Toxoplasmosis Serebri
Toxoplasmosis Serebri
PENDAHULUAN
Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik
tersering pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 30%-50%, sedangkan
ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik
dengan tomografi komputer (CT Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI). Diagnosis
pasti ditegakkan berdasarkan baku emasnya dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsy
dan ditemukannya takizoit dan bradizoit. Lesi toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan
dengan lesi lainnya, meskipun demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal
tunggal atau multipel yang menyangat bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi
tersering pada basal ganglia 75%, thalamus, periventrikular dan corticomedullary junction
Di seluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16
juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia <15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun
2013 sebesar 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak berusia <15 tahun.
Di Indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali pada tahun 1987. Hingga
saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/ kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Jumlah kumulatif penderita HIV dari tahun 1987 sampai September 2014 sebanyak 150.296
Lebih dari 50 % penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi kelainan
neurologis.3 Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV
adalah ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis criptococcal, CMV ensefalitis dan
Infeksi oportunistik SSP yang paling sering pada penderita HIV adalah ensefalitis
TINJAUAN PUSTAKA
I. TOKSOPLASMOSIS
A. Definisi
oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar
B. Klasifikasi
seperti bulan sabit yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang
lainnya tumpul. Ukuran parasit micron 4-6 mikron, dengan inti terletak di
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap masih hidup. Kista
jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi
pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi
terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau
C. Etiologi Toxoplasmosis.
Toxoplasmosis sendiri ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada
sel endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk
bulat atau oval, jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan
dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada jaringan hati, limpa,
sumsum tulang, otak, ginjal, urat daging, jantung dan urat daging licin lainnya.
Ookista.
jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis
bradizoit
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah
ribuan berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling
banyak terdapat dalam otot rangka, otot jantung dan susunan syaraf
pusat.
Bentuk yang ketiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um.
Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan
eksresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh
kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista maka terbentuk
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang matang yang
mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor lalat, kecoa, tikus, dan
melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke janin terjadi intrautero melalui
placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi juga terjadi di laboratorium, pada
peneliti yang bekerja dengan menggunakan hewan percobaan yang terinfeksi dengan
toxoplasmosis atau melalui jarum suntik dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi
Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk terkena infeksi
toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung ookista dan yang dimasak
kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui hewan peliharaan. Hal ini terbutki
bahwa di negara Eropa yang banyak memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging
mentah mempunyai frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari
tiga tahap yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta
memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata
terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling
besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap
ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan
Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya
memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila
menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit
supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang, dapat terjadi sakit
kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis, miokarditis, ensefalitis, delirium
Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan dapat mencapai
berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata, paru-paru, hati,
patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu gejala-gejala
Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan bisa fatal
oleh karena parasit tersebar di berbagai organ-organ terutama pada susunan sistem saraf.
Kelainan yang terjadi sangat jelas terlihat dan yang patognomonik dan indikatif adalah
Kalsifikasi serebral dan korioretinitis merupakan gejala yang paling penting untuk
Pada toksoplasmosis didapat, berbagai kelainan organ dan jaringan dapat terjadi
kalsifikasi serebral dan korioretinitis, kelainan limfatik berupa limfadenitis disertai dengan
demam, kelainan pada kulit yang berupa ruam kulit makulopapuler yang mirip ruam kulit
pada demam tifus, kelainan pada paru-paru yang berupa pneumonia interstisial, pada
jantung terjadi miokarditis dan terjadi pula pembesaran hati dan limpa. Kelainan-kelainan
pada jaringan serebrospinal umumnya menyerang bayi dan anak-anak sedangkan kelainan
G.Diagnosis
• Diagnosis Klinik
ventikulogram dan korioretinitis ditemukan pada pemeriksaan mata. Apalagi jika didapatkan
• Diagnosis Spesifik
menemukan Toxoplasma gondii yang berasal dari hasil biopsy atau pengambilan cairan dari
organ dan jaringan penderita. Inokulasi hewan-hewan percobaan (tikus, mamot atau
hamster) dengan hasil biopsi organ dan jaringan dapat meningkatkan hasil pemeriksaan.
H.Pencegahan Toxoplasmosis
Tindakan yang perlu dilakukan dalam mencegah penyakit toxoplasmosis adalah sebagai
berikut :
1. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi atau yang sudah
dimasak pada suhu 150°F (66°C), sedangkan pada daging yang dibekukan mengurangi
2. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunyai antibodi terhadap toxoplasma gondi,
dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak membersihkan tempat sampah.
Pakailah sarung tangan karet dan cucilah tangan selalu setelah bekerja dan sebelum makan.
3. Apabila memelihara kucing, maka sebaiknya kucing diberikan makanan kering, makanan
kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik dan jangan biarkan memburu
makanan sendiri.
4. Cucilah tangan baik-baik sebelum makan dan sesudah menjamah daging mentah atau
5. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran ditempat bermain
anak-anak.
I.Pengobatan Toxoplasmosis
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pirimetamin dengan
sulfonamid. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus p-amino
Dosis yang dianjurkan untuk pirimetamin ialah 50 - 75 mg/ kg per hari dibagi 2-3
dosis selama 3 hari pertama lalu dikurangi menjadi 25 mg/kg per hari. Dosis
sulfonamid 50 -100 mg/ kg per hari. Lama pengobatan 3 minggu sampai dengan 1
bulan.
folat dan yeast selama pengobatan dengan dosis asam folinik 2-4 mg/ hari.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek
spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali
pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester
pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu
kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai sembuh.
Jika terbukti infeksi Toxoplasma gondii pada janin maka regimen diganti ke
sulfadiazin 4 gram per hari dan pirimetamin 25 mg per hari serta asam folat 15 mg
per hari, dilanjutkan sampai masa persalinan. Jika bayi yang baru lahir terinfeksi
toxoplasma gondii maka diberikan sulfadiazin 50mg/ kg per hari dibagi 2 dosis dan
pirimetamin 1 mg/ kg per hari dan asam folat 5 mg/ kg perhari, pengobatan selama
200 mg dosis lanjutan 50-70 mg per hari dan sulfadiazin 4-6 gram per hari dibagi 4
A. Ensefalitis toksoplasma
Disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10% pasien AIDS
yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa
oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar
oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit
masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana tetapi sistem kekebalan pada
orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit.
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak menanggapi
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang
meningkat, masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan
B. Etiologi
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung
dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan
kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam
sistem kekebalan, ia menetap di sana tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat
dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada
manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba yang mentah yang
mengandung oocyst (bentuk infektif dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang
terkontaminasi ataukontak langsung dengan feses kucing. Selain itu dapat terjadi
transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut
imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. Yang akan
dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing
merupakan pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada
pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau
oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau
ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah
bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat
bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak,
myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat
dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai –20oC atau oleh iradiasi
gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing
yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue cyst.
Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi
infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini tergantung
dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba
yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu
timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak. Tissue cyst menjadi ruptur
dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini akan menghancurkan sel
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 <
Oportunistik infeksi yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL
adalah pneumocystis carinii, CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii, dan CD4
D. Patofisiologi
kekebalan tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T CD4, yang
mempunyai reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4
adalah : sel monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim,
dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus
meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem
kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat
menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti
toxoplasmosis sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan
produksi IL-2, IL-12, dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel
dari pasien yang terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-
gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap
T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis
Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV
dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang
subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%),
nyeri kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi
didapatkan adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75 %
kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus,
demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus.5 Defisit neurologis yang
biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga terdapat
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
dengan CD4 < 200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat
tinggi.
E. Tanda dan gejala
Presentasi klinis pada pasien dapat berupa perubahan status mental (75%),
demam (10-72%), kejang (33%), sakit kepala (56%) dan temuan fokal neurologi
dismetria, hilang lapang pandang, dan afasia. Perubahan ini tidak hanya disebabkan
oleh invasi langsung parasit tetapi juga oleh efek sekunder dari invasi langsung yaitu
vaskulitis, edema, dan hemorrhage. Onset infeksi dapat dari proses yang tersembunyi
hemiplegia, defek lapang pandang, nyeri kepala lokal, dan kejang fokal.
Meskipun lesi bisa di bagian mana saja dari sistem saraf pusat, bagian yang
paling sering yaitu batang otak, ganglia basalis, kelenjar pituitari, dan
neurologis yaitu gangguan nervus kranialis, dismetria dan ataksia. Infeksi ganglia
F. Diagnosa
Toksoplasmosis serebri sering pada pasien dengan positif HIV/ AIDS dan
berdasarkan presentasi klinis, temuan radiologi, PCR, tes serologi dan juga respon
pada terapi. Diagnosis klinis dapat dibuat pada pasien dengan positif HIV dengan
hitungan CD4 < 100 sel/uL yang presentasi klinis fokal neurologis. Jika kasus
toksoplasmosis serebri, ada peningkatan klinis dan gambaran radiologi setelah 2-3
IgM. Deteksi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA),
mulai meningkat setelah 1-2 minggu dan mencapai puncak dalam 1-2 bulan
T.gondii. PCR untuk T.gondii dapat juga positif pada cairan bronkoalveolar
dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis yang
terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena kista jaringan dapat bertahan lama berada di otak
Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
Biopsi otak : adanya takizoit dan kista jaringan untuk diagnosis pasti
G. Diagnosis banding
tumor di sistem saraf pusat pada pasien AIDS. Diagnosis banding mencakup
H. Penatalaksanaan
pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-
hematopoiesis.
atovaquone 750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3
Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV
dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total
kurang dari 1200 sel/ ml. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.
Semua pasien HIV harus di tes konsentrasi antibodi IgG untuk toksoplasma
untuk mendeteksi infeksi laten. Semua pasien HIV harus dikonsul walaupun belum
terinfeksi toksoplasma. Hindari makan daging mentah atau setengah matang. Cuci
tangan setelah kontak langsung dengan daging mentah, berkebun atau kontak
langsung dengan tanah. Buah dan sayuran mentah harus dicuci baik sebelum
dimakan. Hindari membuang kotoran kucing. Peliharaan seperti kucing harus diberi
makan makanan kaleng atau makanan yang dimasak bukan daing mentah atau
setengah matang. 11
CASE REPORT
1. Identitas pasien
a. Nama :
b. Usia :
c. Jenis kelamin :
d. Alamat :
e. Pekerjaan :
f. Pendidikan :
2. Sacred seven:
a. Keluhan utama :
b. Onset :
c. Kualitas/ kuantitas :
d. Kronologis :
e. Memperberat :
f. Memperingan :
g. Keluhan tambahan :
6. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis
i. Kesadaran umum
ii. Kesadaran
iii. GCS
b. Tanda vital
i. Tekanan darah
ii. Nadi
iii. Suhu
iv. Pernapasan
c. Status neurologis
i. Rangsang meningeal
1. Kaku kuduk
2. Brudzinski I
3. Brudzinski II
4. Kernig
5. Laseque
1. Penciuman
1. Visus
2. Lapang pandang
3. Buta warna
4. Funduskopi
iv. Nervus III, IV, VI okulomotorius, troklearis, abdusen
3. Ptosis
4. Strabismus
5. Eksoptalmus
6. Enoptalmus
7. Deviasi konjugae
8. Pupil
12. Diplopia
v. Nervus V trigeminus
2. Gerak rahang
3. Menggigit
4. Raba
5. Nyeri
6. Suhu
7. Refleks kornea
8. Refleks maseter
1. Sikap wajah
2. Angkat alis
3. Kerut dahi
4. Kembung pipi
5. Lagoftalmus
6. Menyeringai
8. Chovstek
1. Vertigo
2. Nistagmus
3. Tes berbisik
5. Rinne
6. Weber
7. Schwabach
1. Arcus faring
2. Uvula
3. Palatum mole
4. Disartria
5. Disfagi
6. Disfoni
1. Angkat bahu
2. Menoleh
1. Sikap lidah
2. Julur lidah
3. Atrofi
4. Tremor
5. Fasikulasi
xi. Motorik
1. DKO
2. Trofi
3. Tonus
xii. Sensibilitas
1. Sikap
2. Getar
3. Raba
4. Nyeri
1. Kognitif
2. Memori
4. Vegetatif
5. Visiospasial
xiv. Koordinasi
1. Duduk-berdiri
2. Romberg test
3. Romberg dipertajam
4. Jari-jari
5. Disdiadokokinesis
1. Biceps
2. Triceps
3. Brachioradialis
4. Brachioulnaris
5. KPR
6. APR
1. Hoffmann tromner
2. Babinski
3. Chaddock
4. Gordon
5. Gonda
6. Openheim
7. Mendel
8. Rosolimo
9. Schaefer
FOLLOW UP PASIEN
DAFTAR PUSTAKA
2. Aru W. Sudoyo, dkk. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
3. Patric Davey. Infeksi HIV dan AIDS. At a Glance Medicine. Jakarta: EMS. 2006
5. Gilroy J. Basic Neurology. Mc Graw-Hill. 3rd edition. New York. 2000 : 482-90.
2003:955-89
Januari 2003.
8. Howard L. Weiner, dkk. AIDS dan system saraf. Buku Saku Neurologi. Jakarta: EGC.
2001
http://www.hivandhepatitis.com/recent/2008/09c.html
10. Kasper Dennis L, hauser Stephen L, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine 19th
Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5048699/?report=reader#__ffn_sectitle
CASE REPORT
TOKSOPLASMOSIS SEREBRI
PENGUJI:
DISUSUN OLEH:
nama
NIM
PERIODE
FAKULTAS KEDOKTERAN
JAKARTA
2017