Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PERBANDINGAN ORGANIZATIONAL LEARNING

DAN LEARNING ORGANIZATION

1.1 Perbedaan Organizational Learning dan Learning Organization

Terdapat dua hal mendasar yang membedakan antara learning

organization dan organizational learning. Pertama, learning organization

merupakan sebuah bentuk organisasi sedangkan organizational learning

merupakan suatu proses pembelajaran. Kedua, learning organization

membutuhkan upaya sedangkan organizational learning tidak membutuhkan

upaya. Kedua perbedaan tersebut sering muncul bersamaan.

Dalam keterangan lain, beberapa perbedaan yang sering muncul juga

tidak empiris. Ketika mempelajari literatur learning organization dan

organizational learning, kita akan menemukan perbedaan pada keduanya.

Misalnya, melihat learning organization sebagai suatu jenis organisasi dan

organizational learning sebagai sesuatu yang menguntungkan.

Secara definitif, organizational learning berarti beberapa proses atau

aktivitas dalam organisasi, sedangkan learning organization adalah bentuk dari

organisasi itu sendiri. Organizational learning adalah suatu konsep yang

digunakan untuk mendeskripsikan berbagai tipe aktivitas yang ada pada sutau

organisasi ketika learning organization mengarah pada tipe kenyataan dalam

organisasi dan pada organisasi itu sendiri.

1
Learning organization dideskripsikan sebagai suatu keadaan yang

ingin dicapai sebuah perusahaan atau organisasi. Learning organization

merupakan bentuk organisasi yang tidak bergantung pada kondisi. Dalam kasus

ini, semua organisasi akan memiliki organizational learning, tetapi hanya

beberapa yang akan menjadi learning organization.

Organizational learning Learning organization


Karakter isi
Proses Bentuk organisasi
Jumlah norma
Deskriptif Normatif
Eksis secara alami Membutuhkan aktivitas
Netral Memiliki kecenderungan yang disukai
Kebutuhan Bukan kebutuhan
Dapat diperoleh Tidak dapat dicapai
Target kelompok
Akademik Konsultan praktisi

Tabel 1. Perbedaan Organizational Learning dan Learning Organization


(Oèrtenblad, A., 2001)

1.2 Perkembangan Organizational Learning dan Learning Organization

Dewasa ini, perubahan lingkungan terus berlangsung hingga pada

tingkat yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Inovasi teknologi informasi dan

komputer yang dikombinasikan dengan globalisasi pasar telah menciptakan

dunia yang kacau. Akibatnya, banyak pedoman dan prinsip manajemen yang

telah ada menjadi tidak lagi berlaku. Organisasi yang sukses pada abad ke-21

harus terus belajar dan merespon dengan cepat segala perubahan tersebut.

Organisasi dalam kondisi seperti di atas harus dipimpin oleh manajer

yang bisa menantang kebijaksanaan konvensional, mengelola basis

2
pengetahuan organisasi, dan membuat perubahan yang diperlukan. Dengan kata

lain, organisasi tersebut perlu learning organization. Organizational learning

adalah salah satu proses yang telah mengembangkan kemampuan untuk terus

belajar, beradaptasi, dan berubah.

Berikut ini adalah perbedaan antara Traditional Organization dan

Learning Organization:

Traditional Learning Organization

Organization

Attitude toward change If it’s working, don’t If you aren’t changing, it

change it won’t be working for

long

Attitude toward new If it wasn’t invented If it was invented or

idea here, reject it reinvented here, reject it

Who’s responsible for Traditional areas such Everyone in organization

innovation? as R and D

Main fear Making mistakes Not learning, not

adapting

Competitive advantage Products and service Ability to learn,

knowledge and expertise

Managers job Control others Enable others

Tabel 2. Perbedaan Traditional Organization dan Learning


Organization (Robbins, 2003)

3
Tabel di atas menunjukkan perbedaan antara traditional learning dan

learning organization. Learning organization sudah banyak diterapkan di

perusahaan maju. Hal ini menjadi bukti bahwa perkembangan learning

organization yang meninggalkan traditional organization membawa pengaruh

yang baik terhadap suatu organisasi.

Kesimpulan:

Perbedaan yang paling mendasar antara learning organization dan

organizational learning terletak pada karakter isinya. Learning organization

merupakan suatu bentuk organisasi. Sedangkan organizational learning adalah suatu

proses untuk menciptakan learning organization. Organizational learning menjadi

hal yang penting karena proses ini mengembangkan kapasitas organisasi secara

berkesinambungan untuk menyesuaikan diri dan melakukan perubahan. Oleh sebab

itu, organizational learning juga terus mengalami perkembangan sesuai dengan

perubahan dan inovasi yang terus terjadi pada lingkungan.

4
BAB 2

ORGANIZATIONAL LEARNING

2.1 Pengertian Organizational Learning

Secara umum organizational learning dijelaskan oleh dua pandangan,

yaitu proses teknis dan proses sosial. Pandangan teknis mengemukakan bahwa

organizational learning adalah tentang proses yang efektif, interpretasi, dan

respon terhadap informasi, baik di dalam dan di luar organisasi. Informasi ini

bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif, tetapi pada umumnya eksplisit dan dalam

domain publik. Pandangan sosial organizational learning berfokus pada cara

orang memahami pengalaman mereka di tempat kerja. Menurut pandangan

sosial, belajar adalah sesuatu yang muncul dari interaksi sosial, biasanya dalam

hal pengaturan kerja.

Beberapa pengertian Organizational Learning menurut para ahli:

a. Menurut Schwandt (1993)

“Organizational Learning is a system of actions, actors, symbols and processes


that enables an organization to transform information into valued knowledge
which in turn increases its long-run adaptive capacity.”

b. Menurut Cyert dan March (1963)

“Organizational Learning is adaptive behaviour of organizations over time.”

c. Menurut Cangelosi dan Dill (1965)

“Organizational Learning consists of a series of interactions between


adapt on at the individual, or subgroup level and adaptation at the
organizational level.”

5
d. Menurut Argyris dan Schon (1978)

“Organizational Learning is the process by which organizational


members detect errors or anomalies and correct them by restructuring
organizational theory.”

e. Menurut Duncen dan Weiss (1979)

“Organizational Learning is defined as the process within the


organization by which knowledge about action out come relationships
and the effect of the environment on these relationships is developed.”

f. Menurut Fiol dan Lyles (1985)

“Organizational Learning means the process of improving actions


through better knowledge and understanding.”

g. Menurut Levitt dan March (1988)

“Organizational Learning are seen as learning by encoding inferences


from history into routine behaviour.”

Secara umum, organizational learning merupakan suatu proses belajar

yang dialami oleh seluruh anggota organisasi untuk menghadapi perubahan dari

waktu ke waktu yang dialami oleh suatu organisasi.

2.2 Prinsip Organizational Learning

Pada dasarnya semua organisasi pasti belajar, namun tidak semua

organisasi belajar berbasiskan pembelajaran. Saat ini kebanyakan organisasi

berbasiskan kinerja, fokus terhadap saat ini, menerima pesanan kemudian

memprosesnya, dan mengantar produknya dengan cepat. Cara seperti ini

dianggap tidak relevan karena kinerjanya kurang bersifat jangka panjang.

Organisasi jangka panjang rela mengorbankan kinerjanya saat ini demi hari

esok. Sementara organisasi berbasis kinerja tidak mau berkorban untuk saat ini

untuk alasan tersebut dan finansial yang lebih baik dalam jangka pendek.

6
Dalam hal ini, ada seorang ahli organisasi mengemukakan teori

tentang pengelolaan organisasi berbasis pembelajaran. Dia berpendapat bahwa

ada beberapa prinsip umum agar organisasi terkelola dengan basis

pembelajaran. Prinsip organisasi berbasis pembelajaran atau organizational

learning dikemukakan oleh seorang ahli yang bernama Peter Senge.

Peter Senge adalah direktur di Innovation Associates, sebuah

perusahaan konsultasi Cambridge, pemimpin pendidikan di pusat perubahan

global seperti di Afrika dan dianggap oleh hampir sebagian besar masyarakat

sebagai bapak learning organization. Konsep learning organization dalam

buku The Fifth Discipline (1990) yang ditulis Peter Senge mendapat pengakuan

luas dari masyarakat. Kelima prinsip dalam The Fifth Discipline tersebut adalah

systems thinking, personal mastery, mental models, shared vision, and team

learning.

a. Personal Mastery

Dalam prinsip ini, anggota adalah kekuatan aktif dalam organisasi,

sedangkan sumber daya lainnya hanyalah alat belaka. Dalam learning

organization, individu yang belajar agar dapat meningkatkan kemampuan

setiap individu untuk mencapai hasil kerja yang paling diinginkan dan

menciptakan lingkungan organisasi yang seluruh anggotanya dapat

mengembangkan kreativitas diri mereka menuju sasaran hasil kerja yang

maksimal.

Disini, pekerja pun harus memiliki tanggung jawab, mereka harus

terus hadir untuk pertumbuhan pribadi mereka sendiri dan pembangunan

7
kompetensi. Inilah letak sisi aman perusahaan mereka. Peter Senge

mengidentifikasi beberapa karakteristik mereka yang telah mampu

menguasai pribadi, seperti berikut :

1) Individu telah memiliki tujuan khusus berupa visi

2) Rasa ingin tahu dan komitmen tinggi

3) Kemampuan untuk melihat realita lebih akurat

4) Sebuah rasa keterkaitan untuk hidup, orang lain dan proses kreatif yang

dapat mereka pengaruhi tanpa sepihak

b. Shared vision

Maksud dari shared vision adalah membangun komitmen dalam

suatu kelompok dengan mengembangkan gambaran bersama tentang masa

depan yang akan diciptakan, prinsip, dan praktek yang menuntun cara

untuk mencapai tujuan masa depan. Pimpinan, manajer, dan karyawan

memiliki persepsi yang sama mengenai pentingnya pembelajaran, baik bagi

karyawan maupun organisasi. Senge mengatakan lebih lanjut bahwa misi

bersama :

1) Mengubah orang makna “mereka” menjadi “kita”

2) Mengizinkan kecurigaan menjadi kerjasama

3) Menciptakan gambaran yang biasa, identitas, tujuan, dan nilai operasi

4) Memberanikan diri untuk menggunakan cara baru dalam bertindak dan

berpikir

5) Berani mengambil resiko dan bereksperimen

6) Berkomitmen jangka panjang

8
c. Mental Models

Mental models pada dasarnya mencakup nilai-nilai, kepercayaan,

sikap, dan asumsi yang membentuk cara pandang seseorang. Struktur,

pengalaman, kultur, dan sistem kepercayaan mendukung mental models.

Prinsip ini memberi pedoman kepada seseorang dan bertindak sebagai

penyaring selama keputusan dibuat.

d. Team learning

Team learning mentransformasikan pembicaraan dan keahlian

berpikir (thinking skill), sehingga suatu kelompok dapat secara sah

mengembangkan otak dan kemampuan yang lebih besar dibanding dengan

ketika anggota bekerja sendiri.

e. System thinking

Yang dimaksud dengan system thinking adalah cara pandang, cara

berbahasa untuk menggambarkan dan memahami kekuatan dan hubungan

yang menentukan perilaku dari suatu sistem. Faktor prinsip kelima ini

membantu kita untuk melihat cara mengubah sistem menjadi lebih efektif

dan mengambil tindakan yang lebih tepat sesuai dengan proses interaksi

antara komponen suatu sistem dan lingkungannya.

2.3 Agen Organizational Learning

Sebagai salah satu bentuk organisasi, learning organization merupakan

organisasi yang dinamis yang selalu berkembang. Perubahan dan

perkembangan yang terjadi adalah akibat dari suatu proses yakni organizational

learning. Dalam dinamikanya, organizational learning difasilitasi oleh satu,

9
atau beragam kombinasi, dari "Agen Organizational Learning". Agen

organizational learning merupakan komponen pembentuk dan pelaku dalam

organizational learning menuju learning organization.

Dierks, et al (2003), dalam buku berjudul The Handbook of

Organizational Learning mengidentifikasi terdapat lima agen organizational

learning, yaitu individu, kepemimpinan senior dalam organisasi, dewan

organisasi, serikat buruh, dan konsultan. Agen organizational learning

berkontribusi pada proses belajar dan memfasilitasi kegiatan pembelajaran

tersebut dalam cara yang unik. Berikut ini adalah pemaparan dari setiap bagian

dari agen organizational learning dan berbagai aspek yang membawa suatu

organisasi menuju learning organization.

a. Individu sebagai Agen Organizational Learning

Dalam organizational learning, salah satu agen yang disebutkan

adalah individu. Individu dalam hal ini adalah setiap pelaku yang

menjalankan organizational learning pada learning organization. Victor J.

Friedman (Dierkes, et al., 2003) mendefinisikan organizational learning

sebagai:

“a process that can be fully understood only at the group or


organizational level.”

yaitu suatu proses yang dapat dipahami sepenuhnya hanya pada kelompok

atau pada tingkat organisasi. Namun, Friedman (Dierkes, et al., 2003, p.

398) juga lantas mengakui bahwa:

“seminal theorists…have tended to agree that organizational learning


begins and often ends, with the individual”

10
beberapa teori cenderung setuju bahwa organizational learning berawal

dan seringkali berakhir dengan individu.

Tampaknya, dari sudut pandang penulis, penulis menerima

pendapat bahwa individu adalah agen dalam organizational learning.

Namun, penulis juga berpendapat bahwa beberapa individu akan muncul

untuk menawarkan lebih banyak pengetahuan dalam organisasi mereka

daripada orang lain. Hal tersebut berarti bahwa individu, yakni sumber

daya manusia dalam organisasi tersebut akan memberikan pengetahuan

bagi pembelajaran dalam organisasi tersebut.

Selanjutnya, Friedman (Dierkes, et al., 2003, p. 404) menunjukkan

dari studi profil agen-nya, dan dari orang lain, terdapat:

“complexity and constructive tension of…contradictory attributes [i.e.,


proactive but reflective, and so on] that lead these persons to take on the
role of agent despite the potential costs”

kompleksitas dan ketegangan konstruktif (yaitu, proaktif namun reflektif,

dan sebagainya) yang mengarahkan tiap individu untuk mengambil peran

sebagai agen. Dengan kata lain, akan tampak bahwa agen organizational

learning dalam semua kemungkinan memiliki kemampuan atau

karakteristik untuk:

“move from contradiction – that painful condition where things oppose


each other – to the realm of paradox [italics added], where [they] are
able to entertain simultaneously two contradictory notions and give
them equal dignity” (Johnson, 1991, p. 85)

bergerak dari suatu kontradiksi –kondisi yang menyakitkan saat banyak hal

saling bertentangan– menuju dunia yang paradoks, pada saat mereka

11
mampu menghibur secara bersamaan pada kedua gagasan yang kontradiktif

dan memberikan mereka kedudukan yang sama. (Johnson, 1991, p. 85)

Belajar merupakan fungsi yang essensial dan kontinu dari agen

individu sebagai suatu cara ia beradaptasi dengan dunia yang selalu

berubah. Apabila dunia tidak berada pada perubahan yang dinamis dan

kontinu, maka agen tidak akan menerima informasi atau pengetahuan baru

serta tidak akan terpengaruh untuk mempelajari sesuatu. Di sisi lain, oleh

karena adanya perubahan pada setiap belahan dunia, agen harus terus-

menerus memodifikasi dan menyelaraskan perilaku mereka agar tetap

bersesuaian dengan evolusi dunia. Karena faktor tersebut, agen individu

memegang peranan penting dalam organizational learning pada learning

organization.

Berdasarkan pendapat serta pemikiran para ahli diatas, dapat

ditafsirkan bahwa indvidu sebagai salah satu agen organizational learning

memegang peranan penting dalam menentukan fondasi suatu organisasi

yang didasarkan pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi

tersebut.

b. Pimpinan sebagai Agen Organizational Learning

Sadler (2003) menyatakan bahwa dalam organizational learning,

pemimpin organisasi memiliki tiga fungsi yang berbeda: desainer, pelayan,

dan guru. Pekerjaan sebagai desainer adalah tentang menciptakan sistem,

strategi, dan kebijakan untuk menjadikan organisasi efektif dan efisien.

12
Fungsi pengawasan berkaitan dengan tanggung jawab pemimpin untuk

memastikan kelangsungan hidup jangka panjang organisasi.

Peran guru terwujud sebagai pemimpin yang membantu orang lain

untuk melihat gambaran besar suatu organisasi. Pemimpin membantu

orang lain memahami realitas situasi saat ini dan visi organisasi. Mengisi

kesenjangan yang terletak di antara kedua paradigma dan menciptakan

lingkungan belajar mana yang dapat terjadi adalah fokus dari pemimpin

yang efektif dari suatu organizational learning. (Sadler, 2003)

Dalam suatu proses organisasi, pemimpin seharusnya menjadi

pembelajar bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi organisasi dan

anggota organisasi yang dipimpinnya. Hanya dengan belajarlah seorang

pemimpin dapat menjadi pemimpin yang baik dan memberikan contoh

serta membangun konteks yang aman bagi orang lain untuk ikut serta

dalam belajar. Pemimpin harus memegang posisi sebagai kepala

pembelajar dan membawa tanggung jawab sebagai pengontrol lingkungan

dan budaya yang menjelaskan belajar adalah sesuatu yang bernilai dan

harus dihargai.

Sadler (2003) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan heroik

atau karismatik mungkin kurang efektif dalam menciptakan suatu

lingkungan di mana tim belajar dipraktikkan. Hal tersebut bukan berarti

bahwa para pemimpin tersebut tidak dapat menjadi agen organizational

learning. Namun, jenis belajar mereka yang cenderung untuk memfasilitasi,

13
sangat berbeda dari mereka yang sesuai dalam model ‘Designer, Steward,

Teacher (DST)’ (Desainer, Pejabat, dan Guru).

Pemimpin karismatik cenderung mengundang pembelajaran pasif

bagi anggotanya. Sedangkan pemimpin yang sesuai dalam model DST,

cenderung bertindak sebagai fasilitator pembelajaran aktif dan melayani.

Sehingga, pemimpin yang sesuai dengan model DST-lah yang dianggap

dapat memfasilitasi pembelajaran yang diperlukan untuk menjadikan suatu

organisasi menjadi organisasi yang efektif terutama pada abad ke-21.

Pemahaman pemimpin terhadap perannya sebagai fasilitator

pembelajaran serta sebagai contoh pembelajaran, dapat mengatur tingkat

pembelajaran. Pemimpin juga berperan dalam menciptakan lingkungan

belajar yang kodusif untuk keberlangsungan proses pembelajaran. Sebagai

agen organizational learning, pemimpin dapat membentuk budaya dan

mendorong pembelajaran berlangsung.

c. Dewan Organisasi sebagai Agen Organizational Learning

Pihak berwenang yang mengatur organisasi selalu berada pada

garis terdepan dalam memberikan pembelajaran bagi karyawan mereka.

Pembelajaran tersebut diberikan dalam bentuk lokakarya, seminar, sesi

pelatihan dan kesempatan formal lainnya yang dikembangkan oleh dewan

organisasi. Dewan organisasi berfungsi sebagai agen yang unik dalam

organisasi. Dewan organisasi mengisi berbagai jenis peran yang berkaitan

dengan pengawasan secara keseluruhan dan atau operasi termasuk belajar

organisasi.

14
Dalam banyak kasus, dewan organisasi yang tidak aktif terlibat

dalam manajemen pengetahuan atau dalam proses belajar organisasi.

Tainio, Lilja, dan Santalailen dalam Dierkes, Antal, Child, & Nonaka

(2003) menunjukkan bahwa banyak dewan organisasi mengambil peran

yang lebih tradisional dalam organisasi yang cenderung berfungsi lebih

pasif dan reaktif. Dewan organisasi sejenis ini berperan untuk memantau

dan mengendalikan kinerja perusahaan tanpa terlibat langsung dalam

kegiatan organisasi tersebut.

Dewan organisasi harus lebih proaktif dan semakin terlibat dalam

membantu top manajer dalam mengatasi permasalahan di lingkungan

organisasi tersebut, tanpa mengabaikan tugas dan kewenangan top manajer.

Hal tersebut perlu dilakukan oleh dewan organisasi untuk mengamankan

sumber daya kritis bagi sebuah perusahaan. Keterlibatan tersebut akan

meningkatkan pembelajaran organisasi dengan menciptakan kesadaran dari

faktor sistem lainnya yang mempengaruhi kebijakan organisasi. Terlebih,

kapasitas untuk merespon perubahan pasar, masyarakat, peraturan, dan

kondisi ekonomi tersebut dipengaruhi oleh organizational learning.

d. Serikat Buruh sebagai Agen Organizational Learning

Globalisasi ekonomi nasional dan kemajuan dalam teknologi

manufaktur menghadirkan tantangan baru bagi para buruh yang terorganisir.

Sebelumnya, organisasi yang menggunakan teknik produksi massal

memerlukan proses belajar yang sangat sedikit pada bagian dari serikat

pekerja. Serikat pekerja cenderung untuk melihat setiap pembelajaran baru

15
sebagai skema untuk menggantikan mereka dengan sesuatu yang lebih

efisien, yakni teknologi yang lebih handal.

Outsourcing operasi produksi massal ke negara-negara asing dan

penutupan banyak pabrik telah memaksa serikat pekerja untuk mengambil

peran agen pembelajaran dalam organisasi mereka untuk bertahan hidup.

Serikat pekerja harus belajar di arena yang berbeda untuk menjaga

organisasi mereka tetap sehat dan stabil. Ini termasuk proses belajar tidak

hanya dalam keterampilan teknis dan kemampuan atau tugas tertentu, tetapi

juga di daerah lain yang lebih kompleks seperti dampak dari globalisasi.

Adanya perubahan global, IT, dan ekonomi, juga mempengaruhi

organisasi serikat pekerja. Mereka dituntut untuk terus-menerus belajar

dalam menyeimbangkan organisasinya dengan arus dunia luar. Para

pekerja dalam serikat pekerja tersebut juga merupakan ujung tombak

perubahan dan perkembangan agen tersebut, sebab para pekerja yang

terdiri dari individu-individu tersebut-lah yang belajar dan mengalami

proses pembelajaran.

e. Ekonomi sebagai Agen Organizational Learning

Mirip dengan serikat buruh dan dampaknya terhadap

organizational learning, ekonomi juga memiliki bagian penting untuk

bermain dalam organizational learning. Boerner, Macher, dan Teece (2003)

berpendapat:

"The process of a market reaching its equilibrium is fundamentally a


learning process" (p.106)

16
proses untuk mencapai keseimbangan pasar adalah proses belajar yang

fundamental. Keadaan yang berubah dan ketidakpastian lingkungan

ekonomi memberikan suasana adaptasi yang terus-menerus untuk

organizational learning. Goldsmith, Morgan, dan Ogg (2004) mendukung

konsep peningkatan ekonomi dalam organizational learning. Mereka

berpendapat:

"Today we see another shift...after a prosperous economic decade in the


1990s, the recession that followed forced shareholders to reevaluate what they
expected from the executives...Executives have gone from being judged using a
measure of five-to-ten year periods to having their achievements assessed in mere
months" (p. 137)

intinya bagi pemegang saham adalah ekonomi dan keberhasilan organisasi

untuk berkembang harus memberikan potensi yang maksimum atas nama

mereka. Mengikuti perkembangan ekonomi adalah penting untuk

menumbuhkan organisasi yang sukses. Boerner, et al. (2003) menyatakan:

"Few, if any, modern economists would question the paramount


importance of learning and learning processes to a firm's competitive
performance" (p.111)

jika ada, ekonom modern akan mempertanyakan pentingnya proses

pembelajaran tersebut untuk kinerja kompetitif suatu perusahaan.

f. Konsultan sebagai Agen Organizational Learning

Dewasa ini, semakin banyak organisasi maupun perusahaan yang

menyewa konsultan untuk membantu organisasi tersebut dalam

memecahkan berbagai masalah dan untuk meningkatkan atau menstabilkan

posisi mereka di pasar. Namun, tidak banyak penelitian yang menjelaskan

secara eksplisit tentang cara konsultan berkontribusi atau menghambat

17
organizational learning. Karena itu diperlukan studi pada bidang

pengembangan organisasi dan manajemen perubahan untuk

mengeksplorasi peran konsultan dalam proses-proses terkait.

Walaupun pekerjaan dalam bidang tersebut jarang

memperlihatkan learning organization secara eksplisit, tetapi dimensi

pembelajaran didalamnya ditunjukkan secara implisit untuk kedua bidang

pengembangan organisasi dan manajemen perubahan. Sebagian

ditunjukkan, dari bentuk implisit tersebut, dimensi pembelajaran dalam

bentuk komitmen untuk "help for self-help" yaitu bantuan untuk diri sendiri,

yang mendasari kerja konsultan dalam pengembangan organisasi.

Agar konsultan berkontribusi secara efektif dalam organizational

learning, para konsultan perlu membentuk dan mengelola hubungan yang

baik dengan klien mereka. Suatu organisasi sangat jarang menggunakan

jasa konsultan dengan maksud untuk "meningkatkan pembelajaran

organisasi". Para konsultan umumnya dipanggil untuk "memecahkan

masalah" organisasi tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja

organisasi. Namun, terdapat agenda pembelajaran yang bersifat implisit di

balik upaya pemecahan masalah dalam organisasi tersebut.

Dalam upaya untuk memenuhi misi mereka, konsultan memainkan

berbagai peran dalam organisasi, dan peran-peran tersebut bervariasi dalam

dampak potensial mereka terhadap proses belajar. Berbagai peran dapat

menghasilkan berbagai jenis kontribusi bagi learning organization, hal

tersebut tergantung pada peran dari anggota. Konsultan dapat memainkan

18
peran yang berbeda dalam cara yang berbeda selama proses organizational

learning.

Konsultan dapat terlibat dalam dimensi proses organizational

learning, dalam cara direktif maupun non-direktif. Mereka dapat berbagi

aktivitas dengan klien mereka dalam derajat sentralitas yang besar atau

lebih kecil. Konsultan juga dapat membantu klien mereka dalam

memperoleh pengetahuan dari sumber eksternal maupun internal.

Ketika organisasi dihadapkan dengan situasi yang tidak berhasil

sebelumnya, mereka mungkin menarik konsultan dalam rangka untuk

belajar dan memperbaiki kondisi. Konsultan dipandang sebagai pembawa

pengetahuan yang dibutuhkan karena mereka telah mengembangkan

keahlian dalam bidang ini. Konsultan juga dipercaya karena mereka dapat

membawa pengalaman dari perusahaan lain dalam mengelola tantangan

yang sama.

2.4 Proses dalam Organizational Learning

Tujuan dari pembelajaran organisasi sering mengarah pada perubahan

organisasi yang positif. Dalam beberapa kasus, perubahan organisasi secara

keseluruhan diperlukan untuk peningkatan efektivitas organisasi tersebut.

Kebanyakan organisasi tidak sempurna, sementara dengan adanya perubahan

yang positif akan disambut dengan baik oleh para anggota organisasi. Para agen

perubahan organisasi, pengembangan organisasi, dan pembelajaran organisasi

seringkali bekerja bersama dalam model yang sinkron.

19
Terdapat empat proses yang berkontribusi terhadap pembelajaran

organisasi. Proses pertama, akuisisi pengetahuan, menggunakan sistem

penyimpanan untuk mempertahankan pengetahuan dan melakukan penelitian.

Distribusi informasi, proses kedua, terjadi ketika transfer pengetahuan yang

mereka miliki dengan anggota mereka. Proses ketiga, yang diidentifikasi

sebagai interpretasi informasi, adalah penafsiran informasi yang telah dibagi

diantara para anggota. Proses keempat dan terakhir - proses memori organisasi,

merangkum pengetahuan untuk penggunaan di masa depan.

a. Proses Akuisisi Pengetahuan

Buchel dan Raub (2003) menyatakan bahwa sebuah pertandingan

antara proses belajar dan kekayaan media serta ruang lingkup diperlukan

dalam rangka untuk membantu pembelajaran dalam organisasi. Ada ada

trade-off antara media yang kaya dan media lain dalam lingkup mereka.

Pengenalan teknologi baru yang mempersoalkan nilai skala asli,

mendorong pertimbangan dengan variabel lainnya seperti kecepatan

komunikasi, kemampuan penyimpanan, interkonektivitas antara manusia

dan organisasi, serta integrasi teknologi komputer beberapa dan

pengaruhnya pada pembelajaran organisasi.

Secara historis, proses penciptaan pengetahuan telah

dipertimbangkan dalam konteks dari dua jenis model: top-down atau

bottom-up. Model top-down adalah representasi dari sistem pembelajaran

organisasi birokrasi sedangkan model bottom-up menggambarkan otonomi

dengan penekanan pada belajar individu (Dierkes, et al., 2004). Para

20
penulis berpendapat bahwa ketiga model manajemen (menengah-atas-

bawah), sebagai yang paling cocok untuk penciptaan pengetahuan,

mengingat keterbatasan model top-down dan bottom-up. Sementara model

baru tidak mendiskreditkan kebutuhan untuk kontribusi top-down dan

bottom-up, itu lebih jelas mendefinisikan hubungan kerjasama dan

interaksi antara manajer atas, tengah, dan bawah dengan penekanan pada

tingkat peran masing-masing dalam proses belajar organisasi.

Trompenaars dan Hampton-Tuner (2004) setuju bahwa

pendekatan menengah-atas-bawah dapat memberikan keseimbangan untuk

belajar organisasi. Kunci komunikasi yang efektif dan berbagi pengetahuan

adalah manajer menengah, yang berfungsi sebagai penerjemah antara

bahasa dari "menara gading" dan bahasa dari "parit." Untuk pendekatan ini

ada kepercayaan besar pada manajer menengah yang diberikan keduanya,

yakni manajer bagian atas dan bagian bawah. Pada kenyataan yang

pragmatis, manajer tengah adalah posisi yang paling penting dan

administrasi karyawan yang paling berharga, tanpa-nya pembelajaran

organisasi menjadi tidak efektif atau kontra-produktif.

b. Proses Distribusi Informasi

Berdasarkan teori, organisasi akan melayani dengan baik untuk

mengembangkan proses pembelajaran yang menggunakan pengalaman dan

refleksi sebagai unsur dasar. Mirip dengan siklus belajar, bagi individu,

organisasi telah mengembangkan proses belajar berdasarkan asumsi yang

sama, yaitu, belajar berasal dari suatu kejadian; refleksi atas peristiwa;

21
belajar penggalian dan perencanaan tindakan baru, dan akhirnya, aplikasi

pembelajaran ke siklus berikutnya (Merriam & Caffarella, 1999). Misalnya,

dalam operasi manufaktur, perkenalan baru (baik produk dan proses) sering

dimulai dengan refleksi pengalaman formal dengan produk saat ini atau

proses.

Refleksi formal ini dimulai dengan merakit sebuah tim lintas-

fungsional proyek, bertanggung jawab untuk pengenalan yang baru. Sejauh

ini perusahaan-perusahaan memanfaatkan tim lintas fungsi untuk

mengembangkan dan memperkenalkan produk baru dan proses. Teknologi

baru, seperti yang dibahas oleh Buchel dan Raub (2003), dapat untuk

meningkatkan efektivitas tim lintas fungsional yang semakin global di alam

dan kemampuan proses permintaan untuk penyimpanan cepat dan efektif.

Banyak perusahaan mengandalkan media untuk membantu

membantu proses organisasi belajar mereka. Dalam rangka untuk

memastikan keberhasilan proses belajar, organisasi harus

mempertimbangkan dua faktor ketika memilih dari berbagai media

komunikasi. Faktor tersebut seperti tatap muka komunikasi, tele-

conference, telepon, voice mail, faks, komunikasi elektronik, dan

komunikasi tertulis resmi. Jadi, mereka harus menemukan keseimbangan

antara kekayaan media dan ruang lingkup media.

Adapun ruang lingkup media, faktor ini berkaitan dengan seberapa

baik pengikut menyimpan pesan dalam memori (Dierkes et al, 2003, hal

522). Namun, sebelum memilih media komunikasi untuk membantu proses

22
pembelajaran organisasi, pemimpin organisasi harus menentukan

kemampuan masing-masing media. Hal tersebut dilakukan untuk

memberikan umpan balik, beberapa isyarat, dan mengungkapkan emosi.

c. Proses Interpretasi Informasi

Menurut Maira dan Scott-Morgan (1997), organisasi melihat

proses belajar lebih sempit dari yang seharusnya. Organisasi belajar benar-

benar perlu untuk mengambil tempat di berbagai bagian organisasi dan

pada berbagai mata pelajaran. Para penulis melanjutkan untuk

mengartikulasikan proses belajar dalam sebuah organisasi, menunjukkan

bahwa proses ini dapat dibagi antara dua bidang pada matriks belajar:

Siapa
Komunitas
yang Individu Tim Organisasi
(Interorganisasional)
belajar?
Prosedur

Apa yang Proses Bisnis


dipelajari? Mental Model
Visi

Tabel 3. Matriks Belajar (Maira dan Scott-Morgan, 1997)

Kolom horisontal menetapkan orang (pelaku) yang sedang belajar,

yang digambarkan menjadi empat kolom terpisah. Menurut penulis, yang

harus dibentuk adalah kebutuhan belajar masing-masing empat sub

kelompok organisasi. Organisasi tidak dapat mengasumsikan bahwa

investasi besar dalam pendidikan dan pelatihan karyawan individu akan

menciptakan pembelajaran organisasi yang efektif, juga tidak dapat

23
mengabaikan kebutuhan untuk berinvestasi dalam belajar individu dan

pertumbuhan.

Pada dimensi vertikal dari matriks ini belajar adalah rincian dari

hal yang dipelajari dalam kelompok sub organisasi. Sebagai sebuah

organisasi embarks pada proses belajar. Proses tersebut diperlukan

mengetahui orang (pelaku) yang belajar dan hal yang sedang dipelajari

harus diukur untuk efektivitas yang terukur.

d. Proses Memori Organisasi

Pengetahuan adalah aset kunci dari organisasi belajar. Memori

organisasi meluas dan menguatkan aset ini dengan menangkap,

mengorganisasi, menyebarkan, dan menggunakan kembali pengetahuan

yang diciptakan oleh karyawannya. Istilah memori organisasi kadang-

kadang digunakan untuk merujuk kepada segala hal yang ada saat ini di

jalan sosial, kenangan konvensi individu, dan sebagainya.

Ada langkah penting dalam proses pembelajaran. Langkah ini

diambil ketika ada pergeseran dari seorang pelajar individu untuk

memimpin atau mengelola sebuah skenario pembelajaran organisasi.

Sebuah organisasi harus mengambil langkah-langkah tertentu dalam

pengembangan untuk mengadopsi atau menyebar informasi dari individu

untuk rutinitas perusahaan. Ini adalah pengkodean kesimpulan dari sejarah

ke dalam rutinitas organisasi.

Dalam lingkungan global, dilema pembelajaran baru wajah

organisasi dan perusahaan. Macharzina, Oesterle, dan Brodel (2003)

24
berpendapat bahwa karakteristik utama dari proses internasionalisasi

adalah sifat inkremental pembelajaran berurutan melalui tahap-tahap

meningkatnya komitmen untuk pasar luar negeri beragam. Ini, proses yang

lambat membosankan, Macharzina, et al. (2003) menyarankan adalah

penting untuk keterlibatan internasional yang sukses. Namun, proses ini

efisien oleh organisasi bersedia untuk menginvestasikan modal manusia

menuju pengembangan lintas-perbatasan "sinergi pengetahuan"

(Macharzina, et al., 2003, hal 640) yang akan memfasilitasi pemahaman

yang lebih luas dari perbedaan budaya, politik dan ekonomi.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Organizational Learning

Banyak faktor yang diperlukan untuk mengumpulkan dan mengelola

pengetahuan dalam organizational learning. Tiga faktor yang mempengaruhi

dalam organizational learning adalah konteks, sejarah, dan kelangsungan hidup.

Lane (2001) yang membahas faktor ini menyatakan bahwa asumsi dari teori

organizational learning adalah belajar merupakan hasil konstruksi sosial. Hal

yang dipelajari dan proses belajar terjadi secara fundamental yang dihubungkan

dengan konteks di mana pembelajaran tersebut terjadi.

Salah satu aspek kunci dari pembelajaran organisasi yaitu bahwa

organisasi tidak boleh kehilangan kemampuan dalam belajar, bahkan ketika

terdapat anggota organisasi yang pergi. Konsep memori organisasi berarti

bahwa organisasi pembelajaran yang efektif tidak hanya mempengaruhi

anggota saat ini, tetapi juga anggota di masa depan karena pengalaman,

keyakinan, dan norma-norma yang terakumulasi. Menciptakan organisasi

25
belajar hanya sebagian solusi untuk mengatasi masalah yang ada pada

organisasi (Prahalad & Hamel, 1994). Hal lain yang tidak kalah penting adalah

tidak mempelajari beberapa hal pada masa lalu yang tidak pernah berubah dari

suatu organisasi pada jalur perkembangannya.

Mengembangkan nilai-nilai budaya kerja yang mendorong kreativitas

dan inovasi adalah penting untuk sebuah organisasi yang berkeinginan untuk

belajar dan menghasilkan ide-ide baru atau produk yang baru (Kiely, 1993;

Prather, 2000; Sternberg, 2003; Thompson, 2003). Amabile (1998) menunjuk

enam kategori umum dari praktek manajemen yang efektif dalam menciptakan

budaya belajar dalam sebuah organisasi: (1) menyediakan karyawan dengan

tantangan; (2) menyediakan kebebasan untuk berinovasi; (3) menyediakan

sumber daya yang dibutuhkan untuk menciptakan ide-ide baru / produk; (4)

menyediakan keragaman perspektif dan latar belakang dalam kelompok; (5)

memberikan dorongan dari atasan, dan (6) memberikan dukungan organisasi.

a. Sumberdaya Manusia

Organisasi sangat bervariasi dalam semua aspek. Membangun

pemahaman tentang yang mempengaruhi pembelajaran organisasi untuk

sebagian besar organisasi merupakan hal yang penting. Hal ini akan

memungkinkan individu dalam organisasi yang berbeda untuk

meningkatkan pembelajaran organisasi dalam pengaturan mereka. Lohman

(2005) menemukan faktor-faktor inisiatif, ciri-ciri kepribadian positif,

komitmen untuk pengembangan profesional, minat, diri keberhasilan-

profesi dan kecintaan belajar dapat meningkatkan motivasi untuk belajar

26
pada organisasi informal. Sebaliknya, budaya organisasi yang tidak

mendukung, orang lain yang tidak mau berpartisipasi, kurangnya waktu,

dan kurangnya kedekatan dengan rekan dapat menjadi hal negatif yang

mempengaruhi belajar organisasi.

Shipton, Dawson, Barat, dan Patterson (2002) menemukan bahwa

hanya terdapat dua dari lima variabel yang terkait dengan pembelajaran

organisasi, yaitu pendekatan manajemen sumber daya manusia dan

orientasi kualitas. Profitabilitas, ketidakpastian lingkungan, dan struktur

tidak terlalu terkait dengan pembelajaran organisasi. Albert (2005)

menemukan bahwa dukungan manajemen puncak dan keterlibatan

konsultan juga memfasilitasi pembelajaran organisasi dan perubahan.

b. Waktu

Weber dan Berthoin Antal (2003) menggambarkan enam dimensi

kunci dari waktu yang mempengaruhi pembelajaran organisasi: perspektif

waktu organisasi dan orientasi ke waktu, tekanan waktu, simultanitas,

sinkronisasi dan jendela kesempatan, siklus pembelajaran dan siklus hidup,

serta sejarah.

1) Perspektif Waktu

Dalam sebuah organisasi, individu, kelompok, departemen,

atau fungsi, semua dapat memegang perspektif yang sangat berbeda

waktu dan cakrawala implikasi terus waktu untuk kebutuhan belajar.

Oleh karena itu, penting bahwa kepemimpinan puncak organisasi jelas

menentukan orientasi waktu untuk organisasi secara keseluruhan,

27
sehingga pengambilan keputusan dan pembelajaran berlangsung

dengan cara yang konsisten dengan orientasi waktu organisasi yang

lebar dan perspektif.

2) Tekanan waktu

.Tekanan waktu benar-benar dapat memperlambat

pembelajaran, seperti dalam kasus ketika organisasi ini terancam oleh

kekuatan internal atau eksternal yang melumpuhkan organisasi karena

takut mengambil tindakan bisa mengambil risiko konsekuensi yang

tidak diinginkan. Demikian juga, belajar dan kinerja dapat dipercepat,

misalnya, oleh ancaman tenggat waktu atau manuver kompetitif di

pasar.

3) Keserempakan

Peristiwa eksternal dan peluang terjadi secara bersamaan dan

sangat cepat sehingga tidak ada organisasi dapat mengambil

keuntungan dari semua itu, terutama dengan sumber daya dan tingkat

pengetahuan yang terbatas. Aspek waktu menyajikan risiko kepada

organisasi bahwa mereka akan kehilangan kontrol atas kerangka waktu

kegiatan-kegiatan mereka.

4) Sinkronisasi dan jendela kesempatan

Dimensi ini mengacu pada urutan kejadian atau jendela waktu

tertentu ketika organisasi posisi terbaik dan terbuka untuk belajar.

Mengacu pada urutan kegiatan belajar mengetahui mana yang terbaik

untuk waktu tertentu. Sederhananya, aktivitas belajar yang tepat atau

28
momen tepat pada waktu yang tepat akan menyebabkan pembelajaran

lebih efektif.

5) Belajar siklus dan siklus hidup

Siklus hidup organisasi juga memiliki implikasi bagi

pembelajaran organisasi. Misalnya, sebuah organisasi yang tua

cenderung merasa kesulitan ketika mengadopsi praktek baru dan

belajar hal baru, karena organisasi tersebut dapat terjebak dalam

paradigma mereka sendiri.Ketika organisasi mulai menginjak usia tua

akan terjadi pergolakan mengenai adat dan norma-norma budaya yang

bertentangan dengan perubahan pembelajaran dan hal baru.

6) Sejarah

Cara sebuah organisasi menerapkan pembelajaran di masa lalu,

dapat digunakan untuk diterapkan pada kesempatan belajar di masa

depan. Sejarah, atau identitas, dari suatu organisasi sebagian besar

dibentuk pada pembelajaran kolektif dari individu dan kelompok di

dalam organisasi dari waktu ke waktu. Organisasi dapat

mempergunakan keuntungan dan potensi sukses mereka. Namun,

organisasi juga harus memperhatikan hal lain yang mungkin datang

jika mereka tetap memegang teguh praktek dan prosedur yang lama,

tanpa mempertimbangkan pembelajaran baru dan peluang yang ada.

c. Kelompok

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dalam kelompok

dieksplorasi oleh McConnell dan Zhao (2004). Dalam studi mereka,

29
mereka merancang diagram untuk menunjukkan kelompok belajar dengan

mengintegrasikan faktor bersama-sama. Langkah pertama adalah

perencanaan kelompok. Komunitas belajar memiliki unsur-unsur yang

harus diperhatikan seperti "kreativitas, norma, keyakinan, dan status".

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan "interaksi, komunikasi,

negosiasi, keterampilan, strategi, umpan balik, pemimpin, memainkan

peran, brainstorming, dan motivasi". Terakhir dalam evaluasi, faktor-faktor

berikut harus dipertimbangkan, "kinerja, efektivitas, hasil, kontribusi,

sejarah, pengalaman, dan produktivitas “.

d. Pengikut

Meskipun tidak banyak dibahas definisi Maxwell (1993)

mengenai efek substansi yang memiliki pengaruh dalam sebuah struktur

organisasi, khususnya yang berkaitan untuk menurunkan tingkat karyawan

yang mempengaruhi perubahan organisasi. Maxwell menyatakan,

"Leadership is influence" (hal. 1). Pola pikir mereka mengenai kemampuan

untuk mempengaruhi, atau pengaruh, perubahan dalam sebuah organisasi

telah hilang. Goldsmith, Morgan, dan Ogg (2004), menjelaskan bahwa, "

Organizations in all fields suffer when key employees cannot effectively

influence upper management" (hal. 20).

e. Dewan direksi

Bidang lain yang mempengaruhi organizational learning adalah

Dewan Direksi. Tainio, Lilja, dan Santalainen (2003) menyatakan bahwa

dewan direksi dapat memfasilitasi atau membatasi pembelajaran organisasi.

30
Kegiatan dewan dan pengaruh pada organisasi telah mendorong terjadinya

perubahan signifikan dalam pembelajaran organisasi. Dewan yang aktif

tidak mengelola urusan operasional harian, tetapi mereka melakukan

perencanaan dan mengambil peran yang lebih aktif dalam suksesi

manajemen (Tainio dkk., 2003).

2.6 Knowledge Management

a. Knowledge dalam Organizational Learning

Knowledge atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai

pengetahuan merupakan aset penting dalam organizational learning. Hal

tersebut disebabkan knowledge merupakan input sekaligus hasil dalam

suatu proses pembelajaran. Sebuah organizational learning akan berusaha

menciptakan peluang agar knowledge dapat diakses oleh seluruh anggota

organisasi. Knowledge sendiri disebutkan sebagai salah satu dari empat sub

sistem yang membangun sebuah learning organization sebagai

keseluruhan sub sistem tersebut saling mempengaruhi dalam memperkuat

sebuah learning organization (Olivier Serrat, 2009)

b. Hubungan antara Organizational Learning dan Knowledge Management

Organizational learning dan knowledge management merupakan

istilah yang kini biasa digunakan dalam dunia bisnis. Pada awalnya kedua

hal tersebut jarang dibahas bersama, namun pada akhirnya para peneliti

kesulitan ketika memisahkan keduanya. Seperti yang dilakukan oleh

Nonaka dan Takheuci (1995) yang dikutip oleh Mark Easterby yang

menyatakan bahwa organizatinal learning dan knowledge creation process

31
adalah hal yang berbeda dan tidak berkaitan. Seiring berjalannya waktu

diketahui bahwa keduanya dalah hal yang berkaitan dan memberikan

pengaruh terhadap produktivitas organisasi.

Organisasi yang ingin menjadi sebuah organizational learning

sangat membutuhkan knowledge management. Knowledge harus terus

diperbaharui dan diperkaya secara berkesinambungan agar organisasi dapat

mencapai kesuksesannya atau yang lebih mendasar agar organisasi dapat

bertahan. Dan untuk memastikan hal tersebut dapat berjalan maka

dibutuhkan knowledge management.

c. Proses Knowledge Management

Knowledge management merupakan area berlangsungnya

penelitian dan praktik yang bertujuan untuk mencari himpunan konsep

dasar yang stabil dan jenis aplikasi yang dapat diterapkan. Knowledge

management muncul dari adanya sistem pendekatan yang berbeda

mengenai knowledge dalam organisasi. Pendekatan tersebut dibedakan atas

personal knowledge (tacit knowledge) dan organizational knowledge.

Kedua pendekatan tersebut memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan

dengan adanya knowledge management dapat dihasilkan kombinasi tepat

dari kedua pendekatan. Hasil yang diharapkan adalah kekurangan dari

salah satu pendekatan dapat ditutupi oleh pendekatan yang lain.

Dasar knowledge management terdiri dari empat proses:

generating, organizing, developing dan distributing content.

32
1) Generating (membangkitkan)

Membangkitkan knowledge memiliki dua tugas, pertama

mengidentifikasi materi pengetahuan yang diinginkan dan membuat

orang dalm organisasi dapat menyumbangkan dan saling bertukar ide

melalui diskusi media online ataupun dengan menyampaikan ide dari

luar organisasi misalnya adanya keterlibatan dari klien. Namun

permasalahan teknologi dan batasan budaya membuat proses tersebut

menjadi sulit. Kelompok dan individu harus belajar cara mendapatkan

materi pembelajaran melalui elektronik, dalam banyak kasus, mereka

harus melakukan perubahan dalam mindset dan budaya dari

penyimpanan ide yang dimiliki individu untuk dibagi bersama orang

lain.

2) Organizing (pengorganisasian)

Ketika informasi telah dikumpulkan maka informasi tersebut

harus diorganisasikan agar dapat ditampilkan dan diterima secara

elektrik. Sistem pembagian informasi atau alat, termasuk di dalamnya

basis pengetahuan, perangkat navigasi, hubungan antar pengguna, dan

taksonomi, harus dirancang untuk memfasilitasi proses ini. Penempatan

yang tepat dari material dan hubungan antar komponen merupakan hal

yang sangat penting. Pengorganisasian tersebut juga bertujuan agar

informasi mudah diakses, diinterpretasikan dan digunakan.Basis

Knowledege dapat dibedakan dengan penyaringan sesuai level

33
tertentu. Basis pengetahuan yang telah disaring maka akan mendapat

persetujuan untuk digunakan.

3) Developing (mengembangkan)

Kegiatan pembangunan melibatkan seleksi dan penyempurnaan

lebih lanjut dari materi untuk meningkatkan nilai bagi pengguna. Dalam

banyak kasus, garis antara pengaturan dan pengembangan pengetahuan

sulit untuk digambarkan, seringkali kedua hal tersebut terjadi secara

bersamaan.

4) Distribution (mendistribusikan)

Distribusi mengacu pada cara orang mendapatkan akses ke

materi. Ada dua tujuan utama, yang pertama untuk mempermudah orang

untuk menemukan apa yang mereka cari, dan mendorong

pengaplikasian dan penggunaan kembali pengetahuan. Pelatihan dan

sistem penghargaan memiliki peran penting. Cara yang dapat digunakan

adalah penggunaan metode push and pull. Push merupakan suatu

sistem organisasi yang menyediakan informasi dalam jumlah besar

untuk pengguna dan kemudian menunggu agar pengguna sendiri yang

mengambil informasi yang mereka butuhkan dari database (pull).

Kesimpulan:

Organizational Learning adalah suatu proses belajar yang dialami oleh

semua anggota organisasi untuk menghadapi perubahan yang akan dialami oleh

sebuah organisasi. Peter Senge (1990) dalam bukunya The Fifth Discipline of

34
Learning Organization menjelaskan bahwa terdapat 5 pilar learning organization

yaitu systems thinking, personal mastery, mental models, shared vision, and team

learning. Kemudian, Dierks, et al (2003), dalam buku berjudul The Handbook of

Organizational Learning mengidentifikasi terdapat lima agen organizational learning,

yaitu individu, kepemimpinan senior dalam organisasi, dewan organisasi, serikat

buruh, dan konsultan. Terdapat empat proses yang berkontribusi terhadap

pembelajaran organisasi yaitu akuisisi pengetahuan, distribusi informasi, interpretasi

informasi, dan memori organisasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi

organizational learning adalah sumberdaya manusia, waktu, kelompok, pengikut, dan

dewan direksi. Selain itu, Knowledge merupakan aset penting bagi sebuah

organizational learning. Pendekatan knowledge dibedakan atas dua macam yaitu

personal knowledge approach dan organizational knowledge approach. Knowledge

management dibutuhkan untuk mengelola kedua macam pendekatan tersebut

sehingga dapat diperoleh hasil maksimal dari knowledge approach.

35
BAB 3

LEARNING ORGANIZATION

3.1 Pengertian Learning Organization

Sesuai dengan lima disiplin yang dijelaskan oleh Senge (1990),

beberapa orang menganjurkan konsep Senge tentang learning organization

sebagai tujuan yang harus dicapai oleh suatu organisasi. Sedangkan yang

lainnya menganjurkan organizational learning sebagai suatu proses, pendapat

ini didukung oleh Argyris dan Schon (1978), Huber (1991), dan Glynn et all.

(1994). Schwantd dan Marquardt (1999) melihat organizational learning

sebagai proses mengintegrasikan kinerja dan belajar. Organizational learning

yang dipandang sebagai siklus pembelajaran yang berkelanjutan, tidak dapat

mencapai suatu titik yang disebut learning organization. Pada dasarnya

learning organization juga tidak bersifat konstan, tetapi selalu berubah sesuai

perkembangan zaman dan kebutuhan organisasi.

Organizational Learning dan Learning Organization harus senantiasa

berdampingan agar fungsi dari organisasi tersebut dapat berjalan efektif. Proses

belajar tidak hanya dimulai dan diakhiri pada saat seseorang menginjak usia

sekolah sampai lulus perguruan tinggi. Namun, proses belajar terus berlanjut

dan akan sangat terasa saat seseorang menjalani suatu organisasi misalnya

dalam dunia kerja. Sebuah perusahaan berperan sebagai fasilitator bagi kegiatan

pembelajaran bagi seluruh karyawannya. Kegiatan belajar inilah yang disebut

36
organizational learning, dan bertujuan menciptakan suatu organisasi sesuai

learning organization.

Beberapa pengertian Learning Organization menurut para ahli:

a. Menurut Peter Senge (1990)

“Learning Organizations are organizations where people continually


expand their capacity to create the results they truly desire, where new
and expansive patterns of thinking are nurtured, where collective
aspiration is set free, and where people are continually learning to see
the whole together.”

b. Menurut M. Pedler, J. Burgoyne and Tom Boydell (1991)

“A Learning Company is an organiaation that facilitates the learning of


all its members and continually transforms itself”

Secara umum konsep learning organization dapat diartikan sebagai

organisasi yang terus menerus melakukan proses pembelajaran terhadap seluruh

anggota organisasi. Hal ini dilakukan agar organisasi tersebut memiliki

kecepatan berpikir dan bertindak dalam merespon perubahan yang muncul.

3.2 Karakteristik Learning Organization

Karakteristik learning organization adalah mencakup organizational

design, information sharing, organizational culture, dan leadership.

Gambar 1. Karakteristik Learning Organization (Robbins, 2003)

37
Secara lebih terperinci learning organization memiliki

karakteristik sebagai berikut (Robbins, 2003) :

1. Memiliki kemampuan untuk berkembang dan terus beradaptasi.

2. Seluruh anggota berperan aktif dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan

isu-isu yang terkait dengan masalah pekerjaan.

3. Menjalankan knowledge managenement dengan terus mencari dan berbagi

pengetahuan baru.

4. Memiliki lingkungan yang kondusif untuk saling berkomunikasi.

5. Memberdayakan tim.

6. Kepemimpinan menciptakan visi bersama untuk masa depan organisasi.

7. Budaya organisasi memberikan rasa identitas.

Dalam learning organization (Smith, 2001) sangat penting bagi

anggota untuk berbagi informasi dan berkolaborasi di seluruh spesialisasi

fungsional organisasi yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan

meminimalkan atau menghilangkan batas-batas struktural dan fisik yang ada.

Karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan baik dan dapat belajar satu sama

lain. Sehingga tim merupakan fitur penting dari struktur learning organization.

Dengan memberdayakan karyawan di dalam sebuah tim, maka manajer hanya

berfungsi sebagai fasilitator, dan pendukung tim yang terdiri atas para

karyawan.

Belajar tidak dapat berlangsung tanpa informasi. Untuk dapat

membentuk sebuah learning organization, maka informasi harus diberikan

kepada anggota, sehingga anggota organisasi harus terlibat dalam knowledge

38
management. Ini berarti berbagi informasi secara terbuka, pada waktu yang

tepat, dan seakurat mungkin.

Kepemimpinan memainkan peran penting dalam organisasi yang

sedang bergerak untuk menjadi sebuah learning organization. Hal yang harus

dilakukan seorang pimpinan untuk membentuk learning organization adalah

memfasilitasi terciptanya visi bersama untuk masa depan organisasi dan

kemudian memantau anggota organisasi agar bekerja untuk mencapai visi

tersebut. Selain itu, para pemimpin harus mendukung dan memberikan

lingkungan kolaboratif yang penting untuk belajar. Tanpa kepemimpinan yang

kuat dan berkomitmen di seluruh organisasi, akan sangat sulit untuk menjadi

learning organization.

3.3 Komponen Learning Organization

Learning organization (LO) atau organisasi pembelajar adalah

organisasi yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang

ada dalam organisasi untuk memperluas kapasitas dirinya dengan terus belajar,

beradaptasi dan berubah (Robbins). Learning organization merupakan

organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan itu

sendiri (managing change). Anggota organisasi juga harus mengerti ruang

lingkup dalam learning organization agar lebih mudah dalam

mengimplementasikannya.

39
Untuk memulai mentransformasikan organisasi menjadi learning

organization maka perlu dicermati komponen-komponen penting yang harus

ada dalam learning organization:

a. Belajar (learning)

b. Organisasi (organization)

c. Orang (people)

d. Pengetahuan (knowledge)

e. Teknologi (technology)

Pembelajaran disini harus menyatu pada cara organisasi menjalankan

kegiatannya. Pembelajaran dalam hal ini berarti:

a. Bagian dari kegiatan kerja sehari-hari.

b. Diterapkan pada individu, unit kerja dan perusahaan.

c. Bersifat mampu memecahkan masalah pada akar penyebabnya.

d. Fokus pada tersebarnya pengetahuan di seluruh stuktur organisasi.

e. Digerakkan oleh kesempatan untuk mendapatkan perubahan yang signifikan

dan mengerjakan dengan lebih baik.

Learning Oganization (LO) mencakup banyak hal, terutama pada

orang dalam organisasi misalnya, karyawan dalam perusahaan. Keberhasilan

karyawan sangat tergantung pada diperolehnya kesempatan untuk mempelajari

dan mempraktekkan hal dan keahlian yang baru. Perusahaan berinvestasi pada

pendidikan, pelatihan dan berbagai kesempatan lain yang diberikan pada para

karyawannya untuk tumbuh dan berkembang.

40
Learning organization juga mencakup kedalam hal berikut ini:

a. Learning Culture – terciptanya iklim organisasi yang menghasilkan

suasana pembelajar yang kental. Karakteristik ini dekat dengan adanya

inovasi.

b. Processes – adalah proses yang mendorong adanya interaksi di luar batas

organisasi tersebut, ada infrastruktur, dan proses pengembangan.

c. Tools and Techniques – metode-metode yang dapat digunakan bagi

seorang individu dan kelompok, seperti kreativitas dan teknik pemecahan

masalah.

d. Skills and Motivation – untuk belajar dan beradaptasi.

Dengan demikian pembelajaran bukan sekedar peningkatan kualitas

produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Namun juga, peningkatan

lingkungan kerja yang lebih tanggap terhadap situasi, adaptif, inovatif dan

efisien yang pada gilirannya akan meningkatkan kinerja dan semakin

memperkuat posisi organisasi.

3.4 Manfaat dan Keuntungan menggunakan Learning Organization

Organisasi belajar secara konseptual turut memberikan kontribusi bagi

manajemen. Stephen Robbins (2002) mengemukakan bahwa organisasi belajar

diperlukan bagi manajemen untuk mengembangkan kapasitas organisasi secara

bersinambungan untuk menyesuaikan diri dan melakukan perubahan. Pada

dasarnya semua organisasi itu belajar, baik secara sadar atau tidak sadar, maka

itulah persyaratan yang mendasar untuk mempertahankan eksistensi.

41
Learning organization dapat membantu para manajer dalam proses

pengambilan keputusan manajemen, khususnya membuat keputusan-keputusan

yang tidak terprogram secara lebih kreatif. Dalam hal ini, organisasi belajar

mendorong para manajer terus berupaya meningkatkan kemampuan baik

individual maupun kelompok, untuk berpikir dan berperilaku kreatif dan

mengoptimalkan potensinya melalui pembelajaran. Dengan terjadinya proses

pembelajaran berarti para manajer memotivasi dan memampukan para

karyawan untuk mengambil keputusan serta terus menerus guna meningkatkan

efektivitas organisasi.

Disamping itu, learning organization sebagai salah satu konsep

organisasi memungkinkan seluruh elemen organisasi tersebut melakukan

dinamisasi seluasnya. Dinamisasi ini muncul disebabkan kultur yang menjadi

dasar konsep organisasi tersebut. Kultur untuk senantiasa mengembangkan

kapasitas organisasi adalah kultur utama dari learning organization. Kultur ini

menjadikan learning organization memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan

dengan konsep organisasi lainnya.

Konsep LO, oleh A.P Bartel seperti yang dikutip oleh Karl M. Kapp

(1999), asisten direktur CFPIM, CIRM, menyatakan bahwa ada hubungan

penggunaan LO dalam perusahaan bahwa:

“Manufacturing firms that implement training programs increase


productivity by an average of 17 percent”

42
Dalam keterangan yang lain Karl, juga mnengutip pernyataan dari T.

Peters yang menyatakan bahwa:

“Laser Drive, Inc., a Pittsburgh-based manufacturer, used learning


organization techniques to achieve a market share of 70 percent. Motorola,
whom, Fortune characterized as the ‘gold standard of corporate training’
estimates that for every dollar spent on problem solving and statistical process
control training, thirty dollars are returned to the corporation”

Suatu perusahaan yang menggunakan konsep LO pasti memiliki

program peningkatan kapasitas perusahaan tersebut. Pengembangan kapasitas

yang dilakukan lewat program pelatihan (training) menjadikan perusahaan

memiliki sumber daya manusia yang bermutu. Baik tidaknya sumber daya

manusia berimplikasi pada produktivitas kerja suatu perusahaan. Semakin baik

sumber daya manusia suatu perusahaan maka produktivitasnya pun semakin

tinggi, begitu pula sebaliknya. Dan LO memungkinkan peningkatan

produktivitas tersebut.

Kesimpulan:

Learning organization adalah organisasi yang terus menerus melakukan

proses pembelajaran untuk semua anggota organisasi. Hal ini dilakukan agar

organisasi memiliki kecepatan berpikir dan bertindak dalam menanggapi berbagai

perubahan yang terjadi. Ruang lingkup learning organization meliputi komponen,

manfaat dan karakteristik dari learning organization. Semua yang tercakup

didalamnya harus dipahami oleh manajer dan seluruh pelaku organisasi yang ingin

membawa organisasinya menjadi learning organization, yang diperlukan bagi

43
manajemen untuk mengembangkan kapasitas organisasi secara bersinambungan

untuk menyesuaikan diri dan melakukan perubahan.

44
BAB 4

CONCLUSION

Organizational Learning is a learning process experienced by all members of

the organization to face the changes that will be experienced by an organization.

While the learning organization is an organization that continuously make the

learning process for all members of the organization. This is done so that the

organization has a speed of thinking and acting in response to various changes that

occur. The most fundamental difference between the learning organization and

organizational learning lies in the character of its contents. Learning organization is a

form of organization. While organizational learning is a process for creating a

learning organization. Knowledge is an important asset for an organizational learning.

Approach to knowledge that is divided into two kinds of personal knowledge and

organizational knowledge approach approach. In creating a learning organization, a

manager must understand the principles, characteristics, components, agents,

processes, and benefited from a learning organization. So it can create well-developed

organization.

45
DAFTAR PUSTAKA

Berthoin Antal, A. & Krebschbach-Gnath, C., 2003. Consultants as Agents of


Organizational Learning: The Importance of Marginality. Didapat dari:
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.118.3436&rep=re
p1&type=pdf [Diakses tanggal 23 September 2011].
Boerner, C. S., Macher, J. T., & Teece, D. J., 2003. A review and assessment of
rorganizational learning in economic theories. In M. Dierkes, A. Berthoin
Antal, J. Child & I. Nonaka (Eds.), Handbook of organizational learning
and knowledge (pp. 89-117). New York: Oxford University Press, Inc.
Dierkes, M., Berthoin Antal, A., Child, J., & Nonaka, I. (Eds.)., 2003. Handbook of
organizational learning & knowledge. New York, NY: Oxford University
Press.
Easterby, M., Lyles .A., Smith & Marjoire, 2003. Handbook of Organizational
Learning. USA: Blackwell Publishing
Goldsmith, M., Morgan, H., & Ogg, A. J. (Eds.)., 2004. Leading learning
organization: Harnessing the power of knowledge. San Francisco, CA:
Jossey-Bass.
Gorelick, Carol., 2005. The Learning Organization Vol.12 No. 4. Didapat dari:
www.emeraldinsight.com/researchregister [Diakses tanggal 26 September
2011].
Johnson, R. A., 1991. Owning your own shadow. New York, NY: HarperCollins
Publishers.
Logsdon, R. L., 1996. The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning
Organization - Peter M. Senge, Massachusetts Institute of Technology.
Didapat dari : http://www.audubon-area.org/NewFiles/sengesum.pdf
[Diakses tanggal 25 September 2011]
Maira, A. & Scott-Morgan, P., 1997. The accelerating organization: Embracing the
human face of change. New York: McGraw-Hill.
Oèrtenblad, A., 2001. On Differences Between Organizational Learning and
Learning Organization. Didapat dari:
http://www.eclo.org/pages/uploads/File/Emerald%20Papers/Anders%20Orte
nblad%20Differences%20Between%20LO%20and%20OL.pdf [Diakses
tanggal 29 September 2011]
Robbins, S. & Coulter, M. (Eds.)., 2003. Management, Seventh Canadian Edition.
Canada: Pearson Education.
Sadler, P., 2003. Leadership and organizational learning. In M. Dierkes, A. Berthoin
Antal, J. Child & I. Nonaka (Eds.), Handbook of organizational learning
and knowledge (pp. 415-427). New York: Oxford University Press, Inc.

46
Sanchez, R., 2005. Knowledge Management and Organizational Learning:
Fundamental Concepts for Theory and Practice. Didapat dari:
www.lri.lu.se/pdf/wp/2005-3.pdf [Diakses tanggal 22 September]
Serrat, O., 2009. Building a Learning Organization. Didapat dari:
http://www.adb.org/Documents/Information/Knowledge-Solutions/Building-
a-Learning-Organization.pdf [Diakses tanggal 22 September 2011]
Smith, M. K., 2001. 'Peter Senge and the learning organization', the encyclopedia of
informal education. Didapat dari: www.infed.org/thinkers/senge.htm.
[Diakses tanggal 20 September 2011].
Tainio, R, Lilja, K., & Santalainen, T. J., 2003. In M. Dierkes, A. Berthoin Antal, J.
Child & I. Nonaka (Eds.), Handbook of organizational leadership and
knowledge (pp. 428-445). New York: Oxford University Press, Inc.
Wikibooks, 2006. Learning Theories. Didapat dari:
http://upload.wikimedia.org/wikimedia/en-labs/5/5a/Learning_Theories.pdf
[Diakses tanggal 30 September 2011].

47

Anda mungkin juga menyukai