Mood : Hipertimik
4. Afek : Luas
5. Kesesuaian : Sesuai
6. Gangguan persepsi : Halusinasi visual
7. Gangguan isi pikir : Waham kejar dan waham curiga
8. Tilikan : Derajat 1
9. Reabilitas : Dapat dipercaya
10. Nilai MMSE : -

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

10
 Aksis I : Skizofrenia Paranoid
o Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi yaitu halusinasi
visual yang berlangsung selama 5 tahun.
o Terdapat gejala negatif seperti penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial.
o Onset dimulai pada usia 31 tahun
o Terdapat kepribadian premorbid : senang menyendiri
 Aksis II : Tidak ditemukan gangguan kepribadian
 Aksis III : Tidak ditemukan kelainan organobiologik
 Aksis IV : Pasien menarik diri dari lingkungannya.
 Aksis V : GAF scale 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)

VII. DIAGNOSA
 Diagnosa kerja : Skizofrenia Paranoid

VIII. RENCANA TERAPI


1. Rencana Psikoterapi :
a. Psikoterapi Suportif
Menanamkan kepercayaan pada pasien bahwa gejalanya akan hilang
dengan menganjurkan pasien untuk selalu minum obat secara teratur agar
gejala penyakitnya berkurang dan menjelaskan kepada pasien tentang
akibat yang terjadi bila pasien tidak teratur minum obat.
b. Terapi berorientasi keluarga
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien agar
keluarga dapat menerima dan tidak dijauhi, dan agar dapat mendukung
kesembuhn pasien.

c. Terapi perilaku
 Didasarkan pada keyakinan prinsip teori belajar (learning theory)
khususnya pembiasaan pelaku dan klasik ( operant and classical
conditioning)
 Terapi perilaku paling sering digunakan jika diarahkan pada
kebiasaan bereaksi yang spesifik dan tergambar terhadap kecemasan
terhadap stimuli yang secara objektif tidak berbahaya

11
a. Sosial budaya
 Terapi kerja : memafaatkan waktu luang dengan melakukan hobi atau
pekerjaan yang bermanfaat, melibatkan pasien secara aktif dalam
kegiatan terapi aktivitas kelompok di RSJI Klender agar ia dapat
beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungannya secara normal.
 Terapi rekreasi : olahraga ringan, berlibur.

b. Religius
Memotivasi pasien agar selalu rajin beribadah, seperti shalat, puasa, dan
berdzikir.

2. Rencana Farmakoterapi :
a. Risperidon 2 x 2mg
b. Trihexyphenidil 2 x 2mg

IX. PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia Ad Malam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Malam
Faktor yang memperberat :
 Kepatuhan berobat yang tidak teratur.
 Sering Relaps.
Faktor yang memperingan :
 Dukungan dari keluarga dari segi motivasi untuk sembuh sangat baik.

12
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan mental atau kelompok gangguan yang ditandai

oleh kekacauan dalam bentuk dan isi pikiran (contohnya delusi atau

halusinasi), dalam mood (contohnya afek yang tidak sesuai), dalam perasaan

dirinya dan hubungannya dengan dunia luar serta dalam hal tingkah laku.2

Menurut DSM-IV, adapun klasifikasi untuk skizofenia ada 5 yakni subtipe

paranoid, terdisorganisasi (hebefrenik), katatonik, tidak tergolongkan dan

residual. Untuk istilah skizofrenia simpleks dalam DSM-IV adalah gangguan

deterioratif sederhana.3 Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia yang ke-III skizofrenia

dibagi ke dalam 6 subtipe yaitu katatonik, paranoid, hebefrenik, tak terinci

(undifferentiated), simpleks, residual dan depresi pasca skizofrenia. 4

1.2 Epidemiologi

Penelitian insiden pada gangguan yang relatif jarang terjadi, seperti

skizofrenia, sulit dilakukan. Survei telah dilakukan di berbagai negara,

namun dan hampir semua hasil menunjukkan tingkat insiden per tahun

skizofrenia pada orang dewasa dalam rentang yang sempit berkisar antara 0,1

dan 0,4 per 1000 penduduk. Ini merup akan temuan utama dari penelitian di

10-negara yang dilakukan oleh WHO. Untuk prevalensi atau insiden

skizofrenia di Indonesia belum ditentukan sampai sekarang, begitu juga

untuk tiap-tiap subtipe skizofrenia.5

Prevalensinya antara laki-laki dan perempuan sama, namun menunjukkan

perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset

13
yang lebih awal daripada perempuan. Usia puncak onset untuk laki-laki

adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan perempuan 25 sampai 35 tahun.

Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih mungkin

daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan wanita lebih

mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada

umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik

daripada hasil akhir untuk pasien skizofrenia laki-laki.

Skizofrenia tidak terdistribusi rata secara geografis di seluruh dunia. Secara

historis, prevalensi skizofrenia di Timur Laut dan Barat Amerika Serikat

adalah lebih tinggi dari daerah lainnya.3

1.3 Etiologi

Penyebab skizofrenia sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun

berbagai teori telah berkembang seperti model diastesis-stres dan hipotesis

dopamin. Model diastesis stres merupakan satu model yang

mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Model ini

mendalilkan bahwa seseorang yang mungkin memiliki suatu kerentanan

spesifik (diastesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang

menimbulkan stres, memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

Komponen lingkungan dapat biologis (seperti infeksi) atau psikologis

(seperti situasi keluarga yang penuh ketegangan).

Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh terlalu

banyaknya aktivitas dopaminergik. Teori tersebut muncul dari dua

pengamatan. Pertama, kecuali untuk klozapin, khasiat dan potensi

antipsikotik berhubungan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai

14
antagonis reseptor dopaminergik tipe 2. Kedua, obat-obatan yang

meningkatkan aktivitas dopaminergik (seperti amfetamin) merupakan salah

satu psikotomimetik. Namun belum jelas apakah hiperaktivitas dopamin ini

karena terlalu banyaknya pelepasan dopamin atau terlalu banyaknya reseptor

dopamin atau kombinasi kedua mekanisme tersebut. Namun ada dua masalah

mengenai hipotesa ini, dimana hiperaktivitas dopamin adalah tidak khas

untuk skizofrenia karena antagonis dopamin efektif dalam mengobati hampir

semua pasien psikotik dan pasien teragitasi berat. Kedua, beberapa data

elektrofisiologis menyatakan bahwa neuron dopaminergik mungkin

meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan

jangka panjang dengan obat antipsikotik. Data tersebut menyatakan bahwa

abnormalitas awal pada pasien skizofrenia mungkin melibatkan keadaan

hipodopaminergik.3

Skizofrenia berdasarkan teori dopamin terdiri dari empat jalur dopamin

yaitu:

 Mesolimbik dopamin pathways: merupakan hipotesis terjadinya gejala

positif pada penderita skizofrenia. Mesolimbik dopamin pathways

memproyeksikan badan sel dopaminergik ke bagian ventral tegmentum

area (VTA) di batang otak kemudian ke nukleus akumbens di daerah

limbik. Jalur ini berperan penting pada emosional, perilaku khususnya

halusinasi pendengaran, waham dan gangguan pikiran. Antipsikotik

bekerja melalui blokade reseptor dopamin ksususnya reseptor dopamin

D2. Hipotesis hiperaktif mesolimbik dopamin pathways menyebabkan

gejala positif meningkat.

15
 Mesokortikal dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah VTA ke

daerah serebral korteks khususnya korteks limbik. Peranan mesokortikal

dopamin pathways adalah sebagai mediasi dari gejala negatif dan

kognitif pada penderita skizofrenia. Gejala negatif dan kognitif

disebabkan terjadinya penurunan dopamin di jalur mesokortikal

terutama pada daerah dorsolateral prefrontal korteks. Penurunan

dopamin di mesokortikal dopamin pathways dapat terjadi secara primer

dan sekunder. Penurunan sekunder terjadi melalui inhibisi dopamin yang

berlebihan pada jalur ini atau melalui blokade antipsikotik terhadap

reseptor D2 . Peningkatan dopamin pada mesokortikal dapat

memperbaiki gejala negatif atau mungkin gejala kognitif.

 Nigostriatal dopamin pathways: berjalan dari daerah substansia nigra

pada batang otak ke daerah basal ganglia atau striatum. Jalur ini

merupakan bagian dari sistem saraf ekstrapiramidal. Penurunan dopamin

di nigostriatal dopamin pathways dapat menyebabkan gangguan

pergerakan seperti yang ditemukan pada penyakit parkinson yaitu

rigiditas, bradikinesia dan tremor. Namun hiperaktif atau peningkatan

dopamin di jalur ini yang mendasari terjadinya gangguan pergerakan

hiperkinetik seperti korea, diskinesia atau tik.

 Tuberoinfundibular dopamin pathways: jalur ini dimulai dari daerah

hipotalamus ke hipofisis anterior. Dalam keadaan normal

tuberoinfundibular dopamin pathways mempengaruhi oleh inhibisi dan

penglepasan aktif prolaktin, dimana dopamin berfungsi melepaskan

inhibitor pelepasan prolaktin. Sehingga jika ada gangguan dari jalur ini

akibat lesi atau penggunaan obat antipsikotik, maka akan terjadi

16
peningkatan prolaktin yang dilepas sehingga menimbulkan galaktorea,

amenorea atau disfungsi seksual.4

Selain dopamin, neurotransmiter lainnya juga tidak ketinggalan diteliti

mengenai hubungannya dengan skizofrenia. Serotonin contohnya, karena

obat antipsikotik atipikal mempunyai aktivitas dengan serotonin. Selain itu,

beberapa peneliti melaporkan pemberian antipsikotik jangka panjang

menurunkan aktivitas noradrenergik.3

1.4 Gejala dan Diagnosis

Gejala dari skizofrenia paranoid berupa gejala “positif” dan “negatif” dari

skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas

menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif,

kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal

yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan

posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.5 Gejala waham

dan halusinasi dapat muncul dan terutama waham curiganya.3

Terlebih dahulu akan dibahas mengenai penegakan diagnosa skizofrenia.

Adapun menurut DSM-IV sebagai berikut:

 Gejala Karakteristik: dua (atau lebih) berikut, masing-masing

ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1

bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):

1. Waham

2. Halusinasi

17
3. Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau

inkoherensi)

4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5. Gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia, atau tidak ada

kemauan (avolition)

Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham

adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus

mengomentari perilaku atau pikiran pasien atau dua lebih suara yang

saling bercakap-cakap satu sama lainnya.

 Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk bagian waktu yang bermakna sejak

onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan,

hubungan interpersonal, atau perawatan diri, adalah jelas di bawah

tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-

anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian

interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

 Durasi: tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya

6 bulan. Pada 6 bulan tersebut, harus termasuk 1 bulan fase aktif

(yang memperlihatkan gejala kriteria A) dan mungkin termasuk

gejala prodormal atau residual.

 Penyingkiran gangguan skizoafektif atau gangguan mood: gangguan

skizoafektif atau gangguan mood dengan ciri psikotik telah

disingkirkan karena: (1) tidak ada episode depresif berat, manik atau

campuran yang telah terjadi bersama-sama gejala fase aktif atau (2)

jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi

18
totalnya relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan

residual.

 Penyingkiran zat/kondisi medis umum

 Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif 3

Sedangkan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) di Indonesia yang ke-III sebagai berikut:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua

gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas):

– “thought eco” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama tapi

kualitasnya berbeda.

–“thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk

ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu

dari luar dirinya (withdrawal); dan

–“thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain

atau umum mengetahuinya;

– “delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar, atau

– “delusion of influence” = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar

– “delusion of passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah

terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang “dirinya” secara jelas merujuk ke

pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

19
– “delusion perception” = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;

 Halusinasi auditorik:

– Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap

perilkau pasien, atau

– Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara) atau

– Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh

pasien

 Waham-waham menetap lainnya yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di

atas manusia biasa.

1.5 Diagnosa Banding

Skizofrenia residual merupakan salah satu diagnosa banding dari skizofrenia

paranoid. PPDGJ-III memberikan pedoman diagnostik untuk skizofrenia

residual yakni harus memenuhi semua kriteria dibawah ini untuk suatu

diagnosis yang meyakinkan:

 Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak

mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk.

20
 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia.

 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas

dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah

sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari

skizofrenia.5

1.6 Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk masing-masing subtipe

skizofrenia. Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan gejala apa yang

menonjol pada pasien. Pada skizofrenia paranoid, gejala “positif” lebih

menonjol, maka adapun pengobatan yang disarankan kepada pasien obat-

obat antipsikotik golongan tipikal (CPZ, HLP).4

Obat Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis

yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan pada reseptor

dopamin tipe 2 serta antihistamin (H1). Menurut data penelitian, obat ini

efektif mengobati gejala positif maupun negatif.3 Risperidon senyawa

antidopaminergik yang jauh lebih kuat, berbeda dengan klozapin, sehingga

dapat menginduksi gejala ekstrapiramidal juga hiperprolaktinemia yang

menonjol. Meskipun demikian, risperidon dianggap senyawa antipsikotik

“atipikal secara kuantitatif” karena efek samping neurologis

ekstrapiramidalnya kecil pada dosis harian yang rendah.7

Klozapin termasuk obat antipsikotik atipikal yang juga mempunyai aktivitas

antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5-HT2) dan

antagonis lemah pada reseptor dopamin tipe 2 juga bersifat antihistamin (H1).

21
Efek samping berupa gejala ekstrapiramidal sangat minimal, namun

mempunyai sifat antagonis α-1 adrenergik yang bisa menimbulkan hipotensi

ortostatik dan sedatif.6 Selain itu, dilaporkan terjadinya agranulositosis

dengan insiden 1-2% ditambah harganya yang mahal. Klozapin adalah obat

lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespon terhadap obat lain yang

sekarang ini tersedia.

Selain terapi obat-obatan, juga bisa diterapkan terapi psikososial yang terdiri

dari terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi

individual. Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan

keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan

memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.

Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus

untuk hal-hal yang diharapkan sehingga frekuensi maladaptif atau

menyimpang dapat diturunkan.

Terapi berorientasi keluarga cukup berguna dalam pengobatan skizofrenia.

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk

mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan menimbulkan

kesulitan. Setelah pemulangan, topik penting yang dibahas di dalam terapi

keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama dan kecepatannya.

Selanjutnya diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi

menurunkan stres dan mengatasi masalah dan pelibatan kembali pasien ke

dalam aktivitas.

Terapi kelompok biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan

hubungan dalam kehidupan nyata. Terapi kelompok efektif dalam

22
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan

tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia.

Psikoterapi individual membantu menambah efek terapi farmakologis. Suatu

konsep penting didalam psikoterapi adalah perkembangan hubungan

terapeutik yang dialami psien adalah “aman”. Pengalaman tersebut

dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli

terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan

oleh pasien. Ahli psikoterapi sering kali memberikan interpretasi yang terlalu

cepat terhadap pasien skizofrenia. psikoterapi untuk seorang pasien

skizofrenia harus dimengerti dalam hitungan dekade, bukannya sesi, bulanan,

atau bahkan tahunan. Di dalam konteks hubungan profesional, fleksibilitas

adalah penting dalam menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli

terapi mungkin akan makan bersama, atau mengingat ulang tahun pasien.

Tujuan utama adalah untuk menyampaikan gagasan bahwa ahli terapi dapat

dipercaya, ingin memahami pasien dan akan coba melakukannya dan

memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien sebagai manusia. Mandred

Bleuler menyatakan bahwa sikap terapeutik terhadap pasien adalah dengan

menerima mereka bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak

dapat dipahami dan berbeda dari ahli terapi.3

23
1.7 Prognosis

Prognosis tidak berhubungan dengan tipe apa yang dialami seseorang.

Perbedaan prognosis paling baik dilakukan dengan melihat pada prediktor

prognosis spesifik di Tabel 2.13.

Prognosis Baik Prognosis Buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset tidak jelas

Riwayat seksual, sosial dan Riwayat seksual, sosial dan pekerjaan

pekerjaan pramorbid yang baik pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood (terutama Perilaku menarik diri, autistik

gangguan depresif)

Gejala positif Gejala negatif

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia

Sistem pendukung yang baik Sistem pendukung yang buruk

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma prenatal

Tidak ada remisi dalam 3 tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Walaupun skizofrenia bukanlah penyakit yang fatal, namun rata-rata kematian

orang yang menderita skizofrenia dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan

populasi umum. Tingginya angka kematian berkaitan dengan kondisi buruk di

24
institusi perawatan yang berkepanjangan yang menyebabkan tingginya angka

Tuberkulosis dan penyakit menular lainnya. Namun, penelitian baru-baru ini

pada orang-orang skizofrenia yang hidup dalam masyarakat, menunjukkan

bunuh diri dan kecelakaan lain sebagai penyebab utama kematian di negara

berkembang maupun negara-negara maju. Bunuh diri, khususnya, telah

muncul sebagai masalah yang mekhawatirkan, karena risiko bunuh diri pada

orang dengan gangguan skizofrenia selama hidupnya telah diperkirakan di atas

10%, sekitar 12 kali lebih tinggi dari populasi umum. Sepertinya ada sebuah

peningkatan mortalitas untuk gangguan kardiovaskular juga, mungkin terkait

dengan gaya hidup yang tidak sehat, pembatasan akses perawatan kesehatan

atau efek samping obat antipsikotik.6

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Suvisaari, Jana. Incidence and Risk Factors of Schizophrenia in Finland.

University of Helsinki, Faculty of Medicine, Department of Public Health. 1999.

Available from:

http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kansa/vk/suvisaari/introduction.html

[Accessed 1 Februari 2011]

2. Kumala, Poppy dkk. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. EGC.

Jakarta:1998. 970

3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J., dan Grebb, Jack A. Sinopsis Psikiatri,

Jilid I. Binarupa Aksara. Tangerang: 2010. 699-702, 720-727, 737-740

4. Syamsulhadi dan Lumbantobing. Skizofrenia. FK UI. Jakarta: 2007.26-34

5. Maslim, Rusdi.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III. FK

Unika Atmajaya. Jakarta:2001. 46, 50

6. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public Health. WHO. 1998. 6-13. Available

from:

www.who.int/mental_health/media/en/55.pdf [Accessed on 1 Februari 2011]

7. Goodman dan Gilman. Dasar Farmakologi Terapi Vol.I. EGC.

Jakarta:2007.475,480 & 482

26

Anda mungkin juga menyukai