Anda di halaman 1dari 13

REFLEKSI KEMERDEKAAN INDONESIA TERHADAP

GENERASI MUDA
ERLINA YULIANTI

A. PENDAHULUAN

Tanggal 17 Agustus 1945 adalah sejarah yang


tidak akan pernah bisa dilupakan oleh bangsa
Indonesia,setelah melewati berbagai perjuangan dan
pengorbanan dengan bermandikan darah juga air
mata,dan untuk mencapai satu tujuan yaitu merdeka, 17
Agustus 1945 adalah hari diproklamasikannya
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia . Setelah
diproklamasikan sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat penuh atas tanah air Indonesia yang
berwilayah seluruh nusantara , kemudian pemerintah
Indonesia terus mengisi kemerdekaan dengan
pembangunan nasional untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan yaitu membangun warga negara Indonesia
mencapai suatu kesejahteraan yang adil, makmur dan
merata.

Membangun warga negara Indonesia menuju


kesejahteraan yang adil, makmur dan merata, ternyata
bukanlah hal yang mudah berbagai lika-liku dinamika
sosial politik juga konflik yang berkembang di dalam
negeri maupun di luar negeri yang memberikan
kontribusi positif maupun negatif dalam perjalanan
pembangunan bangsa. Sebagai sebuah negara yang
merdeka, Indonesia seringkali mengalami pengalaman
buruk, karena dihantam oleh gejolak sosial politik dan
ekonomi yang berakhir dengan jatuh bangunnya sistem
penyelenggaraan pemerintahan.

Akibatnya rezim berganti rezim menciptakan


ketidakstabilan kondisi sosial politik negara yang kita
kenal dengan adanya Orde Lama, Orde Baru dan Orde
Reformasi . Masing-masing memiliki cacatan sejarah
yang selalu dikenang oleh bangsa ini.

Kini kita berada pada usia ke – 73 tahun


Indonesia merdeka. Sebuah usia yang cukup matang.
Hiruk-pikuk dinamika perjalanan hidup berbangsa dan
bernegara selama 73 tahun ini , tentu semakin teruji
dalam menghadapi tantangan maupun hambatan yang
datang baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan
terberat dari usia ke-73 tahun kedepannya adalah
menghadapi tantangan arus globalisasi yang diikuti
dengan tuntutan keterbukaan dan demokratisasi serta
digitalisasi teknologi dan informasi yang semakin tak
terbatas ruang dan waktu seolah-olah dunia semakin
sempit. Dampak negatifnya mulai menjamur masuk
dalam sendi-sendi dan pilar-pilar benteng kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Akibat globalisasi itupun bangsa Indonesia
telah memasuki iklim keterbukaan dan demokratisasi
dalam penyelenggaraan sistem ketatanegaraan
Indonesia yang diawali dengan gerakan Reformasi
dalam tatanan kehidupan sosial, politik, ekonomi,
hukum dan Hak Asasi Manusia. Perubahan sistem
penyelenggaraan ketatanegaraan tersebut akhirnya
mempengaruhi pola pikir dan pola tindak rakyat yang
juga dapat meninggalkan nilai–nilai luhur
keindonesiaan sebagaimana termaktub dalam Pancasila
dan UUD 1945.

Sejak 73 tahun yang lalu, Indonesia diakui


sebagai sebuah negara yang paling moderat, paling
santun, dan paling toleran, tetapi kini citra Indonesia
menjadi negara yang paling intoleran, dan paling
radikalis. Penilaian citra buruk ini terjadi sebagai akibat
logis dari ketidasiapan menghadapi arus globalisasi
berhadapan dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa yang
selama ini dipahami oleh rakyat dipaksakan harus
beradaptasi dengan nilai – nilai baru sebagai dampak
globalisasi.

Selain itu dalam aspek sosial politik menunjukan


bahwa dampak keterbukaan dan demokratisasi
menuntut agar Indonesia harus membuka diri untuk
menata kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
tuntutan globalisasi. Indonesia sebagai negara
demokrasi terbesar, tentu dihadapi dampak positif dan
negatif. Dampak positif, kalau rakyatnya sudah dapat
berpartisipasi secara langsung dalam mekanisme
seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Dampak negatif, ketika iklim
keterbukaan dan demokrasi dimanfaatkan sebagai
peluang untuk ditumbuh suburkan bibit ideologi lain
selain ideologi Pancasila dan paham radikalisme yang
mengancam eksistensi negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hal ini tentu akan berakibat buruk bagi
Indonesia,terutama persatuan Indonesia, tentulah akan
mulai memudar, karena ideologi yang selain pancasila
dan paham radikalisme akan menjadikan masyarakat
Indonesia saling menjatuhkan satu sama lain yang akan
berakibat runtuhnya persatuan Indonesia.

Oleh karena itu pada momentum perayaan Hari


Kemerdekaan Indonesia dalam usia yang ke -73 ini,
perlu melakukan refleksi total. Sudah tepatkah posisi
pemerintahan saat ini dalam mengendalikan haluan
negara ini sesuai falsafah dan dasar negara Pancasila
dan UUD 1945 ?.

Hal ini penting dilakukan, karena tantangan


yang akan dihadapi kedepan jauh lebih berat. Tantangan
tersebut secara nyata sudah didepan mata. Seperti
Indonesia harus berpacu dengan tuntutan era MEA,
selain globalisasi dengan pengaruh negatif sebagai
pengikutnya.

Sementara di dalam negeri masih eksis paham


radikalis dan separatis. Mampukah pemerintah
menimalisir semua potensi tantangan tersebut menjadi
kondusif dan berubah menjadi potensi dan kekuatan
bangsa dalam membangun. Jika kita terlena dalam arus
yang berkembang saat ini, maka masa depan generasi
Indonesia akan menuju pada generasi yang tidak
percaya diri pada jati dirinya juga akan lahir generasi
yang tidak tahu apa-apa yang saling menjatuhkan satu
sama lain. Generasi yang ikut arus dan pada akhirnya
akan merusak citra bangsa sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat. Akhirnya DIRGAHAYU 73
TAHUN INDONESIA MERDEKA.

1. Rumusan Masalah

Makalah ini dimaksudkan untuk menjawab persoalan


berikut:

Bagaimana refleksi kemerdekaan Indonesia dalam


menjawab tantangan kebangsaan terhadap generasi
muda?
2. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tulisan


ini ditujukan untuk mengetahui dampak yang terjadi
setelah kemerdekaan Indonesia terhadap generasi muda.

B. PEMBAHASAN
1. Perjalanan kemerdekaan Indonesia
Mengutip perkataan Sutan Syahrir,
“Kemerdekaan nasional bukan pencapaian akhir, tapi
rakyat bebas berkarya adalah pencapaian puncaknya.”

Indonesia sudah merdeka lebih dari setengah abad


lamanya, perjalanan bangsa ini dari dulu sampai
sekarang telah mencicipi berbagai macam varian ide,
dari mulai orde lama, orde baru, dan pasca reformasi.
Tentu dengan kondisi sosial berbeda. Apalagi Indonesia
memiliki banyak ragam dan corak narasi mengenai
sejarah gagasan Indonesia.

2. Keadaan generasi Indonesia saat ini


Setelah pasca reformasi, pintu demokrasi terbuka lebar,
semua rakyat bebas untuk menyampaikan pendapat,
semua rakyat bebas berekspresi, dan semua rakyat
bebas bertindak. Sayangnya, kebebasan ini dimaknai
sebagai kebebasan tanpa batas. Kita bisa melihat
fenomena sosial sekarang, karakter kemerdekaan yang
tumbuh dari bangsa kita ditandai dengan terlahirnya
mental-mental amatir. Esensi kemerdekaan seakan-akan
hanya lepas dari penjajahan semata, bukan sebuah
aktivitas kreatif.

Sebagai contohnya; akhir-akhir ini Indonesia


dihebohkan dengan kasus radikalisme mulai dari bom di
Surabaya, Bali dan bom bom ditempat yang lain,
karena itu, radikalisme kini menjadi ancaman nyata bagi
generasi muda di tanah air, selain itu, perkelahian
remaja, seks bebas, dan narkoba menghiasi ruang
publik. Saya teringat kata bijak dari Bapak Ir. Soekarno,
“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah,
tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan
bangsamu sendiri.”

Kedewasaan bangsa kita dipertanyakan dengan


serentetan fenomena uniknya. Di Indonesia sekarang ini
susah sekali mendeteksi antara kebaikan dan keburukan,
antara kebenaran dan kesesatan, antara kejujuran dan
kebohongan. Semua menggunakan jubah kebaikan
tanpa ada yang mau disalahkan. dampaknya bisa kita
lihat sendiri sekarang, kericuhan dimana-mana,
kemakmuran mulai tidak merata dan keadilan mulai
menghilang itu kenyataanya.
Beberapa kali Indoesia dihebohkan dengan berita
dihukum penjara, dihukum mati,bahkan ada yang
sampai dihakimi secara sepihak, hanya karena
melakukan pencurian sandal, pencurian kayu, dituduh
menjadi dukun santet tanpa bukti, dan masih banyak
lagi, sedangkan pencurian uang rakyat yang nampak
begitu jelas dimata kita terkadang hukum tidak berlaku
sesuai. Tragis sekali, apakah ini yang dinamakan hukum
bagi bangsa/negara yang merdeka?

3. Hampir hilangnya moral anak bangsa


Selain hal-hal diatas, sorotan media, khususnya media
elektronik/televisi dan media sosial, dipenuhi dengan
sampah modernitas, tontonan tidak mencerdaskan juga
tidak mendidik dan berita-berita hoax yang merupakan
sumber perpecahan Indonesia dengan mudahnya disebar
luaskan, lalu bagaimana nasib pemuda generasi bangsa
ini nanti.contoh kecil yang sering saya jumpai yaitu
anak kecil yang masih berusia 2 sampai 3 tahun yang
bernyanyi lagu lagu dangdut koplo yang menurut saya
itu belum waktunya mereka mendengarkan, belum
waktunya mereka menyanyikan. Alam Indonesia serasa
sedang dibimbing menuju pada dekadensi moral.

Setiap hari generasi kita disuguhi dengan sesuatu yang


tidak berfaedah dari setiap tayangan ditelevisi, faktanya
generasi kita lebih suka bergoyang goyang ria dalam
alunan musik juga suara biduanita daripada ikut
berpartisipasi dalam berbagai perlombaan yang
menjadikan mereka siswa yang berprestasi? Dan inilah
faktanya. Perjuangan para pahlawan dulu kini mulai
dilupakan, jika mereka tahu generasi Indonesia saat ini
bukankah mereka akan menangis? Perjuangan mereka
dulu kini tak bernilai lagi, NKRI bukan harga mati lagi.

Itulah yang terjadi pada generasi muda bangsa


Indonesia. Inikah mental bangsa merdeka? Sungguh,
Indonesia tidak separah berita, Indonesia masih punya
nyawa dan jiwa. Kita tengok para atlet yang berjuang
untuk bangsa dalam ASEANGAMES, , kita tengok
para pegiat sosial, dan kita tengok semua aktifitas penuh
manfaat, semuanya masih bergerak dari bawah untuk
membangun bangsa ini—hanya saja mereka tidak
terpublikasi.

Bergerak kreatif

Bergerak kreatif adalah sebuah transfer of value


(transfer nilai), dan nilai-nilai dasar kemerdekaan jelas
termaktub dalam butir-butir Pancasila sebagai landasan
etika bangsa. Pengertian kreatif di sini tidak sebatas
memikirkan dan menghasilkan karya seni yang indah,
spektrumnya lebih dari sekedar sebuah karya. Tetapi,
mengaktulisasikan dimensi horizontal dan vertikal atau
spiritual dan sosial (Hablum minallah dan Hablum
Minannas).

Bergerak kreatif sebagai model pembangunan mental


sebuah bangsa harus terus disemarakan. Apalagi dengan
wajah Indonesia yang berdiri di atas pijakan
kenusantaraan, di mana tidak hanya satu budaya, tidak
hanya satu agama, melainkan berbagai macam suku,
bangsa, dan agama hadir dalam jagat Indonesia.Ukuran
“bergerak kreatif” yaitu ketika manusia Indonesia
beribadah nyaman sesuai dengan agamanya, ketika
kemanusiaan paham akan kebudayaan yang beradab,
ketika persatuan lahir atas dasar perbedaan, ketika
kebijaksanaan menjadi nyata dalam penerjemahan, dan
ketika keadilan merata sesuai porsinya.

Mungkin, kebanyakan orang berpendapat—


pembangunan sosial ini terlalu utopis untuk dicapai oleh
suatu bangsa atau kelompok. Tapi apakah demikian?
Menurut saya tidak melulu begitu. Konsep tersebut
sebenarnya merupakan kendaran manusia dalam
menerjemahkan eksistensinya dan konsep tersebut juga
sudah meruang dan mewaktu mengelilingi poros
kehidupan kita—sesuatu hal yang sudah ada pasti bisa
diaplikasikan dalam praksisnya.
Refleksi kemerdekaan Indonesia sekarang ini
seharusnya ditandai dengan perubahan yang signifikan.
Jangan sampai Indonesia mencetak ulang generasi gagal
produk, seperti; koruptor, bandar politik, Ustadz-ustadz
karbitan, dan sebagainya. Mata rantai itu harus kita
putus, agar kita mampu mewariskan suplemen
berkualitas pada generasi selanjutnya. Merdeka!!!

Penulis adalah Dewan Pengasuh Pondok Pesantren


Darussa’adah Kebumen, Jawa Tengah.

Mulai Runtuhnya Persatuan Indonesia


Indonesia memiliki semboyan bhineka tunggal ika yang
berarti berbeda tetapi tetap satu, namun semakin
bertambahnya usia Indonesia merdeka semboyan itu
seakan sudah mulai runtuh dan pudar.
Berapa banyak dari kita yang sudah enggan menolong
sesama, berapa banyak dari kita yang telah melupakan
perjuangan para pahlawan demi bangsa ini? Betapa
mudahnya kita sebagai bangsa Indonesia yang konon
bangsa yang kesatuan dipecah belah dengan beragam
berita hoax di berbagai media social ?
Indonesia negeri yang terkenal dengan berbagai
kebudayaannya, terkenal dengan berbagai
suku,adat,bahasa,ras,agama,bahkan alamnya yang kaya
dan indah? Bukankah kita sejatinya adalah bangsa yang
besar? Namun kini betapa mudahnya kita dipecah
belah? Pancasila mulai diigkari, nkri bukan harga mati
lagi, gotong royong sudah tak dikenali,perbedaan yang
seharusnya menjadi sumber kekayaan yang saling
menyempurnakan kini menjadi senjata manusia asing
untuk menghancurkan.

C. SIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan
1. Refleksi kemerdekaan Indonesia sekarang ini
seharusnya ditandai dengan perubahan yang
signifikan
2. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar,
tentu dihadapi dampak positif dan negatif.
Dampak positif, kalau rakyatnya sudah dapat
berpartisipasi secara langsung dalam mekanisme
seluruh penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan. Dampak negatif, ketika iklim
keterbukaan dan demokrasi dimanfaatkan
sebagai peluang untuk ditumbuh suburkan bibit
ideologi lain selain ideologi Pancasila dan
paham radikalisme yang mengancam eksistensi
negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
sudah tentu akan ada implikasi buruk yaitu
berpotensi ancaman disintegrasi nasional juga
perpecahan NKRI itu sendiri.
D. DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial: Reformasi atau
Revolusi?, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999, hlm
54

E. DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Erlina Yulianti


Tempat,tanggal lahir : Gunungkidul, 15 April 2001
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Saudara : anak ke 3 dari 4 bersaudara
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : RT/RW 17/05 Karangwuni,
Karangwuni, Rongkop, Gunungkidul

No telephon : 085226087445

Anda mungkin juga menyukai