Anda di halaman 1dari 31

Action

Plan
SISTEM INOVASI INDUSTRI NILAM ACEH


BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
(BAPPEDA) ACEH
TAHUN 2015
Rencana Aksi
SISTEM INOVASI INDUSTRI NILAM ACEH

1. PENDAHULUAN

Nilam Aceh (NA), Pogostemon cablin, Benth, merupakan nilam terbaik dunia yang
dapat menghasilkan minyak mentah nilam dengan kandungan Patchouli Alcohol (PA)
di atas 30%. Di Indonesia, nilam menjadi penghasil utama minyak atsiri yang di impor
ke berbagai negara seperti Perancis, Singapura, Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
India, Spanyol dan Belanda, untuk industri kosmetika, parfum, sabun, obat-obatan
dan lain-lain. Indonesia merupakan pemasok 90% kebutuhan minyak nilam dunia
dan 70% diantaranya berasal dari Aceh.

Meskipun NA merupakan salah satu penghasil devisa yang cukup besar untuk negara,
tapi kehidupan petani nilam tidak meningkat secara signifikan. Added Value komoditi
NA tidak dinikmati oleh masyarakat setempat meskipun Aceh merupakan pusat
produksi untuk nilam dunia. Selama ratusan tahun petani nilam Aceh hidup dalam
kondisi miskin dan serba kekurangan. Komoditi lokal NA yang sangat berkualitas dan
diburu para pelaku industri dunia tidak berdampak linier terhadap kesejahteraan
petani. Sehingga perlu ditemukan secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan
masalah dan kemungkinan alternatif pemecahannya agar kekayaan alam tersebut
dapat digunakan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Rantai produksi NA
dari hulu ke hilir adalah wilayah yang perlu dicermati untuk menemukan dan
menyisipkan (find and insert) masalah dan inovasi tersebut.

Seperti agroindustri lainnya, maka Find and Insert pada Industri NA tersebut akan
difokuskan pada empat subsistem yaitu Agroindustri Hulu (upstream off-farm
agroindustry), Agroindustri Budidaya (on-farm agroindustry), Agroindustri Hilir
(downstream agroindustry) dan Industri Penunjang (supporting industry/
institution). Fokus ini memerlukan sinergi kuat antara petani, pelaku industri,
akademisi, politisi dan pemerintah secara lebih terstruktur dengan perencanaan
untuk implementasi yang baik. Kerja keras, kesungguhan, ketersediaan dana dan
waktu yang memadai adalah faktor penting lainnya yang harus didukung oleh
regulasi yang tepat.

1
Karena besar dan luasnya wilayah hulu dan hilir industri NA tersebut dan
keterbatasan waktu yang ada, maka Rencana Aksi Sistem Inovasi Industri Nilam Aceh
yang disusun ini akan memilih dan memilah prioritas program inovasi yang akan di-
insert secara terinci sehingga dapat langsung dieksekusi oleh SKPD terkait. Beberapa
bagian akan bersifat indikatif program yang akan diperinci pada waktu yang akan
datang.

2. FIND AND INSERT, MASALAH DAN INOVASI PADA INDUSTRI NILAM ACEH

Sebagaimana sudah disebutkan pada bagian pendahuluan, empat subsistem dalam


agroindustri nilam akan dicermati. Pertama adalah Agroindustri Hulu (upstream off-
farm agroindustry), yaitu aktivitas agroindustri yang berkaitan dengan produksi dan
perdagangan untuk menghasilkan sarana pra-produksi seperti industri pembibitan,
industri pupuk, industri obat-obatan pengendalian hama, industri teknologi
pembenihan dan lain-lain. Kedua, subsistem Agroindustri Budidaya (on-farm
agroindustry), yaitu aktivitas industri yang memanfaatkan sarana produksi untuk
menghasilkan komoditi utama, dalam hal ini produksi tanaman nilam. Ketiga,
subsistem Agroindustri Hilir (downstream agroindustry), yaitu industri dan
perdagangan yang mengolah komoditi nilam untuk menghasilkan produk yang siap
guna, termasuk derivasi produk berbasis minyak mentah nilam (Patchouli Oil) dan
aktivitas industri pengemasan dan penjualan produk-produknya. Keempat, subsistem
Industri Penunjang (supporting industry/supporting institution) seperti perbankan,
transportasi, capacity building, lembaga pendidikan dan penelitian, regulasi
pemerintah dan lain-lain. Keempat subsistem ini saling terkait satu sama lain
sehingga perlu memperoleh perhatian serius agar pengembangan industri Nilam
Aceh bisa berjalan secara komprehensif dan berkesinambungan. Selama ini
agroindustri masih terpaku pada onfarm agroindustry dan cenderung mengabaikan
subsistem lainnya, sehingga pembangunan dan pengembangan agroindustri tidak
berjalan secara optimal. Sketsa rantai hulu-hilir industri nilam diperlihatkan pada
Gambar 1 berikut.

2
 Pembibitan, teknologi pembibitan dan
Hulu penyediaan bibit unggul
(Off farm)  Ketersediaan pupuk organik
 Ketersediaan obat pengendalian hama

 Lahan, ketersediaan dan kesuburannya


 Pola tanam dan panen
Budidaya
 Pengendalian kesuburan dan hama
(On farm)
 Tempat dan teknik penyimpanan produk
 Tenaga kerja dan peralatan
INDUSTRI NILAM
 Ketersediaan bahan baku
 Teknik penyimpanan bahan baku
Hilir  Pengeringan dan penyincangan
(Downstream)  Penyulingan minyak mentah nilam
 Derivasi produk
 Pengendalian mutu produk
 Pengemasan dan pemasaran produk

 Organisasi pengelolaan
 Perbankan dan pelaku bisnis
 Pengendalian harga oleh pemerintah
 Pembeli dan monopoli harga
Pendukung
(Supporting)  Ketersediaan SDM dan Iptek
 Inovasi inklusif di Iptek dan
pemasaran
 Industri pendukung : pengemasan dan
pariwisata
 Sinergi program pemerintah

Gambar 1. Empat Subsistem Industri Nilam

Masalah-masalah mendasar Industri Nilam Aceh dan bebarapa alternatif inovasi yang
mungkin dilakukan pada empat subsistem tersebut diuraikan berikut ini.

2.1 Hulu (Upstream off-farm) Industri Nilam Aceh

Tiga sektor utama di bagian hulu yaitu pembibitan, pupuk organik dan biopestisida
adalah hal penting dalam industri hulu nilam dan masih terbuka ruang besar bagi
sentuhan inovasi. Pembibitan dan ketersediaan bibit nilam termasuk masalah paling
mendasar yang dihadapi oleh petani nilam Aceh. Pembibitan selama ini dilakukan
secara tradisional oleh petani melalui setek. Ranting-ranting dari tanaman nilam yang
telah ada, dipotong dan langsung ditanam 2-3 batang per lubang pada lahan yang
telah dipersiapkan. Bila setek ini berhasil, maka nilam akan tumbuh ditempat
tersebut hingga masa panen dilakukan. Cara seperti ini biasanya memerlukan bibit
3
2-3 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan pembibitan dengan cara
penyemaian. Penyediaan bibit nilam juga dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan
Kehutanan yang dilakukan melalui penyemaian. Namun masyarakat enggan
menggunakan bibit yang disediakan ini dengan alasan sulit mengangkut bibit
tersebut ke lokasi penanaman yang sebagian besar terletak dipedalaman yang sangat
jauh. Selain itu masyarakat juga beranggapan bahwa bibit nilam dari pemerintah
tersebut tidak menghasilkan nilam yang berkualitas dan ketahanannya terhadap
hama relatif rendah. Sejauh ini tidak ada proses industrialisasi pada pembibitan
nilam dengan inovasi teknologi yang memadai. Tidak ada pihak dunia usaha maupun
pemerintah yang menjadi penyedia bibit unggul dengan standarisasi yang baik.
Dukungan kalangan akademisi di Aceh untuk inovasi teknologi bibit unggul, misalnya
melalui penelitian-penelitian yang aplikatif di bidang ini juga tidak ada sama sekali.

Masalah lainnya adalah ketersediaan pupuk, terutama pupuk organik yang dapat
langsung digunakan di lokasi. Penggunaan pupuk buatan tidak diinginkan oleh petani
karena akan mempengaruhi kualitas minyak nilam saat penyulingan. Kandungan
bahan kimia pupuk buatan dianggap mencemari minyak nilam dan menyebabkan
penurunan harga. Pupuk organik yang diperoleh melalui pembelian atau bantuan dari
pihak ketiga juga memiliki hambatan tersendiri, selain meningkatkan biaya produksi,
kontinuitasnya yang tidak stabil juga kesulitan petani mengangkut pupuk organik
tersebut ke ladang-ladang nilam yang rata-rata berada di pedalaman perbukitan atau
di kaki gunung yang sulit diakses oleh alat transportasi. Hal yang hampir sama juga
terjadi untuk obat-obatan pengendali hama. Pestisida buatan ditolak karena akan
mencemari dan menurunkan kualitas minyak nilam dan menyebabkan penurunan
harga jual.

Beberapa alternatif yang bisa dilakukan adalah menyediakan bibit unggul sekaligus
dengan proses delivery-nya ke lokasi penanaman nilam. Saat ini ada 4 klon bibit
unggul yang telah dikembangkan oleh Balai penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Republik Indonesia yaitu Klon Sidikalang dengan kadar Patchouli Alcohol (PA) 37,3%,
Tapak Tuan dengan PA 35%, Cisaroni dengan PA 33,1%, dan Lhokseumawe dengan
PA 30,5%. Untuk itu pengembangan varitas Sidikalang dan Tapak Tuan perlu
diintensifkan agar bibit nilam menghasilkan kualitas minyak yang terbaik.

4
Selanjutnya, penanaman lebih baik dilakukan melalui penyemaian terlebih dahulu
sehingga memudahkan tumbuhnya akar dan bisa menghemat penggunaan bibit
sampai 2-3 kali lipat. Penyemaian dapat dilakukan dalam bak atau bedengan pasir
bercampur tanah dengan perbandingan 2:1 dengan jarak tanam 10x10 cm,
kedalaman 5 cm, kemiringan 450 dan satu bibit per lubang. Bibit yang telah disemai
dilindungi dari cahaya matahari langsung dengan membuat naungan dari daun
kelapa. Naungan tersebut dibuat condong ke timur dengan tinggi 180 cm (timur) dan
130 cm (barat). Dalam waktu 3-4 minggu bibit dapat dipindah ke lahan yang telah
dipersiapkan. Selain peran pemerintah dalam penyediaan bibit, maka sebaiknya
petani nilam juga diilatih sehingga memiliki kemampuan untuk memproduksi bibit
sendiri. Sehingga selain bisa untuk ditanam sendiri, bibit tersebut juga bisa dijual
untuk petani lain.

Pengembangan bibit unggul ini harus terus dilakukan bekerjasama dengan Perguruan
Tinggi dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui penelitian-
penelitian tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan. Penelitian tentang rekayasa
genetik nilam sehingga tahan terhadap hama penyakit, masa tanam yang pendek dan
menghasilkan rendemen minyak yang banyak dengan kandungan PA yang tinggi
adalah bidang yang harus difokuskan. Ketersediaan dana penelitian misalnya dari
DIKTI, LPDP, LPSDM, CSR BUMN/Swasta dan lain-lain perlu dimanfaatkan untuk
bidang ini. Keterlibatan peneliti fakultas pertanian di berbagai universitas perlu
dikembangkan dan ditingkatkan.

Pembuatan pupuk organik sebaiknya dibuat sendiri oleh petani nilam. Selama ini
ampas nilam hasil penyulingan dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan. Dinas terkait
dan perguruan tinggi dapat melatih petani dalam membuat pupuk organik yang baik
dengan memanfaatkan limbah penyulingan nilam dan kotoran hewan. Kemudian,
pengembangan biopestisida untuk mengendalikan hama juga perlu ditingkatkan
dengan melibatkan perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Beberapa peneliti telah
mengembangkan biopestisida yang memungkinkan pengendalian hama penyakit
tumbuhan secara lebih alami. Dunia usaha dimana BUMN dan swasta dapat
mendukung upaya ini melalui pemanfaatan CSR.

5
Terlihat bahwa pada subsistem hulu industri nilam, sinergi penting untuk dilakukan
agar rantai produksi Nilam Aceh lebih terstruktur dan berkesinambungan. Sketsa
sinergisitas tersebut diperlihatkan pada Gambar 2 berikut ini.

 Pengadaan, Distribusi dan Delivery BPP


Pemerintah/
 Pelatihan dan Pengorganisasian Petani
Dinas Terkait
 Infrastruktur Jalan

 Penelitian dan alih teknologi Bibit  BIBIT UNGGUL


Perguruan Tinggi Unggul, Pupuk Organik dan Biopestisida  PUPUK ORGANIK PETANI NILAM
 Capacity Building  BIOPESTISIDA

 CSR terkait BPP


BUMN/SWASTA  Pembinaan dan Pendampingan Petani
 Kredit Usaha Ringan

Gambar 2. Sinergi Subsistem Hulu Industri Nilam Aceh

2.2 Budidaya (On farm) Industri Nilam Aceh

Pada subsistem budidaya (on farm industry) Nilam Aceh, pola tanam yang berpindah-
pindah lahan adalah masalah yang serius. Petani menyakini bahwa lahan tanam nilam
hanya bisa digunakan untuk satu kali panen setelahnya harus berpindah tempat.
Perpindahan ini tentu saja diikuti oleh pembukaan lahan baru dengan menebas
hutan. Petani nilam Aceh berpendapat bahwa setelah panen, maka zat hara atau
kesuburan tanah itu tidak lagi mencukupi utk menghasilkan minyak nilam yang
berkualitas. Selain itu, menanam di tempat yang sama akan menyebabkan nilam
terserang penyakit budok, daun keriting, layu menjadi abu-abu dan gugur. Petani
memanen nilam rata-rata setelah 6 bulan masa tanam dengan memotong batang
nilam sampai ke akar-akarnya. Menjemur di sinar matahari dan mencincangnya
untuk kemudian dijual kepada pengumpul atau koperasi. Dari tinjauan lapangan
terlihat bahwa nilam yang sudah dicincang tersebut langsung dimasukkan ke ketel
penyulingan meski banyak yang bercampur dengan tanah dan kotoran. Petani nilam
juga tidak memiliki tempat penyimpanan yang memadai saat nilam dipanen, hingga
mudah terkontaminasi oleh kondisi alam yang tidak stabil. Pengetahuan yang baik
tentang karakteristik nilam dan penanganan saat penanaman dan panen akan bisa
6
membantu peningkatan kualitas dan kuantitas produksi nilan, yang pada gilirannya
akan membantu peningkatan kesejahteraan petani.

Nilam adalah tanaman daerah tropis yang dapat tumbuh baik pada dataran rendah
maupun tinggi. Ketinggian ideal untuk tempat tumbuh nilam adalag 400-700 m dari
permukaan laut dengan kebutuhan curah hujan 2500-3000 mm dengan penyebaran
merata sepanjang tahun. Temperatur terbaik untuk pertumbuhan nilam adalah 24-
280C dengan kelembaban di atas 75%. Nilam membutuhkan banyak air, tapi tidak
boleh tergenang air, menyerap banyak zat hara tanah sehingga penambahan humus
dan pupuk perlu direncanakan dan dilakukan dengan baik. Pertumbuhan nilam lebih
baik jika ternaungi dan tidak langsung disinari oleh matahari. Namun nilam yang
tersinari matahari secara langsung akan memiliki kadar minyak yang lebih tinggi.
Nilam yang ditanam pada daerah terbuka dan langsung disinari oleh matahari bisa
memiliki kadar minyak mencapai 5%. Sedangkan nilam yang ditanam sebagai
tanaman sela diantara pohon sawit atau karet memiliki kandungan minyak yang lebih
rendah yaitu 4,66%. Nilam yang ditanam pada dataran rendah memiliki kandungan
minyak yang lebih tinggi daripada dataran tinggi. Namun, nilam dataran tinggi
memiliki kandungan patchouli alkohol yang lebih tinggi dari dataran rendah. Dan,
nilam yang dipelihara dengan baik secara intensif dan berkelanjutan akan memiliki
kualitas minyak yang lebih baik dibandingkan nilam yang hidup secara liar.

Nilam sebaiknya ditanam dengan memperhitungkan faktor-fartor yang telah


diuraikan di atas. Jarak tanam yang baik 60-90 cm antar baris dan 40-50 cm dalam
baris batangnya. Untuk lahan yang terbuka, jarak tanam yang lebih lebar sekitar
90x50 cm dengan ukuran lubang 30x30x30 cm sehingga tanaman nilam tidak saling
menutupi yang bisa menghambat proses fotosintesis dan perpengaruh pada
kandungan minyaknya. Selain itu, dengan jarak seperti ini sinar matahari akan bisa
langsung mencapai permukaan tanah yang baik untuk kesehatan tanaman. Untuk
lahan yang miring jarak antar baris penanaman dapat diperlebar sedangkan jarak
dalam barisnya bisa diperkecil menjadi 90x40 cm dengan arah barisan disesuaikan
dengan kontur tanah.

7
Karena umur tanaman nilam mencapai 2-3 tahun, makan proses intesifikasi
sebaiknya dilakukan akar panen dapat dilakukan berkali-kali. Panen pertama
dilakukan setelah 6 bulan usia tanaman dan penen selanjutnya dapat dilakukan
setiap 4 bulan. Metode ini tentu bisa dilakukan jika yang dipanen hanya daun nilam
dan ranting-ranting kecilnya saja, sedangkan batang dan cabang besar tetap
dibiarkan untuk tumbuh kembali. Hal ini cukup rasional karena kandungan minyak
nilam terbesar ada pada daunnya (5-6%) sedangkan kandungan minyak pada batang
sangat rendah (0,4-0,5%). Bila ini bisa dilakukan maka produktivitas petani akan
meningkat sampai 8 kali lipat, karena selama ini panen hanya dilakukan sekali oleh
petani nilam Aceh.

 Menanam tanpa berpindah


 Penggunaan pupuk Organik
 Penggunaan biopestisida
 Eradivikasi virus

 Ketinggian : 400-700 m dpl


 Curah hujan dan matahari cukup
dan merata, kelembaban 75%
 Suhu ideal : 24-280C
V. Sidikalang
 Jarak : 60-90 cm antar baris,
V. Tapak Tuan 40-50 cm dalam baris
 Lubang : 30x30x30 cm

Bibit Unggul Disemai Ditanam Panen

Pasir : Tanah, 2:1


Intensifikasi : 2-8 x panen
dgn memetik daun
 Jarak 10x10 cm
 Kedalaman 5 cm
 Kemiringan 450

Naungan condong ke timur


(180 cm Timur, 130 cm Barat)

Waktu : 3-4 minggu

Gambar 3. Inovasi Pada Proses Budidaya Nilam

Intensifikasi tentu menuntut pemeliharaan lahan yang baik juga. Karena itu perlu
dilakukan pemupukan dan perawatan tanah secara baik. Pupuk yang disarankan
adalah pupuk organik yang bisa diolah sendiri oleh petani dengan memanfaatkan

8
limbah penyulingan nilam dan kotoran hewan. Penggunaan pupuk kimia sebaiknya
dihindari karena mempengaruhi kandungan kimia minyak nilam dan berakibat pada
penurunan kualitas minyak. Hal yang sama juga dilakukan untuk pengendalian
penyakit. Penggunaan pestisida alami (biopestisida) sangat baik dilakukan untuk
pengendalian hama dan penyakit. Bila penyakit berasal dari virus yang belum
ditemukan obatnya, maka perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan dan tindakan
yang dapat menghambat penyebaran penyakit tersebut. Sebagai contoh penyakit
budok yang disebabkan oleh virus yang bekerjasama dengan nematoda dan muncul
setelah kemarau yang agak panjang. Serangan penyakit ini menyebabkan daun nilam
keriting, berwarna abu-abu, dan rontok. Batang nilam terbentuk benjolan sampai ke
akar dan bila dipijit akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini bisa dilakukan metode eradikasi, yaitu mencabut dan
memusnahkan tanaman yang terserang. Secara skamatik, proses penanaman dan
panen nilam yang baik diperlihatkan pada Gambar 3.

Beberapa indikatif program yang mungkin dilaksanakan pada subsistem ini adalah:
1. Memperkuat perkebunan nilam rakyat melalui kelompok-kelompok usaha
masyarakat dan dukungan kredit lunak.
2. Meningkatkan efisiensi perkebunan nilam rakyat melalui sistem integrasi dengan
usaha perkebunan besar dengan konsep inti-plasma dan sumber daya lokal. Juga
memberi kesempatan dan kemudahan bagi penanam modal (investor) untuk
terjun dalam usaha ini.
3. Meningkatan produktivitas melalui berbagai upaya seperti meningkatkan
kemampuan manajerial produksi, mempercepat dan memperpendek masa panen
melalui ketersediaan pupuk dan bibit termasuk melalui proses rekayasa genetik.
Selain itu juga melalui penyediaan dan penggunaan obat-obatan untuk menekan
penyebaran penyakit tanaman.
4. Memanfaatkan pupuk dari limbah pertanian, perkebunan dan agroindustri
lainnya untuk mempercepat pertumbuhan tanaman nilam.

2.3 Hilir (Downstream) Industri Nilam Aceh

Selama ratusan tahun, produk utama dari Nilam Aceh adalah daun dan batang nilam
kering yang dibawa keberbagai penjuru dunia oleh pedagang berbagai negara.
9
Belakangan, meski dengan peralatan yang sederhana, menggunakan drum bekas,
beberapa petani nilam sudah mulai menyuling sendiri minyak nilam sehingga bisa
memperoleh pertambahan nilai (added value) dari komoditi tersebut. Tentu saja
penyulingan sederhana tersebut menghasilkan kualitas minyak yang relatif rendah
dengan impurities (pengotor) yang relatif besar. Meskipun sebagian petani/penyuling
minyak nilam mengetahui bahwa penggunaan ketel suling dari besi (drum bekas oli)
dapat mempengaruhi mutu minyak minyak nilam terutama kadar Fe-nya, namun
karena keterbatasan dana mereka tetap menggunakan peralatan tersebut. Ketel
penyuling nilam dari stainless steel relatif mahal dan tidak terjangkau oleh
kemampuan finansial masyarakat. Beberapa dokumentasi peralatan proses minyak
nilam tradisional masyarakat diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Peralatan Tradisional Produksi Nilam Aceh


(Foto : Syaifullah Muhammad, 7 September 2015)

10
Pasca bencana tsunami 2004, beberapa NGO (Non Gevernment Organization) dari luar
negeri memberi bantuan peralatan proses yang lebih baik untuk penyulingan nilam.
Ketel penyulingan dengan bahan stainless steel tersebut berhasil memproduksi
minyak nilam dengan kualitas yang sangat baik. Salah satu koperasi petani nilam di
Aceh Jaya, Koperasi Industri Nilam Aceh (KINA), yang memperoleh bantuan dari NGO
Chech Charitas bisa memproduksi minyak nilam dengan kadar Patchouli Alkohol (PA)
30-38%. Meski kualitas telah cukup baik, tapi peralatan penyulingan tersebut masih
belum berfungsi secara optimal. Beberapa persoalan yang dihadapi adalah :
1. Penggunaan kayu dari penebangan hutan sebagai bahan bakar utama dalam
proses penyulingan minyak nilam
2. Bahan baku yang relatif kurang bersih dan ketersediaannya yang tidak stabil
3. Bahan baku merupakan campuran antara batang dan daun dengan komposisi 60%
batang dan 40% daun.
4. Produksi steam (uap panas air) yang digunakan untuk ekstraksi minyak hanya
mencukupi untuk satu ketel dari dua ketel yang tersedia.
5. Panas yang dihasilkan dari tunggu pemanas air masih banyak yang terbuang
karena isolasi yang tidak optimal
6. Instalasi perpipaan terlalu panjang dan banyak belokan sehingga kehilangan
energi menjadi lebih tinggi.
7. Ketinggian bak pendingin dan panjang kondensor spiral masih kurang sehingga
proses kondensasi minyak belum optimal.
8. Untuk mendapatkan keuntung yang lebih besar, sebagian petani/penyuling nilam
dan pengepul minyak nilam mencampurkan minyak tertentu seperti minyak
kruing bahkan minyak tanah kedalam minyak nilam. Tindakan ini menyebabkan
kepercayaan buyer terhadap mutu minyak nilam Aceh menurun menyebabkan
harga jual minyak nilam semakin rendah.

11
Gambar 5. Peralatan Penyulingan Nilam Bantuan NGO Internasional Untuk
Koperasi (Foto : Syaifullah Muhammad, 7 September 2015)

Hingga saat ini, produk minyak mentah nilam (patchouli oil) dijual kepada pengumpul
di Medan maupun kepada pembeli langsung dari luar negeri. Namun, harga produk
ditentukan oleh pembeli yang tentu saja sering merugikan petani. Sehingga,
meskipun Aceh adalah penghasil nilam terbaik dan terbesar di dunia, tapi kehidupan
petaninya masih relatif miskin. Pertambahan nilai dari komoditi nilam Aceh belum
dinikmati sepenuhnya oleh petani, sehingga perlu dicarikan alternatif untuk proses
produksi minyak nilam, proses lanjutan untuk derivasi produk dan strategi penjualan
yang lebih baik. Peralatan penyulingan minyak nilam bantuan salah satu NGO untuk
koperasi masyarakat di Aceh Jaya tersebut diperlihatkan pada Gambar 5.

12
2.4 Aspek Pendukung (Supporting Industry)

Subsistem keempat yaitu industri penunjang (supporting industy/supporting


institution) yang juga merupakan sektor penting untuk mendukung keberlanjutan 3
subsistem yang telah dijelaskan di atas. Pengembangan Industri Penunjang
(supporting industry/supporting institution) seperti perbankan, transportasi, capacity
building, lembaga pendidikan dan penelitian, regulasi pemerintah dan lain-lain, perlu
ditingkatkan dengan serius. Pengembangan industri proses berbasis agro seperti
nilam, secara umum memerlukan beberapa sarana pendukung seperti: pertama,
infrastruktur meliputi jalan darat dan bangunan yang sesuai kebutuhan, kedua
utilitas listrik dan air, ketiga ketersediaan lahan dan peralatan proses, keempat SDM
dan potensi pengembangannya, kelima keterkaitan dan sinergi antara industri dari
hulu ke hilir.

Peran pemerintah dalam industri pendukung ini masih cukup sentral melalui
perencanaan dan implementasi program serta peraturan yang tepat sasaran. Selain
itu pemerintah perlu memastikan beberapa unsur penting berikut.
1. Terjaminnya kordinasi antar SKPA/SKPD di Aceh untuk home industri nilam.
2. Terwujudnya akuntabilitas publik dari program-program pemerintah tentang
pengembangan home industri nilam.
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi program dan anggaran pemerintah di Aceh
untuk home industri nilam
4. Memastikan alokasi budget pemerintah kepada hal-hal pendukung investasi di
bidang home industri nilam
5. Terciptanya alokasi-alokasi budget tahunan dari masing-masing SKPA untuk
mendukung pembangunan sektor home industri nilam.

Beberapa program penguatan yang bisa dilakukan untuk menunjang pengembangan


agroindustri berbasis nilam antara lain:
1. Penguatan kelompok usaha petani nilam rakyat sehingga memiliki keterampilan
untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan efisiensi dan pengetahuan
pemasaran yang lebih baik.

13
2. Petani/Penyuling minyak nilam, pengepul dan pedagang besar perlu di sertifikasi
sehingga nantinya yang dapat menjual minyak nilam hanyalah mereka yang telah
mendapatkan sertifikasi yang dapat menjual minyak nilam ke pedagang di dalam
dan diluar negeri. Adanya proses sertifikasi ini dalam jangka panjang dapat
mengembalikan kepercayaan para buyer dan menghindari isu-isu pemalsuan
yang dihembuskan oleh pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan lebih.
Disamping itu harga jual minyak nilam juga dapat dijaga tetap stabil.
3. Mengembangkan fasilitas transportasi, infrastruktur dan unsur penunjang
lainnya seperti jalan, listrik, air bersih, pemasok energi, gudang, industri-industri
pendukung seperti industri kemasan dan pariwisata, lembaga keuangan, industri
mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi dan pemasaran produk
home industri nilam.
4. Membuat kebijakan-kebijakan (regulasi pemerintah) yang berpihak kepada
petani nilam, misalnya dengan kebijakan untuk pengembangan pola inti-plasma.
5. Pengembangan industri kreatif untuk meningkatkan public image dari produk
industri nilam rakyat, misalnya melalui cara-cara kreatif promosi, branding
produk organik, kemasan yang inovatif dan lain-lain.
6. Pendekatan Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) dan zerowaste
patut menjadi rujukan dalam pengembangan sistem industri proses nilam.
7. Penguatan penelitian untuk menghasilkan bibit nilam unggul melalui pelestarian,
seleksi, persilangan juga pengembangan berbagai teknik kultur jaringan melalui
kerjasama dengan lembaga penelitian, universitas dan BPPT.
8. Pemanfaatan teknologi biopestisida untuk pengendalian hama tanaman.
9. Pengembangan teknologi pembuatan pupuk kompos dari limbah penyulingan
minyak nilam.
10. Perolehan Standar Produk Indonesia (SNI) untuk berbagai inovasi produk dan
teknologi pengembangan agroindustri berbasis nilam.
11. Beberapa regulasi juga dapat dikembangkan, misalnya pencegahan perambahan
hutan untuk lahan penanaman nilam, pembelian dan pengendalian harga minyak
nilam oleh pemerintah dan lain-lain.

Dalam rangka melaksanakan strategi umum peningkatan produksi nilam, diperlukan


dukungan regulasi dan kebijakan sebagai berikut:

14
1. Penyiapan dan pengawasan pelaksanaan RTRWA dan RTRWK di Kawasan
Ekonomi Barat dan Kawasan Ekonomi Selatan yang mempunyai sentra-sentra
produksi nilam;
2. Penjalinan kerjasama dengan negara yang mengkonsumsi nilam untuk
pemasarannya;
3. Pengembangan klaster industri nilam yang melingkupi industri produksi bahan
baku, minyak nilam dan produk turunan lainnya yang berbasis minyak mentah
nilam
4. Pemetaan potensi nilam;
5. Pengawasan penerapan RTRW;
6. Pembentukan pusat benih;
7. Revitalisasi lahan yang sudah ada.

Selain hal di atas, pemenuhan kebutuhan infrastruktur dalam rangka peningkatan


konektifitas untuk mendukung peningkatan produksi nilam dilakukan melalui:

1. Perbaikan level of service jalan lintas kabupaten, terutama untuk Kawasan Barat
dan Kawasan Selatan;
2. Peninjauan kembali kapasitas pelabuhan setempat guna mendukung aktivitas
industri;
3. Percepatan program penambahan kapasitas energi listrik dengan operasional
PLTU Nagan Raya;
4. Pengembangan Bandar Udara Cut Nyak Dien di Nagan Raya yang digunakan
untuk mengangkut hasil perkebunan yang bernilai tinggi ke pelabuhan expor-
import di Kawasan Utara.

Upaya peningkatan produksi nilam juga dilakukan melalui:

1. Pendirian pusat pelatihan petani dan pengadaan program sertifikasi;


2. Pengembangan bibit unggul dan teknologi pengolahan nilam dan turunannya,
misalnya pembuatan alat destilasi dari bahan tahan-karat untuk menjaga
kemurnian nilam;
3. Pemberian pendampingan pada UKM nilam untuk meningkatkan pengetahuan
15
pengolahan yang memiliki nilai tambah tinggi serta pemberian skema micro
credit PNPM Mandiri melalui koperasi petani;
4. Penjalinan kerjasama dengan Lembaga Penelitian, Universitas dan BPPT untuk
pengembangan teknologi pengolahan hasil nilam yang bernilai jual lebih tinggi.

3. IMPLEMENTASI INOVASI : INDUSTRI MINYAK WANGI BERBASIS NILAM

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, pengembangan industri nilam harus


ditinjau dari hulu sampai hilir dengan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan
yang dihadapi dan menemukan inovasi-inovasi yang mungkin dilakukan untuk
perbaikan. Beberapa permasalahan dan inovasi yang disarankan pada rantai hulu-
hilir industri nilam Aceh diperlihatkan pada Gambar 6. Pada skema tersebut terlihat
bahwa sistem inovasi industri nilam aceh mensyaratkan sinergisitas yang kuat antara
berbagai stake holders penting antara lain petani, pemerintah, dunia usaha, BUMN,
akademisi pada lembaga riset dan perguruan tinggi, NGO dan parlemen. Selanjutnya
sistem inovasi ini perlu didukung melalui regulasi pemerintah untuk memastikan
implementasinya di daerah-daerah terkait. Perumusan sistem inovasi ini melalui
RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) dan dukungan Qanun Aceh adalah
proses yang baik untuk dilakukan.

Selain itu, inovasi teknologi yang dikembangkan harus bersifat inklusif, dimana
masyarakat khususnya masyarakat miskin dan marginal dimungkinkan ikut
perpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, menciptakan dan
mengaktualisasikan kesempatan, dan menikmati manfaat dari
pembangunan. Biasanya, teknologi yang dikembangkan oleh industri terkesan high
tech dan tidak user friendly, sehingga masyarakat kesulitan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Inovasi inklusif mengutamakan keterlibatan masyarakat
dalam perencanaan dan implementasinya. Konsep ini juga menawarkan
keberlanjutan dengan mempertimbangkan kepentingan ekonomi, lingkungan dan
sosial budaya masyarakat setempat. Karena itu, inovasi teknologi dipilih sesuai
dengan potensi daerah dan tidak menimbulkan kesenjangan atau disparitas ekonomi
di masyarakat.

16
Gambar 6. Hotspot Inovasi Industri Nilam Aceh

Mempertimbangkan durasi waktu dan banyaknya titik-titik inovasi (hot spot


innovation) yang mungkin dilakukan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6 di
atas, maka dalam jangka pendek akan diprioritaskan program berikut:
1. Penggunaan sumber energi alternatif selain kayu bakar seperti listrik, batu bara,
LPG dan briket dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang paling
mungkin untuk penerapannya.
2. Memberi inovasi pada proses penyulingan minyak nilam melalui modifikasi
disain peralatan proses dan pengaturan komposisi bahan baku.
3. Alih teknologi untuk masyarakat dalam mengembangkan home indrustri
pengolahan produk jadi dan setengah jadi berbasis minyak mentah nilam
4. Pengadaan peralatan proses untuk menghasilkan produk turunan berbasis
minyak nilam seperti minyak wangi, sabun, obat aroma terapi, obat pengusir
serangga, pewangi ruangan dll.
5. Pengembangan cluster home industry produksi dan pemasaran nilam di Aceh
Jaya, Aceh Barat dan Aceh Selatan.
17
6. Pendirian showroom untuk produk berbasis komoditi lokal Aceh termasuk
produk dari minyak nilam di Banda Aceh.
7. Inovasi pemasaran produk melalui online dengan membuat sistem aplikasi e-
comerce untuk produk nilam Aceh.

Pemerintah daerah bisa meminta Perguruan Tinggi, lembaga-lembaga riset dan


institusi pengkaji dan pengembang rekayasa seperti Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) untuk bekerjasama dalam penyediaan inovasi teknologi
yang dibutuhkan tersebut.

3.1 Inovasi Proses Penyulingan Nilam

Merujuk pada kondisi terkini proses pengolahan minyak nilam rakyat sebagaimana
yang diuraikan pada sub 2.3 diatas, maka beberapa inovasi pada proses penyulingan
minyak nilam dapat dilakukan melalui modifikasi peralatan proses dan perlakukan
serta komposisi terhadap bahan baku berikut ini :

1. Pretreatment sederhana untuk menghilangkan kotoran pada tanaman nilam


2. Mengingat kandungan minyak pada daun jauh lebih besar (5-6 %) dibandingkan
dengan pada batang (0,4-0,5 %), maka perlu dilakukan penyulingan hanya untuk
daun saja tanpa kandungan batang atau ranting besar. Untuk itu, perlu modivikasi
pada bagian dalam ketel destilasi uap agar proses dapat efektif dan efisien.
3. Alat proses dibuat dari bahan stainless steel dengan modifikasi pada volume yang
terukur secara baik.
4. Tunggu pemanas air diturunkan hingga berada di bawah permukaan tanah,
sehingga panas yang dihasilkan tidak terbuang.
5. Keseluruhan ketel penghasil uap di isolasi beton sehingga panas tidak terbuang
dan mencukupi untuk menjalankan dua ketel penyulingan.
6. Modifikasi pada sistem perpipaan untuk meminimalisir panjang pipa dan
menghindari belokan yang tidak perlu untuk peningkatan efisiensi
7. Penambahan ketinggian bak pendingin dan panjang spiral kondenser untuk
optimalisasi proses kondensasi minyak.

18
8. Penggunaan bahan bakar kayu perlu dikurangi dengan subtitusi batu bara atau
briket.
9. Merancang peralatan penyulingan minyak nilam sistem mobile yang dapat
dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya dengan mudah. Peralatan ini dapat
dikelola oleh sebuah koperasi dan diterjunkan ke lokasi-lokasi penyulingan
angggota koperasi dengan sistem sewa atau pembagian hasil.

Proses inovasi yang dilakukan terhadap proses penyulingan minyak nilam harus
menghasilkan produk yang memenuhi standar mutu SNI sebagaimana diperlihatkan
pada Tabel 1 berikut. Pengendalian mutu dapat dilakukan melalui kerjasama dengan
Perguruan Tinggi, Baristand Industri Aceh dan laboratorium yang relevan lainnya.

Tabel 1. Mutu Minyak Nilam berdasarkan SNI

19
3.2 Inovasi Pningkatan kadar PA Minyak Nilam

Meskipun Indonesia khususnya Aceh termasuk produsen nilam terbesar di dunia,


yang memasok 90% kebutuhan minyak nilam dunia, tapi Indonesia masih
mengimpor kembali produk turunan (derivat) untuk bahan baku obat-obatan dan
flavo. Karena itu pengolahan lebih lanjut dari minyak nilam akan memberikan nilai
tambah yang sangat berarti untuk peningkatan dan pengembangan industri dalam
negeri, khususnya pengembangan home industry masyarakat.

Proses pengolahan minyak mentah nilam (patchouli oil) menjadi produk turunannya
dimulai dengan pemisahan kandungan Patchouli Alcohol (PA) dari cairan induknya.
Senyawa utama yang terkandung dalam minyak nilam (patchouli oil) adalah patchouli
alcohol 40,04%, α-patchoulien 28,28%, cariofilen 17,29%, bulnesene 11,76% dan
benzaldehid 2,34%. Kandungan minyak terbesar berada pada daun 5-6% sedangkan
kandungan minyak pada batang, cabang atau ranting sebesar 0,4-0,5%.

Salah satu komponen minyak nilam yang sangat penting dan menjadi bahan baku
utama dari industri berbasis patchouli oil (PO) adalah patchouli alcohol (PA). Karena
itu, teknologi pemisahan PA dari PO atau peningkatan PA dalam PO menjadi kunci
untuk pengembangan produk lanjutan dari minyak nilam ini. Selama ini pemisahan
dilakukan dengan mengekstrak PA dari PO dengan menggunakan n-Heksan. Metode
ini, selain menghasilkan kadar PA yang tidak terlalu tinggi, juga diperlukan tambahan
proses untuk merekoveri n-Heksan secara destilasi. Kondisi azeotrop dari komponen-
komponen pada minyak nilam juga menyebabkan proses destilasi menjadi tidak
mudah dilakukan karena titik didih komponen tersebut yang sangat berdekatan.

Salah satu inovasi yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan Destilasi
Ekstraktif (Extraktive Destilation). Teknologi ini menggunakan proses ekstraksi dan
destilasi dalam satu tahap menggunakan pelarut yang dapat bercampur dengan
komponen-konponen minyak nilam namun memiliki sifat kimia yang mendekati
salah satu komponen kunci yang diinginkan. Salah satu bahan yang bisa digunakan
adalah minyak goreng bekas (minyak jelantah). Minyak goreng bekas bisa mengikat
impuritas pada minyak nilam, mengubah volatilitas relatif, menggeser kesetimbangan
fase, menghasilkan produk yang lebih jernih dengan kadar PA yang relatif lebih tinggi.
20
Sketsa proses extractive destilation diperlihatkan pada Gambar 6. Setelah proses
tersebut, baik destilat dan residunya dianalisa untuk mengetahui kadar dari
komponen kunci yang diinginkan sehingga bisa didisain rencana penggunaannya
sebagai bahan baku untuk industri hilir lainnya seperti industri minyak wangi, sabun,
detergen, obat-obatan, aroma terapi, pewangi kertas, dan kosmetika lainnya.

Gambar 7. Penyulingan Lanjutan Minyak Mentah Nilam

Metode lainnya yang sedang diteliti adalah menggunakan proses fermentasi dengan
bantuan kapang Phanerrochaete chyrysosporium dan kapang Trichoderma viride.
Metode ini dapat menghasilkan kadar PA mencapai 94,75% pada 10 hari fermentasi.
Meskipun masih pada skala penelitian, metode fermentasi akan menjadi area riset
yang cukup menjanjikan untuk dikembangkan bagi peningkatan kualitas minyak
nilam. Untuk itu kerjasama riset dari Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, BPPT
dan lain-lain perlu terus diperkuat. Derivasi produk berbasis minyak nilam
diperlihatkan pada Gambar 8.

21
DAUN Oxygenated Patchouli Industri Parfum
MINYAK NILAM
NILAM Hydrocarbon Alcohol
Industri
LIMBAH Toiletries
Industri
Kosmetik
Eugenol Industri Rokok

Industri Farmasi

Benzaldehid Industri Parfum

Industri
Kosmetik
Industri Farmasi

Sinamaldehi Industri Farmasi


d

Hydrocarbo Industri Pestisida


n
Industri Cat

Gambar 8. Derivasi Produk Industri Berbasis Minyak Nilam

3.3 Produksi minyak wangi skala home industri

Sifat fixative (pengikat aroma) dari patchouli alcohol yang belum bisa disintesis
menyebabkan minyak nilam memperoleh posisi istimewa dalam industri parfum.
Pembuatan minyak wangi berbasis minyak nilam akan menghasilkan parfum yang
segar, wangi, harmoni dan tahan lama. Pada skala home industri proses
pembuatannya sangat mudah, hanya proses pencampuran dan penyaringan dengan
bahan dan peralatan yang sederhana. Enam langkah berikut bisa dilakukan.

1. Siapkan bahan dan alat berikut :


 Patchouli Alcohol dari minyak nilam
 Beberapa minyak essensial sesuai aroma yang diinginkan
 Etanol
 Air murni (Air Suling)
 Gelas ukur
 Botol kaca kemasan
22
 Pengaduk kaca
 Botol kaca pencampur
 Alat penyaring
2. Pilih minyak essensial sesuai kategorinya elemennya (notes) yaitu base, midle, top
dan bridge. Elemen base akan melekat lebih lama dengan aroma harum yang lebih
kuat, seperti minyak nilam (patchouli alcohol), minyak vanili, minyak cengkeh dan
lain-lain. Elemen midle notes, biasanya baru terasa setelah 30 menit parfum
digunakan, misalnya berasal dari geranium dan kenanga. Elemen top notes tercium
saat parfum pertama sekali disemprotkan seperti essensial oil dari citrus dan
floral. Sementara notes yang terakhir yaitu bridge digunakan untuk menyatukan
ketiga elemen lainnya. Campurkan beberapa tetes minyak essensial tersebut dalam
botol kaca pengaduk untuk mendapatkan aroma yang diinginkan.
3. Tambahkan etanol murni hingga campuran menjadi 250 ml dengan komposisi
minyak essensial 15-30% dan etanol 70-85 %.
4. Simpan larutan tersebut selama 48 jam di tempat yang tidak terkena sinar
matahari. Semakin lama waktu penyimpanan, akan menghasilkan keharuman
parfum yang semakin baik.
5. Bila aroma dirasakan terlalu kuat, bisa tambahkan air murni sebanyak 10 ml, aduk
perlahan dengan teratur dalam waktu yang lama.
6. Bila diperlukan maka proses penyaringan bisa dilakukan untuk memperoleh
parfum yang bersih dan bening.

3.4 Minyak Nilam Sebagai Souvenir Khas Aceh

Minyak nilam dapat juga dijadikan sebagai salah satu souvenir khas Aceh dengan cara
mengemasnya dalam botol-botol kecil, memberi label yang menarik dan menjualnya
di toko-toko souvenir atau tempat wisata misalnya di Sabang, Kapal Apung, Museum
Tsunami, Rumah Cut Nyak Dhien dan ditempat-tempat lainnya. Baik sekali kalau
ditempat-tempat tersebut dibangun outlet, showroom, turis center dan lain-lain yang
memungkinkan produk untuk dijual, termasuk membangun sistem untuk penjualan
secara online. Menjadikan minyak nilam sebagai souvenir khas Aceh akan memberi
banyak margin penjualan. Sebagai contoh, minyak nilam seharga Rp. 650.000 per kg,
23
bila dikemas dalam botol-botol kemasan kecil 10-15 ml, maka dapat dipasarkan
dengan harga jual Rp. 60-80 per botol yang berarti terjadi peningkatan nilai dari Rp,
650.000 menjadi Rp. 6 juta sampai Rp. 8 juta.
Derivasi produk berbasis minyak nilam seperti balsem, sabun, minyak wangi, softener
pakaian, pengusir nyamuk dll akan semakin memperkaya souvenir khas Aceh
berbasis komoditi unggulan daerah tersebut. Teknologi derivasi produk ini sejatinya
mudah dan sederhana untuk dialihkan kepada masyarakat. Sebagai contoh
pembuatan produk balsem aroma terapi dari nilam sebagaimana yang diperlihatkan
pada Gambar 10.

Gambar 9. Minyak nilam dalam kemasan botol

3.5 Pengembangan cluster dan outlet Industri Nilam

Home industry minyak wangi (parfum) yang dihasilkan oleh masyarakat perlu
dipasarkan secara baik dengan kualitas dan kemasan yang baik juga. Untuk itu
pemerintah melalui dinas terkait perlu mengembangkan clusterisasi industri ini pada
kawasan tertentu sehingga tercipta suasana kawasan hilir industri dengan proses
24
produksi dan pemasaran. Kawasan ini merupakan satu atau kumpulan beberapa
sentra produksi/ kegiatan investasi nilam yang beraglomerasi di area yang
berdekatan. Clusterisasi ditujukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan,
dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan
kerjasama dalam berbagai aspek industri dan kewilayahan.

Karena cluster industri menuntut patnership dan sinergi antar berbagai pihak terkait,
maka peluang untuk terjadinya proses peningkatan nilai (added value) suatu komodi
dan perbaikan kesejahteraan rakyat semakin tinggi. Dukungan dari stakeholders
terhadap pengembangan cluster industri harus bersifat inklusif artinya semua
kelompok masyarakat berkesempatan untuk berpartisipasi dan terlibat dalam proses
pengambilan keputusan, menciptakan dan mengaktualisasikan kesempatan, dan
menikmati manfaat dari proses pembangunan dalam culster industri tersebut.

Komponen penting dalam suatu cluster industri adalah:

1. Adanya industri inti, industri pendukung dan industri terkait


2. Adanya institusi yang menghasilkan pengetahuan dan teknologi seperti Perguruan
Tinggi, Lembaga penelitian yang mengembangkan perekayasaan dari subsistem
hulu hingga hilir.
3. Institusi yang berberan menjembatani proses seperti institusi pemerintah, swasta,
BUMN, konsultan, broker dll
4. Pembeli

Dalam konteks industri nilam Aceh, maka pada centra-centra produksi nilam di Aceh
Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Utara, Gayo Luwes dan lain-lain perlu
dipersiapkan:

1. Industri inti dalam hal ini industri pengolahan minyak nilam menjadi produk jadi
dan setengah jadi.
2. Industri pemasok, yaitu pemasok bahan baku utama (tumbuhan nilam), bahan
tambahan misalnya essensial oil dan aksesori lainnya.
3. Industri pendukung seperti pembiayaan bank, jasa angkutan, bisnis distribusi,
konsultan bisnis, infrastruktur jalan, listrik, telekomunikasi, peralatan proses dan
pengemasan.

25
4. Industri terkait seperti adanya kompetitor, komplementer (industri pariwisata)
dan substitusi
5. Pengguna seperti pemakai langsung, distributor dan pengecer.
6. Institusi pendukung seperti lembaga pemerintah, asosiasi profesi, NGO terkait

Cluster industri juga diperkuat melalui pembangunan outlet penjualan produk yang
terkonsentrasi di suatu kawasan. Outlet-outlet (kios) penjualan juga perlu dibangun
agar proses penjualan produk lokal mudah diperoleh. Pemerintah melalui dinas
terkait atau kalangan pengusaha dapat membangun outlet penjualan minyak
ditempat yang strategis. Kepemiklikan kios-kios untuk menjual minyak nilam
tersebut dapat dialihkan kepada masyarakat dengan sistem yang disepakati bersama.

3.6 Pembangunan showroom produk

Showroom merupakan salah satu faktor penting untuk penjualan produk-produk


industri lokal. Keberadaan unit ini juga akan dapat memastikan adanya kepastian
pasar bagi produk minyak nilam dan turunannya dari hasil home industri
masyarakat. Keberadaan showroom untuk sarana penjualan produk industri berbasis
komoditi lokal Aceh ini disarankan untuk dibangun di Kota Banda Aceh sebagai ibu
kota propinsi. Kondisi perekonomian Banda Aceh yang relatif baik dibandingkan
kota-kota lainnya akan menunjang penjualan produk secara lebih baik. Selain itu
Banda Aceh juga menjadi salah satu kota wisata yang banyak dikunjungi oleh turis
lokal, nasional maupun manca negara yang tentu saja menjadi faktor penting bagi
penjualan produk-produk industri Aceh.

Selain infrastruktur bangunan, sistem pengelolaan showroom juga harus


direncanakan dan diimplementasikan secara profesional. Pemerintah melalui dinas
terkait bisa membuat sistem yang dianggap paling mungkin dan baik untuk
dilaksanakan. Misalnya melalui pembentukan koperasi petani, koperasi sekunder
atau bisa juga dengan melibatkan pihak swasta dengan perjanjian bisnis yang saling
menguntungkan.

26
3.7 Inovasi Pemasaran Produk

Selama ini, sistem pemasaran minyak nilam tidak menguntungkan bagi masyarakat
petani nilam. Harga kerap berfluktuasi dan dikendalikan pembeli Medan ataupun luar
negeri. Beberapa inovasi pemasaran produk nilam yang bisa dilakukan antara lain:

1. Derivasi produk minyak nilam menjadi produk jadi ataupun setengah jadi.
2. Membangun dan mengembangkan jaringan pemasaran dengan dunia usaha
yang bergerak dalam industri aromatik yang memanfaatkan nilam.
3. Pembentukan koperasi sekunder sebagai institusi penyangga harga sehingga
fluktuasi harga perdagangan dapat lebih dikendalikan. Selain itu koperasi
sekunder juga bisa menjadi salah satu pelaku ekspor minyak nilam ke manca
negara.
Skema sistem inovasi pemasaran untuk industri nilam Aceh diperlihatkan pada
Gambar 9 berikut.

PETANI KOPERASI PEMBELI MDN

PENGUMPU PEMBELI BNA


NILAM
L

PATCH. OIL

CLUSTER KOPERASI
PATCH.
OUTLET SEKUNDER
ALCO
TOKO ONLINE
MINYAK WANGI
INISIASI
PEMERINTA
SHOWROOM
H
SABUN NILAM

PER. PARFUM

PENG. NYAMUK
PER. FARMASI

PRODUK LAIN
PER. KOSMETIK

PER.
TOILETRIES

Gambar 9. Inovasi Sistem Pemasaran Produk Nilam

27
4. MATRIK PROGRAM AKSI

TAHUN
NO PROGRAM KEGIATAN STAKEHOLDERS INDIKATOR
2016 2017 2018
1 Inovasi proses 1. Modifikasi peralatan Disperindag/ Baristand Tersedianya alat penyulingan nilam yang telah
penyulingan proses Industri termodifikasi
konvensional 2. Modifikasi komposisi Disperindag/ Perguruan Diterapkannya komposisi bahan baku yg lebih
bahan baku Tinggi/ BPPT baik pada penyuling nilam
3. Workshop Disperindag/ Perguruan Terlaksananya workshop untuk alih teknologi
Tinggi

2 Alih teknologi 1. Workshop proses Disperindag/ Perguruan Terlaksananya workshop


pengolahan minyak nilam Tinggi/ Baristand Industri
2. Workshop peningkatan Disperindag/ Perguruan Terlaksananya workshop
kadar PA nilam Tinggi/ Baristand Industri
3. Workshop pembuatan Disperindag/ Perguruan Terlaksananya workshop
balsem aroma terapi dari Tinggi/ Baristand Industri
nilam
4. Workshop pembuatan Disperindag/ Perguruan Terlaksananya workshop
sabun dari nilam Tinggi/ Baristand Industri
5. Workshop perawatan Disperindag/Perguruan Terlaksananya workshop
peralatan Tinggi/Baristand Industri

3 Derivasi produk 1. Pengadaan peralatan Disperindag/ Perguruan Tersedianya peralatan proses


berbasis minyak proses Tinggi/ Baristand Industri
nilam 3. Pengadaan bahan baku Disperindag/ Perguruan Tersedianya bahan baku industri
utama dan penunjang Tinggi/ Baristand Industri
4. Produksi minyak wangi Disperindag/ Perguruan Dihasilkannya produk minyak wangi dari nilam
skala home industri Tinggi/ Baristand Industri
5. Produksi Balsem aroma Disperindag/ Perguruan Dihasilkannya produk balsem aroma terapi dari
terapi dari Nilam Tinggi/ Baristand Industri nilam
6. Produksi sabun dari nilam Disperindag/ Perguruan Dihasilkannya produk sabun dari nilam
Tinggi/ Baristand Industri

4 Cluster and outlet 1. Penyediaan insfrastruktur Dinas PU/PLN/ Tersedia infrastruktur yg diperlukan
home industry yang dibutuhkan (jalan, Telkom
nilam listrik, telekomunikasi,
gudang dll)
2. Pembuatan cluster outlet Dinas Koperasi/ Disperindag Terbangunnya cluster outlet
penjualan produk

28
3. Capacity Building Dinas Koperasi Terlaksananya pelatihan pengelolaan usaha
Pengelolaan Usaha utk
petani

5 Inovasi sistem 1. Pembangunan pusat Dinas Koperasi, CSR BUMN Terbangunnya showroom
pemasaran penjualan (showroom) di
Banda Aceh
2. Pengembangan sistem Dinas Koperasi/ Terbangunnya sistem penjualan online
penjualan online Telkom/Smesco
3. Perjanjian kerjasama Bainprom Diperolehnya Investor atau pembeli luar negeri
penjualan produk dengan
pembeli luar negeri
4. Pengembangan jaringan Disperindag Terbentuknya jaringan pemasaran
distributor dan pengecer
5. Pendirian, pengembangan Dinas Koperasi Terbentuknya Koperasi Sekunder di Aceh
dan pelatihan koperasi
6. Workshop marketing dan Dinas Koperasi, Pengusaha Terlaksananya workshop
manajemen Atsiri

29
7. PENUTUP
Dokumen rencana aksi Sistem Inovasi Daerah (SIDa) tentang home industri nilam ini
diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pengembangan Industri Nilam di seluruh
Aceh. Sudah saatnya berbagai komoditi unggulan daerah di Aceh diproses lebih lanjut
menjadi produk jadi atau setengah jadi sehingga memungkinkan peningkatan nilai
tambah yang dapat dinikmati masyarakat. Untuk itu perlu didisain skenario program
untuk jangka pendek, menengah dan panjang agar dapat dilaksanakan secara
bertahap, sinergi dan konprehensif dengan tahapan capaian (miles stone) yang
terencana dengan baik. Hal ini perlu dilakukan mengingat keterbatasan alokasi
anggaran pembangunan. Alih teknologi dan capasity building kepada masyarakat
mutlah dilakukan dengan pendekatan inklusif untuk memastikan keterlibatan
masyarakat secara berkesinambungan. Peran pemerintah dan berbagai stake holders
lainnya dalam sistem inovasi industri nilam Aceh ini juga perlu dioptimalkan secara
cermat agar sinergisitas tersebut menghasilkan perubahan siknifikan kepada tingkat
kehidupan masyarakat yang lebih baik.

30

Anda mungkin juga menyukai