KARAKTERISTIK RESERVOIR
2.1.1.1. Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah
kandungan mineralnya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tidak mengalami metamorfosa
(perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa (quartz) dan
mineral lainnya yang stabil.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari
kandungan shale dan clay. Tabel 2.1. menunjukkan komposisi kimia orthoquartzites.
Dari Tabel 2.1. dapat dilihat bahwa orthoquartzites mempunyai susunan unsur silika
dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur yang
lainnya. Jadi pada orthoquartzites ini unsur silikanya sangat dominan sekali, yaitu
berkisar antara 61,7 % - 100 %, sedangkan sisanya merupakan unsur lain seperti
TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O -, dan CO2. Lapisan
batuan ini biasanya merata dengan kemiringan kecil, permeabilitas vertikal dan
horisontal sama, densitas rata-rata batuan 2,65 dan jarang mengandung sifat
radioaktif.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur mineral
yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen batuan.
Material pengikatnya adalah clay dan karbonat.
Secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Lapisan batuan ini banyak mengandung shale atau clay, maka lebih dikenal dengan
nama lapisan shalysand. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke terlihat
pada Tabel 2.3. Komposisi graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang ada
bercampur dengan silikat (silicate).
Tabel II.1
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite (%) (29)
Lapisan ini kurang baik jika dibandingkan dengan batuan sedimen
orthoquartzites karena permeabilitasnya kurang baik, sehingga biasanya minyak/gas
terperangkap secara stratigrafi. Batuan ini banyak mengandung radioaktif dan
mempunyai densitas batuan sekitar 2,6
Tabel II.2
Komposisi Mineral Graywacke (%) (29)
Tabel II.3
Komposisi Kimia Graywacke (%) (29)
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz sebagai
mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar jumlahnya lebih
banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara berurutan sesuai
prosentasenya ditunjukkan pada Tabel 2.4.
Tabel II. 4
Komposisi Mineral dari Arkose (%) (29)
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel 2.5., dimana terlihat bahwa
arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan orthoquartzites,
tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda. Batuan ini biasanya terbentuk
dalam basin sedimen yang dalam serta fragmen batuannya menunjukkan adanya
transportasi pendek, karena terbentuk pada kemiringan yang besar dan mineralnya
biasanya sama dengan mineral dari sumber batuannya.
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % kalsium
karbonat atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang
mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-karbonat-nya. Pada limestone
fraksi disusun terutama oleh mineral kalsite, sedangkan pada dolomite mineral
penyusun utamanya adalah mineral dolomite. Tabel 2.6. menunjukkan komposisi
kimia limestone secara lengkap.
Tabel II.5
Komposisi Kimia dari Arkose (%) (29)
Tabel II.6
Komposisi Kimia Limestone (%) (29)
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-batuan
yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite akan
mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang dikandungnya.
Untuk batuan yang unsur kalsite-nya melebihi dolomite disebut dolomite limestone,
dan yang unsur dolomite-nya melebihi kalsite disebut dengan limy, calcitic,
calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir
mirip dengan limestone, kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan
jumlahnya cukup besar. Tabel 2.7. menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun
dari dolomite.
Tabel II.7
Komposisi Kimia Dolomite (%) (29)
2.1.1.3. Batuan Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 % silicon
dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan Fe 2O3, 2 %
magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium oxide (K 2O), 1 %
sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion
seperti terlihat pada Tabel 2.8.
Tabel II.8
Komposisi Kimia Shale (%) (29)
Komposisi kimia shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir, fraksi yang
kasar banyak mengandung silika dan untuk yang halus mengandung aluminium besi,
potash, dan air. Batuan shale pada umumnya mengandung quartz silt diatas 60 %.
Kelebihan silika tersebut terdapat dalam bentuk kristal yang lebih baik pada quartz,
chalcedony, atau opal. Jika shale banyak mengandung besi, maka akan terbentuk
pyrite atau siderite. Potash biasanya selalu lebih banyak terdapat dibanding soda dan
dapat menghasilkan illite.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun kenyataannya hanya
batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya reservoir
minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya banyak
berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan
permeable.
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang pori-
pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu
batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis
porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb Vs Vp
……………………………………...........……….…..(2.1)
Vb Vb
Keterangan:
Vb = volume batuan total (bulk volume), cm3
Vs = volume padatan batuan total (volume grain), cm3
Vp = volume ruang pori-pori batuan, cm3
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan
total (bulk volume).
Volume pori total
100% ...…….………….………............………..(2.2)
bulk volume
2.1.2.2. Wettabilitas
Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan dari fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan padatan
dengan adanya fluida lain yang tidak saling bercampur (immiscible). Atau merupakan
sifat dari batuan yang menyatakan mudah tidaknya permukaan batuan itu untuk
dibasahi fluida. Kecenderungan untuk menyebar dan menempel ini dikarenakan oleh
adanya gaya adhesi yang merupakan faktor dari tegangan permukaan antara batuan
dan fluida. Gambar 2.2. menunjukkan gaya-gaya setimbang di dalam sistem minyak-
air dan zat padat, yang mana secara mathematis besarnya gaya adhesi (A T) yang
menimbulkan sifat air membasahi benda padat dapat dinyatakan sebagai berikut :
AT = so - sw = wo. cos wo ………………………..........…………..…..(2.4)
Keterangan :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air, derajat
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positif (
< 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak membasahi
zat padat maka tegangan adhesinya negatif ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Gambar 2.2.
Kesetimbangan Gaya-Gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan (1)
Gambar 2.3.
Distribusi Ideal Fasa Fluida “Wetting“ dan “Non Wetting”
untuk Kontak antar Butir – butir Batuan yang Bulat (1)
a) Distribusi “Pendulair Ring”
b) Distribusi “Funiculair Ring”
2.1.2.3............................................................................................................... Tekana
n Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara
permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-minyak atau cairan-gas) sebagai
akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Perbedaan
tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting fasa”
(Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw ……..………………………………........................…….….(2.5)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai fasa
yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting fasa
atau fasa tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai
berikut
2. .cos
Pc . g. h ……………………...…………............……….
r
(2.6)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2
= tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos = sudut kontak permukaan antara dua fluida, derajat
r = jari-jari lengkung pori-pori, cm
= perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g = percepatan gravitasi, cm/sec2
h = tinggi kolom, cm
Dari Persamaan (2.6) dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w), seperti
pada Gambar 2.4.
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk
kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan (2.6) ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan
densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah
besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk
reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air akan
mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan
zona transisinya lebih tipis daripada reservoir dengan permeabilitas yang rendah.
Gambar 2.4.
Kurva Tekanan Kapiler (11)
Gambar 2.5.
Hubungan Saturasi Fluida dengan Tekanan Kapiler dalam Pori-Pori (1)
2.1.2.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu sifat batuan reservoir untuk dapat
mengalirkan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan, tanpa merusak
partikel pembentuk atau kerangka batuan tersebut. Makin besar permeabilitas batuan
reservoir maka makin besar pula jumlah fluida yang dapat dialirkan dari reservoir
tersebut. Permeabilitas batuan merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar
pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry
Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut:
k dP
V …...…………….........................……...........…….…….…(2.13)
dL
Keterangan :
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, darcy
Tanda negatif dalam Persamaan (2.13) menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2.13)
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a) Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja.
b) Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau
ketiga-tiganya.
c) Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang dilakukan
oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan batupasir tidak
kompak yang dialiri air, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Batupasir silindris yang
porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan
panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu
ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P 2 adalah tekanan
keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan
akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan.
Gambar 2.6.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas (26)
Q.. L
K ………………………………..........………….……….
A.( P1 P2 )
(2.14)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q (cm 3 / sec). (centipoise) L (cm)
K (darcy) ...…..........…….……..(2.15)
A (sqcm). ( P1 P2 ) (atm)
Gambar 2.7.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air (26)
2.1.2.6. Kompresibilitas
Kompressibilitas didefinisikan sebagai perubahan volume pori per satuan
perubahan tekanan. Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas
batuan, antara lain :
Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material padatan
(grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan
perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan akan
mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan
perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat
tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas, Cr yaitu :
1 dVr
Cr . …………...………………….…...........………………….
Vr dP
(2.18)
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp yaitu :
1 dVp
Cp . ……………………...…………………...........………....
Vp dP *
(2.19)
Keterangan:
Vr = volume padatan batuan (grains), inch3
Vp = volume pori-pori batuan, inch3
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan, psi
P* = tekanan luar (tekanan overburden), psi
Seri homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris :
alkene) dimana penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom
karbon dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan
paraffin. Tabel 2.10. menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana sesuai
dengan jumlah atom karbonnya.
Pada alkana dikenal juga istilah “rumus bangun” dalam hal ini memberikan
gambaran tentang bangun (struktur) dari molekulnya. Berikut ini diberikan contoh
rumus bangun dari metana dan etana.
H H H
H - C - H H -C-C- H
H H H
Metana Etana
Rumus-rumus bangun diatas bukanlah merupakan bentuk yang sesungguhnya
yang menunjukkan keadaan struktur sebenarnya dari molekul-molekul tersebut.
Keempat valensi dari atom karbon sebenarnya diarahkan ke sudut-sudut dari bidang
empat teratur (regular tetrahedron). Akibatnya atom-atom hidrogen tidak terletak
dalam satu bidang dan atom karbon tersusun menurut rantai yang lurus. Rumus
bangun hanya memperlihatkan kenyataan bahwa sejumlah atom karbon tertentu
digabung bersama oleh ikatan tunggal untuk membentuk suatu rantai terbuka dan sisa
valensi lainnya membentuk ikatan-ikatan dengan hidrogen.
Didalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai membentuk molekul yang
berlainan susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain rumus
kimia sama tetapi struktur molekulnya berbeda. Hal semacam ini dikenal dengan
nama “isomeri”. Masing-masing senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat isomeri
disebut isomer, dan pada isomer hidrokarbon ini biasanya menunjukkan adanya sifat-
sifat fisika dan kimia berlainan. Sebagai contoh misalnya butana yang mempunyai
rumus kimia C4H10, tetapi struktur molekulnya dapat disusun sebagai
CH3CH2CH2CH3 yang disebut normal butana (n-butana) dan sebagai CH 3CHCH3
yang disebut isobutana.
Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang
berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat
fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan
didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan
pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.
Tabel II.11.
Sifat – sifat Fisik n-Alkana (23)
Tabel II.12.
Sifat-sifat Fisik Alkena (23)
Name Formula Boiling Melting Specific
Point, Point, Gravity,
o o
F F 60o/60 oF
Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih
reaktif dari alkana.Yang termasuk dalam hidrokarbon tak jenuh ini adalah seri olefin,
seri diolefin, dan seri asetilen.
a. Seri Olefin
Seri atau deretan olefin memiliki rumus umum C nH2n. Di dalam hidrokarbon
tak jenuh seri ini mempunyai ciri khusus yaitu di dalam molekulnya terdapat
satu ikatan rangkap dua. Sebagai contoh sebagai berikut :
- Propilena : CH2 CH CH3
- Butilena : CH2 CH CH2 CH3
Golongan ini memiliki jumlah atom lebih sedikit daripada golongan parafin.
Tetapi tata cara penamaannnya sama dengan seri alkana hanya akhiran “ana”
diganti dengan “ena”.
b. Seri Diolefin
Seri atau deretan diolefin memiliki rumus umum CnH2n-2. Karakteristiknya
adalah dalam setiap molekul terdapat dua ikatan rangkap. Penamaannya
dengan menggunakan akhiran “adiena” dan letak kedua ikatan rangkapnya
dinyatakan dengan dua nomor yang diletakkan setelah nama dasar, sebagai
contoh sebagai berikut :
- Butadiena-1,3 : CH2 CH CH CH2
- Butadiena-1,2 : CH2 C CH CH3
c. Seri Asetilen
Seri atau deretan asetilen memiliki rumus umum seperti pada seri diolefin
CnH2n-2. Sifat dari seri ini bahwa setiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga
dimana mngikat dua atom C yang berdekatan. Penamaannya dengan akhiran
“una”. Sebagai contoh : Etuna (asetilen) : CH CH
Sifat fisika dan kimia dari hidrokarbon tak jenuh adalah, karena adanya ikatan
rangkap dua yang mana menyebabkan lebih mudah diikat oleh unsur kimia lain maka
golongan ini lebih reaktif dibandingkan dengan golongan hidrokarbon jenuh. Karena
sifatnya yang sangat reaktif maka golongan ini sangat jarang atau hampir tidak
pernah terdapat dalam minyak mentah yang terbentuk di alam, tetapi ikatan ini
terbentuk dalam jumlah besar pada proses peretakan (cracking) dari crude oil dan
sangat berguna dalam industri.
2.2.1.1.2. Hidrokarbon Rantai Tertutup
2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena
Senyawa golongan ini disebut juga sikloparafin dan merupakan senyawa
hidrokarbon siklis. Contoh struktur sikloparafin terdapat pada Gambar 2.8. Biasanya
beberapa seri sikloparafin terdiri dari 5 sampai 6 anggota lingkaran atau
kombinasinya dalam struktur polisiklis. Kadar sikloparafin di dalam minyak bumi di
seluruh dunia bervariasi antara 30 – 60 % sehingga sikloparafin merupakan penyusun
utama minyak bumi.
Gambar 2.8.
Seri Naftena sebagai Seri Homolog Hidrokarbon Utama dalam Minyak Bumi (20)
Dasar utama dalam variasi struktur naften ialah jumlah lingkaran yang dapat
bergabung menjadi suatu jaringan. Misalnya, mono-naften dan naften bisiklis
merupakan bagian utama dalam minyak bumi. Dalam fraksi titik didih yang lebih
tinggi lagi struktur ini dapat terdiri dari sepuluh lingkaran atau sepuluh cincin dalam
satu molekul. Diantara susunan naftena yang monosiklis, terutama kisaran C 1 – C11
paling banyak didapatkan.
2.2.1.1.2.2. Golongan Aromatik
Aromat adalah suatu hidrokarbon siklis berstruktur khas cincin aromat. Pada
deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon lainnya yang
mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah C nH2n-6, dimana cincin
benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan
rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan
olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah
yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada
dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak berwarna
dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik diberikan karena
anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
Gambar 2.10.
Struktur molekul Senyawa Nitrogen (20)
2.2.1.2.3. Senyawa Oksigen
Minyak bumi dapat juga mempunyai senyawa oksida sampai 2 % dalam
bentuk asam fenol. Ini biasanya dalam residu atau derivat tinggi. Beberapa jumlah
kecil fenol didapatkan dalam kerosin dan minyak solar. Minyak bumi dari formasi
paling muda biasanya mengandung asam yang paling tinggi. Asal asam ini tidak
begitu banyak diketahui. Ada yang berpendapat berasal dari hasil oksidasi
hidrokarbon, atau merupakan sebagian dari gugusan asam yang ada sebelumnya,
sebelum bergenerasi menjadi minyak. Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi
antara 1 % - 2 % berat. Oksidasi minyak bumi dengan oksigen karena kontak lama
dengan udara dapat menaikkan konsentrasi dalam minyak bumi. Senyawa ini dalam
reservoir banyak terdapat sebagai senyawa asam organik yang terdistribusi kedalam
fasa khususnya fasa gas. Asam organik ini utamanya terdapat sebagai asam naftena
dan asam alifatik. Struktur molekul senyawa oksigen dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11.
Struktur molekul Senyawa Oksigen (20)
2.2.1.2.4. Senyawa Karbondioksida
Kadar karbondioksida lebih besar daripada senyawa nitrogen, yaitu sekitar 2
%. Senyawa karbondioksida sebagai senyawa impuritis yang harus dihindari karena
sifatnya sangat korosif yang mana karbondioksida bentuknya dalam carbonic acid
dan terdapat unsur air didalamnya. Dengan adanya senyawa karbondioksida dalam
industri perminyakan merugikan, karena menimbulkan korosi pada peralatan
produksi permukaan serta kerusakan pada peralatan industrialisasi proses refinery.
Tabel II.13.
Komposisi Kimia Air Formasi (23)
Connate Water
From well # 23
Stover Faria,
McKean Country, Pa. Sea Water
Composition Ion Parts per million Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 ………….
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br- 320 ………….
I- 10 ………….
Total
126,200 34,540
Gambar 2.12.
Viscositas Gas pada Tekanan Atmosphire (1)
(2.20)
Keterangan :
ρg = rapatan gas, gr/cm3
ρu = rapatan udara, gr/cm3
Definisi dari rapatan gas ρg = MP/RT, dimana M adalah berat molekul gas, P
adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur, sehingga bila gas dan
udara dianggap sebagai gas ideal, maka BJ gas dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut:
Mg .P
R.T Mg
BJ gas = ……................................................................
Mu.P 28,97
R.T
(2.21)
Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
( BMtampak ) gas
BJ gas = .....................................................................
28,97
(2.22)
(2.26)
1 dV
Cg
V dP
P nRT dZ
Cg 2
P Z
nRTZ P dP
1 1 dZ
Cg
P Z dP
Cara lain untuk menentukan kompressibilitas gas adalah dengan
menggunakan hukum keadaan berhubungan, yaitu :
C pr
Cg ……………………………………………..........……………(2.31)
Ppc
Keterangan :
Cpr = pseudo-reduced compressibility
Ppc = pseudo-critical pressure, psia
2.2.2.1.5. Faktor Deviasi Gas
Penyelesaian masalah aliran gas, baik di reservoir, tubing, dan pipa produksi
membutuhkan hubungan yang menerangkan tekanan, volume, dan temperatur. Untuk
gas yang ideal hubungan tersebut dinyatakan oleh persamaan keadaan :
P V = n R T……………….....…………...……………..........…………(2.32)
Keterangan:
P = tekanan, psia
V = volume, scf
n = jumlah mol, lb-mol
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 , cuft/lb-mol
Gas yang bersifat sebagai gas nyata / real gas tidak memenuhi Persamaan
(2.32), tetapi memberi penyimpangan sebesar z (faktor deviasi), sehingga Persamaan
(2.32), menjadi :
P V = n z R T………......…………...………………..........……………(2.33)
Gambar 2.13.
Faktor Kompressibilitas untuk Natural Gas (1)
Penentuan harga z dari suatu gas alam dapat dilakukan melalui pengukuran
langsung, menggunakan korelasi Standing dan Katz, dan menggunakan “equation of
state”
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat dihitung.
Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah membuat
korelasi berupa grafik : z = f (Pr,Tr) dapat dilihat pada Gambar 2.13. Grafik tersebut
memberikan hasil yang memuaskan bila gas tidak mengandung CO 2 dan H2S. Untuk
gas yang mengandung kedua unsur tersebut perlu dilakukan korelasi untuk harga P pc
dan Tpc dahulu sebelum menghitung Pr dan Tr.
Keterangan:
= viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress, dyne
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy
= ...............................................................................................gradient
kecepatan, cm/(sec.cm).
Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap P dan T dapat dilihat pada
Gambar 2.14.
Bila tekanan mula-mula diatas tekanan gelembung, maka penurunan tekanan
akan menyebabkan viskositas minyak berkurang karena pengembangan volume
minyak, berarti gas yang terkandung di dalam minyak cukup besar. Kemudian bila
tekanan diturunkan sampai tekanan gelembung maka penurunan tekanan di bawah
tekanan gelembung (Pb) akan menaikkan viskositas minyaknya, karena pada keadaan
ini mulai dibebaskan sejumlah gas dari larutan minyak.
Gambar 2.14.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap berbagai Tekanan (40)
(2.39)
Keterangan:
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.
Gambar 2.16.
Grafik Hubungan Harga Bo terhadap Tekanan (40)
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb< P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya
pengembangan gas.
Sedangkan untuk proses pembebasan gas tedapat dua proses, yaitu :
Differential Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan
secara kontinyu. Didalam proses ini penurunan tekanan sistem disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu saja
dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini
berlangsung komposisi total sistem akan terus berubah.
Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dalam jumlah
tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai, gas baru dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses diatas akan berbeda sesuai dengan
keadaan reservoir selama proses produksi berlangsung. Harga Bo pada proses
flash liberation lebih kecil dibandingkan dengan proses differential liberation.
Proses produksi minyak dari reservoir sampai ke permukaan dapat dianggap
mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi dalam tubing
dan peralatan-peralatan di permukaan mendekati sistem flash liberation.
(2.41)
Keterangan :
Co = kompressibilitas minyak, psi-1
Cpr = pseudo reduced compressibility
Ppc = pseudo critical pressure, psi
(2.42)
P
Ppr
Ppc …………………………………………...........………………
(2.43)
Keterangan :
P = tekanan waktu pengukuran, psia
Ppc = tekanan kritik semu, psia
T = temperatur waktu pengukuran, oF
Tpc = temperatur kritik semu, oF
b. Kompressibilitas minyak jenuh (saturated oil)
Harga kompressibilitas minyak jenuh umumnya lebih besar dibandingkan
harga kompressibilitas minyak tak jenuh. Penentuan harga kompressibilitas ini
dengan persamaan sebagai berikut :
1 dRs dBo
Co Bg ………………………..........………………...(2.44)
Bo dP dRs
Gambar 2.17.
Grafik Hubungan Cpr vs Ppr dan Tpr untuk Minyak (37)
(2.45)
Keterangan:
w.res = densitas air formasi pada kondisi reservoir, lb/cuft
w. s tan dart = densitas air formasi pada kondisi standart, lb/cuft
Gambar 2.19.
Faktor Volume Formasi Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan (37)
Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ……………...…………..........……………..(2.46)
Keterangan :
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.20.
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.21.
Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan dibawah tekanan jenuh, gas keluar dari
larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan
fasa cair relatif kecil. Dan biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk mengimbangi
pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor volume formasi
air formasi terus meningkat dibawah tekanan jenuh.
Gambar 2.20.
Vwt sebagai Fungsi Suhu Reservoir (37)
Gambar 2.21.
Vwp sebagai Fungsi Tekanan Reservoir (37)
2.2.2.3.4. Kompresibilitas Air Formasi
Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan gas
dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya
ditunjukkan pada Gambar 2.22.
Kompresibilitas air murni pada suhu konstan dinyatakan dalam persamaan
berikut :
1 V
C wp .……………………………….........……......……….(2.47)
V P
Keterangan:
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1.
V = volume air murni, bbl
V = perubahan volume air murni, bbl
P = perubahan tekanan, psi.
Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan persamaan :
Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) ……………………...…..........……………...(2.48)
Keterangan:
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1
Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap kompressibilitas air formasi dapat
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.22.
Gambar 2.22.
Kompresibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur (6)
2.2.2.3.5. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan. Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula
menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan
kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar garam.
Kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya berat jenis
gas. Untuk lebih jelasnya hubungan antara tekanan, temperatur, dan kelarutan gas
dalam air formasi terlihat pada Gambar 2.23.
Gambar 2.23.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi sebagai
Fungsi Temperatur dan Tekanan (37)
Pf = Gf x D…………..............………………………………..(2.49)
Keterangan:
Pf = tekanan hidrostatis, psi
Gf = gradien tekanan fluida formasi, psi/ft
D = kedalaman, ft
Tekanan formasi dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisinya sebagai
berikut :
a) Normal Gradien tekanan formasi = Gradien tekanan air asin
{ 0.433 psi/ft (fresh water) s/d 0.465 psi/ft (salt water)}
Distribusi tekanan kapiler pada reservoir minyak dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Gambar 2.25.
Grafik Tekanan Kapiler untuk Sistem Air-Minyak vs Saturasi (1)
3. Tekanan Overburden
Adalah suatu tekanan yang diderita oleh formasi akibat berat batuan yang
berada di atas formasi atau reservoir tersebut dan kandungan fluida yang
terdapat di dalam pori-pori di atas formasi atau reservoir itu. Persamaannya
adalah :
Gmb G fl
Po …………...……………………..........………..
luas.area
(2.51)
Po D.1 ma . fl .…………………....………......….
(2.52)
Keterangan:
D = kedalaman vertikal lapisan/formasi, ft
= porositas batuan formasi, fraksi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam batuan formasi, lb
fl = densitas fluida, lb/cuft
(2.53)
Harga gradien geothermal berkisar antara 1.11o sampai 2 oF/100 ft. Seperti
diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik fluida reservoir
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + @ x D …………………………….............…………………..(2.54)
Keterangan:
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradien temperatur, oF/ft
D = kedalaman, ratusan ft.
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir, kecuali
bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus kedalaman
dapat dilihat pada Gambar 2.26.
Gambar 2.26.
Gradient Temperatur Rata-Rata untuk Suatu Lapangan (1)
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu
Berdasarkan jenis perangkap reservoir
Berdasarkan fasa fluida hidrokarbon
Berdasarkan mekanisme pendorong
Kubah garam dapat terjadi karena sifat garam yang plastis dan juga karena
berat jenisnya yang rendah, sehingga sering menerobos ke dalam lapisan sedimen
yang berada di atasnya dan membentuk suatu kubah. Beberapa lapisan yang dilalui
biasanya ikut terangkat dan seolah-olah membaji terhadap kolom garam sehingga
dapat menjadi suatu jebakan hidrokarbon. Perangkap kubah garam dapat dilihat pada
Gambar 2.28.
Gambar 2.29.
Beberapa Unsur Utama dalam Perangkap Stratigrafi (20)
Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :
1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau
beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.
2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut ke
arah atas atau ke pinggir.
3. Kedudukan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi
posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang
telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur seperti lapisan
penutup atau perubahan sifat litologi. Kedudukan struktur ini dapat disebabkan
oleh kedudukan pengendapan atau juga karena kemiringan wilayah.
Perubahan sifat litologi atau sifat reservoir ke suatu arah dari lapisan reservoir
dapat disebabkan :
a. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat
menipis dan menghilang. Dapat dilihat pada Gambar 2.30.a.
b. Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan lapisan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah . Dapat dilihat pada Gambar 2.30.b.
c. Persentuhan dengan bidang erosi . Dapat dilihat pada Gambar 2.30.c.
(a) (b)
(c)
Gambar 2.30.
Unsur –unsur Perangkap Stratigrafi : a. Pembajian, b. Penyerpihan,
c. Persentuhan dengan bidang Erosi (20)
Gambar 2.31.
Perangkap Kombinasi Lipatan-Pembajian (20)
2. Kombinasi antara patahan dan pembajian
Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada
pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat suatu
kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan diarah lain
ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi ditahan oleh
pembajian. Dapat dilihat pada Gambar 2.32.
Gambar 2.32.
Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian (20)
2.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu reservoir gas (gas kering dan gas basah), reservoir gas kondensat, dan reservoir
minyak (minyak berat dan minyak ringan).
Gambar 2.35.
Diagram Fasa Gas Kondensat (23)
2.4.2.3. Reservoir Minyak
2.4.2.3.1. Reservoir Minyak Berat
Minyak berat adalah minyak yang mengandung senyawa-senyawa
hidrokarbon berat (fraksi berat) lebih banyak daripada senyawa-senyawa hidrokarbon
ringan (fraksi ringan). Dalam klasifikasi API, minyak berat ini memiliki harga 10 o–
20oAPI, dimana harga viskositas yang dimiliki tinggi dan harga temperatur pour point
(titik tuang yaitu titik suhu tertinggi dimana minyak tidak dapat mengalir lagi/
keadaan dimana minyak mulai membeku) juga tinggi, sehingga minyak akan sulit
mengalir dan mudah membeku dipermukaan. Selain itu kandungan yang terdapat
dalam minyak berat dapat menimbulkan endapan yaitu paraffin atau asphaltin yang
dapat mempengaruhi laju produksi.
Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan pada
Gambar 2.36. Perlu diketahui bahwa daerah dua fasa mencakup kisaran tekanan yang
lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari minyak adalah lebih tinggi dari
temperatur reservoir.
Gambar 2.36.
Diagram Fasa dari Minyak Berat (23)
Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan
temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis yang
putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang terjadi apabila minyak
meninggalkan reservoir dan mengalir melewati pipa menuju ke separator.
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated)/tidak ada fasa gas, sedangkan titik 2 fasa gas mulai muncul sehingga
minyak dikatakan jenuh (saturated). Pada titik 3 fluida yang tetap berada di reservoir
terdiri dari 75% mol cairan atau 25% mol gas. Karena mempunyai prosentase cairan
yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut “low shrinkage crude oil”.
Gambar 2.37.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan (23)
Diperkirakan 65 % fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh
karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi
minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan
minyak berat. Adapun ciri-ciri reservoir minyak ringan adalah :
1. Temperatur reservoir berada dibawah temperatur kritis fluida hidrokarbonnya.
2. Setelah akhir tahap produksi, didalam reservoir tersisa kurang lebih 60 % mol gas
dan 40 % mol cairan.
3. Cairan yang keluar dari separator kurang lebih 65 % mol dan gasnya kurang lebih
35 % mol.
4. GOR produksi dapat mencapai 1000 scf/stb sampai 8000 scf/stb dan cairan
hidrokarbon dari separator memiliki spesifik gravity kurang lebih 45 oAPI sampai
60 oAPI
Gambar 2.38.
Karakteristik Reservoir dari Depletion Drive / Solution Gas Drive Reservoir (10)
2.4.3.2. Gas Cap Drive Reservoir
Dalam beberapa tempat dimana terakumulasinya minyak bumi, kadang-
kadang pada kondisi reservoirnya komponen-komponen ringan dan menengah dari
minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini kemudian
melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari reservoir itu
membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi pendesak untuk
mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang merupakan perangkap,
maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal dari dua sumber, yaitu
ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama kali
diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution
gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian besar, maka
tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam minyak akan
melepaskan diri menuju ke gas cap, dengan demikian minyak akan bertambah ringan,
encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor .
Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke bawah,
air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan reservoir relatif
kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya akan terus semakin
ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis ini akan mempunyai
recovery sekitar 20 - 40 %. Pada Gambar 2.39. menunjukkan karakteristik dari gas
cap drive reservoir.
Gambar 2.39.
Karakteristik Reservoir dari Gas Cap Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik Gas Cap Drive Reservoir adalah sebagai berikut:
Tekanan reservoir turun secara lambat dan menerus serta lebih konstan
dibandingkan dengan depletion drive
Produksi air tidak ada atau diabaikan
Gas Oil Ratio (GOR) produksi meningkat terus.
Faktor perolehan / Recovery Faktor berkisar antara 20-40 %
Gambar 2.40.
Water Drive Reservoir (10)
Gas oil ratio untuk reservoir jenis ini relatif lebih konstan jika dibandingkan
dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena tekanan reservoir yang
relatif konstan dan dikontrol terus oleh pendesakan air yang hampir tidak mengalami
penurunan. Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air
telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi. Untuk reservoir dengan jenis pendesakan
water drive maka bagian minyak yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan
dengan jenis pendesakan lainnya, yaitu antara 35-75% dari volume minyak yang ada.
Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan
lebih sedikit. Pada Gambar 2.41. menunjukkan karakteristik dari water drive
reservoir.
Gambar 2.41.
Karakteristik Reservoir dari Water Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik Water Drive Reservoir adalah sebagai berikut:
Penurunan tekanan selama produksi umumnya bertahap dan relatif lambat
disamping itu tekanan reservoir lebih besar daripada tekanan jenuh, sehingga
tidak terdapat gas bebas.
Produksi air meningkat
Gas Oil Ratio (GOR) relatif konstan
Faktor Perolehan / Recovery Faktor berkisar antara 35-75 %
Gambar 2.43.
Combination Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik dari Combination Drive Reservoir adalah
sebagai berikut :
Penurunan tekanan reservoir relatif cepat
Laju produksi air akan naik secara perlahan
Jika terdapat gas cap maka sumur-sumur yang terletak di bagian atas reservoir
akan menghasilkan GOR yang cukup besar.
Faktor perolehan / Faktor Recovery lebih besar dibanding dengan solution gas
drive, tetapi lebih kecil dibanding dengan gas cap drive dan water drive.
avg
.h ……………………...………....………......……………..
h
(2.58)
Sedangkan harga saturasi air rata-rata diperoleh dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
Swavg
Sw.h ………………...……………………………......……...
h
(2.59)
Dalam menghitung volume batuan dapat dilakukan dengan menggunakan peta
isopach yaitu dengan menggunakan persamaan pyramidal, persamaan trapezoidal
atau dengan metode grafik.
Bulk volume reservoir yang dihitung dengan pendekatan pyramidal adalah
sebagai berikut :
Vbn
h
3
An An 1
An An 1 , acre ft .........................................
(2.60)
Keterangan:
An1
kurang dari 0,5 atau 0,5
An
Gambar 2.44.
Peta Isopach Volumetric (13)
Penentuan bulk volume dengan persamaan pendekatan trapezoidal digunakan
An 1
apabila perbandingan luas kontur yang berurutan lebih dari 0,5 atau 0,5 ,
An
Sedangkan metode untuk menentukan volume batuan (Vb) secara grafis dapat
dilakukan dengan dua cara :
1) Volume bulk batuan ditentukan dengan cara memplot ketebalan lapisan tiap-tiap
kontur terhadap luas daerah masing-masing. Luas daerah dibawah kurva
merupakan volume bulk batuan.
2) Volume bulk batuan ditentukan dengan memplot kedalaman lapisan dengan luas
daerah yang dibatasi masing-masing garis kontur atas dan bawah. Luas daerah
yang dibatasi kedua kontur tersebut kemudian dibagi menjadi segmen-segmen
dan tiap segmen dihitung luasnya. Luas daerah yang dibatasi oleh GOC dan WOC
akan menunjukkan volume total reservoir yang mengandung hidrokarbon.
Untuk menghitung volume puncak diperoleh dengan persamaan sebagai berikut
hn
Vbn An , acre ft ….……………...…...……........….…………......(2.61)
3
sehingga,
i n
hn
Vb Vbi An ………..………..……….……….........…………..(2.62)
i 0 3
Berdasarkan persamaan diatas, maka selain dipengaruhi oleh volume minyak
didalam reservoir sendiri, ultimate reservoir dipengaruhi oleh recovery factor.
Recovery faktor merupakan bagian atau fraksi dari jumlah minyak mula-mula yang
ada didalam reservoir yang dapat dikeluarkan kepermukaan atau dengan kata lain
yaitu jumlah minyak yang dapat diproduksikan. Besarnya recovery faktor tergantung
pada karakteristik reservoir dan mekanisme pendorong yang bekerja didalam
reservoir tersebut. Dengan demikian recovery faktor dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a) Recovery faktor untuk depletion drive reservoir (RF DR) dapat ditentukan dengan
1 Sw 1 Sg Sw
persamaan : RFDR 7758..
Bo Boa
…………………..…….……….(2.63)
b) Recovery faktor untuk water drive reservoir (RFWR) dapat ditentukan dengan
persamaan :
1 Sw Sor
RFWR 7758.. …………………..…………….…….…
Bo
(2.64)
c) Recovery faktor untuk segregation drive reservoir (RFSR) dapat ditentukan dengan
persamaan :
1 Sw
RFSR 7758.. Sor ……………..……………………………
Bo
(2.65)
Keterangan:
RFDR = recovery faktor untuk depletion drive reservoir, fraksi
RFWR = recovery faktor untuk water drive reservoir, fraksi
RFSR = recovery faktor untuk segregation drive reservoir, fraksi
= porositas batuan, fraksi
Sw = saturasi air, fraksi
Sg = saturasi gas, fraksi
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Boa = faktor volume formasi minyak saat ditinggalkan, bbl/STB
Sor = saturasi munyak sisa (residu), fraksi
( sebagai pendekatan biasanya Ba.Sor = 10 % )
(2.68)
Keterangan:
Bt = faktor volume formasi dua fasa, bbl / STB
( sub skrip i menyatakan keadaan mula–mula )
N = banyaknya cadangan minyak dalam reservoir, STB
Np = produksi kumulatif minyak, STB
Rp = kelarutan gas produksi kumulatif : Gp/Np , SCF/STB
Gp = produksi kumulatif gas, SCF
Rsi = kelarutan gas dalam minyak mula-mula, SCF / STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF / STB
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl / STB
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl / STB
Bg = faktor volume formasi gas, cuft / STB
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, cuft / STB
Bt = faktor volume formasi total (dua fasa), bbl / STB
= Bo + ( Rsi – Rs ) Bg
m = perbandingan volume gas cap dengan volume minyak direservoir awal
We = water influx kumulatif, bbl
Wp = produksi air kumulatif, STB
(2.69)
Untuk kondisi tekanan diatas tekanan gelembung harga Rp = Rsi= Rsi karena tidak
ada gas bebas yang mengalir sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut
Nps Bt Bti
……………………………………………..........….(2.70)
N Bt
(2.72)
2). Gas Cap Drive Reservoir :
Pada kondisi ini reservoir ditempati oleh sejumlah gas dibagian atas (gas cap)
dan sejumlah minyak dibagian bawah, sehingga harga m tidak sama dengan nol,
karena harga We dan Wp kecil sehingga dapat diabaikan dan selanjutnya persamaan
material balance untuk reservoir ini adalah :
Np ( Bt ( Rp Rsi ) Bg )
N ..........………...………....
Bt Bti ( mBti / Bgi ) ( Bg Bgi )
(2.73)
3). Water Drive Reservoir :
Untuk kondisi tanpa tudung gas bebas awal harga m = 0, maka persamaannya
dapat ditulis sebagai berikut :
Np ( Bt ( Rp Rsi ) Bg ( We Wp Bw ) )
N ...........................
Bt Bti
(2.74)
Dengan kondisi ada Gas Cap :
Np ( Bt ( Rp Rsi ) Bg ( We Wp Bw ) )
N ............................
Bt Bti ( mBti / Bgi ) ( Bg Bgi )
(2.75)
Np Bo Boi We Wp
N Bo N Bo
Np Bo
N .....................................................( 2.77)
Bo Boi We Wp
Np Bo Np ( Rp Rs ) Bg ( We Wp )
N .............................
Bt Bti
...(2.77)
(2.78)
Keterangan:
N = Banyaknya cadangan minyak dalam reservoir, STB
Np = Produksi kumulatif minyak, STB
Rp = kelarutan gas produksi kumulatif : Gp/Np , SCF/STB
Gp = produksi kumulatif gas, SCF
Rsi = Kelarutan gas mula-mula, SCF / STB
Rs = Kelarutan gas, SCF / STB
Bo = Faktor volume formasi minyak, Bbl / STB
Boi = Faktor volume formasi minyak mula-mula, Bbl / STB
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft / STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft / STB
Bt = Faktor volume formasi total (dua fasa), Bbl / STB
= Bo + ( Rsi – Rs ) Bg
m = Perbandingan volume gas cap dengan volume minyak direservoir awal
We = Water influx kumulatif, Bbl
Wp = Produksi air kumulatif, STB
(2.79)
q
d
dq / dt ……………....…………...…………………...........…..(2.80)
b
dt
Keterangan:
a = nominal decline rate, 1/waktu
tanda (-) menunjukkan arah slope
a-1 = loss ratio (inverse dari nominal decline rate)
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
q = laju produksi, BOPD
dq/dt = perubahan laju produksi terhadap waktu, BOPD
Sedangkan persamaan umum dalam decline curve diperoleh dari :
dq / dt
a Cq b …………………………………...……...........…….(2.81)
q
Keterangan: C = constant
Antara a dan Cqb harganya adalah sebanding yaitu merupakan persamaan untuk
hyperbolic decline.(0<b<1)
Untuk initial condition maka :
ai
C ……………………..………………………………...........……..(2.82)
qib
ai dq / dt
b
b 1 …...………………………………………............……….(2.83)
qi q
Lalu dengan mengintegralkan Persamaan (2.84), maka :
t q
ai t
dq
0 qib .dt q q b1 ……………………………………..............………….
i
(2.84)
b.a i t
q b qib ……………………………………….,............……......
qib
(2.85)
b.a i t 1 1
b
b b ……………………,,……..…………............………….
qi q qi
(2.86)
b
q
b.a i t i 1 ,,,,…..………………………………............…………(2.87)
q
qi
(b.a i t 1) b ………………….……………………............……….
q
(2.88)
Sehingga diperoleh persamaan umum dalam decline curve, adalah :
1
q q i (1 b.a i .t ) b ….……………………….………..….............……….
(2.89)
Keterangan:
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi minyak pada saat terjadi decline (initial), BOPD
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
ai = initial nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
2.5.1.3.1. Exponential Decline
Exponential decline sering disebut Constant percentage decline atau
geometric decline, yang dicirikan dengan kenyataan bahwa penurunan rate produksi
per satuan waktu adalah sebanding dengan rate produksi. Kurva penurunan yang
konstan ini hanya diperoleh bila loss rationya konstan. Sehingga pada Persamaan
(2.80), yaitu dengan harga loss ratio yang konstan maka akan diperoleh harga b = 0.
Exponential decline merupakan plot antara log rate produksi terhadap waktu yang
nantinya akan terjadi straight line (garis lurus). Bentuk ini mempunyai kriteria yaitu
harga penurunan laju produksi persatuan waktu sebanding dengan laju produksinya,
sehingga tidak ada initial condition.
Penurunan persamaan umum decline curve yaitu Persamaan (2.89), maka
pada exponential decline ini digunakan penggunaan limit sebagai rumusan matematis
(differensiasi fungsi eksponensial) , sehingga akan diperoleh :
n
m
e m Lim 1 Lim1 b …………..............…………...………(2.90)
1/ b
n
n b 0
1
Keterangan: m = ai.t dan n =
b
1
b
at
Lim 1 i e ai t .....………………..….........……………………….
1
1
b
b
(2.91)
Karena untuk exponent decline, decline-nya adalah konstan yang berarti tidak ada
kondisi awal, sehingga Persamaan (2.91), menjadi :
1
b
at
Lim 1 i e at ...……………..……….…..………..........………….
1
1
b
b
(2.92)
Hubungan antara a dan d ditunjukkan pada persamaan dibawah ini, sebagai contoh
diambil waktu pada periode t (misal 1 tahun) dan besar q adalah sama, sehingga
Persamaan (2.94) dan Persamaan (2.94) dapat disederhanakan menjadi:
q i .e at = qi – qi.d ………………………………..........………………
(2.95)
Keterangan t = 1, maka :
q i .e a = qi(1 - d) ………..……………………………...........……….
(2.96)
(2.99)
Kemudian kita substitusikan Persamaan (2.93) kedalam Persamaan (2.99), menjadi :
q .e
at
Np i dt ………………………...…………………............…
(2.100)
qi at t
Np e …………………………...……...……..........…..…(2.101)
a 0
Np
a
qi at
e e0 ………………………..........……...…………….(2.102)
Sehingga menghasilkan :
qi qi. .e at
Np …………………………………..........…......……(2.103)
a
Keterangan q = qi.e-at
qi q
Np …………………………………...…………..........…….(2.104)
a
2.5.1.3.2. Hyperbolic Decline
Jika data produksi yang diplot terhadap waktu tidak berupa garis lurus, atau
menunjukkan garis kelengkungan keatas pada kertas semilog, maka hal itu disebut
dengan hyperbolic decline, dimana harga exponent decline-nya (b) adalah 0<b<1.
Persamaan hyperbolic decline ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut :
1
q qi (1 b.ai t ) b ……………………...……………..........………...…
(2.105)
Keterangan:
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi minyak pada saat terjadi decline (initial), BOPD
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
ai = initial nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
Harga b, berada pada kisaran 0 dan 1. Nilai b yang semakin besar akan
memperpanjang life time dari suatu sumur. Pada Persamaan (2.105), harga ai adalah
nilai nominal decline rate awal (initial) pada waktu (t=0). Nilai a tidak konstan dan
akan selalu berubah sesuai dengan waktu.
Harga kumulatif produksi pada hyperbolic decline, seperti halnya pada exponential
decline didapat dari mengintegrasikan persamaan rate-time, yaitu :
t
Np q.dt
0
(2.106)
Integralkan (b 1 ), menjadi :
1
1 qi 1 t
Np (1 b.ai t ) b
1 b.ai 0 ……………………..........…...….
1
b
(2.107)
Lalu disederhanakan menjadi :
1b
1 qi t
Np (1 b.ai t ) b
(b 1) (b.a i ) 0 ……………………….........…….
b
(2.108)
qi
1 b.ai t b 1
1b
Np ………...…………………...........
(b 1) ai
(2.109)
Kemudian substitusikan qib.qi1-b untuk qi, menjadi :
qib .qi1b
1 b.ai t b 1
1b
Np …………...……………..........…..
(b 1) ai
(.2.110)
q ib 1b 1 b
Np q
i (1 b.a i t ) b
qi1b …………...…………..(2.111)
(b 1)a i
Persamaan ax.bx = (ab)x, dan axy= (ax)y, sehingga Persamaan (2.110) menjadi :
qib 1 1b
Np qi (1 b.ai t ) qi1b .....……………..........……..
b
(b 1)ai
(2.112)
1
q qi (1 b.ai t ) b ...………………………………………...........…
(2.113)
Np
qib
(b 1)ai
q 1b qi1b …………………………………...........…..
(2.114)
Sehingga dengan membagi Persamaan (2.114) dengan (-1) , maka didapatkan
persamaan kumulatif produksi untuk hyperbolic decline adalah :
Np
qib
(b 1)ai
qi1b q 1b ……..…………………………..…...............
(2.115)
Keterangan:
q = laju produksi, bbl/Day
Ps = tekanan statik reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran dasar sumur, psi
PI dapat juga dinyatakan dalam besaran yang lain bila aliran terdiri dari minyak dan
air yaitu :
qo 0.007082 h ko k
PI J w ..….…..........…....(2.119)
( Ps Pwf ) ln(re / rw) o Bo w Bw
Keterangan:
ko,kw = permeabilitas minyak dan permeabilitas air, md
o, w = viskositas minyak dan air, cp
Bo,Bw = faktor volume formasi minyak dan air.RB/STB
re,rw = jari-jari pengurasan dan jari-jari sumur, ft
h = ketebalan formasi, ft
Cara lain mengukur produktivitas sumur adalah Spesific Productivity Indexs
(SPI) didefinisikan sebagai perbandingan antara PI dengan ketebalan dan digunakan
untuk membandingkan sumur yang berbeda dari suatu lapangan.
PI
SPI …………………...………………………………..............…(2.120)
h
2.5.2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Productivity Index
Faktor-faktor yang mempengaruhi PI, meliputi:
a. Turbulensi yang terjadi pada laju aliran tinggi
Disebabkan terlampau cepatnya aliran fluida sehingga friksi antara fluida
(Internal friction) menjadi naik dan pressure loss menjadi besar. Hal ini
menyebabkan kapasitas aliran menurun, sehingga dari Persamaan (2.120)
harga PI akan turun.
b. Penurunan harga permeabilitas
Jika permeabilitas semakin kecil maka fluida akan sukar mengalir sehingga
harga PI semakin turun.
c. Pengaruh viskositas
Bila tekanan sudah berada dibawah tekanan saturasi, maka akan
mengakibatkan bertambahnya gas yang dibebaskan dari larutan, sehingga
viskositas akan naik. Hal ini akan menghambat proses produksi sehingga harga
PI akan turun.
Faktor-faktor yang tidak secara langsung memepengaruhi PI adalah:
Pengaruh energi pengaliran fluida, yaitu semakin besarnya tekanan pengaliran
fluida maka harga permeabilitas semakin besar, demikian pula yang terjadi bila
sebaliknya.
Efek cairan reaktif, menyebabkan terjadi reaksi didalam batuan. Sebagai contoh
pada shaly sand, masuknya fresh water secara tiba-tiba dan mendorong salt water
membasahi batuan formasi, akan mengakibatkan terjadi swelling didalam
batuan, yang mempengaruhi harga permeabilitasnya.
Pengaruh overburden. Besarnya permeabilitas dipengaruhi oleh porositas batuan,
sedangkan porositas sendiri dipengaruhi oleh overburden pressure yang indentik
dengan kedalaman. Sehingga makin besar overburden, berarti formasi makin
dalam dan porositas semakin kecil. Dengan demikian harga permeabilitas
berkurang karena kompresibilitas formasi semakin besar.
Pengaruh saturasi. Suatu fluida baru dapat mengalir bila fluida tersebut memiliki
kemampuan pengaliran atau permeabilitas yang merupakan fungsi saturasi
fluida. Bila suatu sumur telah lama diproduksikan, maka saturasi fluida
mengalami penurunan dan menyebabkan permeabilitas juga turun.
Sifat kebasahan batuan reservoir. Sifat kebasahan menentukan permeabilitas,
dimana pada batuan basah air, kenaikan permeabilitas minyak lebih cepat dengan
bertambah kecilnya saturasi air dibanding dengan batuan basah minyak.
Turunnya permeabilitas sebagai akibatnya adanya gas bebas dalam sumur. Pada
tekanan reservoir yang lebih kecil dari tekanan gelembung, drawdown pressure
tidak mengakibatkan permeabilitas berkurang karena adanya saturasi gas yang
dapat menghambat aliran minyak ke permukaan.
Harga PI harus ditentukan secara periodik selama produksi berlangsung
terutama ketika terjadi penurunan laju produksi secara tiba-tiba. Pada umumnya
dilapangan digunakan klasifikasi yang sebaik mungkin terhadap PI. Batasan besarnya
produktivitas sumur (Kermit E Brown, 1967), adalah sebagai berikut :
- PI rendah jika harga PI < 0,5
- PI sedang jika harga PI 0,5 PI 1,5
- PI tinggi jika harga PI 1,5
Keterangan :
q = Laju produksi minyak, STB / hari
= Viscositas, cp.
B = Faktor volume formasi minyak, STB / bbl
k = Permeabilitas efektif minyak, md
Keterangan :
q = Laju produksi air, STB / hari
= Viscositas air
B = Faktor volume formasi air
k = Permeabilitas efektif air
Keterangan :
q Laju produksi gas, SCF / hari
Viscositas gas
B Faktor volume formasi minyak, bbl / scf
k Permeabilitas efektif gas
Water Oil Ratio merupakan perbandingan laju produksi air dengan laju
produksi minyak, jadi dengan membagi Persamaan (2-124) dengan Persamaan
(2-125) didapat :
qw kw o
.........................................................................................(2-126)
qo ko w
atau:
Krw o
WOR (permukaan) = Bo Krow .........................................................(2-129)
Perbandingan laju gas dan laju minyak pada kondisi formasi, adalah
Persamaan (2-130) dibagi Persamaan (2-124) diperoleh :
qg kg o
............................................................................................(2-131)
qo ko g
Pada kondisi permukaan laju produksi gas = Qg / Bg, dan laju produksi
minyak = Qo / Bo, sehingga Persamaan (2-131) menjadi :
qg/Bg kg μo
.....................................................................................(2-132)
qo/Bo qo μg
atau
qg kg o Bo
......................................................................................(2-133)
qo ko g Bg
Tetapi karena tambahan gas bebas yang semula larut sebesar Rs, maka total
GOR menjadi :
kg μo Bo
GOR total Rs ...............................................................(2-134)
ko μg Bg
atau
krg μo Bo
GOR total Rs .............................................................(2-135)
kro μg Bg
Suatu reservoir dengan kondisi tekanan diatas saturasinya, maka belum ada
gas bebas didalam reservoir tersebut, dalam hal ini GOR akan sama dengan jumlah
gas mula-mula yang terlarut dalam minyak (Rsi). Dengan naiknya produksi kumulatif
minyak, tekanan reservoir turun sampai di bawah tekanan saturasi. Dalam hal ini Pwf
juga berada di bawah tekanan saturasinya, maka waktu minyak bergerak
kepermukaan makin banyak gas bebas yang terjadi, saturasi gas naik dan sebaliknya,
permeabilitas minyak turun, akibatnya :
GOR produksi naik.
Drawdown turun (berarti Pwf mengecil).
Productivity Index turun.
Dengan alasan ini digunakan untuk menjelaskan penyebab terjadinya
lengkungan pada IPR. Dari sini juga terlihat adanya hubungan antara kenaikan GOR
(atau pada reservoir yang terdiri dari air, minyak dan gas di gunakan GLR), dan
penurunan Pwf.
Pada penurunan tekanan reservoir lebih lanjut GOR akan turun lagi, hal ini
disebabkan kenaikan Bg yang merupakan fungsi penurunan tekanan, akan lebih besar
dari kenaikan Bo. Dengan demikian GOR total akan turun, hal ini dapat dilihat dari
hubungan Persamaan (2-134) dan Persamaan (2-135). Ini memberikan hubungan
kurva antara GOR vs waktu, yang dapat dilihat pada Gambar 2.45.
Gambar 2.45.
Grafik GOR vs Waktu 7)
2.5.2.1.3.6. GLR Formasi
Merupakan perbandingan gas baik yang masih dalam larutan maupun berupa
gas bebas, dengan liquid (minyak dan air), jadi didapat persamaan :
qg kg/μg
qo qw ko kw ...............................................................................(2-136)
μo μw
Pada kondisi permukaan laju produksi gas = Qg / Bg, dan laju produksi
minyak = Qo / Bo sedangkan gas hanya mempunyai kelarutan yang kecil didalam
air, dan air mempunyai compressibilitas yang kecil, maka Qw boleh dianggap sama
dengan laju produksi air dipermukaan. Sehingga perbandingan laju produksi gas dan
liquid dari Persamaan (2-136) menjadi :
qg / Bg kg / μg
qo / Bo qw ko kw .......................................................................(2-137)
μo μw
atau,
qg
kg / μg Bo
qo qw ko kw
Bg ......................................................................(2-138)
μo μw
Tetapi karena ada tambahan gas bebas yang semula larut sebesar Rs, maka
total GLR menjadi:
Rs
kg / μg Bo
GLR total = ko kw
Bg ........................................................(2-139)
μo μw
Keterangan :
Pc = Tekanan kapiler, psi
h = Ketinggian dari bidang diantara minyak dan air, dimana tekanan kapiler
sama dengan nol (pada bidang oil water contact), ft.
w = Density air, lb / cuft
o = Density minyak, lb / cuft
Distribusi tekanan kapiler pada reservoir minyak dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Gambar 2.46.
Tekanan Kapiler Untuk Sistem Air Minyak vs Sw 4)
Gambar 2.47.
Plot log (T + ) / vs tekanan7)
2.5.2.1.3.9. Tekanan Aliran Dasar Sumur (Pwf)
Pada pembicaraan mengenai permeabilitas telah disebutkan bahwa, supaya
ada aliran dalam media porous dan permeabel harus ada perbedaan tekanan. Jadi
kalau suatu sumur memproduksi minyak, maka tekanan pada dasar sumur (didepan
formasi produktif) harus lebih kecil dari tekanan pada jarak tertentu dari sumur.
Tekanan didasar sumur pada saat sumur sedang mengalir disebut Tekanan aliran dasar
sumur (Pwf). Dibawah ini Gambar 2.48. distribusi tekanan disekitar suatu sumur
yang sedang berproduksi, dengan sumur tersebut berada di tengah-tengah reservoir.
Gambar 2.48.
Distribusi Tekanan Disekitar Sumur Yang Sedang Berproduksi, Dengan
Sumur Berada Di Tengah-tengah Reservoir 4)
pwf pe
pe
h
rw re
Gambar 2.49.
Konfigurasi Parameter Sumur di Formasi 4)
2.5.2.2. Inflow Performance Relationship
Inflow Performance Relationship (IPR) adalah kelakuan aliran air, minyak
dan gas dari formasi menuju ke dalam sumur, yang dipengaruhi oleh productivity
index (PI). Productivity Index yang diperoleh dari hasil test, hanya merupakan
gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.
Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur, atau untuk melihat kelakuan suatu
sumur yang sedang berproduksi, maka harga PI tersebut dapat dinyatakan secara
grafis, yang disebut grafik IPR (Inflow Performance Relationship).
Untuk membuat grafik IPR diperlukan data laju produksi (qo), tekanan alir
dasar sumur (Pwf) yang diperoleh dari uji produksi dan tekanan statik (Ps) dari uji
tekanan.
Berdasarkan definisi PI untuk suatu saat dimana tekanan statik konstan dan PI
juga konstan, maka variabelnya adalah laju poduksi (q) dan tekanan aliran dasar
sumur (Pwf). Dalam bentuk rumus dapat ditulis sebagai berikut :
q
PI J ..............................................................................(2-141)
(Ps Pwf )
atau,
q
Pwf Ps ..................................................................................................(2-142)
PI
Keterangan :
Pwf = Tekanan aliran dasar sumur, Psi.
Ps = Tekanan statik, Psi.
Q = Laju produksi, bbl / hari
PI = Productivity Index, bbl / hari / psi.
Gambar 2.50.
Inflow Performance Relationship Linier untuk Aliran Satu Fasa 2)
Pada titik A, adalah harga Pwf pada saat q = 0, dan sesuai dengan persamaan
diatas Pwf = Ps. Sedang titik B, adalah harga q pada saat Pwf = 0, sesuai dengan
persamaan diatas maka q = PI x Ps, harga laju produksi tersebut merupakan harga
laju produksi maksimum atau disebut “potensial sumur”.
Apabila sudut OAB (Gambar. 2.50.) adalah , maka :
OB Ps PI
tanθ PI .....................................................................(2-144)
OA Ps
Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan dari garis IPR. Bentuk
IPR pada Gambar 2.50. hanya terjadi apabila fluida yang mengalir adalah satu fasa.
145)
Persamaan ini digunakan untuk membuat IPR berdasarkan data uji tekanan
dan uji produksi. Persamaan diatas dikembangkan untuk menentukan kurva IPR,
apabila tekanan reservoir lebih besar daripada tekanan gelembung. Menurut
kondisinya, kurva IPR terdiri dari dua bagian :
1. Kurva IPR satu fasa/linier, saat tekanan alir dasar sumur masih lebih besar
daripada tekanan gelembung (Pwf > Pb).
qo = J (Pr – Pwf)………………………………………………….....…(2-146)
2. Kurva IPR dua fasa/non linier, saat tekanan alir dasar sumur sudah lebih
kecil daripada tekanan gelembung (Pwf < Pb).
Pwf Pwf
2
qo qo Qo max Qb 1 0.2 0.8 …………......…..(2-147)
Pb Pb
150)
2
Pwf Pwf
A 1 0.2 0.8 …………………………………....….(2-151)
Pb Pb
J .Pb
Qo max qb …………………………………………………...(2-152)
1.8
B. Metode Couto
Persamaan yang dibuat Couto untuk membuat kurva IPR adalah dengan
menggabungkan definisi indeks produktivitas terhadap persamaan yang dibuat
Standing, yaitu :
h Ko
qo Pr( FE )(1 R[1.8 0.8( FE )(1 R)]) ...(2-
Ln(0.472re / rw) oBo
156)
Keterangan :
R = Pwf / Pr
Dengan mengetahui sifat fisik batuan (Ko) dan sifat fisik fluidanya ( o,
Bo) maka dapat dibuat kurva IPR berdasarkan satu data uji tekanan dan produksi.
Metode Couto mempunyai kelemahan, yaitu diperlukannya harga permeabilitas
efektif minyak pada waktu kurva IPR diperkirakan, dimana harga Ko tersebut sulit
ditentukan secara teliti di lapangan. Oleh karena harga Ko tersebut akan berubah
sesuai dengan waktu produksi dan jumlah minyak yang diproduksikan. Disarankan
persamaan Couto ini digunakan di awal sumur berproduksi (setelah komplesi),
sehingga harga Ko, o, dan Bo dapat diperoleh dengan mudah dan teliti.
C. Metode Harrison
Harrison menurunkan persamaan kurva IPR untuk memperbaiki kelemahan
metode Standing. Persamaan ini bersifat empiris dan tetap menggunakan definisi
efisiensi aliran (FE) untuk kondisi aliran satu fasa. Seperti pada metode Standing,
ketelitian metode ini juga diragukan karena memakai definisi FE yang tidak sesuai
dengan kondisi persamaan dasar. Adapun persamaan yang diberikan Harrison adalah
sebagai berikut :
qo Pwf
1.2 0.2 exp1.791759 …………….....……………….(2-
Qo max Pr
157)
Keterangan :
P d = Pwf / Pr
a 1 , a 2 ,….., a 5 = konstanta persamaan yang merupakan fungsi dari faktor
skin dan dicari menggunakan persamaan berikut :
a n c1 . exp(c 2 .S ) c3 . exp(c 4 .S ) …………………………….....……...(2-
159)
Keterangan :
n = 1, 2, 3, 4 dan 5
S = faktor skin
C = konstanta yang diambil dari tabel (Tabel II – 14)
Tabel II – 14
Konstanta c 1 , c 2 , c 3 dan c 4
a c1 c2 c3 c4
n
a1 0.182922 - 0.814541 -
0.364438 0.055
873
a2 - - - -
1.476950 0.456632 1.646246 0.442
306
a3 - - 2.289242 -
2.149274 0.195976 0.220
333
a4 - 0.088286 - -
0.021783 0.260385 0.210
801
a5 - - - -
0.552447 0.032449 0.583242 0.306
962
E. Metode Fetkovich
Berbeda dengan cara penelitian Vogel yang analitis, maka Fetkovich
mengajukan suatu metode untuk memperkirakan IPR dua fasa berdasarkan studi
lapangan. Penelitiannya didasarkan pada hasil analisa sejumlah uji back pressure
ataupun isochronal yang dilakukan pada sumur-sumur minyak.
Dari analisa ini disimpulkan bahwa kurva uji back pressure di sumur minyak
mengikuti kurva-kurva back pressure yang dilakukan di sumur gas, yaitu plot antara
qo Vs (Pr 2 - Pwf 2 ) pada kertas grafik log-log memberikan kurva linier. Bentuk
kurva IPR yang diajukan Fetkovich dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
q o J Pr2 Pwf2 n
………………………………… ....………………...(2-160)
Keterangan :
J = konstanta produktivitas
n = 1/kemiringan
Harga n menunjukkan faktor turbulensi. Apabila harga n mendekati 1 berarti
tidak terjadi turbulensi, sedangkan untuk harga 0.5<n<1 maka akan terjadi turbulensi.
Bila Persamaan (2-160) dinyatakan dalam bentuk yang menyertakan harga
laju produksi maksimum, maka persamaannya akan menjadi :
n
qo Pwf2
1 ………………………………………….....…….(2-161)
Qo max Pr2
dan untuk kasus harga sama dengan satu, maka persamaan diatas menjadi :
qo Pwf2
1 ………………………………….....…………….(2-162)
Qo max Pr2
Apabila dianggap harga n sama dengan satu, metode Fetkovich dapat
digunakan untuk membuat kurva IPR meskipun hanya tersedia data uji tekanan dan
produksi.
log q 2 log q1
n …………………………………………........(2-163)
log( Pr2 ) 2 log(Pr2 )1
Gambar 2.51.
Kurva Inflow Performance Relationship Untuk Aliran Dua Fasa 2)
165)
d. Laju produksi total (minyak dan air) maksimum, yaitu dihitung dengan
persamaan :
q
qt max q o max Fw Pr o max tan( ) …………………......………..(2-166)
J
Keterangan :
tan ( ) = CD/CG
CG = 0.001 q o max ………………………………………….....…......(2-
167)
q
CD Fw 0.001 o max 0.125Fo Pb 1 81 80 0.999qo max qb / qo max qb
0.5
J
…………………....……(2-168)
170)
2
Pwf ,test P
A 1 0.2 0.8 wf ,test ……………………………….....…(2-
Pb Pb
171)
Keterangan :
tan( ) 1 / tan( )
tan( ) Persamaan (2-168)/(2-167)
173)
Apabila diperoleh harga B :
B 0:
qt C C 2 4 B 2 D 0.6
/ 2 2
…………………………....………..(2-174)
B=0:
qt D …………………………………………………….....……….(2-175)
C
Keterangan :
A Pwf 0.125Fo Pb Fw Pr / 0.125Fo Pb …………………....……....(2-
176)
C 2 AB 80 qb …………………………………......……....(2-177)
q t , max
D A 2 80qb / q o ,max q b 81 ……………………………….....….(2-178)
Keterangan :
An, (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk
water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut
ditentukan pula dengan analisa regresi dan diperoleh persamaan berikut :
An C 0 C1 (WC ) C 2 (WC ) 2 …………………………………......…..(2-181)
Keterangan :
C n , (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan pada Tabel
II-1
Tabel II - 15
Konstanta Cn Untuk Masing-masing An
An C0 C1 C2
A1 0.980321 - 0.115661 0.179050 x
x 10 1 10 4
A2 - 0.414360 0.392799 x 0.237075 x
10 2 10 5
A3 - 0.564870 0.762080 x - 0.202079
10 2 x 10 4
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat
dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr) dimana (WC @ Pwf = Pr)
telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan persamaan berikut :
WC
P1 xExp P2 Pwf / Pr ………….....…………………..(2-
WC @ Pwf Pr
182)
Dimana : P 1 dan P 2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis
regresi menghasilkan persamaan berikut :
P1 1.606207 0.130447x ln(WC ) ……………………......…………...(2-
183)
P2 0.517792 0.110604 x ln(WC ) ……………………....………….(2-
184)
Dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.
Gambar 2.52.
Grafik Kurva IPR Tiga Fasa Metode Petrobras 9)