Anda di halaman 1dari 4

Perasaan Terhalang Status

Tahun ini adalah tahun pertama diperkuliahan, waktu yang tepat bagi diriku untuk

merubah kebiasaan lamaku yang buruk. Aku harus menunjukkan kedewasaanku pada kedua

orang tuaku agar mereka percaya bahwa aku bisa hidup mandiri jauh dari mereka. Kedua orang

tuaku termasuk tipe orang tua yang sangat protektif pada anaknya. Sejak kecil aku tidak pernah

diizinkan untuk meninggalkan rumah lebih dari 1 hari tanpa orang tuaku, hidupku terasa

seakan-akan terisolasi dari dunia luar. Masa remajaku sangat berbeda dengan remaja pada

umumnya, aku tidak pernah pacaran, malam mingguan selain bersama keluarga, dan bahkan

aku tidak pernah sekalipun menginap di rumah temanku. Aku yakin hal tersebutlah yang

menyebabkan diriku menjadi pribadi introvert dan sulit untuk bersosialisasi. Hal terberat bagi

orang tuaku sekarang adalah untuk melepaskan aku hidup sendiri jauh dari mereka karena

kebetulan aku melanjutkan berkuliah di universitas yang berlokasi di Bandung sehingga

mengharuskanku mencari tempat tinggal yang lokasinya juga berada dekat dengan kampus.

Hampir setiap hari mereka membicarakan masalah dimana sebaiknya aku tinggal selama

berkuliah hingga sampailah pada suatu waktu dimana mereka berdua berkata setuju untuk

melepasku hidup mandiri selama berkuliah.

Tringgg..tringgg...(suara hp). Sesuai dugaan, bunda dan ayah selalu menelponku,

bahkan sudah terjadwal tiga kali sehari untuk memastikan bahwa aku sudah makan dan baik-

baik saja. “Halo, bunda” jawabku. “Halo, lagi ngapain? udah makan siang, jangan lupa istirahat

ya, ntar sakit lho” balasnya seperti biasanya. “Udah,makan. Iyaa bunda, tenang. Ngga usah

khawatir untuk itu” jelasku. “Oke deh. Oh iya, sa. Bunda titip salam ya sama mama papanya

Andre” balasnya lagi. Andre adalah anak dari sahabat karib bunda, dulunya Andre dan aku

adalah tetangga namun pada kelas 2 SMP dia harus pindah ke Bandung karena ayahnya

dipindah tugaskan kesana. Sejak saat itu aku tak pernah lagi berhubungan dengannya. “Iya,

bunda ntar Sesa sampein” jawabku agar Bunda yakin kalau aku bisa bergaul dengan baik

disini. Kedua orang tuaku memberiku izin bukan tanpa alasan, tetapi karena mereka sudah
mempercayakan aku kepada sahabat mereka yang tinggal di sini. Tokk. Tokk... “Siapa sih yang

tiba-tiba ke sini, ketemu tetangga aja belum pernah” pikirku penasaran. Saat membuka pintu

tampak sesosok pria muda dengan wajah tak asing berdiri tepat di hadapanku, aku

menyerngitkan dahi sambil mencoba mengingat-ingat wajah ini. “Hai, maaf ganggu, ini ada

titipan dari mamaku” jelasnya sambil memberikan sepiring cupcake yang lezat. “Wuah..makasih

ya bilang mama kamu, tapi sebelumnya kok mama kamu tiba-tiba ngasi aku ini, aku kan baru di

sini, kenal aku darimana?” tanyaku bingung. “Kamu Sesa kan? Tesya Khairunnisa Putri?”

jelasnya lagi. Setelah mendengar dia menyebutkan nama lengkapku, baru kusadari kalau dia

adalah Andre, teman kecilku. “Bentar bentar, ini Andre ya?” tanyaku balik. “Iya, sa. Aku kira tadi

aku salah orang” balasnya. “Bisa aja ndre, masa kamu lupa sama aku, sampe ngirain salah

orang” balasku tak terima. “Bukan gitu, aku kira kan ada orang yang mirip kamu, kamu sendiri

tuh yang lupa, dasar” timpalnya. “Hehe..maaf deh, soalnya kamu berubah banget” balasku.

“Makin ganteng kan?” timpanya sambil menyombongkan diri. “Hmm..” belum selesai ku berpikir

tiba-tiba dia menarikku untuk ikut ke rumahnya. “Sa, yuk main ke rumah, disuruh mama tuh”

ajaknya. “Eh..sorry, ndre. Next time ya, soalnya lagi beres-beres. Oh iya, titip salamya buat

orang tuamu dari mamaku” tolakku halus. “Oh gitu ya, oke deh kalau gitu aku pamit dulu”

balasnya. “Iya, makasih banyak ya, cupcakenya!” teriakku seraya melihatnya pergi. Dulunya

kami sangat akrab, Andre sudah ku anggap seperti abangku sendiri. Orang tuaku hanya

percaya pada Andre untuk menjadi temanku, mereka bilang sih karena udah tau seluk beluk

Andre. Tiba-tiba aku teringat kalau orang tuaku pernah bilang kalau mereka menitipkan aku

dengan sahabat mereka dan baru kusadari ternyata itu adalah keluarganya Andre.

Hari ini adalah hari pertama kuliah, aku sudah mempersiapkan segalanya dari

semalam dan pagi ini aku sangat tidak sabar untuk memulai hidupku menjadi seorang

mahasiswa. Saat aku keluar, tak sengaja aku menoleh ke rumah sebelah dan tampak Andre

juga bersiap untuk berangkat ke kampus dengan motornya. Saat aku menoleh ternyata

pandanganku berpas pasan dengan mamanya Andre. “Eh, Sesa mau berangkat juga?

Barengan aja sama Andre” teriak mamanya. “Waduh, ngga enak nih, seharusnya aku ngga
usah noleh aja tadi” kataku dalam hati. Andre dan aku sudah lama tidak bertemu, rasa

canggung pun muncul setiap aku bertemu dia lagi. “Ngga apa tante, Sesa nanti naik ojek”

tolakku sambil memandang Andre yang juga tampak terkejut mendengar kata-kata mamanya.

“Andre, pokoknya kamu harus berangkat bareng Sesa, kalian kan juga satu kampus” pinta

mama Andre. “Iya ma,iya” jawab Andre menurut. Akhirnya, Andre pun ke rumahku sambil

membawa motornya. “Yuk Sa!” panggilnya. “Ngga apa-apa ndre, aku naik ojek aja” tolakku lagi.

“Udah barengan aja, mending ongkos ojeknya kamu hemat” bujuk Andre. Benar juga sih pikirku,

tanpa mama papa, aku harus pintar-pintar menggunakan uang. Akhirnya aku pun ikut untuk

berangkat bersama Andre. “Hati-hati sayang!” teriak mama Andre melambai. Di perjalanan aku

dan Andre tidak ada berbicara apa pun. Hal itu membuat suasana semakin canggung dan

perjalanan ke kampus pun jadi terasa jauh. “Sa, kamu kuliah di jurusan apa?” tanya Andre

seketika. “Kedokteran, kamu?” tanyaku lagi. “Serius, kalau gitu kita satu jurusan dong!” balas

Andre tak percaya. “Yang benar? Wah, kebetulan banget” timpalku. Setelah mengetahui hal

tersebut, Andre dan aku selalu barengan selama di kampus karena aku merupakan orang yang

tidak mudah bersosialisasi dengan orang baru dan Andre juga belum memiliki teman disana.

Satu harian ini aku menghabiskan waktuku bersama dengan teman kecilku, rasanya seperti

mimpi untuk bisa bertemu dengannya lagi. Kami mulai akrab kembali dan aku juga mulai akrab

kembali dengan keluarganya. Orang tua Andre sangat peduli padaku, mereka sudah seperti

pengganti bunda dan ayah disini. Sejak hari pertama, aku selalu berangkat kuliah bersama

Andre dan semua teman Andre di kampus juga adalah temanku. Sampai pada suatu saat,

ketika kami sedang makan di kantin, tiba-tiba seorang cowok menghampiri kami. “Hai, boleh

ikutan gabung” tanyanya sopan. “Oh silahkan” balas Andre. “Kalian maba ya? Kenalin aku Irga,

aku semester 3” sapanya. “Iya, bang, saya Sesa dan ini Andre” balasku menjelaskan. “Aku

ngga mengganggu kalian kan?” tanyanya memastikan. “Ngga kok bang, kami juga lagi makan

aja” jelas Andre. “Oh, gitu baguslah, soalnya tadi kursi kosong cuma ada disini” jelas bang Irga.

“Em..kalau kalian ada yang ngebingungin sesuatu tanya aja ke aku, ntar aku jelasin” jelas bang

Irga lagi. Bang Irga adalah teman baru kami, sekarang tidak hanya aku dan Andre tapi bang
Irga juga sering ikut hangout bersama kami. Bang Irga juga sering menghabiskan waktu ke

rumah Andre karena karakternya yang mudah akrab dengan siapapun, bang Iga mudah sekali

akrab dengan orang tua Andre. Sejak saat itu, aku dan bang Irga juga mulai sering berbalas

pesan di sosial media begitu juga dengan Andre.

“Gaes, kalian nanti pasti ikut kan malam keakraban?” tanya bang Irga tiba-tiba. “Hm..”

gumamku bingung karena aku tidak biasa datang ke acara seperti itu dan lebih memilih

menghabiskan waktu di kamar. “Kamu ikut ngga sa? Wajib loh, buat semua maba” tanya bang

Irga. “Iya,ya bang. Yang saya tau katanya itu malam penyambutan kami maba sebagai keluarga

besar” terang Andre. “Iya, bener. Makanya kalian semua diharuskan datang, nanti di sana juga

ada senior-senior kalian dari angkatan-angkatan yang udah co-ass dan internship. Sayang

banget kalau ngga datang” jelas bang Irga. “Sebenarnya aku ada planning, malam itu”

terangku. “Haa, kok kamu planning ngga ngajak-ngajak” balas Andre tidak terima. “Iya, planning

buat tidur awal soalnya akhir-akhir ini waktu tidurku tersita dengan tugas” jelasku lagi.

“Heee..dasar ni anak, tidur mulu yang dipikirin” balas bang Irga. “Iyalah pasti, penting” sahutku

lagi. “Ngga ada, ngga ada, pokoknya besok malam aku bakal jemput kamu, kalau kamu ngga

mau bakal ku paksa!” terang Andre kesal. “Ndre, kalau kamu mau pergi, pergi aja lah, ga usah

ngajak-ngajak” balasku menolak. “Ngga, pokoknya besok malam, kamu wajib pergi!” paksanya

lagi. “Setuju ndre, kita ngga boleh ngebiarin mahasiswa seperti ini merajalela. Hahha” sahut

bang Irga yang ikut memojokkanku. “Idih, jahat banget kalian. Apa salahku?” balasku. “Banyak

banget asal kamu tau, sampai ngga bisa dijabarin satu per satu” balas Irga. “Ih, rese banget sih,

tau ah!” kesalku dan pergi meninggalkan mereka berdua.

Anda mungkin juga menyukai