Anda di halaman 1dari 38

STATUS HEMATOLOGIS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA

SKRIPSI

Oleh :

MUH. YUSUF MALLE


I 111 06 014

JURUSAN PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

i
STATUS HEMATOLOGIS SAPI BALI JANTAN DAN BETINA

SKRIPSI

Oleh :

MUH. YUSUF MALLE


I 111 06 014

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin

JURUSAN PRODUKSI TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Muh. Yusuf Malle

NIM : I111 06 014

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa ;

a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam Bab

Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan

dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyatan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Makassar, Oktober 2011

Ttd

MUH. YUSUF MALLE

iii
Judul Skripsi : Status Hematologis Sapi Bali Jantan dan Betina

Nama : Muh. Yusuf Malle

NIM : I 111 06 014

Program Studi : Produksi Ternak

Jurusan : Produksi Ternak

Skripsi ini Telah Diperiksa dan Disetujui oleh

Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA, DES
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Jurusan Produksi Ternak

Tanggal Lulus : Oktober 2011

iv
ABSTRAK

Muh Yusuf Malle (I11106014). Keadaan Status Hematologi Sapi Bali


Jantan dan Betina. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc
selaku Pembimbing Utama dan Prof. Dr. Ir. Herry Sonjaya, DEA, DES selaku
Pembimbingan Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status hematologis sapi Bali


jantan dan betina. Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin, Makassar. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi
Bali jantan dan betina masing-masing sebanyak tujuh ekor serta larutan HCl 0,1
N, larutan hayem, larutan turk, antikoagulan. Parameter yang diukur dalam
penelitian ini adalah nilai hematokrit, kadar hemoglobin (Hb), sel darah merah
dan sel darah putih. Data yang diperoleh pada penelitian ini diuji dengan Uji T-
Student yakni untuk mengetahui perbedaan keadaan status hematologis ternak
sapi bali jantan dan betina. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sel darah
merah jantan dan betina masing-masing 3958,57 dan 4068,5, dengan nilai
hematokrit masing-masing 26,29 dan 41,14 pada ternak jantan dan betina. Kadar
Hemoglobin sapi jantan dan betina masing-masing 87,14 dan 84,29, sedangkan
jumlah sel darah putih ternak sapi jantan dan betina masing-masing 7735,71 dan
3964,29. Dapat disimpulkan bahwa: 1) Tidak terdapat perbedaan jumlah sel darah
merah dan kadar hemaglobin pada sapi Bali jantan dan betina. 2) Nilai hematokrit
sapi Bali jantan sangat nyata (P<0,01) lebih rendah dibanding dengan nilai
hematokrit sapi Bali betina. Sebaliknya jumlah sel darah putih sapi Bali jantan
sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah sel darah putih
sapi Bali betina. 3) Terdapat hubungan yang berbanding terbalik antara nilai
hematokrit dan jum sel darah putih pada ternak sapi Bali jantan dan betina.

Kata Kunci: Sapi Bali, jantan, betina, status hematologi

ABSTRACT

v
Muh Yusuf Malle (I11106014). Haematology Status of Male and Famale
of Bali Cattle. Supervised by: Djoni Prawira Rahardja, Supervised by and
Herry Sonjaya.
A study aims to determine the haematological status of male and female of
Bali cattle. The research was conducted at the Faculty of Animal Husbandry,
Hasanuddin Universitas, Makassar. The material used were male and female Bali
cattle of 7 animals each. Parameters measured were the values of hematocrit and
hemoglobin (Hb), the red blood cells and white blood cell counts. Data obtained
were tested with the Student T-test to determine differences in haematological
status of male and famale of Bali cattle. The results indicated that red blood cell
counts and hemoglobin values in male and female of Bali cattle were not
significantly different while hematocrit values in female were significantly higher
compared with that in male, and white blood called counts significantly higher in
male than in female.

Keywords: Bali Cattle, male, female, hematological status.

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian hamba-hamba-Nya

Salam dan shalawat senantiasa tercurahkan kepada baginda Rasullullah

Muhammad SAWW, ahlulbaitnya serta para pembela beliau dalam menegakkan

ajaran tauhid.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis haturkan

dengan penuh rasa hormat kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang tak henti-hentinya mencuruhkan segala

perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga bisa menjadi seperti

sekarang ini.

2. Dr. Ir. Djoni Prawira Rahardja, M.Sc selaku pembimbing utama dan Prof. Dr.

Ir. Herry Sonjaya, DEA, DES. selaku pembimbing anggota yang telah

meluangkan banyak waktu dan sumbangsih pemikiran kepada penulis sampai

penyelesaian penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. yang telah banyak membantu penulis dalam

penyelesaian tugas akhir skripsi ini, Semoga Tuhan Senantiasa membalas

kebaikan bapak.

4. Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, M.Sc selaku Dekan Fakultas Peternakan,

Prof. Dr. Ir. Lellah Rachim, M.Sc selaku Ketua Jurusan Produksi Ternak

hingga 2010, Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Ketua Jurusan

vii
Produksi Ternak mulai 2010 dan Prof. Dr. Ir. H. MS. Effendi Abustam, M.Sc

selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Ternak hingga 2011. Prof. Dr.

Drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc selaku Ketua Program Studi Teknologi

Hasil Ternak mulai 2011.

5. Semua Dosen-Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah

memberi ilmunya kepada penulis.

6. Kepada angkatan “tanduk 01“, “caput 02“, “spider 03“, “hamster 04“, “Lebah

05“, “colagen 06“, “rumput 07“, “Bakteri 08“, “merpati 09“, dan “lion 10“

atas segala bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan.

7. Terkhusus penulis haturkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada kakanda

Mawardi Asja dan Muh. Akhsan yang banyak mengajari penulis tentang

berbagai pengetahuan, serta kepada seluruh teman-teman yang pernah

menjalani kesehariannya bersama penulis dalam setiap aktifitas, serta kepada

seluruh orang yang telah berjasa kepada penulis yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan tapi

semuanya telah penulis lakukan dengan sebaik-baiknya demi kesempurnaan

skripsi ini. Penulis membuka diri terhadap kritik dan saran demi kesempurnaan

makalah ini dan demi kemajuan ilmu pengetahuan nantinya.

viii
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama

bagi diri penulis sendiri. Amin.

Makassar, Oktober 2011

Penulis

Muh. Yusuf Malle

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii

LEMBAR KEASLIAN..................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. iv

ABSTRAK........................................................................................................ v

ABSTRACT..................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii

PENDAHULUAN............................................................................................ 1

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 3

A. Karateristik Sapi Bali.................................................................... 3


B. Pakan Ternak................................................................................. 4
C. Hematologis Sapi Bali.................................................................. 5

D. Hemaglobin (Hb).......................................................................... 6
E. Penetuan Nilai Hematokrit........................................................... 7
F. Gambaran Hematologi Sapi Hematokrit dan Hemaglobin…….. 7
G. Eritrosit (Sel Darah Merah) …………………………………… 9
H. Leukosit (Sel Darah Putih) ……………………………………. 9
I. Faktor Nutrisi dalam Status Hematologi ……………………… 10
J. Faktor Umur dan Jenis Kelamin dalam Status Hematologis …. 11

x
MATERI DAN METODE PENELITIAN........................................................ 16

Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………… 13


Materi Penelitian…………………………………………………. 13
Metode Penelitian …………………………………………………. 13
Parameter yang Diukur...................................................................... 13
Prosedur Kerja ……………………………………………………... 15
Analisa Data....................................................................................... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 26

Sel Darah Merah ............................................................................... 17


Nilai Hematokrit Sapi Bali .............................................................. 18
Kadar Hemaglobin Sapi Bali............................................................. 19
Sel Darah Putih …………………………………………………….

KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 21


Kesimpulan ....................................................................................... 21
Saran ................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

LAMPIRAN .................................................................................................... 24

xi
DAFTAR TABEL

No.
Halaman
Teks

1.Nilai Total Hematokrit PVC dan Kadar Hemaglobin Sapi-sapi


Indonesia oleh Beberapa Peneliti..........................................................
8

2.Nilai Total Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Sapi-sapi
Indonesia oleh Beberapa Peneliti..........................................................
11

3.Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan jumlah
sel darah putih pada sapi bali jantan dan betina ...............

17

xii
xiii
PENDAHULUAN

Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan

pengetahuan dan teknologi di bidang peternakan. Tingginya permintaan masyarakat atas

kebutuhan daging membuat pemerintah harus melaksanakan swasembada daging.

Data Dirjen Peternakan (2008) pada tahun 2006-2007 menyatakan bahwa

kebutuhan nasional daging sapi pada tahun 2006 adalah 395,80 ton. Hal ini juga terjadi

pada tahun 2007 yaitu sebanyak 418,20 ton akibatnya terjadi perlambatan peningkatan

produksi daging. Kekurangan daging sapi tersebut dapat dipenuhi lewat penggemukan

sapi bakalan ekspor -import dan daging beku import. Hal ini tentu merugikan pemerintah

dan konsumen karena harus mengeluarkan biaya untuk mengimport daging.

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi

tersebut adalah meningkatkan program IB dengan memanfaatkan teknologi dibidang

reproduksi serta memberdayakan sapi lokal hasil peternakan rakyat yaitu dengan

penggemukan serta perbaikan manajemen pemeliharaan sehingga dapat menghasilkan

sapi-sapi yang bermutu dengan berat badan yang tinggi.

Jenis sapi yang umum dipelihara dan digemukkan adalah jenis sapi Bali yang

mempunyai banyak keistimewaan. Salah satunya adalah mudah beradaptasi baik

terhadap lingkungan maupun pakan serta dapat digunakan sebagai tenaga kerja.

Keunikan lain dari sapi Bali sekaligus kelebihannya yaitu tingkat kesuburannya tinggi.

Hal ini menyebabkan sapi Bali berpotensi untuk dikembangkan di seluruh Indonesia.

Penggemukan yang dilakukan oleh peternak rakyat belum maksimal. Faktor

penyediaan hijauan pakan ternak masih merupakan kendala bagi peternak. Pada musim

hujan, pakan akan melimpah tetapi pada musim kemarau, pakan sangat sulit didapatkan

1
sehingga dapat berpengaruh terhadap sapi Bali jantan dan betina. Perbaikan manajemen

pemeliharaan sangat dibutuhkan karena dapat meningkatkan mutu dan produktivitas

ternak dengan memberikan pakan yang dapat memacu pertumbuhan ternak.

Darah merupakan komponen penting yang memenuhi tubuh ternak. Didalam

tubuh ternak, darah mempunyai banyak fungsi antara lain sebagai alat transportasi zat-zat

makanan keseluruh sel tubuh namun dilain hal darah juga rentan sebagai media

penyebaran penyakit.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status hematologis sapi Bali

jantan dan betina di fakultas peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan informasi data awal bagi peneliti

selanjutnya yang akan mengembangkan ternak sapi bali.

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Sapi Bali

2
Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi asli Indonesia yang diduga sebagai

hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa domestikasi

tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi Bali. Sebagai keturunan banteng, sapi

Bali memiliki warna dan bentuk tubuh persis seperti banteng liar (Guntoro,2002)

Sapi Bali lebih unggul dibandingkan bangsa sapi lainnya, misalnya sapi Bali akan

memperlihatkan perbaikan performan pada lingkungan baru dan menunjukkan sifat-sifat

yang baik bila dipindahkan dari lingkungan jelek ke lingkungan yang lebih baik. Selain

cepat beradaptasi pada lingkungan yang baru, sapi Bali juga cepat berkembang biak

dengan angka kelahiran 40% - 85% (Martojo, 1988).

Salah satu sapi asli di dunia adalah sapi Bali dan merupakan sapi yang

mempunyai beberapa karakteristik. Ciri khas sapi Bali (Bos sondaicus) adalah warna

bulunya merah bata dan mempunyai garis belut di sepanjang punggungnya. Beberapa

kelebihan yang dimiliki oleh sapi Bali yaitu terletak pada kemampuan reproduksinya

yang tinggi, mampu menghasilkan kualitas daging dan karkas yang baik. Persentase

produksi karkas juga paling tinggi sehingga cocok untuk dikembangkan sebagai sapi

potong (Guntoro, 2002).

Keunggulan lain sapi Bali adalah sangat disenangi oleh petani karena memiliki

kemampuan kerja yang baik, reproduksinya sangat subur, tahan caplak, mampu

berkembang biak pada lingkungan yang jelek dan dapat mencapai

persentase karkas 56,6% apabila diberi pakan tambahan konsentrat (Moran, 1978).

Pakan Ternak

Pemberian pakan, baik berupa hijauan maupun konsentrat harus diperhitungkan

dengan cermat. Jika jumlah pakan yang diberikan sangat terbatas, akan menyebabkan

3
terjadinya kompetisi dalam memperebutkan pakan. Akibatnya sapi-sapi yang kuat akan

pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang lemah pertumbuhannya lambat. Sebaliknya,

jika pemberian pakan sangat berlebihan, tidak ada kompetisi dalam memperebutkan

pakan. Akibatnya sapi-sapi yang kuat akan pesat pertumbuhannya, sedangkan sapi yang

lemah pertumbuhannya lambat. Sebaliknya, jika pemberian pakan sangat berlebihan,

tidak ada kompetisi, tetapi sisa pakan yang tidak terkonsumsi merupakan pemborosan

(Abidin,2002)

Abidin (2002) menyatakan bahwa ada beberapa syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh suatu pakan yang akan diberikan pada ternak yaitu murah, disukai oleh

ternak (palatabilitas) dan mudah diperoleh serta tidak bersaing dengan kebutuhan pakan

manusia

Salah satu cara baru yang dapat diterapkan dalam upaya penggemukan sapi

potong adalah dengan menggunakan pakan tambahan. Pakan tambahan berupa suatu

bahan yang mengandung koloni mikrobe terpilih dan digunakan untuk mengatur

keseimbangan mikroorganisme di dalam rumen (alat pencernaan) (Guntoro, 2002)

Pemberian pakan tambahan merupakan salah satu upaya teknologi penggemukan

sapi modern. Mikrobe didalam pakan tambahan akan menghasilkan enzim yang

menguraikan serat kasar pada pakan sapi, dengan begitu daya cerna pakan oleh sapi lebih

efesien sehingga akan meningkatkan berat badan ( Sugeng, 2006).

Hematologis Sapi Bali

Frandson (1996), menyatakan bahwa darah terdiri dari sel-sel yang terendam

dalam cairn yang disebut plasma. Sebagian besar sel-sel darah berada di dalam

4
pembuluh-pembuluh, akan tetapi leukosit dapat bermigrasi melintasi dinding pembuluh

darah guna melawan infeksi.

Darah mempunyai beberapa fungsi yang penting untuk tubuh. Darah mengangkut

zat-zat makanan dari alat pencernaan ke jaringan tubuh, hasil limbah metabolisme dari

jaringan tubuh ke ginjal dan hormone dari kelenjar endokrin ke target organ tubuh

(Swenson, 1984) selanjutnya dikatakan bahwa darah juga berpartisipasi dalam pengaturan

kondisi asam-basa, keseimbangan elektrolit dan temperature tubuh serta sebagai

pertahanan suatu organisme terhadap penyakit.

Darah mengandung sekitar 80% air dan 20% bahan organic, sedangkan bahan

anorganik kurang dari 1%. Viskositas darah adalah 3 sampai 5 kali viskositas air, derajat

keasaman (pH) berkisar antara 7 – 7,8, mempunyai sistem buffer, kemampuan

mempertahankan pH darah di dalam batas-batas yang relatif sempit karena adanya buffer

kimia terutama natrium bikarbonat (Swenson, 1984).

Hemoglobin(Hb)

Menurut Srigandono (1996) hemoglobin merupakan senyawa organik yang

mengandung ferrum (zat besi) dan yang memberi warna merah pada eritrosit dalam

darah. Hemoglobin berperan sangat penting dalam mengangkut O 2 dari paru-paru ke

jaringan.

Mitruka dan Rawnsley (1981), menyatakan bahwa hemoglobin adalah zat besi

yang mengandung gabungan protein (heme + globin). Molekul hemoglobin terdiri dari

satu molekul globin dihubungkan dengan empat molekul heme dan masing-masing dapat

diputar mengikat empat molekul oksigen membentuk oksihemoglobin.

5
Fungsi utama dari hemoglobin adalah sebagai transport oksigen dari paru-paru ke

jaringan dan sebaliknya membawa karbodioksida darah dan membantu regulasi asam-asam

melalui CO2 dalam paru-paru serta buffer dari imidazole histidin hemoglobin (Benjamin,

1994), selanjutnya Phillis (1976) menyatakan bahwa hemoglobin berfungsi sebagai pigmen

respiratoris darah dan sebagai bagian dari system buffer intrinsik darah. Oksigen tersedia dan

dibebaskan secara mudah oleh kandungan atom Fe dalam molekul hemoglobin sambil darah

melintasi kapiler paru-paru.

Penentuan Nilai Hematokrit

Hematokrit value adalah volume sel-sel darah terhadap volume darah secara

keseluruhan. Penentuan nilai hematokrit (dengan pemberian zat anti gumpal), setelah itu

disentrufuge. Sel-sel darah merah akan berkumpul pada bagian bawah tabung dan sebagai

patokan kasar nilai hematokrit sapi 40 % sel darah merah.

Volume sel dalam sirkulasi darah biasanya lebih sedikit dari pada volume plasma

dan pada hewan normal hematokrit secara langsung berhubungan dengan jumlah eritrosit

dan kandungan hemoglobin (Swenson, 1984). Lebih lanjut Mitruka dan Rawsley (1981)

menyatakan bahwa hematokrit merupakan ukuran proporsi dari sel darah merah dengan

plasma dalam darah periperial. Hematokrit tubuh memberi ratio dari massa total eritrosit

dengan volume total darah.

Gambaran hematologi sapi : Hematokrit dan Hemoglobin

6
Ada banyak variasi nilai normal dalam spesies hewan. Umumnya pada sebagian

besar darah hewan normal nilai hemoglobinnya antara 13 sampai 15 gram per 100

mililiter (Swenson,1970; Benyamin, 1978; Mitruka dan Rawnsley, 1981; Phillis, 1976).

Sedangkan sebagian besar hewan piaraan mempunyai nilai hematokrit dari 38 sampai

40% dengan rata-rata 40% (Swenson,1984).

Ditekankan bahwa jika hewan eksperimen tidak dipelihara dibawah kontrol

kondisi dengan hati-hati, maka nilai hematologis dapat bervariasi. Hematokrit dan

hemoglobin relatife tinggi pada kelahiran dan menurun setelah sapi mendapatkan

colostrums sebagai akibat dari pengenceran plasma (Mitruka dan Rawnsley, 1981).

Jumlah hemoglobin berubah-ubah seperti jumlah eritrosit dengan hypoxia sebagai

stimulus utama peningkatan produksi hemoglobin (Phillis, 1976).

Nilai total hematokrit dan kadar hemoglobin sapi-sapi Indonesia oleh beberapa

peneliti, disajikan pada Table 1.

Tabel 1. Nilai Total Hematokrit PVC dan Kadar Hemoglobin Sapi-sapi Indonesia
oleh Beberapa peneliti.

7
No. Uraian PCV (%) Hb (g/100 ml)

1. Sapi Bali di Bali 29,06 8,97

(Wahyuni dan Matram, 1983)

2. Sapi Bali umur satu tahun 29,6 9,20


(Wahyuni dan Matram, 1983)

Sapi Bali jantan 1 tahun (Wahyuni


3. dan Matram, 1983) 30,1 9,49

Sapi Frisian Holstein1(Ginting,


1984)
4. 33,9 14,7

Sapi ongole (Ginting, 1987)

5. 33,5 11,5
Sapi Madura (Ginting, 1987)

6. 31,8 11,31
Sapi Bali (Thahar dan Moran,
1978)
7. 42,00 17,28

Sapo Ongole (Thahar dan Moran,


1978)

8. 39,00 15,04

Sumber : Data hasil penelitian Marcelinus, (1994).

Eritrosit (Sel Darah Merah)

8
Eritrosit mengandung hemaglobin dan berfungsi sebagai transpor oksigen.

Eritrosit berbentuk bikonkaf dengan lingkaran tepi tipis dan tebal ditengah, eritrosit

kehilangan intinya sebelum masuk sirkulasi. Pembentukan sel darah merah

(”erithropoiesis”) terjadi di sum-sum tulang. Pada fetus eritrosit dibentuk juga di dalam

hati dan limpa. Eritrhopoiesis merupakan suatu proses yang kontinu dan sebanding

dengan tingkat pengrusakan sel darah merah. Erithtopoiesis diatur oleh mekanisme

umpan balik dimana prosesnya dihambat oleh peningkatan level sel darah merah yang

bersirkulasi dan dirangsang oleh anemia (Swenson, 1984).

Leukosit (Sel Darah Putih)

Perbedaan sel darah putih dengan eritrosit adalah leukosit selalu mempunyai inti

sel dan sitoplasma serta mampu bergerak bebas. Jumlah leukosit lebih sedikit dari

eritrosit yaitu 5000-9000/mm 3. Leukosit diklasifikasikan berdasarkan ada tidaknya

granula di dalam sitoplasma dibagi menjadi granulosit dan agranulosit. Granulosit terdiri

dari netrofil , basofil dan eosinofil, sedangkan agranulosit atas limposit dan monosit.

Jumlah total sel darah putih dinyatakan dengan 109/l, sedangkan jumlah total darah

merah dinyatakan dengan 1012/l (Swenson, 1984).

Jumlah total sel darah putih beserta masing-masing jenisnya banyak dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Jumlah sel darah putih pada hewan mempunyai variasi yang

berbeda dari pada manusia yaitu tergantung antara lain kepada jenis hewan,bangsa

(breed), umur, jenis kelamin dan kondisi hewan tersebut (Swenson, 1984).

Faktor Nutrisi dalam Status Hematologi

9
Pengaruh pakan telah dilaporkan dapat menyebabkan perubahan status

hematologi ternak (Anonim,2007). Rata-rata jumlah sel darah merah yang rendah di

Pulau Jawa di duga adalah akibat malnutrisi terutama mineral Fe (Ginting, 1984).

Menurut Hoffbrand dan Pettit (1987) bahwa oleh karena sangat besar jumlah sel darah

yang harus di produksi setiap hari, maka sumsum memerlukan banyak prekursor untuk

mensintesis sel baru dan sejumlah besar hemoglobin. Golongan zat yang dibutuhkan

dalam pembentukan darah adalah : 1) logam : besi, mangan dan kobalt, 2) vitamin :

cianokobalamin, folafat, piridoksin, tiamin, riboflavin, asam pantotenat, vitamin C dan

vitamin E, 3) asam amino, 4) hormon : erithropoietin, androgen dan tiroksin. Mineral Ca

dan Vitamin K diperlukan dalam pembekuan darah (Anggorodi,1984).

Tabel 2. Nilai Total Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Sapi-sapi Indonesia
oleh Beberapa Peneliti

No Uraian SDM SDP

10
(juta/mm3) (ribu/mm3)

1. Sapi Bali di Bali 5,649 6,87

(Wahyuni dan Matram, 1983)

2. Sapi Bali umur 1 tahun 5,790 6,886

(Wahyuni dan Matram, 1983)

3. Sapi Bali jantan umur 1 tahun 5,900 7,026

(Wahyuni dan Matram, 1983)

4. Sapi Friesien Holstein 5,600 6,300

(Ginting,1984)

5. Sapi Ongole (Ginting,1987) 6,500 9,000

6. Sapi Bali di Sulawesi Selatan 4,899 6,852

(Jatman, 1993)

7. Sapi Bali (Tahar dan Moran, 5,690 8,940

1978)

8. Sapi Ongole (Tahar dan Moran, 1978) 7,010 8,460

Sumber : Data hasil penelitian Hikmah,1994

Faktor Umur dan Jenis Kelamin dalam Status Hematologis

11
Status hematology ternak menyangkut nilai-nilai parameter darah seekor ternak.

Parameter darah yang umum digunakan adalah kadar hemoglobin, nilai hematokrit,

jumlah sel darah merah dan sel darah putih serta deferensiasi sel darah putih. Nilai

parameter darah tersebut dapat berbeda oleh karena berbagai faktor dan Faktor penting

yang mempengaruhi status hematology adalah: umur, jenis kelamin, status, ketinggian

wilayah atau tempat, pakan dan keseimbangan air tubuh (Dallmann dan Brown, 1989).

Hughes dan Wickramasinghe (1995), menyatakan bahwa pada umur muda

hampir semua rongga-rongga sumsum tulang berisi sel-sel hemopoiesis darah merah dan

sedikit sel-sel lemak. Setelah tua hemopoiesis aktif kira-kira setengah dari jumlah sum-

sum tulang terdiri atas sel-sel lemak.

Menurut Trankle dan Marple (1983), jenis kelamin merupakan faktor yang

penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan ternak, dimana perbedaan jenis

kelamin erat hubungannya dengan aktifitas fisiologi dari ternak tersebut dan ada

kecendurungan dengan bertambahnya umur, nilai parameter darah semakin menurun dan

nilai pada jantan lebih tinggi dibanding dengan betina.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

12
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 bertempat di laboratorium

ternak potong dan di laboratorium fisiologi ternak Fakultas Peternakan, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi Bali jantan dan betina

sebanyak 14 ekor sapi Bali jantan dan betina serta larutan HCl 0,1 N, larutan hayem,

larutan turk, antikoagulan.

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah kandang jepit, tabung

reaksi, spoit, tabung Sahli, mikro hematokrit, venojet, pipa kapiler, termos es, kamar

hitung dan pipet tetes.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan 7 ekor sapi Bali jantan dan 7 ekor sapi Bali betina.

Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah nilai hematokrit, kadar

hemoglobin (Hb), sel darah merah dan sel darah putih.

Prosedur Kerja

13
Prosedur pengambilan darah yaitu menyiapkan ternak yang akan diambil

darahnya, kemudian menyiapkan tabung reaksi dan venojet, lalu pengambilan darah

sebanyak 3cc dilakukan dengan menggunakan sub kutan dibagian leher.

1. Nilai Hematokrit (Swenson, 1984)

Pengambilan sampel darah dilakukan pada sapi Bali jantan dan betina. Nilai

hematokrit ditentukan dengan memasukan darah yang telah diberi anti koagulan kedalam

pipa kapiler sekitar tiga perempat kemudian salah satu ujung kapiler ditutup dengan wax

(malam), setelah itu kadar hematokrit dibaca dengan menggunakan tabel mikrohematikrit.

2. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin (Hb) darah di ukur dengan menggunakan kertas skala

hemaglobin (Haemoglobin Skala, nach talquist, no.446, made in Germany) dengan cara

meneteskan darah keatas kertas tersebut sebanyak 1-2 tetes darah kemudian dilihat

dengan mencocokkan angka yang pada kertas skala hemaglobin .

3. Sel Darah Merah (Swenson, 1984)

Menghitung jumlah sel darah merah dilakukan dengan cara mengisap darah

dengan pipet sampai angka 0,5, kemudian mengisap cairan hayem sampai angka 101, lalu

melepaskan pembuluh karet dari pipet, memegang pipet dengan ibu jari kemudian

mengeceknya. Setelah itu meletakkan pada kamar hitung, dan mengamatinya di bawah

mikroskop. Perhitungan dilakukan pada bagian bertanda R dengan lima buah kotak,

kemudian menghitung sel darah merah yang terletak dan menyinggung garis batas

sebelah kiri atas, jumlah sel darah merah yang diperoleh kemudian dikalikan dengan

angka 10.000 dengan faktor pengenceran 200 kali.

4. Sel Darah Putih (Swenson, 1984)

14
Menghitung jumlah sel darah putih dengan cara mengisap darah hingga angka 0,5

dengan menggunakan pipet, lalu mengisap larutan turk sampai angka 11, kemudian

melepas pembuluh karet dari pipet dan pipet dipegang dengan ibu jari dan telunjuk

kemudian mengeceknya. Setelah itu meletakkan ke dalam kamar hitung dan mengamati

dibawah mikroskop. Perhitungan dilakukan pada kotak persegi bertanda W (W1, W2,

W3,W4) kemudian mengalikan 50 dengan menggunakan pengenceran 50 kali.

Analisis Data

15
Untuk mengetahui perbedaan keadaan status hematologis ternak yang digunakan

Uji T-Student (Sudjana, 1996). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

x1  x 2
t = 1 1
s 
n1 n 2

2 2
(n  1) s1  (n 2  1) s 2
s = 1
2

n1  n 2  2

Keterangan:

t = Parameter yang di ukur

x1 = Rata-rata perlakuan sapi Bali jantan

x2= Rata-rata perlakuan sapi Bali betina

s2 = Simpangan baku rataan

s1 = Simpangan baku sapi Bali jantan

s2= Simpangan baku sapi Bali betina

n1 = Banyaknya jumlah sapi Bali jantan

n2= Banyaknya jumlah sapi Bali betina

HASIL DAN PEMBAHASAN

16
Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan jumlah

sel darah putih pada sapi Bali jantan dan betina dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah sel darah merah, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, dan
jumlah sel darah putih

Parameter Jantan Betina Signifikasi

Jumlah Sel Darah Merah 3958,57 4068,5 Ns


(juta/mm3)

Nilai Hematokrit (%) 26,29 41,14 **


Kadar Hemoglobin (%) 87,14 84,29 Ns
Jumlah Sel Darah Putih 7735,71 3964,29 **
(juta/mm3)
Keterangan : Ns : Non Signifikan (Tidak Berbeda Nyata)
** : Berbeda Sangat Nyata (P<0,01)

Sel Darah Merah

Sel darah merah (eritrosit) mengandung hemoglobin dan berfungsi sebagai alat

transportasi oksigen. Berdasarkan hasil uji t-student menunjukkan bahwa nilai

hemaglobin sapi Bali jantan dan betina tidak berbeda nyata (P>0,05).

Susunan dari sel darah merah adalah air (62%-72%) dan kira-kira sisanya

berupa solid terkandung homoglobin 95% dan sisanya berupa protein pada stroma

dan membran sel, lipid, enzim, vitamin dan glukosa serta urin. Umur sel darah

merah pada hewan kira-kira 25 hingga 140 hari (Guyton, 1997).

Nilai Hematokrit Sapi Bali

Nilai hematokrit adalah volume sel-sel darah terhadap volume darah

secara keseluruhan. Rata-rata kadar hematokrit sapi Bali dapat di lihat pada Tabel

17
3. Tabel 3 menunjukkan nilai hematokrit sapi Bali jantan sebesar 26,29%

sedangkan sapi Bali betina menunjukkan angka 41,14%. Hasil uji t-student

(Lampiran 1) menunjukkan bahwa nilai hematokrit sapi Bali betina tersebut nyata

lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan dengan sapi Bali betina. Kondisi Nilai

hematokrit yang diperoleh dalam penelitian ini, pada sapi jantan terlihat angka

yang lebih rendah dari nilai hematokrit yang ada di Bali dan nilai yang lebih

tinggi pada ternak betina, yakni sebesar 29,06 (Wahyuni, 2003). Namun

demikian, penelitian yang dilaporkan oleh (Sarwono, 2001) menunjukkan nilai

hematokrit yang normal pada sapi Bali sebesar 42,00. Dengan demikian maka

dapat dinyatakan bahwa nilai hematokrit sapi Bali yang dipelihara di Unit Ternak

Potong Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin masih berada dalam kisaran

normal. Hal ini didukung oleh Swenson (1984) yang mengemukakan bahwa

sebagian besar hewan peliharaan mempunyai nilai hematokrit dari 38 sampai 40%

dengan rata-rata 40%.

Tingginya nilai hematokrit pada ternak-ternak betina dibandingkan dengan

ternak jantan, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor umur ternak, sebagaimana

yang diketahui bahwa ternak-ternak induk umumnya mempunyai umur yang

relatif lebih tua dibandingkan dengan ternak jantan. Terdapat berbagai faktor yag

dapat mempengaruhi nilai hematokrit, termasuk kondisi pemeliharaan yang

diberikan pada ternak. Mitruka dan Rawnsley (1981) mengemukakan bahwa jika

hewan eksperimen tidak dipelihara dibawah kontrol kondisi dengan hati-hati,

maka nilai hematologis dapat bervariasi. Hematokrit dan hemoglobin relatif tinggi

pada kelahiran dan menurun setelah sapi mendapatkan colostrums sebagai akibat

18
dari pengenceran plasma. Jumlah hemoglobin berubah-ubah seperti jumlah

eritrosit dengan hypoxia sebagai stimulus utama peningkatan produksi

hemoglobin (Phillis, 1976).

Kadar Hemoglobin Sapi Bali

Hemoglobin merupakan senyawa organik yang mengandung ferrum (zat

besi) dan yang memberi warna merah pada eritrosit dalam darah. Hemaglobin

berperan sangat penting dalam mengangkut O2 dari paru-paru ke jantung. Tabel 3

memperlihatkan kadar hemoglobin sapi Bali Jantan sebesar 87,14%, sedangkan

sapi Bali betina menunjukkan kadar hemoglobin sebesar 84,29%. Berdasarkan

hasil uji t-tudent (Lampiran 2) diketahui bahwa nilai hemaglobin sapi bali jantan

tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan kadar hemoblobin

sapi Bali betina.

Sel Darah Putih

Sel darah putih (leukosit) selalu mempunyai inti sel dan sitoplasma serta mampu

bergerak bebas. Rata-rata jumlah sel darah putih pada sapi bali dapat di lihat pada Tabel

19
3. Berdasarkan hasil uji t-student menunjukkan bahwa jumlah sel darah putih sapi bali

jantan dan betina P<0,01 sangat berbeda nyata.

Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas

untuk memusnahkan benda-benda asing yang dianggap berbahaya oleh tubuh,

misalnya virus dan bakteri (Sarwono, 2001).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

20
Perbedaan status hematologis sapi Bali jantan dan betina dicirikan oleh

nilai hematokrit yang rendah dan jumlah sel darah putih yang tinggi pada sapi

Bali jantan dibandingkan sapi Bali betina.

Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel

yang lebih banyak dan dengan tingkat umur yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin.Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta

21
Ali, H. M. 1994. Pertumnuhan, Jumlah Sel Darah Merah dan Sel Darah Putih Sapi
Bali jantan dan betina dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan yang
Dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Anggorodi, R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Edisi Kedua. PT Gramedia,


Jakarta.

Anonim. 2007. The Merc Veteriner Manual. 5th Ed. Merck and Co. Inc, Rahway,
New york.

Benjamin, M .M dalam Marcelinus V. 1994. Outline o f Veterinary Clinical


Pathology. 3 rd Ed. The lowa State University Pres, Lowa.

Dallmann, H.D. and E. M. Brown. 1989. Buku Teks Histologi Veteriner. Jilid I.
Edisi III. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Data Dirjen Peternakan, 2008 Potret Komoditas Daging Sapi.

http://docs.geogle.com

Frandson, R.D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Ginting, N. 1984. Gambaran Darah Sapi Frisien Holstein diBogor dan Pontianak.

Penyakit Hewan 16 : 2224-227

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Guyton. 1997. Anatomi dan Fisiologi Ternak, Gadjah Mada University.

Press. Yogyakarta.

Hughes, N. C. dan Wickramasinghe, S. N. 1995. Catatan Kuliah Hematologi.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

22
Hoffbrand, A. V. dan J. E. Pettit. 1987. Kapita Selekta Haematologi. Edisi Kedua.
Diterjemahkan oleh : I Darmawan. EGC Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.

Marcelinus, V.1994. Kadar Hemoglobin, Nilai Hematokrit dan Pertumbuhan Sapi


Bali jantan dan betina dari Beberapa Daerah Di Sulawesi Selatan Yang
dipelihara Intensif. (Skripsi) Fakultas Peternakan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Mitruka, B. M. and H.M. Rawnsley. 1981. Clinical Biochemical and


Haematological Reference Values in Normal Experimental Animals and
Normal Humans 2 nd Ed. Massons Publishin USA Inc. New York.

Martojo, H. 1988. Performans Sapi Bali dan Persilanggannya. Dalam “Seminar


Eksport Ternak Potong”. Jakarta.

Moran, J.B. 1978. Growth and Carcass Development of Indonesian Beef Breeds.
Dalam “Pros. Sem. Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan.
Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor.

Phillis, J. W. 1976. Veterinary Physiology. Bristol Wright. Scientechnica.

Sarwono.2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Srigandono, B. 1996. Kamus Istilah Peternakan. Gadjad Mada University Press.


Yogyakarta.

Sugeng. 2006. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta Sarwono.

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Swenson, M.J.1984. Dukes Physiologi of Domestic Animals, 10th ed. Ithaca.


Cornel University Press.

Wahyuni, 2003. Fermentasi Dedak Padi Oleh Kapang Aspergillus Ficvum dan
Pengaruhnya Terhadap Kadar Fitrat, Kualitas Protein Kasar Serta Energi
Metabolis Pada Ayam. Jurnal Bionatura. L.P. Unpad. Bandung. Vol. 5.
No.2 (143-145).

23
RIWAYAT HIDUP

Muh. Yusuf Malle (I11106014), lahir pada tanggal 22

Januari 1987 di Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara, anak

dari pasangan suami istri Drs. Syamsuddin dan Jusdariah.

Penulis mengawali pendidikan di TK Islam Maradekaya

pada Tahun 1992 sampai 1993. Pada tahun 1993, penulis

melanjutkan pendidikan di SD INPRES Maccini sampai tahun 1999. Pada tahun

24
1999, penulis melanjutkan pendidikan di SMP YPGRI Makassar, Lulus pada

tahun 2002. Pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 11 ,

Makassar. Penulis lulus SMA pada tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis

melanjutkan pendidikan ke Universitas Hasanuddin Fakultas Peternakan Jurusan

Produksi Ternak.

25

Anda mungkin juga menyukai