Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hidung Dalam


Dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum nasi. Setiap
kavum nasi berhubungan dengan bagian luar melalui lubang hidung (nares
anterior) dan dengan nasofaring melalui koana. Setiap kavum nasi terdiri dari
bagian yang ditutupi kulit, disebut vestibulum dan bagian yang ditutupi
mukosa disebut kavum nasi yang sebenarnya.2
Vestibulum merupakan bagian anterior dan inferior dari kavum nasi.
Vestibulum dilapisi oleh kulit dan berisi kelenjar sebasea, folikel rambut dan
rambut-rambut yang disebut vibrise. Bagian atas vestibulum terbatas pada
dinding lateral yang ditandai oleh ala nasi (katup hidung) yang dibentuk oleh
batas belakang dari kartilago nasalis lateralis superior. Dinding medial
vestibulum dibentuk oleh kolumela dan bagian bawah dari septum nasi.2
Setiap kavum nasi memiliki dinding lateral, medial, superior dan
inferior. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Konka menggulung
seperti proyeksi tulang yang dilapisi oleh membran mukosa. Daerah di bawah
konka disebut dengan meatus.2
Konka inferior merupakan struktur dinding lateral hidung yang paling
menyolok pada rinoskopi anterior. Konka inferior terdiri dari tulang yang
dilapisi oleh mukoperiostium, jaringan lunak yang meliputi pleksus
kavernosus, dan di atasnya terdapat mukosa respiratori. Tulang konka inferior
berartikulasi dengan tulang lakrimal di bagian anterior, dan melekat ke
prosesus medial dari maksila dan tulang palatina di bagian lateral. Pleksus
kavernosus dapat membesar karena aliran darah sebagai respon terhadap
siklus hidung atau terhadap berbagai macam pemicu dari lingkungan.2
Konka media membentuk batas media dari meatus media dan menjadi
tanda utama yang penting dalam operasi sinus. Orientasi dari konka media
berjalan sepanjang 3 bidang yang berbeda dalam perjalanannya dari anterior
ke posterior dan dapat dipahami secara skematik dalam ketiga bagian.
Sepertiga anterior dari konka media berjalan sepanjang bidang sagital. Bagian
dari konka media ini adalah yang paling mudah diamati dengan rinoskopi
anterior, dan bagian ini melekat pada dinding lateral hidung dan lempeng
kribriformis di bagian superior. Pada sepertiga tengah, konka direfleksikan
dari orientasi sagital ke koronal, membentuk lamela basalis dari konka media
yang melintang untuk masuk ke dinding lateral hidung. Bagian melintang dari
konka media ini yang memisahkan sel etmoid anterior dari sel etmoid
posterior. Pada bagian anterior dari lamela basalis dari konka media, drainase
sel melalui meatus media. Pada bagian posterior dari lamela basalis, drainase
sel melalui meatus superior. Bagian sepertiga posterior dari konka berjalan
pada bidang axial dengan perlekatannya yang berlanjut sepanjang dinding
lateral hidung. Bagian akhir posterior dari konka media memasuki perbatasan
foramen sfenopalatina dan ke tempat munculnya arteri sfenopalatina ke dalam
hidung. 2
Konka superior merupakan yang paling belakang dari konka-konka
yang lain. Merupakan jalan masuk superior yang paling umum ke dasar
tengkorak bersama dengan konka media dan membantu menentukan batas
dari sel etmoid posterior. Bagian medial dari konka superior dan bagian lateral
dari septum nasi adalah daerah dari resesus sfenoetmoidalis, dimana ostium
sinus sfenoid dapat dijumpai (gambar 2.2). 2
Gambar 2.1. Struktur dinding lateral hidung
Konka suprema terkadang terlihat di atas konka superior dan memiliki
meatus yang sempit di bawahnya. Ostium sinus sfenoid terletak di resesus
sfenoetmoidalis, bagian medial dari konka superior atau suprema. Ostium
sinus sfenoid secara endoskopik dapat berada kira-kira 1 cm di atas pinggir
atas dari koana posterior dekat dengan pinggir posterior dari septum nasi. 3
Dinding medial kavum nasi dibentuk oleh septum nasi. Septum nasi
memisahkan kedua kavum nasi, menyediakan penopang struktural untuk
hidung, dan mempengaruhi aliran udara di dalam kavum nasi. Septum nasi
terdiri dari tulang rawan dan tulang yang dilapisi oleh mukosa respiratori
(Leung, Walsh dan Kern, 2014). Septum bagian anterior dibentuk oleh lamina
kuadrangularis dan premaksila; bagian posterior dibentuk oleh lamina
perpendikularis os etmoid dan sinus sfenoid; dan bagian inferior dibentuk oleh
vomer, krista nasalis os maksila, dan krista nasalis os palatina (gambar 2.3). 3
Gambar 2.2. Anatomi Hidung, Septum nasi (1), kartilago
kuadrangularis (2), os nasal (3), os vomer (4), krista nasalis os palatina (5),
krista nasalis os maksila (6), membran septum (7)

Dinding superior kavum nasi bagian anterior yang miring dibentuk


oleh tulang hidung; bagian posterior yang miring dibentuk oleh tulang
sfenoid; dan bagian media yang horizontal dibentuk oleh lamina kribriformis
etmoid tempat masuknya nervus olfaktorius ke kavum nasi. 3

Dinding inferior kavum nasi dibentuk oleh prosesus palatina maksila


pada ¾ bagian anteriornya dan bagian horizontal dari os palatina pada ¼
bagian posteriornya. 3

Perdarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:


1. a. etmoidalis anterior

2. a. etmoidalis posterior cabang dari a. oftalmika

3. a. sfenopalatina, cabang terminal a. maksilaris interna, yang berasal


dari a. karotis eksterna.

Septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung


mendapat perdarahan dari a. etmoidalis anterior; a. etmoidalis posterior
yang kecil hanya memperdarahi daerah yang kecil di regio superior
posterior. Kedua arteri etmoidalis, setelah meninggalkan a. oftalmika.
Menyeberangi lamina kribrosa dan masuk hidung melalui foramen etmoid
anterior dan posterior, disertai oleh serabut saraf pasangannya. Arteri dan
nervus etmoidalis anterior merupakan petunjuk letak lamina kribrosa bagi
operator. 3
Biasanya a. maksilaris muncul sebagai cabang terakhir a. karotis
eksterna dan berjalan di lateral lamina pterigoideus lateral untuk memasuki
fossa pterigopalatina. Cabang terakhirnya, a. temporalis superfisialis, berjalan
ke atas melalui permukaan luar pangkal zigoma dimana pulsasinya dapat
diraba. Di dalam fossa a. maksilaris terbagi menjadi cabang-cabang yang
berjalan bersama cabang kedua dan cabang ketiga n. trigeminus. Cabang-
cabang berikut ini dapat dikenali: a. alveolaris superior posterior, a. palatina
minor, a. asesorius nasal dan a. faringeus superior, a. infraorbitalis, arteri-
arteri untuk foramen rotundum dan kanalis pterigoideus, a. palatina mayor,
dan terakhir a. sfenopalatina terminalis, yang melalui foramne sfenopalatina
untuk masuk ke dalam rongga hidung di belakang ujung posterior konka
media. A. sfenopalatina terbagi menjadi aa. nasales posterolateral yang
menuju ke dinding lateral hidung dan aa. septi posterior, yang menyebar
pada septum nasi). 3

Oleh karena aa. nasales posterolateral ukurannya cukup besar, maka


pada operasi pengangkatan konka media atau inferior akan disertai
perdarahan yang cukup banyak. Ada anastomosis bebas antara aa. nasales
lateralis dengan a. etmoidalis anterior, sehingga pada pengangkatan konka,
perdarahan dapat timbul dari kedua sumber ini meskipun hanya satu arteri
yang terkena. 3

A. septi posterior mempunyai 3 cabang utama: satu untuk bagian


posterior, satu untuk bagian inferior dan satu lagi untuk bagian tengah dan
posterior septum. Cabang-cabang yang sampai di bagian inferior anterior
septum akan beranastomosis bebas dengan cabang a. labialis superior untuk
septum dan aa. palatina mayor. 3

Cabang lain dari a. sfenopalatina turun di dalam kanalis palatina mayor


untuk masuk ke dalam rongga mulut melalui foramen palatina mayor dan
kemudian menyebar di permukaan bawah palatum. 3

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan


berdampingan dengan arterinya. Vena pada vestibulum dan struktur luar
hidung mempunyai hubungan dengan sinus kavernosus melalui v. oftalmika
superior. 3

2.2 Nasofaring
Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang
berhubungan dengan orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran
nasofaring pada orang dewasa yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada
dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya sekitar 8 cm dari aparatus
piriformis sepanjang dasar hidung.4 Bagian atap dan dinding posterior
dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis
oksiput dan vertebra cervical I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah
daerah sempit jaringan lunak yang merupakan batas koana posterior. Batas
inferior nasofaring adalah palatum molle. Batas dinding lateral merupakan
fasia faringobasilar dan m. konstriktor faring superior. 5
Tuba Eustachius membelah dinding lateral ini, masuk dari telinga
tengah ke nasofaring melalui celah di fasia faringobasilar di daerah
posterosuperior, tepat diatas batas superior muskulus konstriktor faring
superior, disebut fossa russenmuller (resessus faringeal). Fossa russenmuller
merupakan tepi dinding posterosuperior nasofaring, yang merupakan tempat
asal munculnya sebagian besar KNF dan yang paling sensitif terhadap
penyebaran keganasan pada nasofaring. 5

Gambar 2.3. Anatomi Nasofaring


Fossa russenmuller mempunyai hubungan anatomi dengan sekitarnya,
sehingga berperan dalam kejadian dan prognosis KNF. Tepat di atas apeks
dari fossa russenmuller terdapat foramen laserum, yang berisi arteri karotis
interna dengan sebuah lempeng tipis fibrokartilago. Tepat di anterior fossa
russenmuller, terdapat nervus mandibula (V3) yang berjalan di dasar
tengkorak melalui foramen ovale. Kira-kira 1.5 cm posterior dari fossa
russenmuller terdapat foramen jugulare, yang dilewati oleh saraf kranial IX-
XI, dengan kanalis hipoglosus yang terletak paling medial. 6

Fossa russenmuller yang terletak di apeks dari ruang parafaring ini


merupakan tempat menyatunya beberapa fasia yang membagi ruang ini
menjadi 3 kompartemen, yaitu : 1) kompartemen prestiloid, berisi a.
maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris inferior; 2) kompartemen poststiloid,
yang berisi sarung karotis; dan 3) kompartemen retrofaring, yang berisi
kelenjar Rouviere. Kompartemen retrofaring ini berhubungan dengan
kompartemen retrofaring kontralateral. 6

Dinding daerah nasofaring mengandung komponen lapisan otot,


jaringan fibrosa dan mukosa. Dinding lateral daerah nasofaring dibentuk oleh
muskulus konstriktor superior. Ruang antara tepi atas muskulus konstriktor
superior dan dasar tengkorak disebut sinus Morgagni. Daerah ini dilindungi
oleh fasia faringobasilar yang ditunjang oleh muskulus levator veli palatini.
Ujung medial dari tuba Eustachius membentuk sebuah penonjolan (torus
tubarius) yang terletak di bagian atas dinding lateral. Dari tepi posterior
orifisium tuba Eustachius terdapat sebuah lipatan mukosa yang dibentuk oleh
muskulus salpingofaringeus, berjalan ke bawah dan turun secara bertahap
pada dinding faring bagian lateral. Lapisan fibrosa terdiri dari dua lapisan
yang berada di sebelah dalam dan di sebelah luar muskulus konstriktor. Kedua
lapisan ini bersambunng dengan fasia di leher. Lapisan luar atau fasia
bukofaring menutupi bagian superfisial muskulus konstriktor superior.
Komponen dalam atau aponeurosis faringeal yang berada di antara lapisan
mukosa dan muskulus konstriktor adalah bagian dari fasia faringobasilar.
Kedua lapisan fasia pada tepi atas muskulus konstriktor superior naik ke arah
dasar tengkorak sebagai bagian tersendiri. 6

Lapisan mukosa ialah daerah nasofaring yang dilapisi oleh mukosa


dengan epitel kubus berlapis semu bersilia pada daerah dekat koana dan
daerah di sekitar atap, sedangkan pada daerah posterior dan inferior
nasofaring terdiri dari epitel skuamosa berlapis. Daerah dengan epitel
transisional terdapat pada daerah pertemuan antara atap nasofaring dan
dinding lateral. Lamina propria seringkali diinfiltrasi oleh jaringan limfoid,
sedangkan lapisan submukosa mengandung kelenjar serosa dan mukosa. 7

Nasofaring diperdarahi melalu cabang arteri karotis eksterna, yaitu


faringeal desenden dan asenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina.
Darah vena keluar dari pembuluh darah balik faring di permukaan luar dari
dinding muskuler yang menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis
interna(Ballenger JJ, 1994). Daerah nasofaring mendapat persarafan dari
saraf sensorik yang terdiri dari saraf glossofaringeus (N.IX) serta cabang
maxilla dari nervus trigeminus (N.V), yang menuju kebagian anterior
nasofaring . 7

2.3 Velofaring

Pada beberapa literatur mengenai struktur anatomi manusia saat ini


memiliki anggapan bahwa faring dan langit-langit lunak suatu struktur yang
sama. Selama ini faring digambarkan sebagi suatu jaringan otot yang
ebrbentuk tabung dimana pada bagian anterior berhubungan dengan rongga
hidung dan mulut. Bagian atas dari faring terbagi menjadi dua bagian, satu
bagian berhubungan dengan rongga hidung (nasofaring), dan bagian yang lain
berhubungan dengan rongga mulut (orofaring). 7
Gambar 2.4. Gambaran lateral struktur faring

Langit-langit lunak (velum, soft palate, palatum molle) merupakan


suatu flap musculomembranous yang memiliki kontribusi pada penutupan
daerah diantara nasofaring dan orofaring. Velum melekat pada batas posterior
langit-langit keras (palatum durum). Velum merupakan bagian yang
menghubungkan rongga mulut dengan faring, isthmus orofaringeal dikelilingi
oleh suatu jaringan ikat berbentuk lingkaran yang terdiri dari dorsal dari sis
inferior lidah, pilar anterior dan posterior (arkus palatoglossal dan
palatopharyngeal).
Gambar 2.5 Rongga mulut

Velofaringeal merupakan suatu struktur yang terdiri dari pilaranterior


dan posterior, langit-
langit lunak (velum) dan
bagian posterior dinding
faring (orofaring)
(gambar 2.5).
Velofaringeal
menyerupai suatu
katup (valve) yang
berperan untuk
membuka atau
menutup saluran
pernafasan pada
saat bernafas atau
menelan makanan.
Secara mekanis,
velofaringeal menyerupai suatu sfingter yang berfungsi pada saat bernafas,
menelan dan bicara (fonasi). Velofaringeal memiliki dua fungsi utama yaitu
mengangkat (mengelevasi) kemudian menyentuh menekan velum ke arah
dinding posterior faring serta menekan lidah pada saat bernafas (gambar 2.6).
Gambar 2.6. Gambaran lateral velum dan dinding posterior faring. A.
Velum bergerak turun dan menekan lidah saat bernafas sehingga aliran udara
masuk ke dalam rongga hidung; B. Velum bergerak nak dan menyentuh
dinding posterior faring dan menyebabkan aliran udara masuk ke dalam
rongga mulut.

M. Levator veli palatini merupakan otot yang berbentuk silinder yang


bundel bagian posteriornya berasal dari petrosus tulang temporal. Bundel
bagian anterior berasal dari sisi medial kartilago tuba eustacius. Otot ini
berorigo tepat di sebelah ventral foramen karotikus eksternus pada fasia
kaudalis piramid os. Temporalis, lalu pada lamina cartilaginea medialis tuba
auditivae. Jurusan serabut otot ini ke arah ventromedicaudal dan berakhir pada
velum. Otot ini menyebabkan penonjolan pada dinding nasofaring di sebelah
caudal ventral torus tubarius. Kontraksi otot ini mempengaruhi ukuran lebar
tuba auditivae. Otot ini dipersarafi oleh plexus faringeal N IX dan X dan otot
ini menarik velum ke arah posterosuperior, otot ini mempunyai peran penting
untuk mengevaluasi velum.

M. Tensor veli palatini merupakan otot yang ebrbentuk pipih. Berasal


dari fossa scapoid (medial pterigoid plate), spina sphenoid, sisi lateral tuba
eustachius. Otot ini berjalan ke arah antero-inferior menyempit dan sebagian
melekat pada hamulus. Sebagian besar bundel mengitari hamulus dan
menyebar seperti kipas menuju medial dari langit-langit. Otot ini berorigo
pada fossa schapoidea os sphenoidale pada lamina lateralis cartilago tuba
auditivae, lamina membranasea tuba auditivae dan spina angularis os
sphenoidale. Semua serabut otot-otot ini berinsersi pada velum ke arah
ventral, medial dan kaudal kemudia membelok ke arah medial. Belokan ini
disebabkan otot ini harus melewati hamulus processus pterygoideus dari
lateral dan kaudal, sehingga tepat pada belokan ini jaringan otot sementara
diganti oleh jaringan ikat yang berfungsi sebagai katrol. Otot ini dipersarafi
oleh cabang mandibular N V dan otot ini meregangkan velum juga membuka
tuba eustachius saat menelan.

M. Palatofaringeus. Otot ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a. bagian palatina, komponen ini berasal dari kartilago tyroid dan


bagian terdekat dari dinding faring melewati lengkung palatopharyngeal dan
berinsersi pada raphae.

b. bagian pterygopharyngeal, bagian ini berasal dari sisi posterior dan


lateral faring dan berinsersi pada hamulus dam aponeurosis palatina.

c. bagian salpingopharyngeus, merupakan bagian terlemah. Bundel


otot ini terpisah sejak awal dan berinsersi pada tepi bawah cartilago tuba
eustachius. Otot ini dipersarafi oleh plexus pharyngeal dan berfungsi
mempersempit isthmus pharyngonasal denganmenarik lengkung
palatopharyngeal secara bersamaan menarik velum ke arah posteroinferior
pada proses penelanan.

M. Palatoglossus merupakan otot yang timbul dari bundel yang


melintang lidah dan melewati lengkung palatoglossus dan berinsersi pada
otot-otot velum. Otot ini dipersarafi oleh plexus pharyngeal dan secara
berkesinambungan menurunkan velum ke bawah, serta mengelevasi lidah ke
atas.

Uvula merupakan sepasang otot silinder yang berasal dari aponeurosis


posterior palatina dan spina posterior serta melewati otot-otot palatinus yang
lain menuju ujung uvula. Otot ini dipersarafi oleh plexus pharyngeal, otot ini
berperan mengangkat dan melekukan uvula ke belakang serta
memendekkannya. Terletak di dalam uvula dan berhubungan eray dengan
insersi otot tensor velli palatini.

Konstriktor faringeal superior merupakan otot quadrangular yang


berasal dari samping dan lateral sepertiga atas dinding faring. Merupakan otot
konstriksi faring yang terdalam. Menurut tempat insersinya dibagi menjadi
pterygopharyngeal, bucopharyngeal, mylopharyngeal, dan glossopharyngeal.
Otot ini diperasarafi oleh plexus pharyngeal dan menyebabkan pergerakan
medial dinding faring dan membantu menarik velum ke arah posterior. 7

2.4 Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang


merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak
setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita
letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya
kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan makanan untuk melindungi
jalan nafas.
Os hyoid terdiri dari korpus, dua kornu mayor dan dua kornu minor.
Permukaan posterior superior hyoid merupakan tempat perlekatan membran
hyoepiglotik dan tirohyoid, karena itu hyoid membentuk batas anterosuperior
ruang praepiglotik dengan valekula yang berada diatasnya. Perlekatan os
hyoid ke mandibula dan tengkorak oleh ligamentum stilohyoid dan otot-otot
digastrikus, stilohyoid, milohyoid, hyoglosus, dan geniohyoid akan
mempertahankan posisi laring pada leher dan mengangkat laring selama
proses menelan dan fonasi. Perlekatan m. Sternohyoid dan m. Omohyoid pada
os hyoid penting untuk gerakan laring bagian inferior.

Kartilago tiroid merupakan tulang rawan hialin dan yang terbesar di


laring. Terdiri dari dua ala atau sayap yang bertemu di anterior dan
membentuk sudut lancip. Sudut bervariasi menurut jenis kelamin, 90 derajat
pada pria dewasa dan 120 derajat pada wanita. Pada pria, bagian superior
sudut tersebut membentuk penonjolan subkutan disebut Adam’s apple atau
jakun. Bagian atas ala dipisahkan dengan lekukan yang dalam , insisura tiroid
superior. Setiap ala berbentuk segi empat dan pada setiap sudut posterior
terdapat penonjolan atau kornu. Kornu superior adalah perlekatan ligamentum
superior tirohyoid lateral. Kornu inferior berhubungan dengan permukaan
postero-lateral krikoid membentuk sendi krikotiroid.
Gambar 2.7. Tulang dan kartilago-kartilago laring

Kartilago krikoid adalah tulang rawan hialin, tidak berpasangan dan


berbentuk cincin. Dibentuk oleh arkus anterior yang sempit dan lamina
kuadratus yang luas dibagian posterior. Tulang rawan ini berbentuk kubus
dengan dimensi sama pada arkus posterior, diameter antero-posterior dan
diameter lateral. Aspek postero-lateral setiap sisi kecil, agak tinggi dan
berartikulasi dengan kornu inferior tiroid. Permukaan antero-superior lamina
kuadratus mempunyai dua sisi, dengan sumbu panjang sejajar terhadap garis
lamina. Ini merupakan bidang sendi dengan tulang rawan aritenoid.

Epiglotis merupakan tulang rawan yang tipis, fleksibel, berbentuk


daun dan fibroelastik. Tulang rawan ditembus oleh beberapa foramen dibawah
perlekatan ligamen hyoepiglotik. Bagian epiglotis ini membentuk dinding
posterior ruang praepiglotik yang merupakan daerah penting pada penyebaran
karsinoma laring. Tidak seperti perikondrium tulang rawan hialin,
perikondrium epiglotis sangat melekat. Oleh karena itu, infeksi cenderung
terlokalisasi jika mengenai epiglotis, sedangkan infeksi akan menyebabkan
destruksi luas tulang rawan hialin manapun, karena terlepasnya perikondrium.

Kartilago aritenoid merupakan tulang rawan hialin yang berpasangan,


berbentuk piramid, bersendian dengan tulang rawan krikoid. Permukaan sendi
mendatar pada sumbu longitudinal atau sumbu panjang dan cekung. Pada
sumbu horisontal atau sumbu pendek. Permukaan aritenoid mempunyai
ukuran panjang dan lebar yang sama (5,8 mm pada pria dan 4,5 mm pada
wanita). Ligamentum vokalis meluas dari prosesus vokalis menuju tendon
komisura anterior. Di posterior, ligamentum krikoaritenoid posterior meluas
dari batas superior lamina krikoid menuju permukaan medial kartilago
aritenoid. Kedua ligamentum terletak pada garis yang menghubungkan kedua
aritenoid pada keadaan adduksi, oleh karena itu ligamen tersebut berfungsi
sebagai kawat pemandu, pada pergerakan posterolateral ke anteromedial
selama adduksi. Dasar piramid mempunyai dua penonjolan. Prosesus
muskularis untuk perlekatan m. Krikoaritenoid mengarah ke posterolateral.
Prosesus vokalis mengarah ke anterior dan berbeda dengan korpus, dibentuk
oleh tulang rawan elastik. Batas posterior superior konus elastikus melekat
pada prosesus vokalis.
Membran tirohyoid berhubungan dengan batas superior kartilago
tiroid pada batas posterosuperior os hyoid, dan mungkin dipisahkan dari batas
inferior os hyoid oleh bursa.

Bagian-bagian membran ada yang menebal membentuk ligamentum


tirohyoid medial dan lateral. Membran membentuk sebagian besar dinding
anterior ruang praepiglotik arteri laring superior, ramus internus n. laring
superior dan pedikel limfe supraepiglotik menembus membran pada titk 1 cm
diatas dan anterior terhadap pertemuan kornusuperior dan ala kartilago tiroid.

Gambar 2.8. Ligamen dan membran pada laring


Ligamentum hyoepiglotik berhubungan dengan permukaan anterior
epiglotis dan permukaan posterior os hyoid, membentuk atap ruang
praepiglotikdan dasar valekula. 7

Konus elastikus merupakan membran fibroelastik yang muncul dari


batas superior arkus kartilaho krikoid. Di anterior melekat pada tepi inferior
kartilago tiroid dan menebal, membentuk ligamentum krikoid medial atau
membran krikotiroid. Di anterior, membran tersebut melekat pada permukaan
dalam kartilago tiroid, keatas sampai tuberkulum vokalis. Di posterior, konus
elastikus meluas dari krikoid ke prosesus vokalis aritenoid. Batas atas yang
bebas menebal dan membentuk ligamentum vokalis. Konus elastikus
dipisahkan dari ala kartilagotiroid oleh otot-otot intrinsik laring.

Membran kuadrangular dari jaringan elastik longgar meluas dari tepi


lateral epiglotis ke kartilago aritenoid dan kartilago kornikulatum. Di bagian
inferior membran meluas sampai pita suara palsu. Membran tersebut
membentuk bagian dari dinding bersama antara bagian atas fosa piriformis
dan vestibulum laring. Membran kuadrangularis dan konus elastikus
dipisahkan oleh orifisium ventrikel Morgagni yang lonjong.

Otot Ektrinsik. Otot-otot ini berperan pada gerakan dan fiksasi laring
secara keseluruhan. Terdiri dari kelompok otot elevator dan depresor.
Kelempok otot depresor terdiri dari mm. tirohyoid, sternohyoid dan omohyoid
yang dipersarafi oleh ansa hipoglosus dari C2 dan C3. Kelempok otot elevator
terdiri dari mm. digastrikus anterior dan posterior, stilohyoid, geniohyoid dan
milohyoid yang dipersarafi oleh nervus kranial V, VII, IX. Kelompok otot ini
penting pada fungsi menelan dan fonasi dengan mengangkat laring di bawah
dasar lidah.

Mm. konstriktor media dan inferior serta m. Krikofaring dari faring,


juga merupakan otot ekstrinsik laring yang penting. M. Konstriktor media
melekat pada kornu mayor os hyoid.
M. Konstriktor inferior melekat pada
garis oblik di kartilago tiroid pada
ikatan fibrosa yang menghubungkan
ruang krikotirooid di sisi
lateral, pada m. Krikotiroid dan pada
tulang rawan krikoid.

Gambar 2.9. Otot-otot ekstrinsik laring


Otot-otot Intrinsik. Otot intrinsik laring semuanya berpasangan,
kecuali m. Interaritenoid. Fungsinya mempertahankan dan mengontrol jalan
udara pernapasan melalui laring, mengontrol tahan terhadap udara ekspirasi
selama fonasi dan membantu fungsi sfingter dalam mencegah aspirasi benda
asing selama proses menelas. M. Krikotiroid dipersarafi oleh ramus eksterna
n. laring superior dan semua otot intrinsik laring lainnya dipersarafi oleh n.
laring rekuren.

M. krikotiroid terletak di permukaan depan laring, antara sisi lateral


krikoid dan kartilago tiroid. Serat-serat ototnya menyebar ke belakang dan ke
atas, dipersarafi oleh ramus eksternus n. laringus superior, otot ini berfungsi
untuk menyempitkan ruang krikotiroid di anterior dengan menjungkit
kartilago tiroid dan krikoid melingkari fulkrum sendi krikotiroid.
Gambar 2.10. Otot-otot intrinsik laring

M. krikoaritenoid posterior berasal dari fosa yang lebar pada


permukaan posterior lamina kuadratus kartilago krikoid, otot ini ditutupi oleh
membran mukosa laringofaring. Kontraksi otot ini membawa prosesus
muskularis aritenoid ke belakang dan memutar prosesus vokalis ke lateral.
Otot ini berfungsi sebagai abduktor utama pita suara dan juga membantu
menunjang kartilago aritenoid dalam hubungan kedudukannya degan krikoid.

M. krikoaritenoid lateral adalah oto segi panjang kecil yang berasal


dari tepi superior dan lateral bagian posterior arkus arkus krikoid, lateral
terhadap perlekatan dengan konus elastikus. Otot ini berjalan ke belakang dan
ke atas, berinsersi ke permukaan anterior prosesus muskularis aritenoid dan
melakukan gerak adduksi pita suara .

M. tiroaritenoid adalah otot yang berasal dari permukaan dalam ala


tiroid dan konus elastikus. Terbagi menjadi dua bagian, m. Vokalis atau tiro
aritenoid interna, berinsersi pada pinggir bebas konus elastikus dan batas
lateral prosesus vokalis. M. Tiroaritenoid eksterna berinsersi pada aritenoid
antara prosesus vokalis dan perlekatan krikoaritenoid lateral. Otot ini bekerja
untuk adduksi pita suara, dan juga mengubah tegangan dan ketebalan tepi
bebas pita suara .

M. interaaritenoid merupkan otot yang tidak berpasangan dan terdiri


dari serat-serat transversal dan oblik yang menghubungkan kedua korpus
kartilago aritenoid. Otot ini dipersarafi secara bilateral oleh n. laring rekuren,
karena itu tidak terjadi kelumpuhan akibat penyakit yang mengenai n. laring
rekuren unilateral. Otot ini juga menerima persarafan motorik dari n. laringius
superior.
M. ariepiglotik merupakan lanjutan dari bagia oblikm. Interaritenoid
ke pita suara palsu dan berinsersi ke membran kuadrangularis dan tepi
epiglotis. Otot ini bekerja untuk menutup sfingter laring superior, tetapi
bentuknya kecil dan sering hampir tidak ada. Otot ini dapat menjadi hipertrofi
jika fungsi pita suara palsu menggantikan fungsi pita suara asli. 7

Tabel 2.1 Kerja otot intrinsik laring

1. Abduktor M. krikoaritenoid posterior

2. Adduktor M. krikoaritenoid lateral

M. interaaritenoid

M. tiroaritenoid eksternah (lemah)

3. Tensor M. tiroaritenoid eksterna (atau m.


Vokalis), mengurangi tegangan

M. krikotiroid (adduktor lemah),


meninggikan tegangan

Bagian dalam laring. Batas superior laring ditandai oleh pinggir bebas
epiglotis, plika ariepiglotik, kartilago kornikulatum, dan batas superior daerah
interaritenoid. Batas inferior adalah pinggir inferior kartilago krikoid.

Vestibulum laring adalah bagian di atas pita suara. Dinding anterior


supraglotis dibentuk oleh epiglotis yang meruncing ke inferior, batas
bawahnya ditandai oleh suatu penonjolan, yaitu tuberkulum epiglotikum, yang
terletak 1 sampai 1,5 cm diatas komisura anterior.

Ada penonjolan dua masa yang lunak ke dalam vestibulum, yaitu plika
ventrikularis atau pita suara palsu yang di anterior melekat pada epiglotis
dekat tangkai dan di posterior bersatu dengan mukosa di permukaan aritenoid.

Glotis dibentuk oleh bagian membran pada dua pertiga anterior dan
tulang rawan pada sepertiga posterior. Bagian membran termasuk pita suara,
yang dibentuk medial oleh penebalan batas superior konus elastikus (yaitu
ligamentum vokalis) dan di lateral oleh m. Vokalis yang merupakan bagian
dari m. Tiroaritenoid. Di anterior, pita membran saling bertemu dan
berbentuk V dan bergabung membentuk tendo komisura anterior yang melekat
pada bagian dalam perikondrium tiroid dan tulang rawan. Di posterior, pita
membran melekat pada prosesus vokalis, yang bersama korpus inferior
aritenoid membentuk bingkai tulang rawan untuk glotis.

Pita suara asli dan palsu dipisahkan oleh sulkus yang mengarah ke
lateral, yang disebut ventrikel. Bentuknya meluas ke lateral hampir sampai ala
tiroid yang dibatasi oleh mukosa dan serat otot. Dasarnya dibentuk oleh
permukaan superior pita suara yang datar. Ventrikel selain meluas ke lateral,
juga meluas ke vertikal, lateral terhadap membran kuadrangularis.
Untuk kepentingan klinis, fossa piriformis biasanya dianggap sebagai
bagian dari hipofaring inferior, tetapi secara anatomi merupakan bagian
laring.tiga perempat bagian fossa piriformis dikelilingi oleh ala kartilago
tiroid. Tiap fossa terletak di vestibulum laring. Letaknya di antara membran
tirohyoid dan ala tiroid di lateral dan plika ariepiglotik, aritenoid dan kartilago
krikoid superior di medial.

Pendarahan laring berasal dari a. Laringius superior, a. Laringius


inferior, dan a. Krikotiroid. A, tiroid superior berasal dari bagian bawah a.
Karotis eksterna atau a. Karotis komunis (15%). Arteri keluar jauh di dalam
lapisan otot pengikat dan bercabang ke a. Laringius superior dekat tempat
asalnya. A. Laringius superior terbagi menjadi dua cabang, a. Infrahyoid dan
a. Krikotiroid sebelum memasuki laring melalui membran tirohyoid bersama
n. laringius internus.

a.krikotiroid berjalan menuju inferior, bersama ramus eksterna n.


laringius superior. Arteri ini berjalan jauh di dalam otot pengikat pada waktu
menempel pada m. Konstriktor inferior dan akhirnya memasuki laring melalui
membran krikotiroid sedikit lateral dari garis tengah.

a. tiroid inferior merupakan cabang dari trunkus tiroservikal dari a.


Subklavia .
Gambar 2.11 Sistem arteri pada laring

a. tiroid inferior memberikan cabang a. Laringius inferior sewaktu


menyilang n. laringius rekuren.

Aliran balik vena laring dibawa oleh v. Laringius superior, v. Tiroid


superior dan media, yang semuanya akan bermuara di v. Jugularis interna. 7

Anda mungkin juga menyukai