Anda di halaman 1dari 37

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tinjauan Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam sebuah organisasi peranan manajemen sumber daya manusia

sangatlah penting. Hal ini dapat kita mengerti karena tanpa sumber daya manusia

organisasi tidak akan bergerak. Dengan semakin berkembangnya suatu organisasi

maka semakin sulit pula pengelolaan sumber daya manusianya, untuk itu sangat

dibutuhkan manajemen sumber daya manusia yang dapat mengelola, mengatur

dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

Menurut Marwansyah (2010:3) manajemen sumber daya manusia

diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi yang

dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen

dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan

pengembangangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan

dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Manajemen sumber daya manusia

sering disebut juga dengan manajemen personalia. Manajemen personalia

merupakan proses manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada

dalam organisasi.

Manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan

dan pengendalian atau pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,

6
7

integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber

daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa

manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi

untuk mencapai tujuan secara efektif dan efesien.

Adapun fungsi manajemen sumber daya manusia menurut Hasibuan

(2007: 21) meliputi:

a. Perencanaan, yaitu merencanakan tenaga secara efektif serta efesien

agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu

terwujudnya tujuan.

b. Pengorganisasian, yaitu kegiatan untuk mengorganisasikan semua

karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,

delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.

c. Pengarahan, yaitu kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau

bekerja sama dan bekerja efektif serta efesien dalam membantu

tercapainya tujuan perusahaan.

d. Pengendalian, yaitu kegiatan mengendalikan semua karyawan agar

menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan

rencana.

e. Pengadaan, yaitu proses penarikan, seleksi, perjanjian kerja,

penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang

sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


8

f. Pengembangan, adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan teoritis, teknis, membuat konsep serta sikap pekerja

dengan program pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh

perusahaan.

g. Kompensasi, merupakan kompensasi atas jasa bagi karyawan yang

berprestasi. Balas jasa dapat berupa bonus, kenaikan gaji maupun

promosi jabatan. Fungsi manajemen sumber daya manusia yang satu

ini dapat dijadikan motivasi untuk menaikkan kinerja karyawan.

h. Pengintegrasian, adalah kegiatan untuk menyatukan kepentingan dari

individu-individu tiap karyawan dan sumber daya manusia di

perusahaan yang lain dengan kepentingan perusahaan.

i. Pemeliharaan, merupakan aktivitas dalam rangka peningkatan dan

pemeliharaan keadaan fisik, mental dan keloyalan pekerja supaya

mereka nyaman bekerja sama dalam jangka waktu yang lama dalam

pencapaian tujuan organisasi.

j. Kedisiplinan, yaitu keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan-

peraturan perusahaan dan norma-norma sosial.

k. Pemberhentian, yaitu putusnya hubungan kerja seseorang dengan

perusahaan.

Sementara tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia (Schuler et. Al

dalam Sutrisno, 2009:7), yaitu memperbaiki tingkat produktivitas, memperbaiki

kualitas kehidupan kerja, dan meyakini organisasi telah memenuhi aspek-aspek

legal. Guna mencapai tujuan manajemen sumber daya manusia, maka sumber
9

daya manusia harus dikembangkan dan dipelihara agar semua fungsi organisasi

dapat berjalan seimbang. Kegiatan sumber daya manusia merupakan suatu bagian

proses manajemen sumber daya manusia yang paling sentral dan merupakan suatu

rangkaian dalam mencapai tujuan organisasi (Sutrisno, 2009:8). Kegiatan tersebut

dapat berjalan lancar apabila memanfaatkan fungsi-fungsi manajemen.

2.1.2 Tinjauan Pelatihan

A. Pengertian pelatihan

Pelatihan merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya

manusia dan juga merupakan salah satu praktek manajemen sumber daya manusia

yang paling sering dibicarakan dan dilakukan di organisasi. Istilah pelatihan

disamakan dengan pengembangan. Pelatihan diarahkan untuk dapat melakukan

pengembangan sumber daya manusia yang menuju kepada perbaikan kinerja. Jadi

dapat dikatakan bahwa istilah pelatihan lebih diarahkan untuk dapat

meningkatkan kinerja kerja pegawai yang dicapai oleh masing-masing pegawai..

Menurut Rivai dan Sagala (2009:211), pelatihan adalah proses yang

sistematis mengubah tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi,

yang berkaitan dengan keahlian dan kemampuan karyawan untuk melaksanakan

pekerjaan saat ini. Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu karyawan

untuk mencapai keahlian dan kemampuan tertentu agar berhasil dalam

melaksanakan pekerjaannya.
10

Menurut Moekijat (2010:282) mendefinisikan pelatihan merupakan usaha

yang bertujuan untuk menyesuaikan seseorang dengan lingkungannya, baik itu

lingkungan di luar pekerjaan, maupun lingkungan di dalamnya.

Menurut Simamora (2001:100), Pelatihan karyawan adalah suatu

persyaratan pekerjaan yang dapat ditentukan dalam hubungannya dengan keahlian

dan pengetahuan berdasarkan aktivitas yang sesungguhnya dilaksanakan pada

pekerjaan.

Proses kegiatan pelatihan sering dilaksanakan oleh suatu perusahaan

setelah terjadi penerimaan karyawan sebab latihan hanya diberikan kepada

karyawan dari perusahaan yang bersangkutan. Latihan adakalanya diberikan

setelah karyawan tersebut ditempatkan dan ditugaskan sesuai bidangnya masing-

masing. Secara garis besar pelatihan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan karyawan agar dapat

melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya secara

efektif dan efesien.

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pelatihan

adalah merupakan pengembangan keahlian dan pengetahuan karyawan agar dapat

menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif, efesien dan berkualitas, sesuai

dengan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.

Pelatihan juga merupakan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih

baik dan terarah serta membantu karyawan memperoleh pengetahuan umum dan

pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja dan organisasi. Pelatihan


11

harus diadakan sebagai salah satu upaya untuk peningkatan kinerja sumber daya

manusia, yang merupakan suatu siklus yang harus dilakukan secara terus menerus.

B. Tujuan Pelatihan

Menurut Carrell dan Kuzmits (1982 : 278), tujuan utama pelatihan dapat

dibagi menjadi 5 area :

1. Untuk meningkatkan ketrampilan karyawan sesuai dengan perubahan

teknologi.

2. Untuk mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi

kompeten.

3. Untuk membantu masalah operasional.

4. Untuk menyiapkan karyawan dalam promosi.

5. Untuk memberi orientasi karyawan untuk lebih mengenal organisasinya.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2001:45) menyatakan bahwa

tujuan pelatihan adalah :

1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi.

2. Meningkatkan kualitas kerja.

3. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.

4. Meningkatkan rangsangan agar karyawan mampu berprestasi secara

maksimal.

5. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

6. Menghindari keusangan (absolescence).


12

C. Manfaat Pelatihan

Manfaat pelatihan pada dasarnya untuk meningkatkan kemampuan

karyawan dalam pekerjaannya. Manfaat yang diperoleh dari adanya suatu

pelatihan yang diadakan oleh perusahaan seperti yang dinyatakan oleh Flippo

(2008:215) berikut ini yaitu :

1. Program-program pengembangan yang direncanakan akan memberikan

manfaat kepada orang berupa peningkatan produktifitas, peningkatan

moral, pengurangan biaya, dan stabilitas serta keluwesan (fleksibilitas)

orang yang makin besar untuk menyesuaikan diri dengan persyaratan-

persyaratan eksternal yang berubah.

2. Program-program yang semacam itu juga akan membantu memenuhi

kebutuhan perorangan dalam mencari pekerjaan yang bermakna bagi karir

seumur hidup.

3. Pelatihan berdampak luas terhadap pengolahan SDM karena adanya

pengelolaan SDM yang baik akan lebih menguntungkan bagi kedua belah

pihak, baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan.

Beberapa manfaat pelatihan menurut Simamora (2006:278) adalah:

1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.

2. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai

standar kinerja yang dapat diterima.

3. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.

4. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumberdaya manusia.

5. Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja.


13

6. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi

mereka.

D. Metode Pelatihan

Menurut Suwatno dan Priansa (2011:113) metode pelatihan perlu

diterapkan oleh perusahaan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan

pekerjaan pegawai, dan berbagai faktor lainnya seperti waktu, biaya, jumlah

peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan lain

sebagainya. Hal ini akan lebih menjamin berlangsungnya kegiatan pelatihan

pegawai yang efektif apabila sesuai dengan tujuan dan sasaran pelatihan.

Hani Handoko (2000:110) menyatakan bahwa program-program pelatihan

dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja, mengurangi

absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada dua kategori

pokok dalam metode pelatihan dan pengembangan yaitu :

1. Metode praktis (on the job) yang terdiri dari :

a. Rotasi jabatan.

b. Latihan instruksi pekerjaan.

c. Magang (apprenticeships).

d. Coaching.

e. Penugasan sementara.

2. Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the

job training) yang meliputi;


14

a. Teknik-teknik presentasi informasi yaitu metode kuliah, presentasi

video, metode konferensi, instruksi pekerjaan (programmed

instruction), studi sendiri (self study).

b. Metode-metode simulasi yaitu metode studi kasus, role playing,

bussiness games, vestibule training, latihan laboratorium (laboratory

training), dan program-program pengembangan eksekutif.

Metode pelatihan menurut Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara

(2011:52) adalah sebagai berikut :

1. On the Job (Pada pekerjaan)

Hampir 90% dari pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode on the

job training. Prosedur metode ini adalah informal, observasi sederhana

dan mudah serta praktis. Karyawan mempelajari tugasnya dengan

mengamati karyawan lain yang sedang bekerja. Aspek lain dari on the job

training adalah lebih formal dalam format. Karyawan senior memberikan

contoh cara mengerjakan pekerjaannya dan training baru

memperhatikannya.

2. Vestibule (Balai)

Suatu vestibule adalah suatu ruangan isolasi atau terpisah yang digunakan

untuk tempat pelatihan bagi karyawan baru yang akan menduduki suatu

job. Metode vestibule sangat cocok untuk banyak peserta (karyawan baru)

yang dilatih dengan macam pekerjaan yang sama dan waktu yang sama.

3. Demonstration and Example Methods (Metode Demonstrasi dan Contoh)


15

Suatu demonstrasi menunjukan dan merencanakan bagaimana suatu

pekerjaannya atau bagaimana suatu yang akan dikerjakan.

4. Simulation (Simulasi)

Simulasi adalah suatu situasi atau peristiwa menciptakan bentuk realitas

atau imitasi dari realitas.

5. Apprenticeship (Magang)

Metode training apprenticeship adalah suatu cara mengembangkan

keterampilan (skill) perajin atau pertukangan.

6. Classroom Method (Metode Ruang Kelas)

Metode ruang kelas merupakan metode training yang dilakukan didalam

kelas, walaupun dapat pula dilakukan di area pekerjaan.

E. Langkah-Langkah Penyelenggaraan Pelatihan

Menurut Dessler (2006:281) ada lima langkah yang harus dilakukan dalam

upaya mengembangkan program pelatihan. Langkah-langkah dalam pelaksanaan

tersebut adalah:

1. Menganalisa Kebutuhan Pelatihan

Untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, maka ada tiga hal yang

harus dipertimbangkan yaitu :

a. Analisa Kebutuhan Organisasi

Analisis kebutuhan organisasi ini yang perlu dianalisis adalah tujuan

dari organisasi, sumber daya yang dimiliki dan lingkungan organisasi

yang sebenarnya. Analisis organisasi dapat dilakukan dengan cara


16

mengadakan survey mengenai sikap karyawan terhadap kepuasan

kerja, persepsi dan sikap karyawan. Disamping itu dapat pula

menggunakan turn over, absensi, kartu pelatihan, daftar perkembangan

dan data perencanaan karyawan.

b. Analisis Kebutuhan Pekerjaan

Analisis ini maksudnya adalah menganalisis pekerjaan yang harus

dilakukan dalam setiap jabatan. Uraian tugas dan persyaratan standar

untuk kerja merupakan dua hal yang dapat diperlajari dari perilaku

peran tersebut. Pekerjaan tersebut secara efektif dapat dilakukan

dengan menentukan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang

dibutuhkan.

c. Analisis Kebutuhan Karyawan

Analisis ini adalah analisis terhadap karyawan perusahaan, yaitu

menganalisis apakah karyawan kurang persiapan dalam melakukan

pekerjaannya atau kurang didalam kemampuan, keterampilan dan

pengetahuan yang dapat menentukan karyawan-karyawan yang

membutuhkan pelatihan dan metode pelatihan yang akan dilakukan.

2. Merencanakan Intruksi

Merencanakan instruksi digunakan untuk memutuskan, menyusun dan

menghasilkan isi program pelatihan, termasuk buku kerja, latihan, dan

aktivitas yang menggunakan teknik, dengan pelatihan kerja langsung dan

mempelajarinya dibantu dengan komputer.

3. Validasi
17

Tahapan ini orang-orang yang terlibat membuat sebuah program pelatihan

dengan menyajikannya kepada beberapa pemirsa yang dapat mewakili.

4. Implementasikan Program

Setelah menetapkan kebutuhan pelatihan dan tujuanya, maka program

pelatihan dapat diimplementasikan dengan melatih karyawan yang

ditargetkan.

5. Mengevaluasi Program Pelatihan

Evaluasi pelatihan adalah membandingkan hasil-hasil setelah pelatihan

dengan tujuan yang diharapkan para manajer, pelatih, serta peserta

pelatihan. Ada empat tingkat penilaian/evaluasi pelatihan yang dapat

digunakan yaitu :

a. Reaksi peserta terhadap isi dan proses pelatihan

Reaksi peserta terhadap isi dan proses dapat diukur dengan cara

menanyakan kepada pesserta yang dapat dilakukan dengan

menyebarkan kuesioner.

b. Pengetahuan

Pengetahuan yang diperoleh melalui pelatihan diketahui dengan

mengukur seberapa besar tambahan pengetahuan yang diperoleh

setelah pelatihan dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan

dengan mengadakan pre test yakni tes sebelum pelatihan dan post test

yakni tes sesudah pelatihan.

c. Perubahan perilaku
18

Perubahan perilaku diketahui dengan mengukur perubahan perilaku

setelah pelatihan dilakukan. Ini memang tugas yang sulit, tetapi dapat

dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada atasannya, rekan

kerjanya, atau melakukan pengamatan di lapangan.

d. Perbaikan pada organisasi

Perbaikan pada organisasi dapat dilihat dari perputaran kerja yang

menurun, kecelakaan kerja yang makin rendah.

F. Indikator Pelatihan

Indikator - indikator pelatihan menurut Anwar Prabu Mangkunegara

(2013:62), diantaranya:

1. Jenis Pelatihan

Berdasarkan analisis kebutuhan program pelatihan yang telah dilakukan,

maka perlu dilakukan pelatihan peningkatan kinerja karyawan dan etika

kerja bagi tingkat bawah dan menengah.

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan pelatihan harus konkret dan dapat diukur, oleh karena itu pelatihan

yang akan diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan

kerja agar peserta mampu mencapai kinerja secara maksimal dan

meningkatkan pemahaman peserta terhadap etika kerja yang harus

diterapkan.

3. Materi
19

Materi pelatihan dapat berupa: pengelolaan (manajemen), tata naskah,

psikologis kerja, komunikasi kerja, disiplin dan etika kerja, kepemimpinan

kerja dan pelaporan kerja.

Berdasarkan definisi pelatihan yang diungkapkan oleh Sedarmayanti

(2013:164) dan Andrew E. Sikula dalam Mangkunegara (2011:44), maka

indikator pelatihan adalah: pendidikan, prosedur sistematis, keterampilan teknis,

mempelajari pengetahuan, mengutamakaan praktek dari pada teori.

2.1.3 Tinjauan Budaya Organisasi

A. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya organisasi diartikan sebagai seperangkat perilaku, perasaan, dan

kerangka psikologis yang terinterminasi yang mendalam dan dimiliki bersama

oleh anggota organisasi (Asang, 2012:103).

Menurut Davis (dalam Lako, 2004:29) budaya organisasi merupakan pola

keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh

organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar

aturan berperilaku dalam organisasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Mangkunegara (2005:113) yang

menyatakan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem

keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang

dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi

masalah adaptasi eksternal dan internal.


20

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan

pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang diyakini dan dijiwai oleh seluruh

anggotanya dalam melakukan pekerjaan sebagai cara yang tepat untuk

memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah terkait,

sehingga akan menjadi sebuah nilai atau aturan di dalam organisasi tersebut.

B. Fungsi dan Peran Budaya Organisasi

Budaya organisasi sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota

organisasi, pastinya memiliki fungsi dan manfaat yang berguna bagi suatu

organisasi. Budaya organisasi berguna untuk membangun dan mendesain kembali

sistem pengendalian manajemen organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan

komitmen agar para manajer dan karyawan mau melaksanakan perencanaan

strategis programming, budgeting, controlling, monitoring, evaluasi, dan lainnya

(Mondy dan Noe dalam Riani, 2011: 7).

Adapun fungsi budaya organisasi menurut Robbins (Riani, 2011: 8),

sebagai berikut:

1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan

yang lain.

2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota – anggota

organisasi.

3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih

luas daripada kepentingan diri individual seseorang.


21

4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan

organisasi itu dengan memberikan standar – standar yang tepat untuk

dilakukan oleh karyawan.

5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang

memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

Pengkajian terhadap budaya organisasi tidak dapat dilepaskan dari konteks

perilaku organisasi secara keseluruhan. Perilaku organisasi dapat diartikan sebagai

sikap dan tindakan yang ditunjukkan individu-individu dalam suatu organisasi.

Oleh karena itu, pengkajian terhadap budaya organisasi sebagai salah satu aspek

dari perilaku organisasi, secara keilmuan memiliki arti penting karena dapat turut

membangun konstruksi perilaku organisasi secara keseluruhan sebagai suatu ilmu

terapan. Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi secara pragmatis dapat

dilihat dari peranannya. Veithzal (2003:430) mengemukakan bahwa budaya

organisasi berperan dalam:

1. Menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan perbedaan yang jelas

antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

2. Memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi.

3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada

kepentingan individu.

4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.

5. Memandu dan membentuk sikap anggota organisasi (budaya sebagai

mekanisme pembuat makna dan kendali).


22

Sesuai konteks tersebut, budaya organisasi merupakan kerangka kerja

yang menjadi pedoman tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota organisasi

serta mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian, jelas bahwa pengkajian budaya organisasi ini memiliki

arti penting baik dilihat dari segi kepentingan keilmuan maupun dari segi

pragmatisnya.

C. Karakteristik Budaya Organisasi

Budaya perusahaan merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Untuk itu,

budaya perusahaan pastinya harus memiliki beberapa karakteristik sebagai wujud

nyata keberadaannya. Masing – masing karakteristik tersebut pada penerapannya

akan mendukung pencapaian sasaran perusahaan.

Terdapat beberapa karakteristik budaya organisasi yang perlu

mendapatkan perhatian dari perusahaan menurut Robbins (2002: 247-248), antara

lain:

1. Kepemimpinan

Pengertian kepemimpinan yaitu sebagai proses mempengaruhi segala

aktivitas ke arah pencapaian suatu tujuan organisasi. Kepemimpinan

seorang pemimpin diharapkan dapat menjadikan perubahan kearah yang

lebih baik yaitu perubahan pada budaya kerja sebagai organisasional.

Perubahan budaya kerja yang slow down diharapkan dapat diubah dengan

budaya produktif karena pengaruh kepemimpinan atasan yang lebih

mengutamakan pada otonomi atau kemandirian para anggota.


23

Kepemimpinan memegang peranan penting dalam budaya organisasi,

terutama pada organisasi yang budaya organisasinya lemah.

2. Inovasi

Dalam mengerjakan tugas – tugas, organisasi lebih berorientasi pada pola

pendekatan “pakai tradisi yang ada” dan memakai metode – metode yang

teruji atau pemberian keleluasaan kepada anggotanya untuk menerapkan

cara – cara baru melalui eksperimen.

3. Inisiatif individu

Inisiatif individu meliputi tanggung jawab kebebasan, dan independensi

dari masing- masing anggota organisasi, yaitu kewenangan dalam

menjalankan tugas dan seberapa besar kebebasan dalam mengambil

keputusan. Inisiatif karyawan dalam sebuah perusahaan tentunya

diharapkan dapat menguntungkan perusahaan. Inisiatif juga

menggambarkan suatu bentuk kebebasan bagi karyawan untuk

meningkatkan kinerjanya.

4. Toleransi terhadap resiko

Dalam budaya organisasi manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif,

dan mampu dalam menghadapi resiko di dalam pekerjannya.

5. Pengarahan

Kejelasan organisasi dalam menentukan sasaran dan harapan terhadap

sumber daya manusia atas hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam

bentuk kuantitas, kualitas, dan waktu penyelesaian.

6. Integrasi
24

Integrasi adalah bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong untuk

menjalankan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik, yaitu seberapa

jauh keterkaitan dan kerja sama ditekankan dan seberapa besar rasa saling

ketergantungan antar SDM ditanamkan.

7. Dukungan manajemen

Seberapa baik manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan

dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugas.

8. Pengawasan

Meliputi peraturan dan supervise langsung yang digunakan oleh

manajemen untuk melihat secara keseluruhan perilaku anggota.

9. Identitas

Identitas adalah pemahaman anggota organisasi yang memihak kepada

organisasinya secara penuh.

10. Sistem penghargaan

Sistem penghargaan berbicara tentang alokasi balas jasa (biasanya

dikaitkan dengan kenaikan gaji dan promosi) sesuai dengan kinerja

karyawan.

11. Toleransi terhadap konflik

Adanya usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang

terjadi. Jika toleransinya tinggi, maka perdebatan dalam pertemuan adalah

wajar. Akan tetapi, jika perusahaan toleransi konfliknya rendah, maka

karyawan akan menghindari perdebatan dan akan menggerutu di belakang.

12. Pola komunikasi


25

Maksud dari pola komunikasi adalah komunikasi yang terbatas pada

hirarki formal dari setiap organisasi.

Suatu budaya organisasi tentu harus sampai kepada proses sosialisasinya,

persoalannya hal ini tidak akan berhenti pada apakah budaya organisasi yang ada

disukai atau tidak. Namun diharapkan setelah nilai-nilai dan karakteristik budaya

organisasi tersebut terinternalisasi, pengaruhnya akan tampak lebih signifikan

antara lain kinerja dari para anggota organisasi. Robbins (2002:265)

mendeskripsikan bagaimana nilai/karakteristik dari budaya organisasi

mempengaruhi kinerja anggota organisasi tersebut.

Jika budaya organisasi sebagai suatu variabel, maka anggota organisasi

membentuk suatu persepsi subjektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan

nilai/karakteristik budaya organisasi. Dukungan atau penolakan sebagaimana

bentuk persepsinya akan mempengaruhi kinerja anggota organisasi atau dampak

yang lebih besar adalah kepada terbentuknya budaya yang lebih kuat.

D. Tingkatan Budaya Organisasi

Tingkatan budaya organisasi yang dimaksud merupakan tingkatan

fenomena budaya yang tampak bagi yang mengamatinya dan hal ini dapat

berwujud mulai dari tingkatan yang paling nyata sehingga dapat dilihat dan

dirasakan sampai kepada tingkatan yang tertanam sebagai asumsi yang tidak

disadari sebagai hakikat budaya.

Lebih jelasnya, Schein (Sweeney & McFarlin, 2002: 336)

mengilustrasikan tingkatan budaya organisasi terdiri tiga level:


26

1. Artefak (Artifacts), berkaitan dengan simbol-simbol, cerita, ritual dan

sebagainya.

2. Nilai-nilai (Values), berkaitan dengan apa yang seharusnya dan apa

yang tidak seharusnya serta nilai-nilai atau keyakinan yang

mendukung.

3. Asumsi-asumsi (Assumptions), berkaitan dengan keyakinan mendasar

tentang orang-orang atau individu-individu, pandangan mengenai sifat

dasar manusia.

Artefak merupakan peninggalan yang dapat dilihat dan didengar

berdasarkan nilai-nilai dan asumsi-asumsi suatu budaya. Nilai-nilai merupakan

prinsip sosial, tujuan dan standar yang dianut dalam suatu budaya, sedangkan

asumsi-asumsi menunjukkan apa yang diyakini oleh individu dan mempengaruhi

persepsi, cara berfikir dan merasakan sesuatu.

E. Indikator-Indikator Budaya Organisasi

Indikator-indikator budaya organisasi menurut Mckenna (2006:60) adalah

sebagai berikut :

1. Hubungan antar manusia dengan manusia

Keyakinan masing-masing para anggota organisasi bahwa mereka

diterima secara benar dengan cara yang tepat dalam sebuah organisasi.

2. Kerjasama

Kerjasama adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk bekerja

bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan


27

pekerjaan yang telah ditetapkan sebagai mencapai daya guna yang

sebesar-besarnya.

3. Penampilan karyawan

Penampilan karyawan adalah kesan yang dibuat oleh seseorang

terhadap orang lainnya, misalnya keserasian pakaian dan

penampilannya.

Indikator budaya organisasi menurut Victor Tan dalam Wibowo (2006:

349) adalah sebagai berikut:

1. Individual initiative (inisiatif perseorangan), yaitu tingkat tanggung

jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu.

2. Risk tolerance (toleransi terhadap risiko), yaitu suatu tingkatan dimana

pekerja didorong mengambil risiko, menjadi agresif dan inovatif.

3. Control (pengawasan), yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung

yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi para perilaku kerja.

4. Management support (dukungan manajemen), yaitu tingkat dimana

manajer mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan

pada bawahannya.

5. Communication pattern (pola komunikasi), yaitu suatu tingkatan

dimana komunikasi organisasi dibatasi pada kewenangan hierarki

formal.
28

2.1.4 Tinjauan Kinerja

A. Pengertian pelatihan

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance

yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang.

Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan hasil kerja,

tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang

melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut.

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak

memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah.

Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot

sehingga perusahaan/instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan-kesan buruk

organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan

adanya kinerja yang merosot.

Kinerja apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun),

maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai

oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan

perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan

moral dan etika (Rivai & Basri, 2004: Harsuko 2011).

Menurut Mangkunegara (2000:67) kinerja (prestasi kerja) adalah hasil

kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.


29

Hasibuan (2001:34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu

hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

kesungguhan serta waktu.

Menurut Rivai (2004:309) kinerja merupakan perilaku yang nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan

sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Dari teori diatas penulis menyimpulkan bahwa kinerja merupakan suatu

hasil yang telah dicapai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan. Kesediaan dan ketrampilan seorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan

dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, maka dari hal tersebut dibutuhkanlah

program pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan

pemahaman kerja yang jelas.

Dalam pencapaian kinerja karyawan, faktor sumber daya manusia sangat

dominan pengaruhnya. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari hasil

kerjanya, dalam kerangka profesionalisme kinerja yang baik adalah bagaimana

seorang karyawan mampu memperlihatkan perilaku kerja yang mengarah pada


30

tercapainya maksud dan tujuan organisasi, misalnya bagaimana mengelola sumber

daya manusia agar mengarah pada hasil kerja yang baik.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:113) faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu :

1. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut, seperti bakat

, minat dan faktor kepribadian.

2. Tingkat usaha yang dicurahkan, seperti etika kerja, kehadiran, motivasi,

rancangan tugas.

3. Dukungan organisasi, seperti pendidikan dan pelatihan, pengembangan,

peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja.

Menurut Mangkunegara (2006:13) faktor yang mempengaruhi pencapaian

kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang

dijelaskan sebagai berikut :

1. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ)

dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan

karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ

superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi

Motivasi diartikan suatu sikap pimpinan dan karyawan terhadap situasi

kerja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro)


31

terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan

sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi

kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja

yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja,

kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Hasibuan (2006:94) mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan

tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, penerimaan atas

penjelasan delegasi tugas, dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila

kinerja setiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan

akan baik pula.

Berdasarkan beberapa faktor tentang kinerja di atas, dapat disimpulkan

bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Dintaranya

faktor internal antara lain: kompetensi, disiplin kerja, kepuasan kerja dan motivasi

karyawan. Faktor eksternal meliputi: gaya kepemimpinan, lingkungan kerja,

kompensasi dan sistem manajemen yang terdapat di perusahaan tersebut. Faktor-

faktor tersebut hendaknya perlu diperhatikan oleh pimpinan sehingga kinerja

karyawan dapat optimal.

C. Kriteria Kinerja

Kriteria kinerja adalah dimensi-dimensi pengevaluasian kinerja seseorang

pemegang jabatan, suatu tim, dan suatu unit kerja. Secara bersama-sama dimensi

itu merupakan harapan kinerja yang berusaha dipenuhi individu tim guna

mencapai strategi organisasi


32

Menurut Schuler dan Jackson 2004 (dalam Harsuko 2011) bahwa ada 3

jenis dasar kriteria kinerja yaitu:

1. Kriteria berdasarkan sifat memusatkan diri pada karakteristik pribadi

seseorang karyawan. Loyalitas, keandalan, kemampuan

berkomunikasi, dan keterampilan memimpin merupakan sifat-sifat

yang sering dinilai selama proses penilaian. Jenis kriteria ini

memusatkan diri pada bagaimana seseorang, bukan apa yang dicapai

atau tidak dicapai seseorang dalam pekerjaanya.

2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan

dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang

membutuhkan hubungan antar personal. Sebagai contoh apakah SDM-

nya ramah atau menyenangkan.

3. Kriteria berdasarkan hasil, kriteria ini semakin populer dengan makin

ditekannya produktivitas dan daya saing internasional. Kriteria ini

berfokus pada apa yang telah dicapai atau dihasilkan ketimbang

bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan.

Menurut Bernandin & Russell (2001 dalam Riani 2011) kriteria yang

digunakan untuk menilai kinerja karyawan adalah sebagai berikut:

1. Quantity of Work (kuantitas kerja): jumlah kerja yang dilakukan dalam

suatu periode yang ditentukan

2. Quality of Work (kualitas kerja): kualitas kerja yang dicapai

berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan ditentukan.


33

3. Job Knowledge (pengetahuan pekerjaan): luasnya pengetahuan

mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness (kreativitas): keaslian gagasan-gagasan yang

dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-

persoalan yang timbul.

5. Cooperation (kerja sama): kesedian untuk bekerjasama dengan orang

lain atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability (ketergantungan): kesadaran untuk mendapatkan

kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative (inisiatif): semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru

dan dalam memperbesar tanggung jawabnya

8. Personal Qualities (kualitas personal): menyangkut kepribadian,

kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.

D. Indikator Kerja

Menurut Robbins (2005:156) yang menjadi indikator-indikator dalam

penilaian kinerja karyawan, yaitu

1. Prestasi kerja

Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, perusahaan dapat

mengevaluasi dari prilaku (hasil kerja) karyawan tersebut yang

berhubungan dengan tugas.

i. Pencapaian target
34

Pencapaian target menjadi faktor yang tepat untuk di evaluasi, dari

hasil pencapaian target dapat dilihat kemampuan karyawan dalam

menyelesaikan beban pekerjaannya.

ii. Keterampilan

Meliputi sekumpulan kemampuan yang bersifat teknis, antar pribadi

atau berorientasi bisnis.

iii. Kepuasan

Yaitu kualitas kerja yang dicapai bedasarkan syarat-syarat kesesuaian

dan kesiapan karyawan.

iv. Inisiatif

Yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam

memperbesar tanggung jawabnya.

v. Tingkat Kehadiran

Tingkat kehadiran menjadi salah satu tolak ukur untuk mengetahui

tingkat kedisiplinan karyawan semakin tinggi kehadirannya atau

rendahnya kemangkiran maka karyawan tersebut telah memiliki

disiplin kerja yang tinggi yang dapat mempengaruhi kinerja

karyawan tersebut.

vi. Ketaatan

Ketaatan yaitu kesadaran dan kesediaan dalam hal penyelesaian

kerja.

vii. On time
35

Ontime yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam suatu periode

waktu yang ditentukan.

Menurut Purnomo (2004 : 3) ada 3 indikator kinerja:

i. Kepemimpinan, dapat diukur melalui hubungan atau komunikasi

pimpinan mengatasi masalah bawahan, tingkat kesediaan pemimpin

menerima masukan dari bawahan, tingkat kesediaan pimpinan

mendelegasikan kewenangan kepada bawahan, tingkat kesediaan

pemimpin menerima perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan

pekerjaan.

ii. Motivasi, dapat diukur melalui tingkat produktifitas, tingkat absensi,

tingkat kualitas hasil pekerjaan, tingkat upah dan adanya promosi

(reward).

iii. Lingkungan kerja, meliputi pemilihan dan penempatan pekerja,

pendidikan dan pelatihan, rancangan tugas serta penilaian dan imbalan

kerja.

2.2. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa hasil dari penelitian terdahulu, yang akan menjadi

acuan dalam penelitian, sebagai berikut :

1. Sulbahri Madjir & Listeti Yuniar (2013) melakukan penelitian yang

berjudul; Pengaruh Kompetisi, Pelatihan dan Budaya Organisasi Terhadap

Kinerja Pegawai Bank Sumsel Babel Cabang Syariah Palembang.


36

Penelitian menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan

pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada 52

orang melalui metode insidental sampling. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara simultan kompetensi, pelatihan dan budaya organisasi

berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai, sementara secara parsial

baik pelatihan maupun budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pegawai.

2. I Wayan Sutya Edy Kumara dan I Wayan Mudiartha Utama (2016)

melakukan penelitian yang berjudul; Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja

Karyawan Dengan Mediasi Kepemimpinan Pada Hotel Satriya Cottages

Kuta-Bali. Penelitian menggunakan teknik analisis jalur (path) dengan

metode pengambilan sampel, yaitu sampel jenuh yang dibagikan kepada

74 karyawan melalui alat kuesioner. Salah satu hasil penelitian

menunjukkan pelatihan berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan.

3. Lilis Ardini (2009) melakukan penelitian yang berjudul; Analisis

Perbandingan Pengaruh Langsung dan Tak Langsung Faktor Budaya

Organisasi dan Komitmen Terhadap Kinerja Karyawan Pada UPTD Parkir

Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan sampel sebesar 87 responden

dengan metode pengambilan sampel, yaitu sampling jenuh. Teknik analisis

yang digunakan adalah analisis jalur (path). Adapun hasil penelitian

menunjukkan bahwa budaya organisasi yang diciptakan perusahaan secara

kondusif akan menimbulkan komitmen karyawan dan melalui komitmen


37

karyawan inilah akan berpengaruh kepada Kinerja Karyawan yang

selanjutnya akan mempengaruhi kinerja organisasi.

4. Fitri Juana, Halim & Muhammad Basri (2016) melakukan penelitian

dengan judul; Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

Sekretariat Daerah Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian

kuantitatif dengan pendekatan assosiatif. Adapun teknik pengumpulan data

dilakukan dengan alat kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi.

Sampel penelitian ditetapkan dengan menggunakan teknik Proportional

Stratified Random Sampling sehingga jumlah sampel sebanyak 182 orang.

Teknik analisis data yang digunakan, yaitu analisis korelasi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berdasarkan

tingkatannya memiliki pengaruh yang positif dan baik terhadap kinerja

pegawai pada Sekretariat Daerah Kota Makassar.

Berdasarkan penggambaran terhadap empat penelitian yang mendahului

penelitian yang dilakukan oleh peneliti sekarang, maka ringkasan penelitian

terdahulu sebagaimana yang diuraikan di atas dapat di lihat pada Tabel 2.1

berikut:

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Nama (Tahun) Judul Variabel Sampel Hasil


Penelitian/

Metode Analisis

1 Sulbahri Pengaruh Variabel: Jumlah Secara


Madjir & Kompetisi, Kompetisi (X1), sampel: 52 simultan
Listeti Yuniar Pelatihan dan Pelatihan (X2), kompetensi,
38

No Nama (Tahun) Judul Variabel Sampel Hasil


Penelitian/

Metode Analisis

(2013) Budaya Budaya Organisasi orang. pelatihan dan


Organisasi (X3) dan Kinerja budaya
Teknik
Terhadap Pegawai (Y) organisasi
pengambil
Kinerja berpengaruh
an sampel:
Pegawai Bank signifikan
Insidental
Sumsel Babel Metode analisis: terhadap
Sampling
Cabang teknik regresi kinerja
Syariah linear berganda pegawai.
Palembang Secara parsial
baik pelatihan
maupun
budaya
organisasi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kinerja
pegawai.

2 I Wayan Sutya Pengaruh Variabel: Pelatihan Jumlah Pelatihan


Edy Kumara Pelatihan (X), Kepemimpin sampel: 74 berpengaruh
dan I Wayan Terhadap an (Y1) dan orang signifikan
Mudiartha Kinerja Kinerja Karyawan secara
Teknik
Utama (2016) Karyawan (Y2) Metode langsung
pengambil
Dengan analisis: teknik terhadap
an sampel:
Mediasi analisis jalur (path) kinerja
Sampling
Kepemimpina karyawan
Jenuh
n Pada Hotel
Satriya
Cottages
39

No Nama (Tahun) Judul Variabel Sampel Hasil


Penelitian/

Metode Analisis

KutaBali

3 Lilis Ardini Analisis Variabel: Budaya Jumlah Budaya


(2009) Perbandingan Organisasi (X), sampel: 87 organisasi
Pengaruh Kinerja Karyawan orang. yang
Langsung dan (Y) dan Teknik diciptakan
Tak Langsung Komitmen(Z)  pengambil perusahaan
Faktor Budaya Metode analisis: an sampel: secara
Organisasi dan teknik analisis jalur Sampling kondusif akan
Komitmen (path) Jenuh menimbulkan
Terhadap komitmen
Kinerja karyawan dan
Karyawan melalui
Pada UPTD komitmen
Parkir Kota karyawan
Surabaya inilah akan
berpengaruh
kepada Kinerja
Karyawan
yang
selanjutnya
akan
mempengaruhi
kinerja
organisasi.
40

No Nama (Tahun) Judul Variabel Sampel Hasil


Penelitian/

Metode Analisis

4 Fitri Juana, Pengaruh Variabel: Budaya Jumlah Budaya


Halim & Budaya Organisasi (X) dan sampel: organisasi
Muhamma d Organisasi Kinerja Pegawai 182 orang. berdasarkan
Basri (2016 Terhadap (Y) Teknik tingkatannya
Kinerja pengambil memiliki
Metode analisis:
Pegawai an sampel: pengaruh yang
teknik korelasi
Sekretariat Proportion positif dan
product moment
Daerah Kota al Stratified baik terhadap
Makassar Random kinerja
Sampling pegawai pada
Sekretariat
Daerah Kota
Makassar

Sumber: Data Diolah, 2016

2.3 Kerangka Pemikiran

Implementasi budaya organisasi dan pelatihan dalam rangka peningkatan

kinerja pegawai kiranya menjadi penting sehingga mampu mewujudkan target

pencapaian suatu organisasi. Hal ini tidak terkecuali pada lingkungan sebuah

yayasan. Yayasan Cipta Fondasi Komunitas Medan dalam menjalankan program

kerjanya juga memahami pentingnya pelatihan dan budaya organisasi diterapkan

oleh staf dalam lingkungan kerjanya. Dengan diterapkannya kedua hal tersebut

tentu memberikan pengaruh yang positif bagi capaian program yayasan.


41

Kondisi yang terjadi saat ini adalah penerapan pelatihan dan budaya

organisasi tersebut sudah mulai berkurang. Hal tersebut terjadi karena yayasan

lebih memprioritaskan pencapaian target program kerja sesuai date line dan

kebutuhan donatur. Sehingga lambat laun penerapan pelatihan dan budaya

organisasi tersebut semakin diabaikan yang akhirnya berdampak pada semangat

dan kualitas kerja dari staf. Selain hal tersebut keterbatasan kapasitas staf lokal

juga menjadi tantangan bagi yayasan dalam menjalankan program kerjanya.

Penelitian terdahulu menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara

pelatihan dan budaya organisasi dengan kinerja pegawai. Budaya organisasi yang

diciptakan perusahaan secara kondusif akan menimbulkan komitmen pegawai.

Melalui komitmen pegawai inilah akan berpengaruh kepada kinerja pegawai yang

selanjutnya akan mempengaruhi kinerja organisasi. Selain itu, tinjauan penelitian

terdahulu juga menyimpulkan bahwa pelatihan berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pegawai. Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan bagan kerangka pikir.

Pelatihan (X1) H1

H2
Kinerja Staf (Y)

H3
Budaya Organisasi (X2)

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran


42

2.4 Hipotesis

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka adapun hipotesis dalam penelitian

ini, yaitu:

1. Pelatihan secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Staf pada Yayasan

Cipta Fondasi Komunitas Medan.

2. Budaya Organisasi secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Staf pada

Yayasan Cipta Fondasi Komunitas Medan.

3. Pelatihan dan Budaya Organisasi secara simultan berpengaruh terhadap

Kinerja Staf pada Yayasan Cipta Fondasi Komunitas Medan.

Anda mungkin juga menyukai