Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS)

A. PENGERTIAN

Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu yang berlangsung lama (Grace & Borlay,
2011) yangditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadappartikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai P P OK adalah kondisi ireversibel
yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu kelompok penyakit tidak
menular yang menjadi masalah di bidang kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia.PPOK
adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran napas dan paru yang ditandai oleh adanya
hambatan aliran udara yang bersifat persisten dan progresif sebagai respon terhadap partikel
atau gas berbahaya. Karakteristik hambatan aliran udara PPOK biasanya disebabkan

oleh obstruksi saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema)
yang bervariasi antara setiap individu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011). Pada
umumnya penyakit ini dapat dicegah dan diobati (Suyanto, et al. 2015).

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson,(2014) :

a. Asma
b. Bronkotos kronic
c. Emfisema

C. ETIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Mansjoer
(2008) dan Ovedoff (2006) adalah :

1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asapdangas-gas kimiawi.


2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-
paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang dengan
kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini
dapat terkena empisema padausia yang relatif muda, walaupun tidak merokok.

D. PATOFISIOLOGI

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem escalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkandari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi

sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan.(Jackson, 2014).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.

Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak strukturstruktur penunjang di


paru.Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang.Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps. (Grece &Borley, 2011).

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer(2008) pasien dengan penyakit

paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK
yaitu : malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan
batukbatuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek sedang
yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Grece & Borley (2011),
Jackson (2014) dan Padila (2012):

a. Gagal napas akut atau Acute Respiratory Failure (ARF).


b. Corpulmonal
c. Pneumothoraks.

G. DERAJAT PPOK

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung Disiase
(GOLD) 2011.

1. Derajat I (PPOK Ringan) :


Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.Pada derajat ini
pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang) :
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan
produksi sputum.Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat) :
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan eksasernasi
semakin sering dan berdampakpada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat) :
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika
eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.

H. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis

penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.


b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia pasien
dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1
sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat simtomatik yang
signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas. (Davey,
2002).

2. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:

a. Mempertahankan patensi jalan nafas


b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan
(Doenges, 2000).
I. PATWAYS KEPERAWATAN

J. PENGKAJIAN FOKUS

1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh adanya
sesak nafas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari
rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis atau
penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang pernah
mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang ada di dalam
keluarga.
6. Pola fungi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :
a. Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
b. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami
keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya
dispnea yang dialami.
c. Pola istirahat dan tidur
Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunyaadalah
gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi
fowler.Sedangkan pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena
untuk mengurangi adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.
d. Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada
pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang
berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
e. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK.
f. Pola hubungan dengan orang lain
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akanmempengaruhi
hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
h. Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah
akanmengalami perubahan.
i. Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang
intensif.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yangbaru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akanmengganggu
kebiasaan ibadahnya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi
ronchi, atau bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa
didapatkan komplikasi yaitu adanya pneumonia.
2) kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama,
kulit pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya
bradikardi, kadang terjadi anemia, nyeri dada.
3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke
apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya
kelemahan anggota badan dan terganggunya aktivitas.
4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan
eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
5) pencernaan
o Inspeksi :kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi
abdomen dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
o Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
o Perkusi :kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya
kembung.
o Palpasi :adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi
adanya infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada
abdomen.
6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya
sianosis. Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

K. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme, peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi/kelemahan
(Doenges, 2000).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas.
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan
nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret
Intervensi:
a. Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi,
krekles, ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas
adventisius, misalnya penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya
bunyi nafas (asma berat).
2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi
akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada
tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di
rumah sakit, misalnya infeksi, reaksi alergi.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan
distress berat dan mencari posisi yang paling mudah untuk
bernafas.Sokongan tangan/kaki dengan meja, bantal, dan lain-lain
membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi
dada.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan
bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger
episode akut.
6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi
danmengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
7) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk
tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.
8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung. Memberikan air hangat.Anjurkan masukan cairan, sebagai
pengganti makanan.Rasional: Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
b. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai indikasi
a) Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin (Adrenalin,
Vaponefrin), albuterol (Proventil, Ventolin), terbutalin
(Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol, Bronkometer).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti
lokal, menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi
mukosa. Obat-obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi.
b) Xantin, misalnya aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin
(Bronkodyl, Theo-Dur).
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos
dengan peningkatan langsung siklus AMP. Dapat juga
menurunkan kelemahan otot/kegagalan pernafasan dengan
meningkatkan kontraktilitas diafragma.Meskipun teofilin telah
dipilih untuk terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau
tidak menguntungkan pada program obat β-agonis
adekuat.Namun, ini dapat mempertahankan bronkodilatasi
sesuai penurunan efek dosisantar β-agonis.Penelitian saat ini
menunjukkan teofilin menggunakan korelasi dengan penurunan
frekuensi perawatan di rumah sakit.
c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema
dengan menghambat efek histamin dan mediator lain.
d) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon
(Medrol),deksametason (Decadral), antihistamin misalnya
beklometason (Vanceril, Beclonent), triamsinolon (Azmacort)
Rasional: Kortikostiroid digunakan untuk mencegah reaksi
alergi/menghambat pengeluaran histamin, menurunkan berat
dan frekuensi spasme jalan nafas, inflamasi pernafasan, dan
dispnea.
e) Antimikrobial
Rasional: Banyak antimikrobial dapat diindikasikan untuk
mengontrol infeksi pernafasan/pneumonia.
o Analgesik, penekan batuk/antitusif misalnya kodein,
produk dextrometorfan (Benylin DM, Comtrex,
Novahistine) Rasional: Batuk menetap yang melelahkan
perlu ditekan untuk menghemat energi dan
memungkinkan pasien untuk istirahat.
o Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer
ultranik, humidifier aerosol ruangan.
Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan secret
mempermudah pengeluaran dan dapat
membantumenurunkan/mencegah pembentukan mukosa
tebal pada bronkus.
o Bantu pengobatan pernafasan, misalnya IPPB,
fisioterapi dada
Rasional: Drainase postural dan perkusi bagian penting
untuk membuang banyaknya sekresi/kental dan
memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
o Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada
Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan
kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan alveoli
(Doenges, 2000)
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan.
Kriteria hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalamtingkat
kemampuan/situasi.
Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau
kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan
Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya
sekret.Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
6) Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau
udara terjebak.
7) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan
Rasional: Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA
memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkandisfungsi serebral yang
berhubungan dengan hipoksemia.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
kalem.Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama
fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu
Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien secara total
tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program
pengobatan.Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan
dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa
sehat.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
b. Kolaborasi
1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara
umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih
besar.
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan
hati-hati
Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena
dapat terjadi gagal nafas.
4) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI
sesuai intruksi untuk pasien
Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan
upaya tindakan penyelamatan hidup

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah (Doenges,
2000)
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Kriteria hasil: Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evalusi berat badan dan ukuran tubuhRasional: Pasien distres pernafasan akut
sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum, dan obat.Selain itu, banyak
pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun kegagalan
pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan
kalori.Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan beberapa derajat
malnutrisi.Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan
kurang.
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas,
dan hipoksemia.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tissue
Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama
terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan
peningkatan kesulitan nafas.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonatRasional: Dapat
menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan
gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin
Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasmebatuk.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan
berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

b. Kolaborasi

1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang


mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang,
nutrisi parenteral.
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya
minimal pasien/penggunaan energi.
2) Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin, profil
asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan
fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral/elektrolit sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasiRasional:
Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan meningkatkan
masukan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Doenges, 2000)
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi :

a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas


Rasional : mengetahui tingkat kemampuan pasien beraktivitas.
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional :mengurangi rasa sesak.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
Rasional :istirahat mengurangi rasa sesak.
d. Bantu pasien memilih aktivitas
Rasional : mengurangi rasa sesak.
e. Bantu aktivitas diri yang diperlukan
Rasional :mengurangi rasa sesak.
5. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplay oksigen dalam jaringan
kurang ditandai dengan sianosis , konjungtiva anemis.
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali dan batuk berkurang
Intervensi
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian okigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

Anda mungkin juga menyukai