Anda di halaman 1dari 137

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Reservoir adalah lapisan formasi di bawah permukaan yang mengandung
minyak dan gas bumi. Cara terdapatnya minyak bumi di bawah permukaan haruslah
memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak
bumi. Unsur-unsur tersebut, yaitu :
1. Batuan Induk (source rock), yaitu batuan tempat asal terbentuknya minyak dan gas
bumi.
2. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas
bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang porous dan
permeabel.
3. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeable terdapat di
atas suatu reservoir dan merupakan penghalang minyak dan gas bumi yang akan
keluar dari reservoir.
4. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk yang
bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan
bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gas bumi berada dibagian
teratas reservoir.
5. Kondisi tekanan dan temperatur, merupakan hal yang sangat penting dan
berpengaruh karena akan mengangkat dan mengalirkan fluida kepermukaan
sehingga dapat diproduksikan.

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi
kimia akan membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam
batuan.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batupasir,
batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang vulkanik. Masing-masing batuan
tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula sifat fisiknya. Unsur
atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat macam dan
jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat-sifat dari mineral yang terbentuk,
baik sifat-sifat fisik maupun sifat-sifat kimiawinya. Mineral merupakan zat-zat yang
tersusun dari komposisi kimia tertentu yang dinyatakan dalam bentuk rumus-rumus
dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta jumlahnya yang terdapat dalam
mineral tersebut.

2.1.1.1. Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada jumlah
kandungan mineralnya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tidak mengalami metamorfosa
(perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kwarsa (quartz) dan
mineral lainnya yang stabil.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas karbonat dan silika.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari
kandungan shale dan clay. Tabel 2.1. menunjukkan komposisi kimia orthoquartzites.
Dari Tabel 2.1. dapat dilihat bahwa orthoquartzites mempunyai susunan unsur silika
dengan prosentase yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur yang
lainnya. Jadi pada orthoquartzites ini unsur silikanya sangat dominan sekali, yaitu
berkisar antara 61,7 % - 100 %, sedangkan sisanya merupakan unsur lain seperti
TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O, H2O+, H2O -, dan CO2. Lapisan
batuan ini biasanya merata dengan kemiringan kecil, permeabilitas vertikal dan
horisontal sama, densitas rata-rata batuan 2,65 dan jarang mengandung sifat
radioaktif.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur mineral
yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen batuan.
Material pengikatnya adalah clay dan karbonat.
Secara terperinci komposisi kimia graywacke dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Lapisan batuan ini banyak mengandung shale atau clay, maka lebih dikenal dengan
nama lapisan shalysand. Secara lengkap mineral-mineral penyusun graywacke terlihat
pada Tabel 2.3. Komposisi graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang ada
bercampur dengan silikat (silicate).
Tabel II.1
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzite (%) (29)
Lapisan ini kurang baik jika dibandingkan dengan batuan sedimen
orthoquartzites karena permeabilitasnya kurang baik, sehingga biasanya minyak/gas
terperangkap secara stratigrafi. Batuan ini banyak mengandung radioaktif dan
mempunyai densitas batuan sekitar 2,6

Tabel II.2
Komposisi Mineral Graywacke (%) (29)

Tabel II.3
Komposisi Kimia Graywacke (%) (29)
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz sebagai
mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar jumlahnya lebih
banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara berurutan sesuai
prosentasenya ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel II. 4
Komposisi Mineral dari Arkose (%) (29)
Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel 2.5., dimana terlihat bahwa
arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan orthoquartzites,
tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda. Batuan ini biasanya terbentuk
dalam basin sedimen yang dalam serta fragmen batuannya menunjukkan adanya
transportasi pendek, karena terbentuk pada kemiringan yang besar dan mineralnya
biasanya sama dengan mineral dari sumber batuannya.
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Dalam hal ini yang dimaksud dengan batuan karbonat adalah limestone,
dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone adalah istilah yang
biasa dipakai untuk kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % kalsium
karbonat atau magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang
mempunyai fraksi karbonat melebihi unsur non-karbonat-nya. Pada limestone
fraksi disusun terutama oleh mineral kalsite, sedangkan pada dolomite mineral
penyusun utamanya adalah mineral dolomite. Tabel 2.6. menunjukkan komposisi
kimia limestone secara lengkap.
Tabel II.5
Komposisi Kimia dari Arkose (%) (29)
Tabel II.6
Komposisi Kimia Limestone (%) (29)
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-batuan
yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan dolomite akan
mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari unsur yang dikandungnya.
Untuk batuan yang unsur kalsite-nya melebihi dolomite disebut dolomite limestone,
dan yang unsur dolomite-nya melebihi kalsite disebut dengan limy, calcitic,
calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi kimia dolomite pada dasarnya hampir
mirip dengan limestone, kecuali unsur MgO merupakan unsur yang penting dan
jumlahnya cukup besar. Tabel 2.7. menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun
dari dolomite.

Tabel II.7
Komposisi Kimia Dolomite (%) (29)
2.1.1.3. Batuan Shale
Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 % silicon
dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan Fe 2O3, 2 %
magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium oxide (K 2O), 1 %
sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion
seperti terlihat pada Tabel 2.8.
Tabel II.8
Komposisi Kimia Shale (%) (29)

Komposisi kimia shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir, fraksi yang
kasar banyak mengandung silika dan untuk yang halus mengandung aluminium besi,
potash, dan air. Batuan shale pada umumnya mengandung quartz silt diatas 60 %.
Kelebihan silika tersebut terdapat dalam bentuk kristal yang lebih baik pada quartz,
chalcedony, atau opal. Jika shale banyak mengandung besi, maka akan terbentuk
pyrite atau siderite. Potash biasanya selalu lebih banyak terdapat dibanding soda dan
dapat menghasilkan illite.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun kenyataannya hanya
batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya reservoir
minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya banyak
berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang porous dan
permeable.

2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang pori-
pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas suatu
batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara matematis
porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb  Vs Vp
  ……………………………………...........……….…..(2.1)
Vb Vb
Keterangan:
Vb = volume batuan total (bulk volume), cm3
Vs = volume padatan batuan total (volume grain), cm3
Vp = volume ruang pori-pori batuan, cm3
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume batuan
total (bulk volume).
Volume pori total
  100% ...…….………….………............………..(2.2)
bulk volume

2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan


terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
  100% …….........….............……...(2.3)
bulk volume
Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena
dianggap sebagai fraksi volume yang produktif.
Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
 Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
 Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sedimen terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer adalah
batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2) Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan secara
kuantitatif karena bentuknya tidak teratur.
3) Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan menjadi
dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia sebagai berikut:
2CaCO3 + MgCl2  CaMg(CO3)2 + CaCl2
Gambar 2.1.
Susunan Butir dari ( a ) Kubus, ( b ) Rhombohedral (1)

Menurut para ahli, batugamping yang terdolomitasi mempunyai porositas


yang lebih besar dari pada batugampingnya sendiri.
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran butir
(semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir
berbentuk kubus mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk
rhombohedral) seperti terlihat pada Gambar 2.1, kompaksi, dan sementasi.
Klasifikasi pembagian porositas adalah sebagai berikut :
- 0–5% : diabaikan - 15 – 20 % : baik
- 5 – 10 % : jelek - 20 – 25 % : baik sekali
- 10 – 15 % : cukup

2.1.2.2. Wettabilitas
Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan dari fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan padatan
dengan adanya fluida lain yang tidak saling bercampur (immiscible). Atau merupakan
sifat dari batuan yang menyatakan mudah tidaknya permukaan batuan itu untuk
dibasahi fluida. Kecenderungan untuk menyebar dan menempel ini dikarenakan oleh
adanya gaya adhesi yang merupakan faktor dari tegangan permukaan antara batuan
dan fluida. Gambar 2.2. menunjukkan gaya-gaya setimbang di dalam sistem minyak-
air dan zat padat, yang mana secara mathematis besarnya gaya adhesi (A T) yang
menimbulkan sifat air membasahi benda padat dapat dinyatakan sebagai berikut :
AT = so - sw = wo. cos wo ………………………..........…………..…..(2.4)
Keterangan :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air, derajat
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positif (
< 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak membasahi
zat padat maka tegangan adhesinya negatif ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.

Gambar 2.2.
Kesetimbangan Gaya-Gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan (1)
Gambar 2.3.
Distribusi Ideal Fasa Fluida “Wetting“ dan “Non Wetting”
untuk Kontak antar Butir – butir Batuan yang Bulat (1)
a) Distribusi “Pendulair Ring”
b) Distribusi “Funiculair Ring”

Distribusi cairan dalam sistem pori–pori batuan tergantung pada sifat


kebasahan. Distribusi fluida tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.3. Distribusi
pendulair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi tidak kontinyu dan fasa
yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa permukaan butiran batuan.
Sedangkan distribusi funiculair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi
kontinyu dan secara mutlak terdapat pada permukaan butiran.

2.1.2.3............................................................................................................... Tekana
n Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada antara
permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-minyak atau cairan-gas) sebagai
akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka. Perbedaan
tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting fasa”
(Pnw) dengan fluida “wetting fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw ……..………………………………........................…….….(2.5)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai fasa
yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting fasa
atau fasa tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori dan
macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan sebagai
berikut
2. .cos 
Pc    . g. h ……………………...…………............……….
r
(2.6)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2
 = tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida, derajat
r = jari-jari lengkung pori-pori, cm
 = perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g = percepatan gravitasi, cm/sec2
h = tinggi kolom, cm
Dari Persamaan (2.6) dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan
dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga data
tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi air (S w), seperti
pada Gambar 2.4.
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi bentuk
kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari Persamaan (2.6) ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan
densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah
besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk
reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air akan
mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan ketebalan
zona transisinya lebih tipis daripada reservoir dengan permeabilitas yang rendah.

Gambar 2.4.
Kurva Tekanan Kapiler (11)

2.1.2.4. Saturasi Fluida


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam
fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian
reservoir.
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-
pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori total
pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh min yak
So  …....……...........………...
volume pori  pori total
(2.7)
Saturasi air (Sw) adalah :
volume pori  pori yang diisi air
Sw  ………...….……...............…..…..(2.8)
volume pori  pori total
Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  …….………............…....….(2.9)
volume pori  pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + So + Sw = 1 …...….……………………………………...........….…(2.10)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1 …………….…...……………………….……..........………(2.11)
Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :
1) Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang porous.
Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif akan mempunyai Sw yang
tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian juga untuk bagian atas dari struktur
reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan densitas
dari masing-masing fluida.
2) Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika minyak
diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air dan atau gas
bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak, saturasi fluida
berubah secara kontinyu.
3) Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori yang
diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-porinya
adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V …………………................……………...(2.12)
Distribusi saturasi fluida dalam batuan reservoir dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu disamping oleh temperatur dan tekanan reservoir juga dipengaruhi oleh
sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir. Saturasi air yang merupakan fluida
pembasah akan semakin besar pada harga porositas yang kecil, karena terjadinya gaya
kapiler. Disamping itu akibat perbedaan berat jenis fluida, maka saturasi gas akan
semakin besar pada bagian atas struktur dan saturasi air semakin besar pada bagian
bawah struktur.
Pada Gambar 2.5. menunjukkan ilustrasi hubungan antara saturasi fluida
dengan tekanan kapiler dalam pori-pori yang mana terlihat bahwa pada gambar
sebelah kiri fluida pembasah mempunyai jari-jari kelengkungan (R) yang besar,
kemudian mengalami penekanan pada permukaannya sehingga posisinya berubah
seperti gambar disebelah kanannya. Terlihat bahwa volume air berkurang yang berarti
saturasinya berkurang. Sehingga terdapat hubungan yang berlawanan antara saturasi
fluida pembasah dengan tekanan kapiler.

Gambar 2.5.
Hubungan Saturasi Fluida dengan Tekanan Kapiler dalam Pori-Pori (1)

2.1.2.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu sifat batuan reservoir untuk dapat
mengalirkan fluida melalui pori-pori yang saling berhubungan, tanpa merusak
partikel pembentuk atau kerangka batuan tersebut. Makin besar permeabilitas batuan
reservoir maka makin besar pula jumlah fluida yang dapat dialirkan dari reservoir
tersebut. Permeabilitas batuan merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar
pori-pori dalam batuan.
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry
Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut:
k dP
V  …...…………….........................……...........…….…….…(2.13)
 dL

Keterangan :
V = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, darcy
Tanda negatif dalam Persamaan (2.13) menunjukkan bahwa bila tekanan
bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2.13)
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a) Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir melalui
media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas saja.
b) Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau
ketiga-tiganya.
c) Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang dilakukan
oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan batupasir tidak
kompak yang dialiri air, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Batupasir silindris yang
porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan
panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu
ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P 2 adalah tekanan
keluar. Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan
akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan.

Gambar 2.6.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas (26)

Q.. L
K ………………………………..........………….……….
A.( P1  P2 )

(2.14)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q (cm 3 / sec).  (centipoise) L (cm)
K (darcy)  ...…..........…….……..(2.15)
A (sqcm). ( P1  P2 ) (atm)

Dari Persamaan (2.14) dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran


yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible dan
incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga permeabilitas
efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk minyak, gas, dan
air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :
Ko Kg Kw
K ro  , Krg  , K rw 
K K K
dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air. Percobaan
yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini digunakan dua
macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan dalam keadaan
kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi volume total (Qo
+ Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu, dengan perbandingan
minyak-air mula-mula, pada aliran ini tidak akan sama dengan Q o/Qw. Dari percobaan
ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi
stabil. Harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air adalah :
Q o . o . L
Ko  ……………………………..........…………………....
A.( P1  P2 )
(2.16)
Qw . w . L
Kw  ………………………………..........………………...
A.( P1  P2 )
(2.17)
Keterangan :
o = viskositas minyak, cp
w = viskositas air, cp
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda untuk
minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw pada
Persamaan (2.16) dan Persamaan (2.17) jika diplot terhadap S o dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Dari Gambar 2.7, dapat
ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan harga K absolut,
demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar 2.7).

Skala permeabilitas (milli Darcy) adalah sebagai berikut :


 1 – 10 mD : cukup
 10 – 100 mD : baik
 100 – 1000 mD : baik sekali

Gambar 2.7.
Kurva Permeabilitas Efektif untuk Sistem Minyak dan Air (26)
2.1.2.6. Kompresibilitas
Kompressibilitas didefinisikan sebagai perubahan volume pori per satuan
perubahan tekanan. Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas
batuan, antara lain :
 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material padatan
(grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam
tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan
perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan akan
mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan
perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir.
Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat
tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompressibilitas, Cr yaitu :
1 dVr
Cr  . …………...………………….…...........………………….
Vr dP

(2.18)
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan
sebagai kompressibilitas Cp yaitu :
1 dVp
Cp  . ……………………...…………………...........………....
Vp dP *

(2.19)
Keterangan:
Vr = volume padatan batuan (grains), inch3
Vp = volume pori-pori batuan, inch3
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan, psi
P* = tekanan luar (tekanan overburden), psi

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir pada
tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang sangat
kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon
perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan
laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan
fluida dalam reservoir dan lain-lain.
Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air (air formasi).
Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat.
Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan endapan
minyak.

2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon, non hidrokarbon, dan air formasi.
Pada Tabel 2.9. dapat dilihat komposisi dari fluida reservoir. Dalam pembahasannya
akan dibicarakan mengenai sifat-sifat kimia dan fisika ketiga jenis fluida reservoir
tersebut.
Tabel II.9.
Komposisi Fluida Reservoir (28)

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon


Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen.
Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri dari
hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh serta
hidrokarbon rantai tertutup, meliputi hidrokarbon cyclic aliphatic/naftena dan
hidrokarbon aromatic. Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog. Anggota
dari seri homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya yang dapat
diketahui dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah
diketahui. Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada
jumlah atom karbon pada struktur kimianya.

2.2.1.1.1. Hidrokarbon Rantai Terbuka


2.2.1.1.1.1. Golongan Hidrokarbon Jenuh
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan masing-
masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi dari satu
atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Sehingga batas kejenuhan dengan
atom-atom hidrogen telah tercapai.
Tabel II.10.
Alkana (CnH2n+2) (20)

No. Karbon, n Nama


1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacontane

Seri homolog hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris :
alkene) dimana penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom
karbon dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan
paraffin. Tabel 2.10. menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana sesuai
dengan jumlah atom karbonnya.
Pada alkana dikenal juga istilah “rumus bangun” dalam hal ini memberikan
gambaran tentang bangun (struktur) dari molekulnya. Berikut ini diberikan contoh
rumus bangun dari metana dan etana.
H H H
H - C - H H -C-C- H
H H H
Metana Etana
Rumus-rumus bangun diatas bukanlah merupakan bentuk yang sesungguhnya
yang menunjukkan keadaan struktur sebenarnya dari molekul-molekul tersebut.
Keempat valensi dari atom karbon sebenarnya diarahkan ke sudut-sudut dari bidang
empat teratur (regular tetrahedron). Akibatnya atom-atom hidrogen tidak terletak
dalam satu bidang dan atom karbon tersusun menurut rantai yang lurus. Rumus
bangun hanya memperlihatkan kenyataan bahwa sejumlah atom karbon tertentu
digabung bersama oleh ikatan tunggal untuk membentuk suatu rantai terbuka dan sisa
valensi lainnya membentuk ikatan-ikatan dengan hidrogen.
Didalam senyawa hidrokarbon sering dijumpai membentuk molekul yang
berlainan susunannya, tetapi rumus kimianya sama, atau dengan kata lain rumus
kimia sama tetapi struktur molekulnya berbeda. Hal semacam ini dikenal dengan
nama “isomeri”. Masing-masing senyawa hidrokarbon yang mempunyai sifat isomeri
disebut isomer, dan pada isomer hidrokarbon ini biasanya menunjukkan adanya sifat-
sifat fisika dan kimia berlainan. Sebagai contoh misalnya butana yang mempunyai
rumus kimia C4H10, tetapi struktur molekulnya dapat disusun sebagai
CH3CH2CH2CH3 yang disebut normal butana (n-butana) dan sebagai CH 3CHCH3
yang disebut isobutana.
Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang
berlainan dengan n-alkana, dimana untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat
fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan
didalam gaya antar molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan
pada titik lebur dan titik didih diantara isomer-isomer alkana.
Tabel II.11.
Sifat – sifat Fisik n-Alkana (23)

N Name Boiling Melting Specific


o Point Point Gravity
o o
F F 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6
2 Ethane -127.5 -297.9
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99
30 Triacontane 835.5 151

Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel 2.11. memperlihatkan


gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam. Pada golongan seri alkana atau
parafin atau golongan hidrokarbon jenuh ini mempunyai sifat kimia dan fisika yang
khas. Parafin mempunyai sifat kelembaman kimia, yang mana sifat ini menyebabkan
parafin dapat bertahan di dalam hidrokarbon, karena untuk bertahan selama berabad-
abad di dalam hidrokarbon tersebut maka setiap senyawa akan membutuhkan
kestabilan yang tinggi. Parafin yang berada di dalam ruangan yang mengandung
udara atau oksigen, bila dinyalakan akan terbakar dengan memberikan sejumlah kalor
yang besar dan dalam keadaan pembakaran yang sempurna maka pengeluaran panas
yang disertai ledakan dapat terjadi. Reaksi parafin dengan oksigen hanya dapat terjadi
pada suhu tinggi (elevated temperature). Dalam keadaan standard (60o F; 14,7 psia)
seri parafin dapat berada dalam keadaan gas, cair, atau padat tergantung jumlah atom
C dalam satu molekulnya. Untuk empat jumlah nomor atom yang pertama , C1 – C4
berbentuk gas, kemudian C5 – C17 berbentuk cair dan untuk C18 keatas berupa benda
padat yang tak berwarna. Sifat-sifat alkana yang lain diantaranya adalah titik didih
dan titik cair akan makin tinggi pada bobot molekul yang juga makin besar, suku-
suku yang berbentuk gas tidak berbau dan semua alkana pada umumnya larut dalam
air

2.2.1.1.1.2. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap tiga
(triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh karena
itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah digunakan
untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap dua atau
rangkap tiga yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini disebut
hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris : alkene)
dengan rumus umum CnH2n.
Dalam keadaan yang menguntungkan, hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi
jenuh dengan penambahan atom-atom hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik alkana,
sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga peningkatan titik didih
dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana peningkatannya mendekati 20
- 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena lebih
reaktif bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang telah
dijelaskan diatas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih dikenal dengan
deretan olefin, tetapi ada juga diantara senyawa-senyawa hidrokarbon yang
mengandung dua atau lebih ikatan ganda (double bond), seperti alkadiena, alkatriena,
serta alkatetraena.
Selain ikatan ganda, senyawa hidrokarbon tak jenuh ada juga yang
mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond) yang dikenal sebagai deretan asetilen.
Rumus umum deretan asetilen adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul terdapat
ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang berdekatan. Pemberian
nama untuk deret ini sama dengan untuk deret alkena dengan memberi akhiran “una”
(Inggris : “yne”).

Tabel II.12.
Sifat-sifat Fisik Alkena (23)
Name Formula Boiling Melting Specific
Point, Point, Gravity,
o o
F F 60o/60 oF

Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5


Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4

1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601


1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646
1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675
1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698

1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716


1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 0.731
1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 0.743

Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih
reaktif dari alkana.Yang termasuk dalam hidrokarbon tak jenuh ini adalah seri olefin,
seri diolefin, dan seri asetilen.
a. Seri Olefin
Seri atau deretan olefin memiliki rumus umum C nH2n. Di dalam hidrokarbon
tak jenuh seri ini mempunyai ciri khusus yaitu di dalam molekulnya terdapat
satu ikatan rangkap dua. Sebagai contoh sebagai berikut :
- Propilena : CH2 CH CH3
- Butilena : CH2 CH CH2 CH3
Golongan ini memiliki jumlah atom lebih sedikit daripada golongan parafin.
Tetapi tata cara penamaannnya sama dengan seri alkana hanya akhiran “ana”
diganti dengan “ena”.
b. Seri Diolefin
Seri atau deretan diolefin memiliki rumus umum CnH2n-2. Karakteristiknya
adalah dalam setiap molekul terdapat dua ikatan rangkap. Penamaannya
dengan menggunakan akhiran “adiena” dan letak kedua ikatan rangkapnya
dinyatakan dengan dua nomor yang diletakkan setelah nama dasar, sebagai
contoh sebagai berikut :
- Butadiena-1,3 : CH2 CH CH CH2
- Butadiena-1,2 : CH2 C CH CH3
c. Seri Asetilen
Seri atau deretan asetilen memiliki rumus umum seperti pada seri diolefin
CnH2n-2. Sifat dari seri ini bahwa setiap molekul terdapat ikatan rangkap tiga
dimana mngikat dua atom C yang berdekatan. Penamaannya dengan akhiran
“una”. Sebagai contoh : Etuna (asetilen) : CH  CH
Sifat fisika dan kimia dari hidrokarbon tak jenuh adalah, karena adanya ikatan
rangkap dua yang mana menyebabkan lebih mudah diikat oleh unsur kimia lain maka
golongan ini lebih reaktif dibandingkan dengan golongan hidrokarbon jenuh. Karena
sifatnya yang sangat reaktif maka golongan ini sangat jarang atau hampir tidak
pernah terdapat dalam minyak mentah yang terbentuk di alam, tetapi ikatan ini
terbentuk dalam jumlah besar pada proses peretakan (cracking) dari crude oil dan
sangat berguna dalam industri.
2.2.1.1.2. Hidrokarbon Rantai Tertutup
2.2.1.1.2.1. Golongan Naftena
Senyawa golongan ini disebut juga sikloparafin dan merupakan senyawa
hidrokarbon siklis. Contoh struktur sikloparafin terdapat pada Gambar 2.8. Biasanya
beberapa seri sikloparafin terdiri dari 5 sampai 6 anggota lingkaran atau
kombinasinya dalam struktur polisiklis. Kadar sikloparafin di dalam minyak bumi di
seluruh dunia bervariasi antara 30 – 60 % sehingga sikloparafin merupakan penyusun
utama minyak bumi.

Gambar 2.8.
Seri Naftena sebagai Seri Homolog Hidrokarbon Utama dalam Minyak Bumi (20)
Dasar utama dalam variasi struktur naften ialah jumlah lingkaran yang dapat
bergabung menjadi suatu jaringan. Misalnya, mono-naften dan naften bisiklis
merupakan bagian utama dalam minyak bumi. Dalam fraksi titik didih yang lebih
tinggi lagi struktur ini dapat terdiri dari sepuluh lingkaran atau sepuluh cincin dalam
satu molekul. Diantara susunan naftena yang monosiklis, terutama kisaran C 1 – C11
paling banyak didapatkan.
2.2.1.1.2.2. Golongan Aromatik
Aromat adalah suatu hidrokarbon siklis berstruktur khas cincin aromat. Pada
deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon lainnya yang
mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah C nH2n-6, dimana cincin
benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan
rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin. Secara sederhana
dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan parafin dan
olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak mentah
yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat berada
dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak berwarna
dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik diberikan karena
anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.

2.2.1.2. Komposisi Kimia Non Hidrokarbon


2.2.1.2.1. Senyawa Belerang
Senyawa belerang biasanya terdapat dalam jumlah lebih banyak di dalam
fraksi molekular yang lebih tinggi. Kadarnya dapat mencapai 5 % dan oleh karenanya
ada minyak bumi yang mengandung 30 - 40 % senyawa belerang, disamping yang
terdapat dalam resin dan aspalten. Senyawa-senyawa belerang yang banyak dijumpai
dalam minyak dan gas bumi adalah senyawa H 2S, mercaptan dan alkyl sulfide, Tiofin,
sulfon, asam sulfonat, sulfoksil dan lain sebagainya. Struktur molekul senyawa
belerang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9.
Struktur molekul Senyawa Belerang (20)
H2S merupakan gas tak berwarna yang memiliki titik didih -59,6oC. H2S ini
berbau tidak enak dan tidak sedap. H2S ini merupakan gas beracun, dan dengan
adanya H2S dalam industri perminyakan merugikan, karena menimbulkan kerusakan
pada peralatan refinery, atau menyebabkan karat pada peralatan produksi permukaan
serta peralatan industrialisasi proses refinery. H2S diserap atau dipisahkan dari gas
alam dengan ethanolamines. Gas alam yang mengandung konsentrasi belerang
disebut sour gas sedangkan yang tidak mengandung belerang disebut sweet gas.

2.2.1.2.2. Senyawa Nitrogen


Senyawa nitrogen terdapat dalam minyak bumi terutama dalam residu atau
molekul berat dan sebagian terdapat dalam benzen dan aspalten. Kadar senyawa-
senyawa nitrogen dalam fluida reservoir bervariasi antara 0,01 % - 0,02 % berat dan
kadang-kadang bisa mencapai 0,65 %, misalnya dari lapangan minyak Willmington,
California, yang senyawa nitrogennya bisa melebihi 10 %. Senyawa nitrogen yang
terdapat dalam proses distilasi terutama ialah homolog piridin dalam jangkauan C6 ,
C10 , quinolin dalam jangkauan C10 – C17 , dan turunan yang berhidrogen, dan juga
senyawa carbozol, indol dan pyrol. Asal nitrogen ini adalah biogenik, misalnya dari
protein dan pigmen. Fermentasi (peragian) protein menghasilkan asam dan juga
senyawa nitrogen yang mengandung cincin pyrol. Semakin tinggi konsentrasi
senyawa nitrogen maka akan memperbesar titik didih fluida reservoir. Struktur
molekul senyawa nitrogen dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 2.10
Senyawa-senyawa nitrogen yang ada dalam fluida reservoir antara lain NO 2,
Piridin (C5H5N), Qinolin (C9H9N), Pirol (C4H4N), Indol (C6H6NHC2H2), dan
Karbosol (C12H6NH).

Gambar 2.10.
Struktur molekul Senyawa Nitrogen (20)
2.2.1.2.3. Senyawa Oksigen
Minyak bumi dapat juga mempunyai senyawa oksida sampai 2 % dalam
bentuk asam fenol. Ini biasanya dalam residu atau derivat tinggi. Beberapa jumlah
kecil fenol didapatkan dalam kerosin dan minyak solar. Minyak bumi dari formasi
paling muda biasanya mengandung asam yang paling tinggi. Asal asam ini tidak
begitu banyak diketahui. Ada yang berpendapat berasal dari hasil oksidasi
hidrokarbon, atau merupakan sebagian dari gugusan asam yang ada sebelumnya,
sebelum bergenerasi menjadi minyak. Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi
antara 1 % - 2 % berat. Oksidasi minyak bumi dengan oksigen karena kontak lama
dengan udara dapat menaikkan konsentrasi dalam minyak bumi. Senyawa ini dalam
reservoir banyak terdapat sebagai senyawa asam organik yang terdistribusi kedalam
fasa khususnya fasa gas. Asam organik ini utamanya terdapat sebagai asam naftena
dan asam alifatik. Struktur molekul senyawa oksigen dapat dilihat lebih jelas pada
Gambar 2.11.
Gambar 2.11.
Struktur molekul Senyawa Oksigen (20)
2.2.1.2.4. Senyawa Karbondioksida
Kadar karbondioksida lebih besar daripada senyawa nitrogen, yaitu sekitar 2
%. Senyawa karbondioksida sebagai senyawa impuritis yang harus dihindari karena
sifatnya sangat korosif yang mana karbondioksida bentuknya dalam carbonic acid
dan terdapat unsur air didalamnya. Dengan adanya senyawa karbondioksida dalam
industri perminyakan merugikan, karena menimbulkan korosi pada peralatan
produksi permukaan serta kerusakan pada peralatan industrialisasi proses refinery.

2.2.1.3. Komposisi Kimia Air Formasi


Air formasi atau disebut “connate water” atau “interstitial water”adalah air
yang terproduksi bersama-sama dengan minyak dari suatu reservoir. Elemen-elemen
di dalam senyawa air formasi adalah merupakan kesetimbangan ion-ion positif dan
negatif. Ion-ion tersebut akan bergabung dengan satu atau lebih ion-ion elemen lain
dan akan membentuk garam-garam. Kemudian bila dibandingkan dengan air laut,
umumnya air formasi mengandung konsentrasi padatan yang lebih besar walaupun
diketahui pula kandungan padatan total dari air formasi berkisar dari 200 ppm –
300000 ppm, sedangkan air laut mengandung kira-kira 35000 ppm padatan total.
Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara reservoir
yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air formasi perlu
sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya. Dibandingkan dengan air
laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi. Sehingga
studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting artinya
karena kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan terjadinya plugging
(penyumbatan) pada formasi dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas
permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi
metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta bahan-
bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk. Sedangkan komposisi ion-ion
penyusun air formasi seperti terlihat pada Tabel 2.13. terdiri dari kation-kation Ca,
Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO3, HCO3, dan SO4.
Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah tertentu
yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.13. Kation-kation air formasi antara lain adalah : Calcium
(Ca++), Magnesium (Mg++), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+), dan Barium (Ba++).
Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl -), Carbonate
(CO3) dan Bicarbonate (HCO3), serta Sulfat (SO4).

Tabel II.13.
Komposisi Kimia Air Formasi (23)
Connate Water
From well # 23
Stover Faria,
McKean Country, Pa. Sea Water
Composition Ion Parts per million Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 ………….
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br- 320 ………….
I- 10 ………….

Total
126,200 34,540

2.2.1.3.1. Jenis Kandungan Ion


Ion-ion penyusun air formasi terdiri dari ion-ion positif (kation) dan ion-ion
negatif (anion) yang membentuk garam.
 Kation
Kation-kation yang terkandung dalam air formasi dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
- Alkali: K+, Na+, dan Li+ yang membentuk basa kuat.
- Metal alkali tanah: Br++, Mg++, Ca++, Sr++, Ba++, dan Ra yang
membentuk basa lemah
- Ion Hidrogen
- Metal berat: Fe++, Mn++, membentuk basa yang berdissosiasi.
Calcium (Ca) merupakan penyusun terbesar pada air formasi yaitu mencapai
30000 mg/lt. Bila bertemu dengan ion karbonat atau sulfat akan bereaksi dan
membentuk scale yang tersuspensi dalam air formasi. Begitu juga dengan
Magnesium (Mg) akan membentuk scale bila bertemu dengan ion karbonat
tetapi konsentrasi ion Mg dalam air formasi lebih kecil daripada ion Calcium.
 Anion
Anion-anion yang terkandung dalam air formasi adalah sebagai berikut:
- Asam kuat : Cl-, SO4=, NO3-
- Asam lemah : CO3=, HCO3-, S-
Chlorida (Cl) merupakan anion terbanyak dalam air formasi, sumber
terbesarnya NaCl. Konsentrasi ion Chlorida sebagai pengukur tingkat
keasaman air formasi. Sedangkan anion Carbonate (CO 3) dan Bicarbonate
(HCO3) dapat membentuk scale
Ion-ion tersebut diatas (kation dan anion) akan bergabung berdasarkan empat
sifat, yaitu :
- Salinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam kuat, misalnya NaCl dan
Na2SO4
- Salinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam kuat, misalnya
CaCl2, MgCl2, CaSO4, MgSO4
- Alkalinitas primer, yaitu bila alkali bereaksi dengan asam lemah, misalnya
Na2CO3 dan Na(HCO3)2
- Alkalinitas sekunder, yaitu bila alkali tanah bereaksi dengan asam lemah,
misalnya CaCO3, MgCO3, Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2

2.2.1.3.2. Jumlah Kandungan Ion


Konsentrasi padatan yang terdapat di dalam air formasi dinyatakan dalam
beberapa cara yang berbeda. Diantaranya adalah parts per million, milligram per liter
dan persen padatan. Umumnya satuan part per million dan milligram per liter dapat
digunakan secara bertukaran. Kedua satuan ini identik bila dianggap bahwa density
air formasi adalah satu. Anggapan ini tidak tepat benar tetapi biasanya memenuhi
kelayakan untuk perhitungan engineering.
Satuan persen padatan dapat diperoleh dengan pembagian per million dengan
10000. Satuan lain yang kadang-kadang digunakan adalah milli equivalents per liter.
Part per million dapat dikonversikan kedalam milli equivalent per liter bila dibagi
dengan berat equivalentnya. Untuk reaksi ionisasi, berat equivalent diperoleh dengan
membagi berat atom ion dengan valensinya.

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir


Beberapa sifat fisik fluida reservoir yang perlu diketahui adalah : berat jenis,
viskositas, faktor volume formasi, dan kompressibilitas.

2.2.2.1. Sifat Fisik Gas


2.2.2.1.1. Viskositas Gas
Viskositas adalah suatu ukuran tahanan fluida terhadap aliran.Viskositas gas
tergantung pada tekanan, temperatur, dan komposisi dari gas tersebut. Dimana dengan
bertambahnya berat molekul dari gas maka akan menyebabkan berkurangnya harga
viskositas. Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu, dalam hal ini tabiat
gas akan berlainan dengan cairan, untuk gas sempurna viskositasnya tidak tergantung
dari tekanan. Gas sempurna berubah menjadi gas tidak sempurna bila tekanannya
dinaikkan dan tabiatnya mendekati tabiat zat cair.
Ada 2 jenis viskositas, yaitu :
 Viskositas Dinamik, µ adalah perbandingan antara tegangan geser
terhadap gradien kecepatan dengan satuan poise atau centipoise.
 Viskositas Kinematik, v adalah perbandingan antara viskositas dinamik
terhadap kerapatan dengan satuan stoke atau centistoke.
Dalam perhitungan-perhitungan reservoir maupun produksi umumnya
digunakan viskositas dinamik. Salah satu cara untuk menentukan viskositas gas yaitu
dengan korelasi grafis (Carr et al), dimana cara ini untuk menentukan viskositas gas
campuran pada sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-
gas ikutan, seperti H2S, CO2, dan N2. Adanya gas-gas non-hidrokarbon tersebut akan
memperbesar viskositas gas campuran. Gambar 2.12. menunjukkan viskositas gas
pada tekanan atmosphire.

Gambar 2.12.
Viscositas Gas pada Tekanan Atmosphire (1)

2.2.2.1.2. Densitas Gas


Densitas didefinisikan sebagai perbandingan antara rapatan gas tersebut
dengan rapatan suatu gas standart. Kedua rapatan diukur pada tekanan dan temperatur
yang sama. Biasanya yang digunakan sebagai gas standart adalah udara kering massa
tiap satuan volume dan dalam hal ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Secara
sistematis densitas gas dapat dirumuskan sebagai berikut :
g
BJ gas = u ,............................... .......................................................

(2.20)
Keterangan :
ρg = rapatan gas, gr/cm3
ρu = rapatan udara, gr/cm3

Definisi dari rapatan gas ρg = MP/RT, dimana M adalah berat molekul gas, P
adalah tekanan, R adalah konstanta dan T adalah temperatur, sehingga bila gas dan
udara dianggap sebagai gas ideal, maka BJ gas dapat dituliskan dengan persamaan
sebagai berikut:
Mg .P
R.T  Mg
BJ gas = ……................................................................
Mu.P 28,97
R.T
(2.21)
Apabila gas merupakan gas campuran, maka berat jenis gas dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
( BMtampak ) gas
BJ gas = .....................................................................
28,97

(2.22)

2.2.2.1.3. Faktor volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah gas
pada kondisi reservoir dengan kondisi standar (60 oF, 14,7 psia) dapat dituliskan:
Z .n.R.T
Vres P
Bg  = ……………………………….............…………
Vsc Zsc.n.R.T
Psc
(2.23)
Sehingga dari persamaan diatas faktor volume formasi gas menjadi :
Z .T .Psc
Bg = ………………………………..........……………….….
Zsc.Tsc .P
(2.24)
Keterangan:
Z = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi reservoir
Zsc = Faktor kompressibilitas gas pada kondisi standart
T = Suhu reservoir, oR
P = Tekanan reservoir, psia
Tsc = Suhu standart = 60 oF = 520 oR
Psc = Tekanan standart = 14,7 psia
Persamaan (2.24) dapat dituliskan sebagai berikut :
Z .T .(14,7) Z .T  cuft 
Bg   0,0282   ………...........……...…………….
(1).(520).P P  scf 
(2.25)
atau
Z .T  res .bbl 
Bg  0,00504   ………………………….............…..……..
P  scf 

(2.26)

2.2.2.1.4. Kompressibilitas Gas


Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Kompresibilitas
gas dapat dinyatakan dengan persamaan :
1  dV 
Cg     , ........................................................................................(2.27)
v  dP 

Dalam pembahasan mengenai kompressibilitas gas terdapat dua kemungkinan


penyelesaian, yaitu :
a. Kompressibilitas gas ideal
Persamaan gas ideal adalah sebagai berikut :
n.R.T
PV = nRT atau V =
P
 dV  nRT
    2 …………………………...……...........…………………(2.28)
 dP  P
Kombinasi antara Persamaan (2.27) dan Persamaan (2.28) sebagai berikut:
 1  nRT  1
Cg      2   ………………...…………............………….(2.29)
 V  P  P
b. Kompressibilitas gas nyata
Pada gas nyata, faktor kompressibilitas diperhitungkan. Persamaannya adalah
sebagai berikut :
Z
V  nRT ………………………………...………..........…………...…(2.30)
P
Bila dianggap konstan, penurunan persamaan tersebut menghasilkan
persamaan sebagai berikut :
dZ
P Z
 dV  dP
   nRT
 dP  P2

 1  dV 
Cg     
 V  dP 
P nRT  dZ 
Cg   2 
P Z
nRTZ P  dP 
1 1 dZ
Cg  
P Z dP
Cara lain untuk menentukan kompressibilitas gas adalah dengan
menggunakan hukum keadaan berhubungan, yaitu :
C pr
Cg  ……………………………………………..........……………(2.31)
Ppc

Keterangan :
Cpr = pseudo-reduced compressibility
Ppc = pseudo-critical pressure, psia
2.2.2.1.5. Faktor Deviasi Gas
Penyelesaian masalah aliran gas, baik di reservoir, tubing, dan pipa produksi
membutuhkan hubungan yang menerangkan tekanan, volume, dan temperatur. Untuk
gas yang ideal hubungan tersebut dinyatakan oleh persamaan keadaan :
P V = n R T……………….....…………...……………..........…………(2.32)
Keterangan:
P = tekanan, psia
V = volume, scf
n = jumlah mol, lb-mol
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 , cuft/lb-mol
Gas yang bersifat sebagai gas nyata / real gas tidak memenuhi Persamaan
(2.32), tetapi memberi penyimpangan sebesar z (faktor deviasi), sehingga Persamaan
(2.32), menjadi :
P V = n z R T………......…………...………………..........……………(2.33)
Gambar 2.13.
Faktor Kompressibilitas untuk Natural Gas (1)

Penentuan harga z dari suatu gas alam dapat dilakukan melalui pengukuran
langsung, menggunakan korelasi Standing dan Katz, dan menggunakan “equation of
state”
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat dihitung.
Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah membuat
korelasi berupa grafik : z = f (Pr,Tr) dapat dilihat pada Gambar 2.13. Grafik tersebut
memberikan hasil yang memuaskan bila gas tidak mengandung CO 2 dan H2S. Untuk
gas yang mengandung kedua unsur tersebut perlu dilakukan korelasi untuk harga P pc
dan Tpc dahulu sebelum menghitung Pr dan Tr.

2.2.2.2. Sifat Fisik Minyak


2.2.2.2.1. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan minyak
untuk mengalir. Viskositas minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
 Temperatur, viskositas akan turun seiring dengan naiknya temperatur
 Tekanan, pada tekanan dibawah Pb (bubble point) maka viskositas turun
dengan naiknya tekanan tetapi tekanan diatas Pb (bubble point) maka
viskositas akan naik seiring dengan naiknya tekanan.
 Jumlah gas terlarut, viskositas akan turun dengan semakin banyaknya gas
didalam cairan.
Viskositas dinyatakan dengan persamaan :
F
  A ….……….………...………………..........…………………….(2.34)
dv
dy

Keterangan:
 = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress, dyne
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy
= ...............................................................................................gradient

kecepatan, cm/(sec.cm).

Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap P dan T dapat dilihat pada
Gambar 2.14.
Bila tekanan mula-mula diatas tekanan gelembung, maka penurunan tekanan
akan menyebabkan viskositas minyak berkurang karena pengembangan volume
minyak, berarti gas yang terkandung di dalam minyak cukup besar. Kemudian bila
tekanan diturunkan sampai tekanan gelembung maka penurunan tekanan di bawah
tekanan gelembung (Pb) akan menaikkan viskositas minyaknya, karena pada keadaan
ini mulai dibebaskan sejumlah gas dari larutan minyak.

Gambar 2.14.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap berbagai Tekanan (40)

2.2.2.2.2. Densitas Minyak


Densitas Minyak sering dinyatakan dalam Spesific Gravity. Densitas minyak
adalah perbandingan antara berat fluida terhadap volume. Hubungan antara Densitas
Minyak dengan Spesific Gravity didasarkan pada berat jenis air, dengan persamaan
yang dapat dituliskan sebagai berikut :
o
SG minyak = ,.....................................................................................
w
(2.35)
Keterangan:
o = densitas minyak, gr/cm3
w = densitas air, gr/cm3
Didalam dunia perminyakan, Spesific Gravity minyak sering dinyatakan
dalam satuan 0API. Hubungan antara SG minyak dengan 0API dapat dirumuskan
sebagai berikut :
141,5
0
API =  131,5 ,.............................................................................
SG
(2.36)
Harga-harga untuk beberapa jenis minyak :
 Minyak ringan (light crude) ,  30 oAPI
 Minyak sedang , berkisar antara 20 – 30 oAPI
 Minyak berat , berkisar antara 10 – 20 oAPI

2.2.2.2.3. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya volume gas yang terbebaskan (pada
kondisi standart) dari suatu minyak mentah di dalam reservoir, yang di permukaan
volumenya sebesar satu stock tank barrel ditunjukkan pada Gambar 2.15.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Rs adalah :
 Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .
 Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
 Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.
Rumus empiris yang digunakan untuk mencari harga Rs telah dikemukakan
oleh Standing, persamaannya adalah sebagai berikut :
1, 2048
 P  
Rs   g   1,4 10 0, 0125 API 0, 000091 T  460   ……....….……….……
 18,2  
(2.37)
Keterangan :
T = temperatur, oF
P = tekanan sistem, psia
Gambar 2.15.
Kelarutan Gas (Rs) sebagai Fungsi Tekanan (23)

2.2.2.2.4. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak adalah volume dalam barrel pada kondisi
reservoir yang ditempati oleh stock tank barrel minyak termasuk gas yang terlarut.
Atau dengan kata lain adalah perbandingan antara volume minyak termasuk gas yang
terlarut pada kondisi reservoir dengan volume minyak pada kondisi standart (14,7
psia, 60 oF), dengan satuan bbl/stb.
Perubahan faktor volume formasi minyak terhadap tekanan untuk minyak
mentah jenuh ditunjukkan oleh Gambar 2.16. Tekanan reservoir awal adalah Pi dan
harga awal faktor volume formasi minyak adalah Boi. Dengan turunnya tekanan
reservoir dibawah tekanan bubble point (Pb), maka gas akan keluar serta harga Bo
turun.
Standing melakukan perhitungan Bo secara empiris adalah sebagai berikut :
Volume . min yak  gas.terlarut. pada.tekanan.dan.temperatur.reservoir
Bo 
Volume . min yak. pada.tekanan.dan.temperatur.stock . tan k

Bo = 0,972 + 0,000147.F1,175 ………......……….....……………..….…(2.38)


g
F  R s .    125
. T ……………………......…......…...………...……...
o

(2.39)
Keterangan:
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.

Gambar 2.16.
Grafik Hubungan Harga Bo terhadap Tekanan (40)
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
 Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb< P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat terjadinya
pengembangan gas.
Sedangkan untuk proses pembebasan gas tedapat dua proses, yaitu :
 Differential Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana gas yang terlarut dibebaskan
secara kontinyu. Didalam proses ini penurunan tekanan sistem disertai
mengalirnya sebagian fluida meninggalkan sistem. Minyak hanya berada
dalam kesetimbangan dengan gas yang dibebaskan pada tekanan tertentu saja
dan tidak dengan gas yang meninggalkan sistem. Jadi selama proses ini
berlangsung komposisi total sistem akan terus berubah.
 Flash Liberation
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan dikurangi dalam jumlah
tertentu dan setelah kesetimbangan dicapai, gas baru dibebaskan.
Harga Bo yang diperoleh dari kedua proses diatas akan berbeda sesuai dengan
keadaan reservoir selama proses produksi berlangsung. Harga Bo pada proses
flash liberation lebih kecil dibandingkan dengan proses differential liberation.
Proses produksi minyak dari reservoir sampai ke permukaan dapat dianggap
mendekati proses flash liberation, karena pembebasan gas yang terjadi dalam tubing
dan peralatan-peralatan di permukaan mendekati sistem flash liberation.

2.2.2.2.5. Kompressibilitas Minyak


Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
1  dV 
Co     …….….....……......……………………………...…….(2.40)
V  dP 

Kompressibilitas minyak dibagi menjadi dua berdasarkan kondisi


kejenuhannya, yaitu :
a. Kompressibilitas minyak tak jenuh (undersaturated oil )
Besarnya harga kompressibilitas minyak tak jenuh ini tergantung dari berat
jenis, tekanan, dan temperatur. Dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
C pr
Co  ………………...…….............……………………..………….
Ppc

(2.41)
Keterangan :
Co = kompressibilitas minyak, psi-1
Cpr = pseudo reduced compressibility
Ppc = pseudo critical pressure, psi

Untuk menentukan harga Cpr dilakukan dengan menggunakan grafik pada


Gambar 2.17. Sebelumnya menentukan harga Tpr dan Ppr dahulu, yaitu :
T
T pr 
T pc …………………………....………..........…………………….

(2.42)
P
Ppr 
Ppc …………………………………………...........………………

(2.43)
Keterangan :
P = tekanan waktu pengukuran, psia
Ppc = tekanan kritik semu, psia
T = temperatur waktu pengukuran, oF
Tpc = temperatur kritik semu, oF
b. Kompressibilitas minyak jenuh (saturated oil)
Harga kompressibilitas minyak jenuh umumnya lebih besar dibandingkan
harga kompressibilitas minyak tak jenuh. Penentuan harga kompressibilitas ini
dengan persamaan sebagai berikut :
1 dRs  dBo 
Co   Bg   ………………………..........………………...(2.44)
Bo dP  dRs 
Gambar 2.17.
Grafik Hubungan Cpr vs Ppr dan Tpr untuk Minyak (37)

2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi


2.2.2.3.1. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan meningkat terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikan tekanan seperti terlihat pada Gambar 2.18. yang merupakan
hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur.
Gambar 2.18.
Viskositas Air Formasi sebagai Fungsi Temperatur (37)
Manfaat dengan diketahuinya viskositas air formasi adalah untuk mengetahui
perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir terutama untuk mengontrol
gerakan air formasi di dalam reservoir.
2.2.2.3.2. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart yang merupakan fungsi
total padatan. Densitas air formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan dengan
membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (Bw) dan
perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada kondisi
reservoir. Faktor yang sangat mempengaruhi densitas air formasi adalah kadar garam
dan temperatur reservoir.
Persamaan densitas air formasi dapat dituliskan sebagai berikut :
 w.st
 w.res  ………………………....…………………......……………
Bw

(2.45)
Keterangan:
 w.res = densitas air formasi pada kondisi reservoir, lb/cuft
 w. s tan dart = densitas air formasi pada kondisi standart, lb/cuft

Bw = faktor volume air formasi (brine water), bbl/STB


2.2.2.3.3. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan,
pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya
suhu. Gambar 2.19. menunjukkan hubungan faktor volume formasi air-formasi
dengan tekanan. Peningkatan faktor volume formasi air formasi disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan di bawah tekanan jenuh. Hal ini disebabkan
karena terbebaskannya gas dari larutan, tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam
air formasi, maka penyusutan fasa cair relatif kecil. Biasanya penyusutan ini tidak
cukup untuk mengimbangi pengembangan air formasi pada penurunan tekanan,
sehingga faktor volume formasi air formasi terus meningkat di bawah tekanan jenuh.
Harga faktor volume formasi air formasi (Bw) berkisar antara 0,98 – 1,07 bbl/stb atau
dianggap sama dengan 1,00

Gambar 2.19.
Faktor Volume Formasi Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan (37)
Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ……………...…………..........……………..(2.46)
Keterangan :
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.20.
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.21.
Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan dibawah tekanan jenuh, gas keluar dari
larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan
fasa cair relatif kecil. Dan biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk mengimbangi
pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor volume formasi
air formasi terus meningkat dibawah tekanan jenuh.
Gambar 2.20.
 Vwt sebagai Fungsi Suhu Reservoir (37)

Gambar 2.21.
 Vwp sebagai Fungsi Tekanan Reservoir (37)
2.2.2.3.4. Kompresibilitas Air Formasi
Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan gas
dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya
ditunjukkan pada Gambar 2.22.
Kompresibilitas air murni pada suhu konstan dinyatakan dalam persamaan
berikut :
1  V 
C wp     .……………………………….........……......……….(2.47)
V  P 

Keterangan:
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1.
V = volume air murni, bbl
V = perubahan volume air murni, bbl
P = perubahan tekanan, psi.
Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan persamaan :
Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) ……………………...…..........……………...(2.48)
Keterangan:
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1
Pengaruh temperatur dan tekanan terhadap kompressibilitas air formasi dapat
ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.22.

Gambar 2.22.
Kompresibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur (6)
2.2.2.3.5. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan. Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula
menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan
kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar garam.
Kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya berat jenis
gas. Untuk lebih jelasnya hubungan antara tekanan, temperatur, dan kelarutan gas
dalam air formasi terlihat pada Gambar 2.23.

Gambar 2.23.
Kelarutan Gas dalam Air Formasi sebagai
Fungsi Temperatur dan Tekanan (37)

2.3. Kondisi Reservoir


Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan maupun fluidanya (air,
minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh
adanya gradien kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan fluidanya.

2.3.1. Tekanan Reservoir


Tekanan reservoir dapat didefinisikan sebagai suatu tekanan yang bekerja
pada fluida formasi (minyak, gas, air) dalam ruang pori-pori batuan. Tekanan
reservoir yang normal adalah sama dengan tekanan hidrostatiknya sendiri, karena
sebagian besar tekanan overburden ditahan oleh matrik batuan. Tekanan yang bekerja
di dalam reservoir pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
1. Tekanan Hidrostatik
Adalah suatu tekanan dari fluida yang berada di dalam pori-pori batuan
formasi. Faktor yang mempengaruhi tekanan hidrostatik adalah jenis dari
fluida itu sendiri dan kondisi geologi. Persamaannya adalah :

Pf = Gf x D…………..............………………………………..(2.49)

Keterangan:
Pf = tekanan hidrostatis, psi
Gf = gradien tekanan fluida formasi, psi/ft
D = kedalaman, ft
Tekanan formasi dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisinya sebagai
berikut :
a) Normal  Gradien tekanan formasi = Gradien tekanan air asin
{ 0.433 psi/ft (fresh water) s/d 0.465 psi/ft (salt water)}

b) Subnormal  Gradien tekanan formasi < Gradien tekanan air asin


( 0.200 psi/ft s/d 0.433 psi/ft )
c) Abnormal  Gradien tekanan formasi > Gradien tekanan air asin
( 0.465 psi/ft s/d 1000 psi/ft )
2. Tekanan Kapiler
Adalah suatu tekanan yang disebabkan oleh adanya gaya yang dipengaruhi
tegangan permukaan antara fluida yang bersinggungan, besarnya volume dan
bentuk pori serta sifat kebasahan dari batuan reservoir. Persamaannya adalah :
h
Pc    w   o  …...……………..............…………………..(2.50)
144
Keterangan:
Pc = tekanan kapiler, psi
h = ketinggian dari bidang diantar minyak dan air dimana
tekanan kapiler sama dengan nol pada WOC, ft
 o = densitas minyak, lb/cuft

 w = densitas air, lb/cuft

Distribusi tekanan kapiler pada reservoir minyak dapat dilihat pada Gambar 2.25.

Gambar 2.25.
Grafik Tekanan Kapiler untuk Sistem Air-Minyak vs Saturasi (1)
3. Tekanan Overburden
Adalah suatu tekanan yang diderita oleh formasi akibat berat batuan yang
berada di atas formasi atau reservoir tersebut dan kandungan fluida yang
terdapat di dalam pori-pori di atas formasi atau reservoir itu. Persamaannya
adalah :

Gmb  G fl
Po  …………...……………………..........………..
luas.area
(2.51)
Po  D.1     ma  . fl  .…………………....………......….
(2.52)
Keterangan:
D = kedalaman vertikal lapisan/formasi, ft
 = porositas batuan formasi, fraksi
Gmb = berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = berat fluida yang terkandung dalam batuan formasi, lb
 fl = densitas fluida, lb/cuft

 ma = densitas matrik batuan, lb/cuft

Besarnya pertambahan tekanan overburden biasanya dianggap meningkat


secara merata sebanding dengan bertambahnya kedalaman. Gradien tekanan
overburden sebesar 1 psi/ft, sedangkan untuk kedalaman yang dangkal, gradien
tekanan overburdennya lebih kecil dari 1,0 psi/ft.
Dengan adanya tekanan formasi atau tekanan reservoir yang disebabkan oleh
adanya gradien kedalaman, maka akan menyebabkan terjadinya aliran fluida di dalam
formasi ke dalam lubang sumur yang mempunyai tekanan relatif rendah. Besarnya
tekanan formasi ini akan berkurang dengan adanya kegiatan produksi.
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka selang
waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.

2.3.2. Temperatur Reservoir


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman, ini
dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma.
Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap
kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradien geothermis. Besaran gradien
geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dimana harga rata-ratanya
adalah 2oF/100 ft. Gradien geothermis yang tertinggi adalah 4oF/100 ft, sedangkan
yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang kecil dari gradient geothermis ini
disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
T formasi  Ts tan dart
Gradien geothermal  ……….........….....……...
Kedalaman Formasi

(2.53)
Harga gradien geothermal berkisar antara 1.11o sampai 2 oF/100 ft. Seperti
diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat–sifat fisik fluida reservoir
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :
Td = Ta + @ x D …………………………….............…………………..(2.54)
Keterangan:
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradien temperatur, oF/ft
D = kedalaman, ratusan ft.
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir, kecuali
bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus kedalaman
dapat dilihat pada Gambar 2.26.

Gambar 2.26.
Gradient Temperatur Rata-Rata untuk Suatu Lapangan (1)
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu
 Berdasarkan jenis perangkap reservoir
 Berdasarkan fasa fluida hidrokarbon
 Berdasarkan mekanisme pendorong

2.4.1. Berdasarkan Perangkap Reservoir


Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi struktur dan
stratigrafi.

2.4.1.1. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai
dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur
perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat
menangkap minyak, disebabkan gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan dan
pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsur utama dalam pembentukan
perangkap.
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama. Unsur
yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup yang berada
diatasnya dan dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak bisa lari kemana-
mana. Hal itu bisa dilihat pada Gambar 2.27.
Gambar 2.27.
Prinsip Penjebakan Minyak dalam Perangkap Struktur (20)
Minyak tidak bisa lari ke atas karena terhalang oleh lapisan penyekat, juga ke
pinggir terhalang oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah pinggir.
Sedangkan ke bawah terhalang oleh adanya batas air minyak atau bidang
ekipotensial.
Untuk mengevaluasi suatu perangkap lipatan, hal yang perlu diperhatikan
adalah mengenai ada tidaknya tutupan (batas maksimal wadah dapat diisi oleh
fluida). Jadi tidak dipermasalahkan apakah lipatan itu ketat atau landai, yang penting
ialah adanya tutupan. Suatu lipatan dapat saja terbentuk tanpa terjadinya suatu
tutupan sehingga tidak dapat disebut suatu perangkap.
Perangkap patahan sering juga terdapat dalam berbagai reservoir minyak dan
gas. Gejala patahan (sesar) dapat bertindak sebagai unsur penyekat dalam penyaluran
minyak. Sering dipermasalahkan apakah patahan itu merupakan penyekat atau
penyalur. Secara teoritis, memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah
air tergantung pada tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-
kecilnya tekanan yang disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak
terhadap besarnya tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak
sebagai penyalur atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan
kapiler maka minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil
maka patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri
tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur lain yang harus
dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan karena
patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah
Lapisan yang sejajar atau tidak miring tidak dapat membentuk perangkap karena
walaupun minyak tersekat pada arah pematahan, tetapi pada arah lain tidak
tersekat, kecuali kalau ketiga arah lainnya tertutup oleh berbagai macam patahan.
2. Harus ada paling sedikit dua patahan yang berpotongan
Jika hanya terdapat suatu kemiringan wilayah dan suatu patahan di satu pihak,
maka dalam suatu penampang kelihatannya sudah terjadi suatu perangkap. Tetapi
harus dipenuhi syarat juga bahwa perangkap atau penutup itu terjadi dalam tiga
dimensi, maka dalam dimensi lainnya harus terjadi juga pematahan untuk
menutup ke arah tersebut.
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan
Dalam hal ini, patahan merupakan penyekat ke suatu arah sedangkan pada arah
lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan ataupun bagian dari
pelipatan.
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah
Dalam hal ini di suatu arah mungkin lapisan itu miring tetapi di pihak lainnya
terdapat patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh patahan dan
kemiringan wilayah.
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.
Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkungan dari suatu perangkap
struktur.
Perangkap kubah garam merupakan salah satu perangkap yang penting untuk
akumulasi minyak bumi.
Gambar 2.28.
Perangkap Kubah Garam (20)

Kubah garam dapat terjadi karena sifat garam yang plastis dan juga karena
berat jenisnya yang rendah, sehingga sering menerobos ke dalam lapisan sedimen
yang berada di atasnya dan membentuk suatu kubah. Beberapa lapisan yang dilalui
biasanya ikut terangkat dan seolah-olah membaji terhadap kolom garam sehingga
dapat menjadi suatu jebakan hidrokarbon. Perangkap kubah garam dapat dilihat pada
Gambar 2.28.

2.4.1.2. Perangkap Stratigrafi


Perangkap stratigrafi adalah suatu istilah umum untuk perangkap yang terjadi
karena berbagai variasi lateral dalam litologi suatu lapisan reservoir. Prinsip
perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam perjalanannya ke atas,
terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, karena batuan
reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan lain atau batuan yang
karakteristik reservoirnya menghilang sehingga merupakan penghalang
permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi dapat dilihat pada
Gambar 2.29.

Gambar 2.29.
Beberapa Unsur Utama dalam Perangkap Stratigrafi (20)
Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :
1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau
beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.
2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut ke
arah atas atau ke pinggir.
3. Kedudukan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi
posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang
telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur seperti lapisan
penutup atau perubahan sifat litologi. Kedudukan struktur ini dapat disebabkan
oleh kedudukan pengendapan atau juga karena kemiringan wilayah.
Perubahan sifat litologi atau sifat reservoir ke suatu arah dari lapisan reservoir
dapat disebabkan :
a. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat
menipis dan menghilang. Dapat dilihat pada Gambar 2.30.a.
b. Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan lapisan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah . Dapat dilihat pada Gambar 2.30.b.
c. Persentuhan dengan bidang erosi . Dapat dilihat pada Gambar 2.30.c.

(a) (b)

(c)

Gambar 2.30.
Unsur –unsur Perangkap Stratigrafi : a. Pembajian, b. Penyerpihan,
c. Persentuhan dengan bidang Erosi (20)

Perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi struktur tubuh batuan


sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan penghalang
permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir itu kecil dan
sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena seluruhnya atau
sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Posisi struktur hanya
menyesuaikan letak hidrokarbon pada bagian tubuh reservoir. Jika tubuh reservoir
memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting. Perangkap tidak akan
terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan horisontal. Jika bagian tengah
tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah perangkap struktur (antiklin).
Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi struktur lapisan reservoir harus
sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh reservoir merupakan penghalang
permeabilitas ke atas.

2.4.1.3. Perangkap Kombinasi


Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan faktor bersama
dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas. Beberapa kombinasi antara unsur
stratigrafi dan unsur struktur adalah sebagai berikut :
1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian
Kombinasi lipatan dengan pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak, pasir
menghilang dan di lain pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Dapat dilihat
pada Gambar 2.31.

Gambar 2.31.
Perangkap Kombinasi Lipatan-Pembajian (20)
2. Kombinasi antara patahan dan pembajian
Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada
pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat suatu
kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan diarah lain
ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi ditahan oleh
pembajian. Dapat dilihat pada Gambar 2.32.

Gambar 2.32.
Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian (20)
2.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu reservoir gas (gas kering dan gas basah), reservoir gas kondensat, dan reservoir
minyak (minyak berat dan minyak ringan).

2.4.2.1. Reservoir Gas


2.4.2.1.1. Reservoir Gas Kering
Dry gas atau gas kering yaitu fluida dimana keadaannya di dalam reservoir
dan dalam sistem pemipaannya masih dalam bentuk gas. Kata dry / kering
menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul hidrokarbon berat
untuk membentuk cairan di permukaan. Diagram fasa gas kering terlihat jelas pada
Gambar 2.33. Adapun ciri-ciri reservoir gas kering adalah :
1. Temperatur kritis dan temperatur krikondenterm fluida relatif sangat rendah,
sehingga biasanya berharga jauh dibawah temperatur reservoirnya.
2. Sedikit sekali (hampir tidak ada) cairan yang diperoleh dari separator produksi
dipermukaan.
3. GOR produksi biasanya lebih besar dari 100.000 scf/stb.
Gambar 2.33.
Diagram Fasa Gas Kering (1)
2.4.2.1.2. Reservoir Gas Basah
Reservoir gas basah merupakan reservoir dengan fluida hidrokarbon yang saat
didalam reservoir dominan mengandung fraksi-fraksi hidrokarbon ringan. Dalam
kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam pengurangan tekanan
reservoir. Karena kondisi separator terletak di dalam daerah dua fasa, maka cairan
akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal sebagai “kondensat” atau
gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”. Baik saat awal produksi ataupun akhir
produksi, biasanya didalam reservoir, fluida dalam keadaan fasa gas. Diagram fasa
gas basah terlihat jelas pada Gambar 2.34. Adapun ciri-ciri reservoir gas basah
adalah:
1. Temperatur krikondenterm diagram fasanya dibawah temperatur reservoir.
2. Fluida dari separator terdiri atas kurang lebih 10 % mol cairan dan kurang lebih 90
% mol gas.
3. GOR produksi sekitar 60.000 scf/stb sampai 100.000 scf/stb
Gambar 2.34.
Diagram Fasa Gas Basah (1)
2.4.2.2. Reservoir Gas Kondensat
Reservoir gas kondensat biasanya memiliki kondisi temperatur reservoir lebih
besar daripada temperatur kritis fluida hidrokarbonnya, tetapi lebih kecil daripada
temperatur krikondenterm. Cairan yang dihasilkan dari reservoir jenis ini disebut
kondensat. Sedangkan gas yang dihasilkan disebut gas kondensat. Gas kondensat
mengandung fraksi berat lebih sedikit tetapi fraksi ringannya lebih banyak daripada
minyak ringan sehingga temperatur kritisnya kurang dari temperatur kritis minyak
ringan. Diagram fasa gas kondensat terlihat jelas pada Gambar 2.35. Pada titik 1,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa. Pada titik 2 mulai terdapat cairan dan dengan
turunnya tekanan dari titik 2 ke titik 3, jumlah cairan dalam reservoir bertambah.
Pada titik 3 tersebut merupakan titik dimana jumlah maksimum cairan terbentuk. Bila
tekanan turun dari titik 3, maka jumlah cairan akan berkurang kembali. Hal seperti itu
disebut kondisi retrograd.

Adapun ciri-ciri reservoir gas kondensat adalah :


1. Temperatur reservoir > temperatur kritis, tetapi < temperatur krikondenterm fluida
hidrokarbon.
2. Fluida dari separator terdiri atas kurang lebih 25 % mol cairan dan kurang lebih 75
% mol gas.
3. GOR produksi sekitar 8000 scf/stb sampai 70.000 scf/stb dan cairan dari separator
memiliki spesifik gravity kurang lebih 50 oAPI sampai 60 oAPI.

Gambar 2.35.
Diagram Fasa Gas Kondensat (23)
2.4.2.3. Reservoir Minyak
2.4.2.3.1. Reservoir Minyak Berat
Minyak berat adalah minyak yang mengandung senyawa-senyawa
hidrokarbon berat (fraksi berat) lebih banyak daripada senyawa-senyawa hidrokarbon
ringan (fraksi ringan). Dalam klasifikasi API, minyak berat ini memiliki harga 10 o–
20oAPI, dimana harga viskositas yang dimiliki tinggi dan harga temperatur pour point
(titik tuang yaitu titik suhu tertinggi dimana minyak tidak dapat mengalir lagi/
keadaan dimana minyak mulai membeku) juga tinggi, sehingga minyak akan sulit
mengalir dan mudah membeku dipermukaan. Selain itu kandungan yang terdapat
dalam minyak berat dapat menimbulkan endapan yaitu paraffin atau asphaltin yang
dapat mempengaruhi laju produksi.
Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan pada
Gambar 2.36. Perlu diketahui bahwa daerah dua fasa mencakup kisaran tekanan yang
lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari minyak adalah lebih tinggi dari
temperatur reservoir.

Gambar 2.36.
Diagram Fasa dari Minyak Berat (23)
Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan
temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis yang
putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang terjadi apabila minyak
meninggalkan reservoir dan mengalir melewati pipa menuju ke separator.
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated)/tidak ada fasa gas, sedangkan titik 2 fasa gas mulai muncul sehingga
minyak dikatakan jenuh (saturated). Pada titik 3 fluida yang tetap berada di reservoir
terdiri dari 75% mol cairan atau 25% mol gas. Karena mempunyai prosentase cairan
yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut “low shrinkage crude oil”.

Adapun ciri-ciri reservoir minyak berat adalah :


1. Temperatur reservoir berada dibawah temperatur kritis fluida hidrokarbonnya
(karena temperatur krikondenterm relatif tinggi).
2. Pada akhir tahap produksi (titik 3), cairan yang tersisa didalam reservoir kurang
lebih 75 % mol dan gas yang tersisa kurang lebih 25 % mol.
3. GOR produksi dapat mencapai 1000 scf/stb atau kurang dan cairan hidrokarbon
dari separator memiliki spesifik gravity kurang lebih 45 oAPI atau kurang.
4. Cairan produksi biasanya berwarna lebih hitam dan lebih pekat lagi.

2.4.2.3.2. Reservoir Minyak Ringan


Minyak ringan adalah minyak yang mengandung senyawa-senyawa
hidrokarbon berat (fraksi berat) lebih sedikit daripada senyawa-senyawa hidrokarbon
ringan (fraksi ringan). Dalam klasifikasi API, minyak ringan ini memiliki harga
spesifik gravity 30 oAPI atau lebih. Diagram fasa minyak ringan dapat dilihat pada
Gambar 2.37.

Gambar 2.37.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan (23)
Diperkirakan 65 % fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh
karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi
minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan
minyak berat. Adapun ciri-ciri reservoir minyak ringan adalah :
1. Temperatur reservoir berada dibawah temperatur kritis fluida hidrokarbonnya.
2. Setelah akhir tahap produksi, didalam reservoir tersisa kurang lebih 60 % mol gas
dan 40 % mol cairan.
3. Cairan yang keluar dari separator kurang lebih 65 % mol dan gasnya kurang lebih
35 % mol.
4. GOR produksi dapat mencapai 1000 scf/stb sampai 8000 scf/stb dan cairan
hidrokarbon dari separator memiliki spesifik gravity kurang lebih 45 oAPI sampai
60 oAPI

2.4.3. Berdasarkan Mekanisme Pendorong Reservoir


Telah diketahui bahwa minyak bumi tidak mungkin mengalir sendiri dari
reservoirnya ke lubang sumur produksi bila tidak terdapat suatu energi yang
mendorongnya. Jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong reservoir dibagi
menjadi lima, yaitu : depletion drive / solution gas drive reservoir, gas cap drive
reservoir, water drive reservoir, segregation drive reservoir, dan combination drive
reservoir.

2.4.3.1. Depletion Drive / Solution Gas Drive Reservoir


Reservoir jenis ini disebut solution gas drive disebabkan oleh karena energi
pendesak minyaknya adalah terutama dari perubahan fasa pada hidrokarbon-
hidrokarbon ringannya yang semula merupakan fasa cair menjadi gas. Kemudian gas
yang terbentuk ini ikut mendesak minyak ke sumur produksinya pada saat penurunan
tekanan reservoir yaitu saat proses produksi. Atau dengan kata lain mekanisme
pendorong jenis ini berasal dari terbebasnya gas yang semula terlarut dalam minyak
karena adanya penurunan tekanan reservoir. Dianggap tidak ada gas yang terdapat di
reservoir sehingga reservoirnya undersaturated, dan juga tidak terdapat water drive
yang aktif.
Setelah sumur selesai di bor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor. Penurunan
tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju lubang bor
melalui pori-pori batuan. Penurunan tekanan disekitar sumur bor akan menimbulkan
terjadinya fasa gas. Pada saat awal, karena saturasi gas tersebut masih kecil, maka gas
tersebut terperangkap pada ruang antar butiran reservoirnya, tetapi setelah tekanan
reservoir tersebut cukup kecil dan gas sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak,
maka gas tersebut turut serta terproduksi ke permukaan. Pada Gambar 2.38.
menunjukkan karakteristik dari depletion drive.
Adapun ciri-ciri karakteristik depletion drive / solution gas drive reservoir
adalah sebagai berikut :
 Tekanan reservoir turun dengan cepat dan menerus
 Produksi air relatif kecil, atau tidak ada selama tahap produksi dilakukan.
 Gas Oil Ratio (GOR) produksi mula-mula rendah, kemudian naik sampai
harga maksimum, tetapi turun lagi
 Faktor perolehan / Recovery faktor 5-30 %

Gambar 2.38.
Karakteristik Reservoir dari Depletion Drive / Solution Gas Drive Reservoir (10)
2.4.3.2. Gas Cap Drive Reservoir
Dalam beberapa tempat dimana terakumulasinya minyak bumi, kadang-
kadang pada kondisi reservoirnya komponen-komponen ringan dan menengah dari
minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini kemudian
melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari reservoir itu
membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi pendesak untuk
mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang merupakan perangkap,
maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal dari dua sumber, yaitu
ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama kali
diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution
gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian besar, maka
tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam minyak akan
melepaskan diri menuju ke gas cap, dengan demikian minyak akan bertambah ringan,
encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor .
Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke bawah,
air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan reservoir relatif
kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya akan terus semakin
ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis ini akan mempunyai
recovery sekitar 20 - 40 %. Pada Gambar 2.39. menunjukkan karakteristik dari gas
cap drive reservoir.
Gambar 2.39.
Karakteristik Reservoir dari Gas Cap Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik Gas Cap Drive Reservoir adalah sebagai berikut:
 Tekanan reservoir turun secara lambat dan menerus serta lebih konstan
dibandingkan dengan depletion drive
 Produksi air tidak ada atau diabaikan
 Gas Oil Ratio (GOR) produksi meningkat terus.
 Faktor perolehan / Recovery Faktor berkisar antara 20-40 %

2.4.3.3. Water Drive Reservoir


Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang mendorong
minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap bersama-sama
dengan minyak pada batuan reservoirnya. Reservoir minyak dan gas sering
berasosiasi dengan aquifer. Bentuk dari water drive reservoir dapat dilihat pada
Gambar 2.40. Terjadinya penurunan tekanan reservoir yang ditimbulkan oleh
kegiatan pengambilan fluidanya akan mengakibatkan fluida dari aquifer berekspansi
kedalam reservoir, yaitu dengan merembesnya air kedalam reservoir minyak atau gas.
Merembesnya air kedalam reservoir inilah yang menjadi tenaga pendorong air.

Gambar 2.40.
Water Drive Reservoir (10)
Gas oil ratio untuk reservoir jenis ini relatif lebih konstan jika dibandingkan
dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena tekanan reservoir yang
relatif konstan dan dikontrol terus oleh pendesakan air yang hampir tidak mengalami
penurunan. Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air
telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi. Untuk reservoir dengan jenis pendesakan
water drive maka bagian minyak yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan
dengan jenis pendesakan lainnya, yaitu antara 35-75% dari volume minyak yang ada.
Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan
lebih sedikit. Pada Gambar 2.41. menunjukkan karakteristik dari water drive
reservoir.
Gambar 2.41.
Karakteristik Reservoir dari Water Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik Water Drive Reservoir adalah sebagai berikut:
 Penurunan tekanan selama produksi umumnya bertahap dan relatif lambat
disamping itu tekanan reservoir lebih besar daripada tekanan jenuh, sehingga
tidak terdapat gas bebas.
 Produksi air meningkat
 Gas Oil Ratio (GOR) relatif konstan
 Faktor Perolehan / Recovery Faktor berkisar antara 35-75 %

2.4.3.4. Segregation Drive Reservoir


Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya gravitasi).
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas cap)
maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage tersebut.
Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan mengadakan
penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap). Pada awal dari reservoir ini, gas
oil ratio dari sumur-sumur yang terletak pada struktur yang lebih tinggi akan cepat
meningkat sehingga diperlukan suatu program penutupan sumur-sumur tersebut.
Diharapkan dengan adanya program ini perolehannya minyaknya dapat mencapai
maksimum.
Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak, permeabilitas
zona produktif, dan juga dari kemiringan dari formasinya. Faktor-faktor kombinasi
seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah, mengalir pada atau
sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan cukup curam,
ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan minyak dalam
struktur lapisannya
Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir tidak
ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang ada. Jika
produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan tekanan dengan
berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas yang terbebaskan dari
larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga tekanan cepat akan habis.
Recovery yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage ini
sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi untuk
mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka recovery
yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa recovery dari gravity drainage ini
melebihi 80% dari cadangan awal (IOIP). Pada Gambar 2.42. menunjukkan
karakteristik dari segregation drive reservoir.
Gambar 2.42.
Karakteristik Reservoir dari Segregation Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik Segregation Drive Reservoir adalah sebagai
berikut :
 Produksi air relatif kecil
 GOR yang rendah pada sumur struktur bawah, hal ini akibat berpindahnya gas
ke bagian atas, karena adanya perbedaan densitas dan GOR akan naik pada
sumur struktur atas
 Faktor Perolehan / Recovery Faktor berkisar antara 20-60 %

2.4.3.5. Combination Drive Reservoir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam keadaan
sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersama. Bila demikian, maka energi
pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan kombinasi beberapa energi
pendorong, sehingga dikenal dengan nama combination drive reservoir. Kombinasi
yang umum dijumpai adalah antara gas cap drive dengan water drive. Sehingga sifat-
sifat reservoirnya jadi lebih kompleks jika dibandingkan dengan energi pendorong
tunggal.
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap akan
mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada pada
bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak, tidak sempat
berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi karena
dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian proses
depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak yang masih
tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya tinggi dan
efisiensi produksinya lebih tinggi. Faktor perolehan dari combination drive adalah
lebih besar dibanding dengan solution gas drive, tetapi lebih kecil dibanding dengan
gas cap drive dan water drive. Bentuk dari combination drive dapat dilihat pada
Gambar 2.43.

Gambar 2.43.
Combination Drive Reservoir (10)
Adapun ciri-ciri karakteristik dari Combination Drive Reservoir adalah
sebagai berikut :
 Penurunan tekanan reservoir relatif cepat
 Laju produksi air akan naik secara perlahan
 Jika terdapat gas cap maka sumur-sumur yang terletak di bagian atas reservoir
akan menghasilkan GOR yang cukup besar.
 Faktor perolehan / Faktor Recovery lebih besar dibanding dengan solution gas
drive, tetapi lebih kecil dibanding dengan gas cap drive dan water drive.

2.5. Perkiraan-perkiraan reservoir


Pokok-pokok perkiraan reservoir disini meliputi perhitungan perkiraan
cadangan, perkiraan produktivitas formasi dan perilaku reservoir. Perhitungan-
perhitungan teknik reservoir ini dipakai untuk mengetahui besar cadangan yang
terdapat di bawah permukaan, sehingga dapat dipakai sebagai parameter untuk
mengetahui apakah cadangan hidrokarbon itu prospek untuk diproduksikan, selain
perhitungan cadangan yang perlu diketahui adalah produktivitas reservoir yang
merupakan kemampuan lapisan produktif (reservoir) untuk memproduksikan minyak
atau gas sejumlah tertentu pada harga perbedaan tekanan formasi. Jumlah
hidrokarbon yang diproduksikan tergantung pada sifat-sifat fisik batuan dan fluida
reservoir.
Laju produksi dari suatu reservoir perlu diperkirakan, hal ini tentunya
berhubungan dengan produktivitas dan jenis reservoirnya. Untuk menentukan laju
produksi dipakai konsep MER (Maximum Efficiency Rate) yang merupakan laju
produksi terbesar yang diijinkan tanpa menyebabkan kerusakan formasi
dankehilangan energi secara percuma sehingga dapat mencapai ultimate recovery.
Selain itu untuk menentukan rate produksi masa akan datang, sebelumnya
diperlukan perhitungan perilaku reservoir sehingga dapat diketahui jumlah sisa
cadangan yang masih dapat diproduksikan. Penentuan perilaku ini juga didasarkan
atas jenis reservoir serta cara memperoleh data-datanya, kemudian apabila langkah
tersebut diatas sudah dapat dilaksanakan ialah meramalkan perilaku reservoir. Hasil
peramalan perilaku reservoir itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan cadangan
ekonomisnya.
2.5.1. Perkiraan Cadangan Reservoir
Cadangan minyak bumi dan gas bumi memiliki pengertian dinamis / tidak
pasti sehingga selalu berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan kelangsungan
produksi yang mengurangi cadangan tersebut, dengan kata lain dapat dihitung secara
periodik. Periode perhitungan cadangan tersebut meliputi: sebelum pemboran dan
pengembangan, sesaat setelah sumur berproduksi selama minimal satu tahun dan
sumur masih terus berproduksi, produksi telah mencapai tahap lanjut dan sudah
menurun serta produksi sumur sudah berakhir. Dan secara periodik pula perkiraan
cadangan dapat dihitung dengan metode-metode yaitu antara lain : metode
volumetris, metode material balance, metode decline curve, dan metode simulasi
reservoir.

2.5.1.1. Metode Volumetris


Metode volumetris adalah metode perkiraan cadangan yang umum digunakan
pada tahap awal dari suatu lapangan minyak maupun gas. Pada metode ini data-data
batuan sudah diketahui dari beberapa sumur eksplorasi, deliniasi, maupun
pengembangan, sehingga batas-batas reservoir sudah diketahui pasti. Untuk
perhitungan cadangan secara volumetris diperlukan peta isopach seperti terlihat pada
Gambar 2.44, yaitu peta yang menggambarkan ketebalan lapisan yang sama. Peta ini
digunakan untuk menentukan volume batuan total (bulk volume). Untuk menghitung
volume batuan dari peta isopach dapat dilakukan dengan persamaan pyramidal dan
trapezoidal.
Metode volumetris dapat digunakan sebelum proses produksi berlangsung
karena perhitungannya tidak tergantung dengan sejarah produksi, melainkan
didasarkan pada analisa logging dan core untuk mendapatkan harga bulk volume,
porositas, permeabilitas dan saturasi serta analisa fluida formasi untuk mendapatkan
faktor volume formasi minyak.
Besarnya Original Oil In Place ditentukan dengan menggunakan persamaan :
A.h. avg 1  Swavg 
Oil, STB = 7758 ……..........……………...………..
Bo
(2.56)
Sedangkan besarnya Original Gas In Place ditentukan dengan menggunakan
persamaan :
A.h. avg 1  Swavg 
Gas, MSCF = 43560 ……………..........……………
Bg
(2.57)
Keterangan:
7758 = faktor konversi dari acre-ft ke barrel
43560 = faktor konversi dari acre-ft ke cuft
A = luas reservoir, acre
h = ketebalan lapisan, ft
 avg = porositas rata-rata, fraksi
Swavg = saturasi air rata-rata, fraksi
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bg = faktor volume formasi gas, cuft/SCF
Harga porositas rata-rata diperoleh dari persamaan sebagai berikut :

 avg 
 .h ……………………...………....………......……………..
h
(2.58)
Sedangkan harga saturasi air rata-rata diperoleh dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :

Swavg 
 Sw.h ………………...……………………………......……...
h
(2.59)
Dalam menghitung volume batuan dapat dilakukan dengan menggunakan peta
isopach yaitu dengan menggunakan persamaan pyramidal, persamaan trapezoidal
atau dengan metode grafik.
Bulk volume reservoir yang dihitung dengan pendekatan pyramidal adalah
sebagai berikut :

Vbn 
h
3

An  An 1  
An An 1 , acre  ft .........................................

(2.60)

Keterangan:

Vbn = volume bulk per-segmen, acre-feet


An = luas yang dibatasi oleh garis isopach terendah, acre
An+1 = luas yang dibatasi oleh garis isopach diatasnya, acre
h = interval antara garis isopach, ft
Metode ini digunakan apabila perbandingan luas kontur yang berurutan

An1
kurang dari 0,5 atau  0,5
An
Gambar 2.44.
Peta Isopach Volumetric (13)
Penentuan bulk volume dengan persamaan pendekatan trapezoidal digunakan

An 1
apabila perbandingan luas kontur yang berurutan lebih dari 0,5 atau  0,5 ,
An

persamaannya adalah sebagai berikut :


h
 Vbn   An  An1  …………......……………......……………...…..(2.60)
2
Keterangan:
Vbn = volume bulk per-segmen, acre-feet
hn = tebal rata-rata diatas kontur teratas, ft
An = luas area dari suatu isopach, ft
h = interval antara garis isopach, ft

Sedangkan metode untuk menentukan volume batuan (Vb) secara grafis dapat
dilakukan dengan dua cara :
1) Volume bulk batuan ditentukan dengan cara memplot ketebalan lapisan tiap-tiap
kontur terhadap luas daerah masing-masing. Luas daerah dibawah kurva
merupakan volume bulk batuan.
2) Volume bulk batuan ditentukan dengan memplot kedalaman lapisan dengan luas
daerah yang dibatasi masing-masing garis kontur atas dan bawah. Luas daerah
yang dibatasi kedua kontur tersebut kemudian dibagi menjadi segmen-segmen
dan tiap segmen dihitung luasnya. Luas daerah yang dibatasi oleh GOC dan WOC
akan menunjukkan volume total reservoir yang mengandung hidrokarbon.
Untuk menghitung volume puncak diperoleh dengan persamaan sebagai berikut
hn
 Vbn  An , acre  ft ….……………...…...……........….…………......(2.61)
3
sehingga,
i n
hn
Vb   Vbi  An ………..………..……….……….........…………..(2.62)
i 0 3
Berdasarkan persamaan diatas, maka selain dipengaruhi oleh volume minyak
didalam reservoir sendiri, ultimate reservoir dipengaruhi oleh recovery factor.
Recovery faktor merupakan bagian atau fraksi dari jumlah minyak mula-mula yang
ada didalam reservoir yang dapat dikeluarkan kepermukaan atau dengan kata lain
yaitu jumlah minyak yang dapat diproduksikan. Besarnya recovery faktor tergantung
pada karakteristik reservoir dan mekanisme pendorong yang bekerja didalam
reservoir tersebut. Dengan demikian recovery faktor dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a) Recovery faktor untuk depletion drive reservoir (RF DR) dapat ditentukan dengan

 1  Sw 1  Sg  Sw 
persamaan : RFDR  7758..  
 Bo Boa 
…………………..…….……….(2.63)
b) Recovery faktor untuk water drive reservoir (RFWR) dapat ditentukan dengan
persamaan :
 1  Sw  Sor 
RFWR  7758..  …………………..…………….…….…
 Bo 
 

(2.64)
c) Recovery faktor untuk segregation drive reservoir (RFSR) dapat ditentukan dengan
persamaan :
 1  Sw 
RFSR  7758..  Sor  ……………..……………………………
 Bo 
 

(2.65)
Keterangan:
RFDR = recovery faktor untuk depletion drive reservoir, fraksi
RFWR = recovery faktor untuk water drive reservoir, fraksi
RFSR = recovery faktor untuk segregation drive reservoir, fraksi
 = porositas batuan, fraksi
Sw = saturasi air, fraksi
Sg = saturasi gas, fraksi
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Boa = faktor volume formasi minyak saat ditinggalkan, bbl/STB
Sor = saturasi munyak sisa (residu), fraksi
( sebagai pendekatan biasanya Ba.Sor = 10 % )

Ultimate recovery adalah banyaknya minyak yang dapat diproduksikan dari


reservoir berdasarkan mekanisme pendorong itu sendiri atau dengan kata lain
merupakan harga tafsiran tertinggi dari jumlah minyak didalam reservoir yang
memungkinkan untuk diproduksikan selama life time-nya. Perkiraan ultimate
recovery dapat berubah berdasarkan evaluasi terbaru, tergantung pada kelengkapan
data dan kemajuan teknologi.
Besarnya ultimate recovery dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
UR = Ni x RF…………………………..........………………………...(2.66)
Keterangan:
UR = ultimate recovery, STB
RF = recovery faktor, fraksi
Ni = jumlah minyak mula-mula, STB
Secara volumetrik, ultimate recovery dapat dihitung dengan persamaan :
 S   S 
UR  C Vb .. oi   Vb .. oa  …………….………….........………
 Boi   Boa 
(2.67)
Keterangan:
C = konstanta yang besarnya tergantung dari range tenaga
pendorong reservoir
Boa = faktor volume formasi minyak saat ditinggalkan, bbl/STB
Soa = saturasi minyak pada saat ditinggalkan, fraksi
Soi = saturasi minyak mula-mula, fraksi

2.5.1.2. Metode Material Balance


Metode ini hanya dapat digunakan apabila sumur telah berproduksi dan
tekanan reservoir sudah mengalami penurunan. Perkiraan cadangan dengan
menggunakan metode material balance didasarkan pada prinsip kesetimbangan
volume fluida didalam reservoir, yaitu antara keadaan awal dan akhir tanpa
memperhatikan proses pendesakan minyak yang terjadi didalam reservoir. Anggapan-
anggapan yang digunakan untuk menurunkan persamaan material balance adalah :
1. Reservoir merupakan kesatuan, sehingga cara perhitungannya tidak tergantung
pada jumlah sumur yang diproduksikan. Reservoir bersifat isotropik dan homogen,
artinya tidak berorientasi terhadap arah dan tidak akan tergantung pada waktu.
2. Keseimbangan antara massa gas dan minyak sempurna meskipun sebenarnya
keseimbangan ini tidak pernah tercapai, sehingga didalam reservoir terdapat gas
dalam jumlah sedikit, maka kondisi demikian dinamakan dua fasa.
3. Pada saat minyak dan gas mengalami penurunan tekanan pada temperatur
reservoir, fluida itu dalam keadaan seimbang.
4. Proses produksi dianggap isothermal.
5. Hubungan antara tekanan dan volume tidak tergantung pada jumlah masing-masing
fluida reservoir.
Prinsip dari metode ini didasarkan atas kesetimbangan volume antara produksi
kumulatif dengan pengembangan fluida reservoir sebagai akibat adanya penurunan
tekanan, dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
Ekspansi + influx = Withdrawal
Keterangan:
 Ekspansi adalah pengembangan volume minyak, gas dan air konat didalam
reservoir
 Influx adalah volume air yang merembes atau masuk kedalam zona minyak
 Withdrawal adalah minyak, gas atau air yang diproduksikan
Dengan mengetahui data produksi, data PVT, ukuran tudung gas dan water
influx, maka secara matematis persamaan material balance secara umum adalah
sebagai berikut :
Np ( Bt  ( Rp  Rs ) Bg  ( We  Wp Bw ) )
N  …….............……
Bt  Bti  ( mBti / Bgi ) ( Bg  Bgi )

(2.68)
Keterangan:
Bt = faktor volume formasi dua fasa, bbl / STB
( sub skrip i menyatakan keadaan mula–mula )
N = banyaknya cadangan minyak dalam reservoir, STB
Np = produksi kumulatif minyak, STB
Rp = kelarutan gas produksi kumulatif : Gp/Np , SCF/STB
Gp = produksi kumulatif gas, SCF
Rsi = kelarutan gas dalam minyak mula-mula, SCF / STB
Rs = kelarutan gas dalam minyak, SCF / STB
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl / STB
Boi = faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl / STB
Bg = faktor volume formasi gas, cuft / STB
Bgi = faktor volume formasi gas mula-mula, cuft / STB
Bt = faktor volume formasi total (dua fasa), bbl / STB
= Bo + ( Rsi – Rs ) Bg
m = perbandingan volume gas cap dengan volume minyak direservoir awal
We = water influx kumulatif, bbl
Wp = produksi air kumulatif, STB

Bentuk persamaan material balance tergantung dari jenis reservoir, tetapi


secara umum diperoleh dari perubahan volume minyak, air dan gas dalam reservoir
saat mulai produksi sampai beberapa waktu lamanya. Persamaan material balance
untuk berbagai jenis reservoirnya adalah sebagai berikut:

1). Depletion Drive Reservoir :


Untuk reservoir dengan kondisi seperti ini harga m, We dan Wp adalah nol,
sehingga persamaan menjadi :
Np ( Bt  ( Rp  Rsi ) Bg )
N  ……………….……..........……..…
Bt  Bti

(2.69)
Untuk kondisi tekanan diatas tekanan gelembung harga Rp = Rsi= Rsi karena tidak
ada gas bebas yang mengalir sehingga akan didapatkan persamaan sebagai berikut
Nps Bt  Bti
 ……………………………………………..........….(2.70)
N Bt

karena tekanan reservoir diatas tekanan gelembung, maka berlaku Bt = Bo = Bti =


Boi, sehingga akan diperoleh :
Nps Bo  Boi
 ………………………………...........…...…..……(2.71)
N Bo
dimana Nps adalah produksi minyak kumulatif pada kondisi tekanan diatas tekanan
gelembung, STB.
Untuk kondisi tekanan reservoir dibawah tekanan gelembung akan berlaku persamaan
sebagai berikut :
Np  Bo   Rp  Rs  Bg 
N  …………………..........…………..….
Bt  Bti

(2.72)
2). Gas Cap Drive Reservoir :
Pada kondisi ini reservoir ditempati oleh sejumlah gas dibagian atas (gas cap)
dan sejumlah minyak dibagian bawah, sehingga harga m tidak sama dengan nol,
karena harga We dan Wp kecil sehingga dapat diabaikan dan selanjutnya persamaan
material balance untuk reservoir ini adalah :
Np ( Bt  ( Rp  Rsi ) Bg )
N  ..........………...………....
Bt  Bti  ( mBti / Bgi ) ( Bg  Bgi )

(2.73)
3). Water Drive Reservoir :
Untuk kondisi tanpa tudung gas bebas awal harga m = 0, maka persamaannya
dapat ditulis sebagai berikut :
Np ( Bt  ( Rp  Rsi ) Bg  ( We  Wp Bw ) )
N  ...........................
Bt  Bti

(2.74)
Dengan kondisi ada Gas Cap :
Np ( Bt  ( Rp  Rsi ) Bg  ( We  Wp Bw ) )
N  ............................
Bt  Bti  ( mBti / Bgi ) ( Bg  Bgi )

(2.75)

4). Combination Drive Reservoir :


Persamaan material balance untuk reservoir ini tergantung pada kombinasi
mekanisme pendorong yang ada. Jenis mekanisme pendorong yang ada pada
combination drive reservoir ini adalah :
 Kombinasi water drive yang lemah dengan solution gas drive tanpa adanya
tudung gas bebas awal, maka persamaannya adalah :

Np Bo  Boi We  Wp
 
N Bo N Bo
Np  Bo
N  .....................................................( 2.77)
 Bo  Boi    We  Wp 

Persamaan ini berlaku pada kondisi tekanan reservoir diatas tekanan


gelembung, sedangkan untuk kondisi tekanan reservoir dibawah tekanan
gelembung, maka persamaannya menjadi :

Np Bo  Np ( Rp  Rs ) Bg  ( We  Wp )
N  .............................
Bt  Bti

...(2.77)

 Kombinasi gas cap dan water drive


Np Rp Bg  ( We  Wp )  Np ( Boi  Bg Rs )
N  ….......................
Bt  Bti  ( mBoi / Bgi ) ( Bg  Bgi )

(2.78)
Keterangan:
N = Banyaknya cadangan minyak dalam reservoir, STB
Np = Produksi kumulatif minyak, STB
Rp = kelarutan gas produksi kumulatif : Gp/Np , SCF/STB
Gp = produksi kumulatif gas, SCF
Rsi = Kelarutan gas mula-mula, SCF / STB
Rs = Kelarutan gas, SCF / STB
Bo = Faktor volume formasi minyak, Bbl / STB
Boi = Faktor volume formasi minyak mula-mula, Bbl / STB
Bg = Faktor volume formasi gas, cuft / STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft / STB
Bt = Faktor volume formasi total (dua fasa), Bbl / STB
= Bo + ( Rsi – Rs ) Bg
m = Perbandingan volume gas cap dengan volume minyak direservoir awal
We = Water influx kumulatif, Bbl
Wp = Produksi air kumulatif, STB

2.5.1.3. Metoda Decline Curve


Untuk memperkirakan besarnya cadangan dan meramalkan ulah kerja
reservoir selain kedua metoda diatas dapat digunakan metoda decline curve. Metode
Decline Curve adalah suatu cara untuk memperkirakan besarnya cadangan,
berdasarkan data-data produksi setelah selang waktu tertentu. Syarat utama
pemakaian metoda ini adalah rate produksi telah menurun. Jenis analisa decline curve
terdiri dari pengeplotan produksi sumur versus waktu pada kertas semilog dan
mengupayakan penyesuaian data tersebut dengan suatu garis lurus, selanjutnya
diekstrapolasikan untuk masa yang akan datang. Cadangan dihitung berdasarkan laju
pengurasan rata-rata pertahun untuk laju pengurasan yang diektrapolasi tersebut.
Asumsi-asumsi dalam metoda Decline Curve menganggap bahwa :
1. Reservoir bersifat homogen.
2. Pengurangan tekanan sebanding dengan jumlah minyak yang tertinggal, sehingga
untuk PI yang tetap, rate produksi sebanding dengan tekanan reservoir.
3. Kelakuan reservoir dimasa lampau sesuai dengan masa sekarang dan masa yang
akan datang.
Secara umum decline curve dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan harga
eksponensial decline-nya (b). Harga “b” berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga b=0,
maka disebut sebagai exponential decline. Jika harga b adalah 0<b<1, maka disebut
dengan hyperbolic decline. Dan jika harga b=1, maka disebut dengan harmonic
decline. Untuk menentukan besarnya eksponen decline dapat ditentukan dengan
persamaan sebagai berikut :
d .(ln .q ) dq / dt
a  ………..……....………………..........……....
dt q

(2.79)
 q 
d  
 dq / dt  ……………....…………...…………………...........…..(2.80)
b 
dt
Keterangan:
a = nominal decline rate, 1/waktu
tanda (-) menunjukkan arah slope
a-1 = loss ratio (inverse dari nominal decline rate)
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
q = laju produksi, BOPD
dq/dt = perubahan laju produksi terhadap waktu, BOPD
Sedangkan persamaan umum dalam decline curve diperoleh dari :
dq / dt
a  Cq b   …………………………………...……...........…….(2.81)
q

Keterangan: C = constant
Antara a dan Cqb harganya adalah sebanding yaitu merupakan persamaan untuk
hyperbolic decline.(0<b<1)
Untuk initial condition maka :
ai
C ……………………..………………………………...........……..(2.82)
qib

ai dq / dt
b
  b 1 …...………………………………………............……….(2.83)
qi q
Lalu dengan mengintegralkan Persamaan (2.84), maka :
t q
ai t
dq
0 qib .dt   q q b1 ……………………………………..............………….
i

(2.84)
b.a i t
 q b  qib ……………………………………….,............……......
qib
(2.85)
b.a i t 1 1
b
 b  b ……………………,,……..…………............………….
qi q qi
(2.86)
b
q 
b.a i t   i   1 ,,,,…..………………………………............…………(2.87)
 q 
qi
 (b.a i t  1) b ………………….……………………............……….
q

(2.88)
Sehingga diperoleh persamaan umum dalam decline curve, adalah :
1

q  q i (1  b.a i .t ) b ….……………………….………..….............……….

(2.89)
Keterangan:
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi minyak pada saat terjadi decline (initial), BOPD
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
ai = initial nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
2.5.1.3.1. Exponential Decline
Exponential decline sering disebut Constant percentage decline atau
geometric decline, yang dicirikan dengan kenyataan bahwa penurunan rate produksi
per satuan waktu adalah sebanding dengan rate produksi. Kurva penurunan yang
konstan ini hanya diperoleh bila loss rationya konstan. Sehingga pada Persamaan
(2.80), yaitu dengan harga loss ratio yang konstan maka akan diperoleh harga b = 0.
Exponential decline merupakan plot antara log rate produksi terhadap waktu yang
nantinya akan terjadi straight line (garis lurus). Bentuk ini mempunyai kriteria yaitu
harga penurunan laju produksi persatuan waktu sebanding dengan laju produksinya,
sehingga tidak ada initial condition.
Penurunan persamaan umum decline curve yaitu Persamaan (2.89), maka
pada exponential decline ini digunakan penggunaan limit sebagai rumusan matematis
(differensiasi fungsi eksponensial) , sehingga akan diperoleh :

n
 m
e m  Lim 1    Lim1  b  …………..............…………...………(2.90)
1/ b
n  
 n  b 0

1
Keterangan: m = ai.t dan n =
b
1
 b
 at 
Lim 1  i   e ai t .....………………..….........……………………….
1
   1 
b  
 b 

(2.91)
Karena untuk exponent decline, decline-nya adalah konstan yang berarti tidak ada
kondisi awal, sehingga Persamaan (2.91), menjadi :
1
 b
 at 
Lim 1  i   e at ...……………..……….…..………..........………….
1
  1 
b  
 b 

(2.92)

Secara matematis bentuk kurva penurunannya menjadi sebagai berikut :


q  q i .e  at ……….……………...……………..……........……….….. .
(2.93)
Keterangan:
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi pada saat terjadi decline, BOPD
a = nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
e = bilangan logaritma (2,718)
Persamaan (2.93) merupakan persamaan untuk menentukan besarnya nominal decline
rate (a). Untuk menentukan besarnya efektif decline rate (d) yaitu sesuai dengan
persamaan dibawah ini, dimana nominal decline merupakan fungsi dari efektif
decline :
qi  q
d ………………..………………………..........……...……….(2.94)
qi

Hubungan antara a dan d ditunjukkan pada persamaan dibawah ini, sebagai contoh
diambil waktu pada periode t (misal 1 tahun) dan besar q adalah sama, sehingga
Persamaan (2.94) dan Persamaan (2.94) dapat disederhanakan menjadi:
q i .e  at = qi – qi.d ………………………………..........………………
(2.95)
Keterangan t = 1, maka :
q i .e  a = qi(1 - d) ………..……………………………...........……….
(2.96)

Nominal decline rate merupakan fungsi dari efektif decline, sehingga :


a = - ln(1 – d)…………………………......……………….…..........…..(2.97)
atau
Efektif decline sebagai fungsi dari nominal decline :
d = 1 – e-a ……………………………………………….………............(2.98)
Pada evaluasi minyak, jumlah minyak yang terproduksi tiap tahun lebih menarik
dibandingkan dengan laju produksi tiap satuan waktu. Persamaan (2.93) dapat
diintegrasikan untuk menentukan besarnya kumulatif produksi minyak pada setiap
waktu.
t
Np   q.dt
0
…………………………...……………………...............…

(2.99)
Kemudian kita substitusikan Persamaan (2.93) kedalam Persamaan (2.99), menjadi :

 q .e
 at
Np  i dt ………………………...…………………............…
(2.100)
qi at t
Np  e …………………………...……...……..........…..…(2.101)
a 0

Np 
a

qi  at
e  e0  ………………………..........……...…………….(2.102)

Sehingga menghasilkan :
qi  qi. .e  at
Np  …………………………………..........…......……(2.103)
a
Keterangan q = qi.e-at
qi  q
Np  …………………………………...…………..........…….(2.104)
a
2.5.1.3.2. Hyperbolic Decline
Jika data produksi yang diplot terhadap waktu tidak berupa garis lurus, atau
menunjukkan garis kelengkungan keatas pada kertas semilog, maka hal itu disebut
dengan hyperbolic decline, dimana harga exponent decline-nya (b) adalah 0<b<1.
Persamaan hyperbolic decline ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut :
1

q  qi (1  b.ai t ) b ……………………...……………..........………...…

(2.105)

Keterangan:
q = laju produksi pada waktu t, BOPD
qi = laju produksi minyak pada saat terjadi decline (initial), BOPD
b = exponent decline (turunan pertama dari loss ratio)
ai = initial nominal decline rate, 1/waktu
t = waktu, hari
Harga b, berada pada kisaran 0 dan 1. Nilai b yang semakin besar akan
memperpanjang life time dari suatu sumur. Pada Persamaan (2.105), harga ai adalah
nilai nominal decline rate awal (initial) pada waktu (t=0). Nilai a tidak konstan dan
akan selalu berubah sesuai dengan waktu.
Harga kumulatif produksi pada hyperbolic decline, seperti halnya pada exponential
decline didapat dari mengintegrasikan persamaan rate-time, yaitu :
t
Np   q.dt
0

Substitusikan Persamaan (2.105), menjadi :


1

……...…………………..........…...…………
Np   qi (1  b.ai t ) b
dt

(2.106)
Integralkan (b  1 ), menjadi :
1
1 qi  1 t
Np  (1  b.ai t ) b
1 b.ai 0 ……………………..........…...….
 1
b
(2.107)
Lalu disederhanakan menjadi :
1b
1 qi t
Np  (1  b.ai t ) b
(b  1) (b.a i ) 0 ……………………….........…….
b
(2.108)
qi 
 1  b.ai t  b  1
1b
Np  ………...…………………...........
(b  1) ai  
(2.109)
Kemudian substitusikan qib.qi1-b untuk qi, menjadi :
qib .qi1b 
 1  b.ai t  b  1
1b
Np  …………...……………..........…..
(b  1) ai  
(.2.110)
q ib  1b 1 b

Np  q
 i (1  b.a i t ) b
 qi1b  …………...…………..(2.111)
(b  1)a i  
Persamaan ax.bx = (ab)x, dan axy= (ax)y, sehingga Persamaan (2.110) menjadi :

qib  1 1b
  
Np  qi (1  b.ai t )   qi1b  .....……………..........……..
b
(b  1)ai   
 
(2.112)
1

q  qi  (1  b.ai t ) b ...………………………………………...........…

(2.113)

Np 
qib
(b  1)ai

q 1b  qi1b  …………………………………...........…..

(2.114)
Sehingga dengan membagi Persamaan (2.114) dengan (-1) , maka didapatkan
persamaan kumulatif produksi untuk hyperbolic decline adalah :

Np 
qib
(b  1)ai
 
qi1b  q 1b ……..…………………………..…...............

(2.115)

2.5.1.3.3. Harmonic Decline


Pada Harmonic decline, penurunan laju produksi per satuan waktu
berbanding lurus terhadap laju produksinya sendiri. Bentuk harmonic curve
merupakan bentuk khusus dari bentuk hyperbolic, yaitu untuk harga b = 1. Secara
matematis bentuk persamaan dari harmonis decline adalah sebagai berikut :
qi
q ……………..………………………………..............….…(2.116)
(1  ai t )

Hubungan laju produksi dengan produksi kumulatif ditunjukkan dengan persamaan


sebagai berikut (merupakan integral dari Persamaan (2.117)) :
qi qi
Np  ln …..…………………………………………...............…..(2.117)
ai q

2.5.2.1. Produktivity Indeks


2.5.2.1.1. Pengertian Productivity Index
Productivity indeks (PI) adalah suatu indeks atau derajat pengukuran
kemapuan produksi suatu sumur yang didefinisikan sebagai perbandingan antara laju
produksi dinyatakan dalam barrel per hari, dengan pressure draw-down (Ps-Pwf).
Secara matematis bentuk PI dapat dituliskan sebagai berikut :
q
PI  J  Bbl / D / Psi
( Ps  Pwf ) …….………………….......……..(2.118)

Keterangan:
q = laju produksi, bbl/Day
Ps = tekanan statik reservoir, psi
Pwf = tekanan aliran dasar sumur, psi
PI dapat juga dinyatakan dalam besaran yang lain bila aliran terdiri dari minyak dan
air yaitu :
qo 0.007082 h  ko k 
PI  J     w  ..….…..........…....(2.119)
( Ps  Pwf ) ln(re / rw)  o Bo  w Bw 

Keterangan:
ko,kw = permeabilitas minyak dan permeabilitas air, md
o, w = viskositas minyak dan air, cp
Bo,Bw = faktor volume formasi minyak dan air.RB/STB
re,rw = jari-jari pengurasan dan jari-jari sumur, ft
h = ketebalan formasi, ft
Cara lain mengukur produktivitas sumur adalah Spesific Productivity Indexs
(SPI) didefinisikan sebagai perbandingan antara PI dengan ketebalan dan digunakan
untuk membandingkan sumur yang berbeda dari suatu lapangan.
PI
SPI  …………………...………………………………..............…(2.120)
h
2.5.2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Productivity Index
Faktor-faktor yang mempengaruhi PI, meliputi:
a. Turbulensi yang terjadi pada laju aliran tinggi
Disebabkan terlampau cepatnya aliran fluida sehingga friksi antara fluida
(Internal friction) menjadi naik dan pressure loss menjadi besar. Hal ini
menyebabkan kapasitas aliran menurun, sehingga dari Persamaan (2.120)
harga PI akan turun.
b. Penurunan harga permeabilitas
Jika permeabilitas semakin kecil maka fluida akan sukar mengalir sehingga
harga PI semakin turun.
c. Pengaruh viskositas
Bila tekanan sudah berada dibawah tekanan saturasi, maka akan
mengakibatkan bertambahnya gas yang dibebaskan dari larutan, sehingga
viskositas akan naik. Hal ini akan menghambat proses produksi sehingga harga
PI akan turun.
Faktor-faktor yang tidak secara langsung memepengaruhi PI adalah:
 Pengaruh energi pengaliran fluida, yaitu semakin besarnya tekanan pengaliran
fluida maka harga permeabilitas semakin besar, demikian pula yang terjadi bila
sebaliknya.
 Efek cairan reaktif, menyebabkan terjadi reaksi didalam batuan. Sebagai contoh
pada shaly sand, masuknya fresh water secara tiba-tiba dan mendorong salt water
membasahi batuan formasi, akan mengakibatkan terjadi swelling didalam
batuan, yang mempengaruhi harga permeabilitasnya.
 Pengaruh overburden. Besarnya permeabilitas dipengaruhi oleh porositas batuan,
sedangkan porositas sendiri dipengaruhi oleh overburden pressure yang indentik
dengan kedalaman. Sehingga makin besar overburden, berarti formasi makin
dalam dan porositas semakin kecil. Dengan demikian harga permeabilitas
berkurang karena kompresibilitas formasi semakin besar.
 Pengaruh saturasi. Suatu fluida baru dapat mengalir bila fluida tersebut memiliki
kemampuan pengaliran atau permeabilitas yang merupakan fungsi saturasi
fluida. Bila suatu sumur telah lama diproduksikan, maka saturasi fluida
mengalami penurunan dan menyebabkan permeabilitas juga turun.
 Sifat kebasahan batuan reservoir. Sifat kebasahan menentukan permeabilitas,
dimana pada batuan basah air, kenaikan permeabilitas minyak lebih cepat dengan
bertambah kecilnya saturasi air dibanding dengan batuan basah minyak.
 Turunnya permeabilitas sebagai akibatnya adanya gas bebas dalam sumur. Pada
tekanan reservoir yang lebih kecil dari tekanan gelembung, drawdown pressure
tidak mengakibatkan permeabilitas berkurang karena adanya saturasi gas yang
dapat menghambat aliran minyak ke permukaan.
Harga PI harus ditentukan secara periodik selama produksi berlangsung
terutama ketika terjadi penurunan laju produksi secara tiba-tiba. Pada umumnya
dilapangan digunakan klasifikasi yang sebaik mungkin terhadap PI. Batasan besarnya
produktivitas sumur (Kermit E Brown, 1967), adalah sebagai berikut :
- PI rendah jika harga PI < 0,5
- PI sedang jika harga PI 0,5  PI  1,5
- PI tinggi jika harga PI  1,5

2.5.2.1.3. Data Yang Diperlukan Untuk Menentukan PI


2.5.2.1.3.1. Laju Produksi Minyak (qo)
Misalnya suatu formasi yang horisontal, homogen memproduksi
minyak dan air tanpa adanya gas, maka volume minyak yang lewat pada suatu
penampang per-unit waktu pada arah berkurangnya tekanan, dapat ditulis
sebagai berikut :
ko dP
qo = o dl .............................................................................(2-121)

Keterangan :
q = Laju produksi minyak, STB / hari
 = Viscositas, cp.
B = Faktor volume formasi minyak, STB / bbl
k = Permeabilitas efektif minyak, md

2.5.2.1.3.2. Laju Produksi Air (qw)


Bila yang mengalir tersebut air saja, maka:
kw dP
qw = w dl ................................................................................... (2-122)

Keterangan :
q = Laju produksi air, STB / hari
 = Viscositas air
B = Faktor volume formasi air
k = Permeabilitas efektif air

2.5.2.1.3.3. Laju Produksi Gas (qg)


Pada suatu formasi produktif yang horisontal, homogen dan hanya
memproduksi minyak dan gas, maka jumlah gas yang lewat persatuan luas
penampang persatuan waktu pada arah berkurangnya tekanan, adalah sebagai
berikut :
kg dP
qg = μg dl ..........................................................................................(2-123)

Keterangan :
q Laju produksi gas, SCF / hari
 Viscositas gas
B Faktor volume formasi minyak, bbl / scf
k Permeabilitas efektif gas

2.5.2.1.3.4. Water Oil Ratio (WOR)


Misalnya suatu formasi yang horisontal, homogen memproduksi minyak dan
air tanpa adanya gas, maka volume minyak yang lewat pada suatu penampang per-
unit waktu pada arah berkurangnya tekanan, dapat ditulis sebagai berikut :
ko dP
qo = o dl ..............................................................................(2-124)

Bila yang mengalir tersebut air saja, maka :


kw dP
qw = w dl ........................................................................................(2-125)

Water Oil Ratio merupakan perbandingan laju produksi air dengan laju
produksi minyak, jadi dengan membagi Persamaan (2-124) dengan Persamaan
(2-125) didapat :
qw kw o
 .........................................................................................(2-126)
qo ko w

Tetapi karena minyak akan mengecil volumenya pada waktu diproduksikan,


karena gas yang terlarut didalamnya keluar, sehingga stock tank (permukaan) minyak
akan sama dengan Qo/Bo dan sebaliknya gas hanya mempunyai kelarutan yang kecil
didalam air, dan air mempunyai compressibilitas yang kecil, maka Qw boleh
dianggap sama dengan laju produksi air dipermukaan. Jadi laju air dan minyak diukur
pada permukaan adalah :
qw Bo qo
 .....................................................................................(2-127)
qo / Bo qo

atau dari Persamaan (2-126),


kw o
WOR (permukaan) = Bo ko w ...........................................................(2-128)

atau:
Krw o
WOR (permukaan) = Bo Krow .........................................................(2-129)

2.5.2.1.3.5. Gas Oil Ratio (GOR)


Merupakan perbandingan gas baik yang masih dalam larutan maupun berupa
gas bebas, dengan minyak. Pada suatu formasi produktif yang horisontal, homogen
dan hanya memproduksi minyak dan gas, maka jumlah gas yang lewat persatuan luas
penampang persatuan waktu pada arah berkurangnya tekanan, adalah sebagai
berikut :
kg dP
qg = g dl .........................................................................................(2-130)

Perbandingan laju gas dan laju minyak pada kondisi formasi, adalah
Persamaan (2-130) dibagi Persamaan (2-124) diperoleh :
qg kg o
 ............................................................................................(2-131)
qo ko g

Pada kondisi permukaan laju produksi gas = Qg / Bg, dan laju produksi
minyak = Qo / Bo, sehingga Persamaan (2-131) menjadi :
qg/Bg kg μo
 .....................................................................................(2-132)
qo/Bo qo μg

atau
qg kg o Bo
 ......................................................................................(2-133)
qo ko g Bg

Tetapi karena tambahan gas bebas yang semula larut sebesar Rs, maka total
GOR menjadi :
kg μo Bo
GOR total  Rs  ...............................................................(2-134)
ko μg Bg
atau
krg μo Bo
GOR total  Rs  .............................................................(2-135)
kro μg Bg

Suatu reservoir dengan kondisi tekanan diatas saturasinya, maka belum ada
gas bebas didalam reservoir tersebut, dalam hal ini GOR akan sama dengan jumlah
gas mula-mula yang terlarut dalam minyak (Rsi). Dengan naiknya produksi kumulatif
minyak, tekanan reservoir turun sampai di bawah tekanan saturasi. Dalam hal ini Pwf
juga berada di bawah tekanan saturasinya, maka waktu minyak bergerak
kepermukaan makin banyak gas bebas yang terjadi, saturasi gas naik dan sebaliknya,
permeabilitas minyak turun, akibatnya :
 GOR produksi naik.
 Drawdown turun (berarti Pwf mengecil).
 Productivity Index turun.
Dengan alasan ini digunakan untuk menjelaskan penyebab terjadinya
lengkungan pada IPR. Dari sini juga terlihat adanya hubungan antara kenaikan GOR
(atau pada reservoir yang terdiri dari air, minyak dan gas di gunakan GLR), dan
penurunan Pwf.
Pada penurunan tekanan reservoir lebih lanjut GOR akan turun lagi, hal ini
disebabkan kenaikan Bg yang merupakan fungsi penurunan tekanan, akan lebih besar
dari kenaikan Bo. Dengan demikian GOR total akan turun, hal ini dapat dilihat dari
hubungan Persamaan (2-134) dan Persamaan (2-135). Ini memberikan hubungan
kurva antara GOR vs waktu, yang dapat dilihat pada Gambar 2.45.
Gambar 2.45.
Grafik GOR vs Waktu 7)
2.5.2.1.3.6. GLR Formasi
Merupakan perbandingan gas baik yang masih dalam larutan maupun berupa
gas bebas, dengan liquid (minyak dan air), jadi didapat persamaan :
qg kg/μg

qo  qw ko kw ...............................................................................(2-136)

μo μw

Pada kondisi permukaan laju produksi gas = Qg / Bg, dan laju produksi
minyak = Qo / Bo sedangkan gas hanya mempunyai kelarutan yang kecil didalam
air, dan air mempunyai compressibilitas yang kecil, maka Qw boleh dianggap sama
dengan laju produksi air dipermukaan. Sehingga perbandingan laju produksi gas dan
liquid dari Persamaan (2-136) menjadi :
qg / Bg kg / μg

qo / Bo  qw ko kw .......................................................................(2-137)

μo μw

atau,
qg

 kg / μg  Bo
qo  qw  ko kw 
   Bg ......................................................................(2-138)
 μo μw 
Tetapi karena ada tambahan gas bebas yang semula larut sebesar Rs, maka
total GLR menjadi:
Rs 
 kg / μg  Bo
GLR total =  ko kw 
   Bg ........................................................(2-139)
 μo μw 

2.5.2.1.3.7. Tekanan Reservoir (Pr)


Dalam pembicaraan mengenai mekanisme pendorongan reservoir telah
disinggung mengenai asal tekanan reservoir untuk masing-masing tipe reservoir.
Pada prinsipnya tekanan reservoir ditimbulkan dari :
1. Pendesakan oleh ekspansi gas (tudung gas), pada gas cap drive reservoir, tenaga
ini disebut “body force”. Adanya pengaruh gravitasi karena perbedaan density
antara minyak dan gas, gas terpisah dari minyak. Gas yang terpisah ini
berakumulasi pada tudung reservoir, karena pengembangan gas kemudian
mendorong minyak masuk ke dalam sumur produksi.
2. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh beban formasi diatasnya
(overburden).
3. Pengembangan gas bebas pada reservoir depletion drive.
Perbedaannya dengan gas cap drive adalah gas yang terjadi tidak terperangkap,
tetapi merata sepanjang pori-pori didalam reservoir.
4. Gaya kapiler
Gaya kapiler ini dipengaruhi oleh tegangan permukaan antar permukaan cairan,
bentuk dan besar pori-pori dan sifat kebasahan dari batuan reservoir.
Rumus untuk tekanan kapiler dapat dilihat di bawah ini :
h
Pc   ρw  ρo  ................................................................................(2-140)
144

Keterangan :
Pc = Tekanan kapiler, psi
h = Ketinggian dari bidang diantara minyak dan air, dimana tekanan kapiler
sama dengan nol (pada bidang oil water contact), ft.
w = Density air, lb / cuft
o = Density minyak, lb / cuft

Distribusi tekanan kapiler pada reservoir minyak dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :

Gambar 2.46.
Tekanan Kapiler Untuk Sistem Air Minyak vs Sw 4)

2.5.2.1.3.8. Tekanan Dasar Sumur (Pws)


Pada prakteknya penentuan tekanan reservoir yang sebenarnya pada sumur
yang sudah berproduksi jarang dilakukan. Hal ini disebabkan, untuk mencapai
kondisi kesetimbangan supaya dicapai tekanan reservoir yang sebenarnya, maka
seluruh sumur dalam lapangan tersebut harus ditutup untuk beberapa lama
(tergantung karakteristik lapangan yang bersangkutan), hal ini tidak menguntungkan
dalam produksi. Maka yang sering dilakukan yaitu mengukur tekanan dasar sumur
atau Pws (static bottom hole pressure).
Untuk mengukur tekanan dasar sumur cukup menutup satu sumur saja. Alat
ukur yang digunakan yaitu Drill Stem Testing (DST), atau Wire Line Instrument
(Amerada). Ada dua hal berlawanan yang perlu diperhatikan disini yaitu, pada suatu
interval tertentu tekanan akan naik sebelum stabil, tetapi dengan bertambahnya waktu
maka tekanan akan turun lagi. Hal ini disebabkan adanya interferensi (gangguan)
dari sumur disekitarnya yang sedang berproduksi, sehingga tekanan tersebut tidak
stabil. Dengan alasan tersebut diatas maka Pws biasanya diukur dalam interval waktu
tertentu (beberapa hari setelah sumur ditutup), kemudian tekanan yang didapat dari
hasil pengukuran diplot, dan diekstrapolasi untuk mendapatkan tekanan statik dari
sumur tersebut. Dapat ditunjukkan bahwa untuk suatu sumur produksi pada suatu
infinite reservoir, homogen dan hanya terisi oleh minyak (tanpa ada gerakan gas),
suatu plot dari log (T + )/ vs tekanan merupakan garis lurus, kemudian dilakukan
ekstrapolasi pada harga (T+) /  akan sama dengan 1, hasil yang didapat akan
merupakan tekanan dasar sumur (Pws) terlihat pada Gambar 2.47. Dimana T adalah
waktu sumur mengalir diukur mulai sumur berproduksi hingga ditutupnya sumur
(shut in),  adalah waktu mulai sumur shut in (diukur dengan satuan waktu sama
dengan T). Pada prakteknya T dicari dari produksi kumulatif sumur dibagi dengan
laju produksi sesaat sebelum sumur ditutup.

Gambar 2.47.
Plot log (T + ) /  vs tekanan7)
2.5.2.1.3.9. Tekanan Aliran Dasar Sumur (Pwf)
Pada pembicaraan mengenai permeabilitas telah disebutkan bahwa, supaya
ada aliran dalam media porous dan permeabel harus ada perbedaan tekanan. Jadi
kalau suatu sumur memproduksi minyak, maka tekanan pada dasar sumur (didepan
formasi produktif) harus lebih kecil dari tekanan pada jarak tertentu dari sumur.
Tekanan didasar sumur pada saat sumur sedang mengalir disebut Tekanan aliran dasar
sumur (Pwf). Dibawah ini Gambar 2.48. distribusi tekanan disekitar suatu sumur
yang sedang berproduksi, dengan sumur tersebut berada di tengah-tengah reservoir.

Gambar 2.48.
Distribusi Tekanan Disekitar Sumur Yang Sedang Berproduksi, Dengan
Sumur Berada Di Tengah-tengah Reservoir 4)
pwf pe
pe
h
rw re

Gambar 2.49.
Konfigurasi Parameter Sumur di Formasi 4)
2.5.2.2. Inflow Performance Relationship
Inflow Performance Relationship (IPR) adalah kelakuan aliran air, minyak
dan gas dari formasi menuju ke dalam sumur, yang dipengaruhi oleh productivity
index (PI). Productivity Index yang diperoleh dari hasil test, hanya merupakan
gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.
Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur, atau untuk melihat kelakuan suatu
sumur yang sedang berproduksi, maka harga PI tersebut dapat dinyatakan secara
grafis, yang disebut grafik IPR (Inflow Performance Relationship).
Untuk membuat grafik IPR diperlukan data laju produksi (qo), tekanan alir
dasar sumur (Pwf) yang diperoleh dari uji produksi dan tekanan statik (Ps) dari uji
tekanan.
Berdasarkan definisi PI untuk suatu saat dimana tekanan statik konstan dan PI
juga konstan, maka variabelnya adalah laju poduksi (q) dan tekanan aliran dasar
sumur (Pwf). Dalam bentuk rumus dapat ditulis sebagai berikut :
q
PI  J  ..............................................................................(2-141)
(Ps  Pwf )

atau,
q
Pwf  Ps  ..................................................................................................(2-142)
PI
Keterangan :
Pwf = Tekanan aliran dasar sumur, Psi.
Ps = Tekanan statik, Psi.
Q = Laju produksi, bbl / hari
PI = Productivity Index, bbl / hari / psi.

2.5.2.2.1. Kurva IPR Satu Fasa


Perhitungan aliran fluida satu fasa dari formasi ke dasar sumur pertama kali
oleh Darcy untuk aliran non-turbulen dan dikembangkan oleh Jones, Blount, dan
Glaze untuk aliran turbulen. Produktivitas untuk aliran steady state bila digunakan
konsep tekanan reservoir rata-rata dapat ditentukan dengan Persamaan (2-41).
Sedangkan untuk menentukan besarnya laju produksi pada kondisi tekanan
rata-rata dapat digunakan persamaan Darcy untuk aliran radial, yaitu :
koh( Pav  Pwf )
Q  0.007082 ………………....……… (2-143)
oBo[ Ln(re / rw)  0.5  S ]
Keterangan :
S = skin factor, jika : S = +, diasumsikan terjadi kerusakan formasi
S = -, diasumsikan terjadi perbaikan
S = 0, keadaan normal
Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan kurva dimana pada fluida
satu fasa berupa garis lurus.

Gambar 2.50.
Inflow Performance Relationship Linier untuk Aliran Satu Fasa 2)
Pada titik A, adalah harga Pwf pada saat q = 0, dan sesuai dengan persamaan
diatas Pwf = Ps. Sedang titik B, adalah harga q pada saat Pwf = 0, sesuai dengan
persamaan diatas maka q = PI x Ps, harga laju produksi tersebut merupakan harga
laju produksi maksimum atau disebut “potensial sumur”.
Apabila sudut OAB (Gambar. 2.50.) adalah  , maka :
OB Ps  PI
tanθ    PI .....................................................................(2-144)
OA Ps
Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan dari garis IPR. Bentuk
IPR pada Gambar 2.50. hanya terjadi apabila fluida yang mengalir adalah satu fasa.

2.5.2.2.2. Kurva IPR Dua Fasa


Persamaan untuk aliran dua fasa pertama kali dikemukakan oleh Evinger-
Muskat yang telah mempelajari pengaruh dari aliran multi fasa terhadap index
produktivitas suatu sumur yang berproduksi dari reservoir yang mempunyai pola
aliran radial.

2.5.2.2.2.1. Tanpa Memperhitungkan Faktor Skin (S=0)


Vogel melalui stimulasi numerik memberikan suatu persamaan IPR dua fasa
khusus untuk reservoir jenuh dengan tenaga pendorong gas terlarut untuk kondisi
sumur yang mempunyai factor skin = 0. Bentuk persamaan IPR tak berdimensi yang
diajukan adalah :
2
qo  Pwf   Pwf 
 1  0.2   0.8  ………………….......…………(2-
Qo max  Pr   Pr 

145)
Persamaan ini digunakan untuk membuat IPR berdasarkan data uji tekanan
dan uji produksi. Persamaan diatas dikembangkan untuk menentukan kurva IPR,
apabila tekanan reservoir lebih besar daripada tekanan gelembung. Menurut
kondisinya, kurva IPR terdiri dari dua bagian :
1. Kurva IPR satu fasa/linier, saat tekanan alir dasar sumur masih lebih besar
daripada tekanan gelembung (Pwf > Pb).
qo = J (Pr – Pwf)………………………………………………….....…(2-146)
2. Kurva IPR dua fasa/non linier, saat tekanan alir dasar sumur sudah lebih
kecil daripada tekanan gelembung (Pwf < Pb).

  Pwf   Pwf  
2

qo  qo   Qo max  Qb  1  0.2   0.8   …………......…..(2-147)

  Pb   Pb  

Untuk harga Pwf > Pb :


Qo = J (Ps – Pb)…………………………………………….....…...(2-148)
JxPb
Qomax = qb + ……………………………………………......…..(2-
1.8
149)
Untuk harga Pwf < Pb :
qo
J  ………………………………………....…(2-
(Pr  Pb  ( PbA) / 1.8))

150)
2
 Pwf   Pwf 
A  1  0.2   0.8  …………………………………....….(2-151)
 Pb   Pb 

J .Pb
Qo max  qb  …………………………………………………...(2-152)
1.8

2.5.2.2.2.2. Memperhitungkan Faktor Skin (S  0)


A. Metode Standing
Salah satu aspek penting dalam memperkirakan IPR suatu sumur yang sama
pentingnya dengan konsep indeks produktivitas adalah konsep faktor skin. Konsep
faktor skin pertama kali diajukan oleh Hurst – Everdigen dengan besaran untuk
menyatakan aliran yang tidak linier disekitar lubang sumur. Hampir setiap sumur
produksi biasanya mempunyai faktor skin yang tidak sama dengan nol, sehingga
masalah skin tidak dapat diabaikan dalam memperkirakan IPR. Untuk tujuan
memperkirakan IPR faktor skin sering dikaitkan dengan efisiensi aliran (FE).
Efisiensi aliran didefinisikan sebagai perbandingan antara indeks
produktivitas nyata dengan indeks produktivitas ideal seperti digambarkan dalam
persamaan berikut :
Pr  Pwf Pr  Pwf  Pskin
FE   …………………………....……....(2-153)
Pr  Pwf Pr  Pwf
Apabila harga FE < 1 berarti sumur mengalami kerusakan, namun bila FE > 1
berarti sumur mengalami perbaikan sebagai hasil dari stimulasi.
Hasil penelitian Standing yang merupakan modifikasi persamaan Vogel
dinyatakan dalam sekumpulan kurva IPR tak berdimensi untuk sumur-sumur yang
mempunyai skin dan dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
2
qo  Pwf '
  Pwf '

 1  0.2   0.8  ……………………….....……(2-154)
Qo max  Pr   Pr 

Dimana Pwf ' dapat ditentukan dengan persamaan :


Pwf ' = Pr – (Pr – Pwf)FE ……………………………………....……..(2-155)

Kelemahan metode Standing adalah dihasilkannya kurva IPR yang hampir


lurus untuk FE < 1 meskipun kondisi alirannya dua fasa, dan kurva tersebut
berlawanan dengan definisi kelakuan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur pada
FE > 1.

B. Metode Couto
Persamaan yang dibuat Couto untuk membuat kurva IPR adalah dengan
menggabungkan definisi indeks produktivitas terhadap persamaan yang dibuat
Standing, yaitu :
 h  Ko 
qo     Pr( FE )(1  R[1.8  0.8( FE )(1  R)]) ...(2-
 Ln(0.472re / rw)  oBo 
156)
Keterangan :
R = Pwf / Pr

Dengan mengetahui sifat fisik batuan (Ko) dan sifat fisik fluidanya (  o,
Bo) maka dapat dibuat kurva IPR berdasarkan satu data uji tekanan dan produksi.
Metode Couto mempunyai kelemahan, yaitu diperlukannya harga permeabilitas
efektif minyak pada waktu kurva IPR diperkirakan, dimana harga Ko tersebut sulit
ditentukan secara teliti di lapangan. Oleh karena harga Ko tersebut akan berubah
sesuai dengan waktu produksi dan jumlah minyak yang diproduksikan. Disarankan
persamaan Couto ini digunakan di awal sumur berproduksi (setelah komplesi),
sehingga harga Ko,  o, dan Bo dapat diperoleh dengan mudah dan teliti.

C. Metode Harrison
Harrison menurunkan persamaan kurva IPR untuk memperbaiki kelemahan
metode Standing. Persamaan ini bersifat empiris dan tetap menggunakan definisi
efisiensi aliran (FE) untuk kondisi aliran satu fasa. Seperti pada metode Standing,
ketelitian metode ini juga diragukan karena memakai definisi FE yang tidak sesuai
dengan kondisi persamaan dasar. Adapun persamaan yang diberikan Harrison adalah
sebagai berikut :

qo   Pwf 
 1.2  0.2 exp1.791759  …………….....……………….(2-
Qo max   Pr 
157)

D. Metode Pudjo Sukarno


Pudjo Sukarno memberikan suatu metode untuk memperkirakan IPR
dua fasa, khususnya untuk kondisi semi mantap. Kurva-kurva IPR yang
dihasilkan disajikannya dalam bentuk tanpa dimensi seperti yang dibuat oleh
Vogel, hanya saja pengaruh skin disini diperhitungkan.
Persamaan IPR yang digunakan yaitu :
qo a1  a 3 .Pd  a5 .Pd 2
 ………………………......……….(2-158)
Qo max @ S  0 1  a 2 .Pd  a 4. Pd 2

Keterangan :
P d = Pwf / Pr
a 1 , a 2 ,….., a 5 = konstanta persamaan yang merupakan fungsi dari faktor
skin dan dicari menggunakan persamaan berikut :
a n  c1 . exp(c 2 .S )  c3 . exp(c 4 .S ) …………………………….....……...(2-

159)
Keterangan :
n = 1, 2, 3, 4 dan 5
S = faktor skin
C = konstanta yang diambil dari tabel (Tabel II – 14)

Tabel II – 14
Konstanta c 1 , c 2 , c 3 dan c 4
a c1 c2 c3 c4
n

a1 0.182922 - 0.814541 -
0.364438 0.055
873
a2 - - - -
1.476950 0.456632 1.646246 0.442
306
a3 - - 2.289242 -
2.149274 0.195976 0.220
333
a4 - 0.088286 - -
0.021783 0.260385 0.210
801
a5 - - - -
0.552447 0.032449 0.583242 0.306
962

E. Metode Fetkovich
Berbeda dengan cara penelitian Vogel yang analitis, maka Fetkovich
mengajukan suatu metode untuk memperkirakan IPR dua fasa berdasarkan studi
lapangan. Penelitiannya didasarkan pada hasil analisa sejumlah uji back pressure
ataupun isochronal yang dilakukan pada sumur-sumur minyak.
Dari analisa ini disimpulkan bahwa kurva uji back pressure di sumur minyak
mengikuti kurva-kurva back pressure yang dilakukan di sumur gas, yaitu plot antara
qo Vs (Pr 2 - Pwf 2 ) pada kertas grafik log-log memberikan kurva linier. Bentuk
kurva IPR yang diajukan Fetkovich dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
q o  J  Pr2  Pwf2  n
………………………………… ....………………...(2-160)

Keterangan :
J = konstanta produktivitas
n = 1/kemiringan
Harga n menunjukkan faktor turbulensi. Apabila harga n mendekati 1 berarti
tidak terjadi turbulensi, sedangkan untuk harga 0.5<n<1 maka akan terjadi turbulensi.
Bila Persamaan (2-160) dinyatakan dalam bentuk yang menyertakan harga
laju produksi maksimum, maka persamaannya akan menjadi :
n
qo   Pwf2 
 1    ………………………………………….....…….(2-161)
Qo max   Pr2 

dan untuk kasus harga sama dengan satu, maka persamaan diatas menjadi :

qo   Pwf2 
 1    ………………………………….....…………….(2-162)
Qo max   Pr2 

Apabila dianggap harga n sama dengan satu, metode Fetkovich dapat
digunakan untuk membuat kurva IPR meskipun hanya tersedia data uji tekanan dan
produksi.
log q 2  log q1
n …………………………………………........(2-163)
log( Pr2 ) 2  log(Pr2 )1

Gambar 2.51.
Kurva Inflow Performance Relationship Untuk Aliran Dua Fasa 2)

2.5.2.2.3. Kurva IPR Tiga Fasa


Pada saat ini telah tersedia dua persamaan untuk menentukan kelakuan aliran
gas, minyak dan air dari formasi ke lubang sumur, yaitu :
1. Petrobras
2. Pudjo Sukarno
Kedua persamaan tersebut dikembangkan dengan menggunakan pendekatan
yang berbeda. Persamaan Petrobras merupakan modifikasi persamaan Vogel,
sedangkan persamaan Pudjo Sukarno dikembangkan berdasarkan simulator.

2.5.2.2.3.1. Persamaan Petrobras


Petrobras telah mengembangkan persamaan kurva IPR untuk aliran tiga fasa
gas, minyak dan air dengan cara menggabungkan persamaan Vogel untuk aliran
minyak dan persamaan indeks produktivitas, J yang konstan untuk aliran air. Kurva
IPR gabungan ditentukan secara geometris berdasarkan perbandingan minyak dan air.
Persamaan kurva IPR gabungan diturunkan untuk dua tujuan perhitungan,
yaitu untuk menentukan laju alir total (minyak dan air) pada suatu harga tekanan alir
dasar sumur tertentu dan menentukan tekanan sumur pada laju aliran total tertentu,
pada tekanan reservoir diatas atau dibawah tekanan saturasi, Pb.
Perhitungan Awal Untuk Menentukan Kurva IPR Tiga Fasa
Data yang diperlukan untuk menghitung kurva IPR gabungan adalah :
a. Tekanan reservoir
b. Tekanan saturasi
c. Tekanan alir dasar sumur
d. Laju produksi total pada tekanan alir dasar sumur
e. Fraksi air
Data tersebut diperoleh dari uji tekanan dan uji produksi, sedangkan data
tekanan saturasi diperoleh dari hasil analisa PVT di laboratorium.
Berdasarkan data yang tersedia tersebut, dapat terjadi dua kemungkinan,
sesuai dengan hasil uji produksi, yaitu :
a. Tekanan alir dasar sumur lebih besar dari tekanan saturasi
b. Tekanan alir dasar sumur lebih kecil dari tekanan saturasi
Perhitungan awal untuk menentukan kurva IPR gabungan akan dibedakan
menjadi dua kemungkinan diatas.

A. Tekanan Alir Dasar Sumur Lebih Besar dari Tekanan Saturasi


Variable-variabel yang perlu untuk dihitung terlebih dahulu adalah :
a. Indeks Produktivitas hasil uji, yaitu dihitung berdasarkan Persamaan (2-119)
b. Laju produksi pada tekanan saturasi, yaitu dihitung dengan persamaan :
qb  J  Pr  Pb  ……………………………………........………………(2-164)

c. Laju produksi maksimum, yaitu dihitung dengan persamaan :


qo max  qb   J .Pb  / 1.8 ……………………………….......…………….(2-

165)
d. Laju produksi total (minyak dan air) maksimum, yaitu dihitung dengan
persamaan :
 q 
qt max  q o max  Fw  Pr   o max   tan( ) …………………......………..(2-166)
  J 
Keterangan :
tan (  ) = CD/CG
CG = 0.001 q o max ………………………………………….....…......(2-

167)
 q 

CD  Fw 0.001 o max   0.125Fo Pb  1   81  80  0.999qo max  qb  / qo max  qb  
0.5

  J 
…………………....……(2-168)

B. Tekanan Alir Dasar Sumur Lebih Kecil dari Tekanan Saturasi


Selain harga J, perhitungan q b , q o max dan qt max sama seperti pada sub-sub
bab diatas. Persamaan untuk menentukan J adalah :
qttest
J ……………………………………………………….........…(2-169)
X
Keterangan :

 Fw  Pr  Pwf ,test  …………………......…….(2-


 P A 
X  Fo  Pr  Pb  b
  1.8 

170)

2
 Pwf ,test  P 
A  1  0.2   0.8 wf ,test  ……………………………….....…(2-
 Pb   Pb 
171)

Perhitungan Tekanan Alir Dasar Sumur


Untuk setiap laju produksi total, yang berharga antara laju produksi minyak
maksimum (dihitung dengan Persamaan (2-165)) dan laju produksi total maksimum
(dihitung dengan Persamaan (2-166)), harga tekanan alir dasar sumur dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
Pwf  Fw  Pr   q o ,max / J    qt   q o ,max / J  tan( ) ………………........(2-172)

Keterangan :
tan(  )  1 / tan( )
tan( )  Persamaan (2-168)/(2-167)

Perhitungan Laju Alir Total


Perhitungan laju alir total terbagi menjadi tiga kelompok, sesuai dengan harga
tekanan alir dasar sumurnya. Ketiga kelompok tekanan alir dasar sumur tersebut
adalah :

 Pb < Pwf < Pr


 Pwf (G ) < Pwf < Pb, dimana Pwf (G ) adalah tekanan alir dasar sumur, pada harga
laju produksi total sama dengan laju produksi minyak maksimum.
 0 < Pwf < Pwf (G )

a. Pb < Pwf < Pr


Untuk laju alir dasar sumur lebih besar dari tekanan saturasi dan dibawah
tekanan reservoir, laju alir total dapat dihitung dengan persamaan indeks
produktivitas konstan (Persamaan (2-119)).
b. Pwf (G ) < Pwf < Pb
Perhitungan laju produksi total pada selang harga tekanan ini, perlu dihitung
terlebih dahulu, variabel B yang diperlukan untuk memilih persamaan yang akan
digunakan, yaitu :
B  Fw /  0.125 Fo Pb J  …………………………………….....…………(2-

173)
Apabila diperoleh harga B :
 B 0:
 
qt   C  C 2  4 B 2 D  0.6
 /  2 2
 …………………………....………..(2-174)
 B=0:

qt  D …………………………………………………….....……….(2-175)
C
Keterangan :
A   Pwf  0.125Fo Pb  Fw Pr  /  0.125Fo Pb  …………………....……....(2-

176)
 
C  2 AB   80  qb  …………………………………......……....(2-177)
 q t , max 
D  A 2   80qb  /  q o ,max  q b   81 ……………………………….....….(2-178)

c. 0 < Pwf < Pwf (G )


Pada tekanan-tekanan yang terletak dalam selang ini, laju produksi total
dihitung dengan persamaan berikut ini :
qt   Pwf (G )  qo max  tan    Pwf  /(tan  ) ………………………......…..(2-179)

Perhitungan Kurva IPR untuk Pr < Pb


Persamaan-persamaan sebelumnya telah diturunkan untuk keadaan tekanan
reservoir lebih besar daripada tekanan saturasi (Pr > Pb). Apabila keadaan reservoir
adalah tekanan reservoir lebih rendah dibandingkan dengan tekanan saturasi maka
perhitungan kurva IPR masih menggunakan persamaan-persamaan diatas, dengan
merubah :
 Tekanan saturasi, Pb menjadi tekanan reservoir, Pr
 Harga laju produksi pada tekanan saturasi, qb  0
Penyelesaian selanjutnya sama seperti uraian diatas.

2.5.2.2.3.2. Persamaan Pudjo Sukarno


Persamaan ini dikembangkan dengan menggunakan simulator, yang juga
digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas – minyak. Anggapan yang
dilakukan pada waktu pengembangan persamaan ini adalah :
a. Faktor skin sama dengan nol
b. Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama,
secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan parameter
water cut, yaitu perbandingan laju produksi air dengan laju produksi cairan total.
Parameter ini menunjukkan parameter tambahan dalam persamaan kurva IPR yang
akan dikembangkan. Selain itu hasil simulator menunjukkan bahwa pada suatu harga
tekanan reservoir tertentu, harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan
alir dasar sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga
water cut. Dengan demikian perubahan water cut sebagai fungsi dari tekanan alir
dasar sumur, perlu ditentukan pula.
Dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur,
dengan menggunakan analisa regresi yang terbaik menggunakan persamaan :
2
qo  Pwf  P 
 Ao  A1    A2  wf  ………………….....………………(2-180)
qt ,max  Pr   Pr 

Keterangan :
An, (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan yang harganya berbeda untuk
water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut
ditentukan pula dengan analisa regresi dan diperoleh persamaan berikut :
An  C 0  C1 (WC )  C 2 (WC ) 2 …………………………………......…..(2-181)

Keterangan :
C n , (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan pada Tabel
II-1
Tabel II - 15
Konstanta Cn Untuk Masing-masing An

An C0 C1 C2
A1 0.980321 - 0.115661 0.179050 x
x 10 1 10 4
A2 - 0.414360 0.392799 x 0.237075 x
10 2 10 5
A3 - 0.564870 0.762080 x - 0.202079
10 2 x 10 4

Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat
dinyatakan sebagai Pwf/Pr terhadap WC/(WC @ Pwf = Pr) dimana (WC @ Pwf = Pr)
telah ditentukan dengan analisis regresi yang menghasilkan persamaan berikut :
WC
 P1 xExp P2 Pwf / Pr  ………….....…………………..(2-
WC @ Pwf  Pr

182)
Dimana : P 1 dan P 2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis
regresi menghasilkan persamaan berikut :
P1  1.606207  0.130447x ln(WC ) ……………………......…………...(2-

183)
P2  0.517792  0.110604 x ln(WC ) ……………………....………….(2-

184)
Dimana water cut dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.
Gambar 2.52.
Grafik Kurva IPR Tiga Fasa Metode Petrobras 9)

Anda mungkin juga menyukai