PENDAHULUAN
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan dan status gizi
Salah satu faktor yang dapat kita lihat sebagai derajat kesehatan masyarakat adalah perilaku
membunuh lebih dari lima juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini berlanjut terus, pada
tahun 2020 diperkirakan terjadi sepuluh juta kematian dengan 70 persen terjadi di negara
Terdapat 5 juta orang mati karena penyakit yang disebabkan oleh rokok. WHO terus
mengingatkan bahwa rokok merupakan salah satu pembunuh paling berbahaya di dunia.
Merokok merupakan suatu tindakan merusak diri sendiri yang menyebabkan timbulnya
penyakit dan membawa kematian apabila menghirup racun rokok secara kontinyu atau
Akibat dari rokok tidak hanya dirasakan oleh seseorang yang merokok atau perokok
aktif, namun juga dirasakan oleh orang-orang yang ada disekitar perokok atau perokok
pasif. Dampak rokok yang dirasakan langsung oleh perokok pasif adalah asap rokok. Asap
rokok mengandung 4000 bahan kimia dan berhubungan dengan terjadinya 25 penyakit di
tubuh manusia. Analisa mendalam tentang aspek sosio ekonomi dari bahaya merokok telah
diperlukan kemampuan advokasi dan mobilisasi sosial serta komunikasi risiko dalam
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2008, telah menetapkan
Indonesia sebagai negara terbesar ke tiga sebagai pengguna rokok. Lebih dari 60 juta
penduduk Indonesia pun mengalami ketidak berdayaan akibat dari adiksi nikotin rokok.
Kematian akibat konsumsi rokok tercatat lebih dari 400 ribu orang/tahun. Diketahui juga
statistik perokok dari kalangan anak-anak terus meningkat. Proporsi perokok di Indonesia
dari kalangan anak-anak dan remaja yakni pria sebanyak 24,1% anak/remaja pria, wanita
sebanyak 4,1 % anak/remaja wanita atau 13,5 % anak/ramaja Indonesia dan untuk jumlah
statistik prokok dari kalangan dewasa, yakni pria sebanyak 63% pria dewasa, wanita
57.563 juta orang perokok dari jumlah perokok ASEAN sebanyak 124.691 juta orang
perokok. Data Riskesdas 2007, prevalensi merokok di Indonesia naik dari tahun ke tahun.
Persentase pada penduduk berumur >15 tahun adalah 35,4 persen aktif merokok (65,3
persen laki-laki dan 5,6 persen wanita), artinya 2 diantara 3 laki-laki adalah perokok aktif
Aiman dalam Minarsih (2012) berpendapat perilaku merokok tidak hanya dilakukan
oleh kaum laki-laki, namun sekarang banyak kaum perempuan yang melakukan perilaku
merokok ini, salah satunya adalah mahasiswi. Pernyataan ini didukung oleh data yang
Peringkat pertama yaitu mahasiswa putri, kemudian disusul oleh pelajar (Minarsih, 2012).
Ada beberapa alasan untuk merokok, antara lain untuk penampilan pribadi, agar lebih
percaya diri, untuk membangkitkan semangat, agar diterima oleh kelompok, dan agar
Menurut laporan lembaga riset The Health Foundation (2017), remaja milenial akan
menjadi generasi pertama yang memiliki tingkat kesehatan yang buruk pada usia
pertengahan. Kondisi tersebut dinilai lebih buruk dibandingkan orang tuanya. Laporan
tersebut menjelaskan bahwa masalah pekerjaan, hubungan sosial, dan juga tempat tinggal
memengaruhi orang-orang usia tersebut, sehingga membuat mereka memiliki risiko terkena
kanker, diabetes, dan juga penyakit jantung yang lebih tinggi. Secara keseluruhan, hal
Stres yang dialami generasi milenial membuat mereka mencari cara yang dianggap
benar agar bisa melampiaskannya. Salah satu cara yang umum digunakan adalah dengan
merokok. Perasaan tenang yang dialami berasal dari nikotin. Asap rokok yang mengandung
nikotin dalam waktu kurang dari sepuluh detik akan masuk ke susunan saraf pusat,
kemudian otak akan memproduksi dopamin lebih dari biasanya karena rangsangan nikotin
milenial berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin tinggi tingkatan stresnya maka
rokok, dan lain-lain. Meskipun upaya tersebut ditujukan untuk semua umur, tetapi lebih
terkesan kepada perokok dewasa. Di sisi lain produsen rokok lebih menyasar kepada
generasi milenial. Ini menjadi dilema karena upaya pemerintah tersebut dinilai kurang tepat
sasaran.
Selain karena sisi negatif yang berbahaya bagi kesehatan, perusahaan rokok juga
berusaha menciptakan citra positifnya dengan berbagai cara, salah satunya dengan
pemberian beasiswa kepada pelajar yang dianggap berprestasi. Bukan hanya itu,
perusahaan rokok juga sering mensponsori kegiatan yang berbasis olahraga, padahal hal itu
sangat tidak masuk akal karena rokok sangat bertentangan dengan kesehatan dan hal itu
Dari jumlah 258 juta penduduk Indonesia yang telah tercatat, 81 juta merupakan
generasi milenial atau berusia 18-38 tahun. Peningkatan prevalensi perokok dari 27% pada
tahun 1995, meningkat menjadi 36,3% pada tahun 2013. Artinya jika 20 tahun yang lalu
dari setiap 3 orang Indonesia, 1 orang di antaranya adalah perokok, maka saat ini dari setiap
3 orang Indonesia, 2 orang di antaranya adalah perokok. Keadaan ini akan semakin
mengkhawatirkan, karena prevalensi perokok perempuan turut meningkat dari 4,2% pada
tahun 1995 menjadi 6,7% pada tahun 2013. Dengan demikian, setiap 100 orang perempuan
kebiasaan buruk merokok juga meningkat pada generasi muda menunjukkan bahwa
prevalensi remaja usia 16-19 tahun yang merokok meningkat 3 kali lipat dari 7,1% di tahun
1995 menjadi 20,5% pada tahun 2014. Dan yang lebih mengejutkan adalah usia perokok
semakin dini. Perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% di tahun 1995 menjadi 18% di tahun 2014
(Kemenkes, 2015).
perokok di Indonesia. Ironinya, kebanyakan perokok usia ≥15 tahun tercatat mulai merokok
pada usia anak dan remaja. Tren kenaikan signifikan terlihat pada mereka yang mulai
merokok pada usia anak dengan rentang 5-14 tahun. Tahun 1995, sebanyak 9,6% penduduk
usia 5-14 tahun mulai mencoba merokok. Pada 2001, jumlah ini naik jadi 9,9%, kemudian
terus melonjak hingga 19,2% pada 2010. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat
anak usia 5-14 tahun seharusnya masih di bawah pengawasan orang tua.
Sementara itu, proporsi perokok yang baru saja menghisap tembakau di usia lebih
dari 20 tahun menunjukkan tren menurun. Jumlahnya menurun menjadi 24,3% pada 2013
dari yang awalnya 35,9% pada 1995. Padahal, pada usia tersebut seseorang sudah dapat
memutuskan untuk merokok atau tidak. Selain mengancam kelangsungan generasi, rokok
juga merupakan salah satu komoditas yang menyumbang garis kemiskinan terbesar kedua
setelah beras.
terhadap kemiskinan terbesar sebanyak 18,8% di perkotaan dan 24,52% di pedesaan. Faktor
kedua yang berkontribusi terhadap kemiskinan adalah rokok keretek yang menyumbang
sebesar 9,98% kemiskinan di perkotaan serta 10,7% di perdesaan. Jika dilihat lebih rinci
mengalami kenaikan. Pada Maret 2015, rokok tercatat menyumbang 8,24% kemiskinan
perkotaan. Meski sempat turun sebanyak 2% pada September 2015 menjadi 8,08%, tetapi
pada periode setelahnya angka ini terus meningkat (11,79%) hingga Maret 2017.
Jumlah perokok di Indonesia saat ini menempati rating ketiga terbesar di dunia,
setelah China dan India. Jumlah perokok di Indonesia mencapai 35% dari total populasi,
atau sekitar 75 juta jiwa. Indonesia menempati peringkat ke-5 sebagai produsen tembakau
dunia dengan produksi tembakau sebesar 135.678 ton, atau sekitar 1.9% dari total produksi
tembakau dunia. Produksi tembakau meningkat dari 135.678 ton tahun 2010 menjadi
226.704 ton tahun 2012. Impor cengkeh sebagai bahan dasar rokok keretek juga meningkat
sangat tajam dari 277 ton tahun 2010 menjadi 14.979 ton tahun 2011, sementara produksi
mengalami penurun dari 98,3 ribu ton tahun 2010 menjadi 72,2 ribu ton. Kondisi ini
disebabkan oleh tingginya permintaan cengkeh dalam negeri oleh pabrik rokok karena
produksi rokok keretek meningkat, sementara produksi cengkeh domestik tidak mencukupi.
Produksi rokok pada tahun 2013 sudah mencapai 332 miliar batang, jumlah ini sudah jauh
di atas batas maksimal yang ditentukan roadmap industri rokok sebanyak 260 miliar
batang.
Menurut Target dalam Tarigan (2008) beberapa orang merupakan perokok sosial,
mereka merokok bukan karena kebutuhan fisik yang dalam atau kecanduan melainkan
untuk penampilan umum atau bahkan penampilan pribadi. Mereka berperan sebagai wanita
dalam khayalan mereka sendiri, sebagai idola atau apa saja dalam pikiran mereka, termasuk
geretan mahal di tangan, mata yang meredup karena hembusan asap rokok dari mulut,
menjentikkan abu rokok pilihan perlahan-lahan, sentuhan yang menggoda dan rasa nyaman
di ujung lidah setelah mengisap sebatang rokok, semuanya ini sangat berarti bagi perokok.
Jumlah laki-laki dan perempuan perokok yang mencoba berhenti merokok hampir
sama, tetapi laki-laki berhasil dua kali lebih banyak dari perempuan, penyebabnya adalah
perempuan melaporkan depresi lebih berat ketika mereka berhenti merokok. Dan depresi
ini diperoleh dari berbagai informasi, baik dilingkungan kampus maupun lingkungan
rumah. Responden meyampaikan kebiasaan merokok sebagai alasan yang membuat mereka
sulit untuk berhenti merokok, 10 responden sudah mulai merokok sejak dibangku SMA
sementara 5 responden mulai merokok sejak kuliah pada semester satu. Selain itu faktor
lingkungan juga berpengaruh bagi responden, 7 respon mengatakan jika mereka sedang
pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga mereka dapat berhenti merokok sebab
tidak ada yang merokok di keluarganya. Namun, saat kembali berkumpul dengan teman-
teman mereka akan kembali merokok. Alasannya mereka akan dikucilkan jika tidak
merokok.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tetarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
Tujuan Penelitian
2018.
Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu aplikasi ilmu kesehatan masyarakat yang selama
Penelitian ini sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melaksanakan penelitian
lebih lanjut tentang perilaku makan buah dan sayur dalam upaya mewujudkan gaya
hidup sehat .
Penelitian ini sebagai gambaran perilaku makan buah dan sayur sebagai salah satu