Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. DEFINISI OKSIGENASI
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen di dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang
maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama
akan menyebabkan kematian. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada
manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran
pernafasan, pembebasan jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya
oksigen, memulihkan dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara
normal (Taqwaningtyas, 2013).
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen kedalam sistem kimia dan
fisika. Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel, sebagai hasilnya terbentuklah
karbondioksida, energi dan air. Penambahan karbondioksida yang melebihi batas
normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel (Adityana, 2012). Sistem pernapasan berperan penting untuk
mengatur pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah.
Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk menghasilkan sumber energi,
Adenosine Triposfat (ATP), karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara
metabolisme aktif dan membentuk asam, yang harus dibuang dari tubuh. Untuk
melakukan pertukaran gas, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi harus
bekerjasama. Sistem kardiovaskuler bertanggungjawab untuk perfusi darah
melalui paru, sedangkan sistem pernapasan melakukan dua fungsi terpisah
ventilasi dan respirasi (Maryudianto, 2012).

B. TUJUAN PEMBERIAN OKSIGEN


Terapi oksigen merupakan salah satu terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk
mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan, untuk menurunkan kerja
jantung, dan kerja paru-paru (Potter & Perry, 2006).
C. ANATOMI FISIOLOGI PERNAFASAN

a) Anatomi Pernafasan
1. Hidung
Hidung atau naso/nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di
belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana,
ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini
bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang
laring dan ke belakang lubang esofagus).
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan
bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring
sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di
bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang
tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi
laring.
4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak
ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada
2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk
paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih
kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin
lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung
hawa atau alveoli.
6. Paru-paru
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus
(belahan paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus
inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari
pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri
dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3
buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Di antara lobulus satu
dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh
darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus.
Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang
ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2- 0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada
datarannya menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus. Pada
mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput
yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura
visceral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara keadaan normal, kavum pleura
ini vakum (hampa) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
b) Fisiologi Sistem Pernafasan
Nares anterior adalah saluran-saluran di lubang hidung. Saluran-
saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum
(rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan
selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga
hidung. Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tengkorak sampai persambungan esofagus pada ketinggian tulang rawan
terikoid. Maka letaknya di belakang hidung, di belakang mulut dan di
belakang laring. Laring (tengkorak) terletak di depan bagian terendah faring
yang memisahkan dari kolumna vertebra. Laring terdiri dari lapisan tulang
rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran. Yang terbesar
diantaranya ialah tulang rawan tiroid dan disebelah depannya terdapat
benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun, yaitu di depan leher.
Trakhea atau batang tenggorakan kira-kira sembilan sentimeter
panjangnya. Trakhea tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran
tak lengkap berupa cicin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan
fibrosa. Trakhea dilapisan oleh selaput lendir yang terdiri dari epithelium
bersilia dan sel cangkir. Trakhea servikalis yang berjalan melalui leher,
disilang oleh istmus kelenjar tiroid, yaitu belahan dari kelenjar yang
melingkari sisi-sisi trakhea.
Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakhea dan dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada
yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang yang disebut bronchus lobus atas cabang kedua timbul
setelah cabang utama lewat dibawah arteri disebut bronchus lobus bawah
(Pearce, 2002). Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian
besar terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel
epitel dan endotel. Jika dibentang luas permukaan < 90 m2 , pada lapisan
inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari dalam darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini <
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Paru-paru ini dibagi menjadi 2
yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri
mempunyai 2 lobus. Letak paru-paru adalah pada rongga dada tepatnya pada
cavum mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput halus yang
disebut pleura visceral, sedangkan selaput yang berhubungan langsung
dengan rongga dada sebelah dalam adalah selaput fleur parietal. Diantara
pleura ini terdapat sedikit cairan, berfungsi untuk melicinkan permukaan
selaput fleura agar dapat bergerak akibat inspirasi dan ekspirasi, paru-paru
akan terlindungi dinding dada.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi 2 kapasitas yaitu
kapasitas total yang mengandung arti jumlah udara dapat mengisi paru-paru
pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan kapasitas vital adalah jumlah
udara dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan normal
kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih 5 liter.
Waktu ekspirasi di dalam paru-paru dapat masih tertinggal < 3 liter udara.
Pada waktu kita bernafas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600
CM3 atau 2 ½ M jumlah pernafasan. Dalam keadaan normal orang dewasa
16-18 x/menit, anak-anak 24 x/menit dan bayi 30 x/menit. Dalam keadaan
tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit
pernafasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya.
Seorang dewasa yang sehat rata-rata membutuhkan 53 liter oksigen
per jam, dengan 500 mL udara per napas. Ini disebut volume tidal normal,
yaitu terdiri dari 150 mL udara yang akan pergi ke daerah yang tidak
berfungsi di paru-paru, yang disebut "ruang mati”. Tingkat napas rata-rata
adalah 12 napas per menit, jadi jumlah udara yang dihirup oleh orang untuk
digunakan adalah 12 x (500 ml - 150 ml) = 4.200 mL/menit, kalikan dengan
60 untuk mendapatkan 252.000 mL/jam. Artinya, setiap jam orang akan
bernapas dalam 252 liter udara. Di udara bebas, 21% dari udara adalah
oksigen. Jadi, 21% dari 252 L adalah 53 L. Artinya, dalam satu jam, orang
bernafas sekitar 53 liter oksigen.

D. KLASIFIKASI
1. Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paru-
paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan
karena Kecemasan, infeksi/sepsis, keracunan obat-obatan,
ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic. Tanda-tanda
dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada (chest
pain), menurunkan konsentrasi, disorientasi, tinnitus.
2. Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi penggunaan O2 tubuh atau untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup. Biasanya terjadi pada keadaan atelektasis (kolaps paru). Tanda-tanda
dan gejala pada keadaan hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan
kesadaran, disorientasi, kardiakdisritmia, ketidakseimbangan elektrolit,
kejang dan cardiac arrest.
3. Hipoksia
Tidak adekuatnya pemenuhan O2 seluler akibat dari defisiensi O2
yang diinspirasi atau meningkatkan penggunaan O2 pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat disebabkan oleh menurunnya hemoglobin, berkurangnya
konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung, ketidakmampuan jaringan
mengikat O2 seperti pada keracunan sianida, menurunnya difusi O2 dari
alveoli ke dalam darah seperti pneumonia, menurunnya perfusi jaringan
seperti pada syok, kerusakan/gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia
antara lain : kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi,
nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, dan
clubbing (Anggraeni, 2014).

E. MANIFESTASI KLINIS TERJADINYA GANGGUAN


Adanya penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas
tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping hidung),
dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi tubuh
menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan
kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif
sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis,
warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkapnia, sakit
kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA,
2011).

F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran
napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Tanda-tanda dan gejala
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suara napas tambahan, perubahan
frekuensi napas, perubahan irama napas, sianosis, kesulitan berbicara/
mengeluarkan suara, penurunan bunyi napas, dispnea, sputum dalam jumlah
yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, ortopnea, gelisah, mata terbuka
lebar.
2. Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi atau ventilasi yang tidak
adekuat. Tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas yaitu perubahan
kedalaman pernapasan, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan
tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital,
dispnea, peningkatan diameter anterior-posterior, pernapasan cuping hidung,
ortopnea, fase ekspirasi memanjang, pernapasan bibir, takipnea, penggunaan
otot bantu untuk bernapas.
3. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan
eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler. Tanda dan gejala
gangguan pertukaran gas yaitu pH darah arteri abnormal, pH arteri abnormal,
pernapasan abnormal (kecepatan, irama, kedalaman), sianosis (pada neonates
saja), penurunan karbondioksida, diaphoresis, dispnea, sakit kepala saat
bangun, hiperkapnia, hipoksemia, hipoksia, iritabilitas, napas cuping hidung,
gelisah somnolen, takikardia, gangguan penglihatan.
4. Perubahan curah jantung
Perubahan curah jantung adalah ketidakadekuatan darah yang dipompa
oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Tanda dan gejala
perubahan curah jantung yaitu aritmia, bradikardia, palpitasi, takikardia,
peningkatan/penurunan tekanan vena sentral (central venous pressure, CVP),
peningkatan/penurunan tekanan baji arteri paru (pulmonary artery wedge
pressure, PAWP), edema, keletihan, distensi vena jugular, murmur,
peningkatan berat badan.
5. Perubahan Afterload
Tanda dan gejala perubahan afterload adalah kulit lembab, penurunan nadi
perifer, penurunan resistansi vascular paru (pulmonary vascular resistance,
PVR), penurunan resistansi vascular sistemik (systemic vascular resistance,
SVR), dispnea, peningkatan PVR, peningkatan SVR, oliguria, pengisian
kapiler memanjang, perubahan warna kulit
6. Perubahan Kontraktilitas Batuk
Tanda dan gejala perubahan kontraktilitas batuk adalah crackle, penurunan
indeks jantung, penurunan fraksi ejeksi, penurunan left ventricular stroke
work index (LVSWI), penurunan stroke volume index (SVI), ortopnea,
dispnea paroksismal nocturnal, bunyi S3, bunyi S4
7. Perilaku/Emosi (Ansietas, gelisah).

G. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan
ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses
ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).
H. WOC
(Terlampir)

I. PENATALAKSANAAN
a) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1. Pembersihan jalan nafas
2. Latihan batuk efektif
3. Suctioning
4. Jalan nafas buatan
b) Pola Nafas Tidak Efektif
1. Atur posisi pasien ( semi fowler )
2. Pemberian oksigen
3. Teknik bernafas dan relaksasi
c) Gangguan Pertukaran Gas
1. Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2. Pemberian oksigen
3. Suctioning

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Biodata klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan, dll).
b. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST).
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh klien pada saat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST (Paliatif/Provokatif,
Quality, Regio, Skala, dan Time).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien ACS merasakan nyeri dada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang yang mendahului terjadinya penyakit ACS
adalah hipertensi, merokok, pengguna alkohol, diabetes militus, kolesterol,
pola hidup yang tidak sehat.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang
mengalami masalah / penyakit yang sama.
f. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya :
merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen
dll.
g. Riwayat psikologis
Perlu dikaji tentang :
1) Perilaku/tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya.
2) Pengaruh sakit terhadap cara hidup.
3) Perasaan klien terhadap sakit dan therapy.
h. Riwayat spiritual.
i. Pemeriksaan fisik
a) Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)
2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
3) konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
b) Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah
perifer)
2) Penurunan turgor (dehidrasi)
3) Edema.
4) Edema periorbital.
c) Jari dan kuku
1) Sianosis
2) Clubbing finger.
d) Mulut dan bibir
1) Membran mukosa sianosis
2) Bernapas dengan mengerutkan mulut.
e) Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
f) Vena leher
Adanya distensi/bendungan.
g) Dada
1) Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas
pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan).
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
3) Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernapasan).
4) Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial).
5) Suara napas tidak normal (crekles/rales, ronkhi, wheezing,
friction rub/pleural friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
h) Pola pernapasan
1) Pernapasan normal (eupnea)
2) Pernapasan cepat (tachypnea)
3) pernapasan lambat (bradypnea)
i) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
adanya gangguan oksigenasi yaitu:
1) Pemeriksaan fungsi paru
Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran
gas secara efisien.
2) Pemeriksaan gas darah arteri
Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membran
kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3) Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4) Pemeriksaan sinar X dada
Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-
proses abnormal.
5) Bronkoskopi
Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.
6) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7) Fluoroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung
dan kontraksi paru.
8) CT-SCAN
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Gangguan pertukaran gas
3) Pola nafas tidak efektif.
4) Nyeri akut
5) Defisit pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
o. Keperawatan
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Observasi :
tidak efektif tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
Penyebab : keperawatan ...x... jam (frekuensi, kedalaman,
 Spasme jalan napas diharapkan bersihan usaha napas).
 Hipersekresi jalan jalan napas meningkat. 2. Monitor bunyi napas
napas Kriteria Hasil : tambahan (gurgling,
 Disfungsi 1. Batuk efektif mengi, wheezing,
neuromuskuler meningkat. ronkhi kering)
 Benda asing dalam 2. Produksi sputum 3. Monitor sputum
jalan napas menurun. (jumlah, warna,
 Adanya jalan napas 3. Mengi menurun. aroma)
buatan 4. Wheezing menurun. Terapeutik :
 Sekresi yang tertahan 5. Dipsnea menurun. 1. Posisikan semi fowler
 Hiperplasia dinding 6. Ortopnea menurun. atau fowler.
jalan napas 7. Sulit bicara 2. Berikan minum
 Proses infeksi menurun. hangat.
3. Lakukan fisioterapi
 Respon alergi 8. Sianosis menurun.
dada, jika perlu.
 Efek agen 9. Gelisah menurun.
10. Frekuensi napas 4. Lakukan penghisapan
farmakologis (misal :
membaik. lendir kurang dari 15
anastesi)
11. Pola napas detik.
Ditandai dengan :
membaik. 5. Berikan oksigen, jika
Gejala dan Tanda
perlu.
Mayor
Edukasi :
Objektif :
1. Batuk tidak efektif 1. Anjurkan asupan
2. Tidak mampu batuk cairan 2000 ml/hari.
3. Sputum berlebih 2. Anjurkan teknik batuk
4. Mengi, wheezing efektif.
dan ronkhi kering Kolaborasi :
5. Mokonium di jalan
napas (pada 1. Kolaborasi pemberian
neonatus) bronkodilator
Gejala dan Tanda Minor ekspektoran,
Subjektif : mukolitik, jika perlu.
1. Dipsnea
2. Sulit bicara
3. ortopnea
Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas
menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah

2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Observasi :


gas tindakan asuhan
Penyebab : 1. Monitor frekuensi,
keperawatan ...x... jam
 Ketidakseimbangan irama, kedalaman
pertukaran gas
ventilasi-perfusi dan upaya napas
meningkat 2. Monitor kemampuan
 Perubahan membran Kriteria hasil : batuk efektif
alveolus-kapiler a. Tingkat kesadaran 3. Monitor adanya
Ditandai dengan : meningkat produksi sputum
Gejala dan Tanda
Mayor b. Dipsnea menurun 4. Monitor adanya
Subjektif : c. Bunyi napas sumbatan jalan napas
1. Dipsnea tambahan menurun 5. Monitor saturasi
Objektif : d. Pusing menurun oksigen
1. PCO2 e. Napas cuping
meningkat/menurun hidung menurun Terapeutik:
2. PO2 menurun f. PCO2 membaik
3. Takikardi g. PO2 membaik 1. Atur interval
4. pH arteri h. Takikardi membaik pemantauan respirasi
meningkat/menurun i. pH arteri membaik sesuai kondisi pasien
5. bunyi napas j. Sianosis membaik 2. Dokumentasikan
tambahan k. Pola napas membaik hasil pemantauan
Gejala dan Tanda Minor l. Warna kulit
Subjektif : membaik Edukasi :
1. Pusing 1. Jelaskan tujuan dan
2. Penglihatan kabur prosedur pemantauan
Objektif : 2. Informasikan hasil
3. Sianosis pemantauan, jika
4. Diaforesis perlu
5. Gelisah
6. Napas cuping
hidung
7. Pola napas
abnormal
(cepat/lambat,
regular/iregular,
dalam/dangkal)
8. Warna kulit
abnormal (pucat,
kebiruan)
9. Kesadaran menurun
3. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :
Penyebab : tindakan asuhan 1. Monitor pola napas
 Depresi pusat keperawatan ...x... jam (frekuensi, kedalaman,
pernapasan pola napas membaik. usaha napas).
 Hambatan upaya 2. Monitor bunyi napas
napas (misal : nyeri Kriteria Hasil : tambahan (gurgling,
saat bernapas, 1. Ventilasi semenit mengi, wheezing,
kelemahan otot meningkat ronkhi kering)
pernapasan) 2. Kapasitas vital 3. Monitor sputum
 Deformitas dinding meningkat (jumlah, warna,
dada 3. Diameter thoraks aroma)
 Gangguan anterior-posterior Terapeutik :
neuromuskular meningkat 1. Posisikan semi fowler
 Gangguan neurologis 4. Tekanan ekspirasi atau fowler.
(misal : EEG positif, meningkat 2. Berikan minum
cedera kepala, 5. Tekanan inspirasi hangat.
gangguan kejang) meningkat 3. Lakukan fisioterapi
 Imaturitas neurologis 6. Dipsnea menurun dada, jika perlu.
4. Lakukan penghisapan
 Penurunan energi 7. Pernapasan cuping
lendir kurang dari 15
 Obesitas hidung menurun
detik.
 Posisi tubuh yang 8. Frekuensi napas
membaik 5. Berikan oksigen, jika
menghambat
9. Kedalaman napas perlu.
ekspansi paru
Edukasi :
 Sindrom membaik
hipoventilasi 10. Ekskursi dada 1. Anjurkan asupan
 Kerusakan inevarsi membaik cairan 2000 ml/hari.
diafragma 2. Anjurkan teknik batuk
 Cedera pada medula efektif.
spinalis Kolaborasi :
 Efek agen
farmakologis 1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
 Kecemasan
ekspektoran,
Ditandai dengan :
mukolitik, jika perlu.
Gejala dan Tanda
Mayor
Subjektif :
1. Dipsnea
Objektif :
1. Penggunaan oto
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi
memanjang
3. Pola napas
abnormal (misal :
takipnea,
bradipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Ortopnea
Obejktif :
1. Penapasan pursed-
lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada
berubah

4. Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi:


Penyebab: tindakan asuhan 1. Identifikasi lokasi,
□ Agen pencedera keperawatan ...x... jam karakteristik, durasi,
fisiologis ( nyeri menurun. frekuensi, kualitas,
inflamasi, intensitas nyeri
Kriteria Hasil :
iskemia, 2. Identifikasi skala
neoplasma) 1. keluhan nyeri nyeri
□ Agen pencedera menurun 3. Identifikasi faktor
kimiawi (terbakar, 2.Meringis menurun yang memperberat
bahan kimia 3.Sikap protektif dan memperingan
iritan) menurun nyeri
□ Agen pencedera 4.Gelisah menurun 4. Identifikasi pengaruh
fisik (abses, 5.Kesulitan tidur nyeri pada kualitas
amputasi, menurun hidup
terbakar, 6.Frekuensi nadi 5. Monitor keberhasilan
terpotong) membaik terapi komplementer
7.Pola nafas membaik yang sudah diberikan
Ditandai dengan gejala
8.Tekanan darah 6. Monitor efek samping
dan tanda mayor
membaik pemberian analgetik
Subyektif :
9.Nafsu makan
1. Mengeluh nyeri Terapeutik
membaik
Obyektif: 1. Berikan teknik
1. Tampak meringis nonfarmakologi untuk
2. Bersikap protektif mengurangi nyeri
(waspada, posisi (terapi musik, terapi
menghindari pijat, aromaterapi)
nyeri) 2. Kontrol lingkungan
3. Gelisah yang memperberat
4. Frekuensi nadi rasa nyeri (suhu,
meningkat pencahayaan,
5. Sulit tidur kebisingan)
3. Fasilitas istirahat,
Gejala dan Tanda
tidur
Minor
Subyektif: Edukasi:
(Tidak tersedia)
1. Jelaskan penyebab,
Obyektif: periode dan pemicu
1. Tekanan darah nyeri
meningkat 2. Jelaskan strategi
2. Pola nafas meredakan nyeri
berubah 3. Anjurkan monitor
3. Nafsu makan nyeri secara mandiri
berubah 4. Ajarkan teknik
4. Proses berfikir nonfarmakologi untuk
terganggu mengurangi nyeri
5. Menarik diri
Kolaborasi:
6. Berfokus pada diri
sendiri 1. Kolaborasi pemberian
7. diaforesis analgetik

5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Observasi :


Penyebab : tindakan asuhan 1. Identifikasi kesiapan
 Keterbatasan kognitif keperawatan ...x... jam dan kemampuan
 Gangguan fungsi tingkat pengetahuan menerima informasi.
kognitif meningkat 2. Identifikasi faktor-
 Kekeliruan faktor yang dapat
mengikuti anjuran Kriteria Hasil : meningkatkan dan
 Kurang terpapar 1. Perilaku sesuai
menurunkan motivasi
informasi perilaku hidup bersih
anjuran meningkat
 Kurang minat dalam 2. Perilaku sesuai
dan sehat.
belajar Terapeutik :
dengan
 Kurang mampu pengetahuan 1. Sediakan materi dan
mengingat meningkat. media penkes.
 Ketidaktahuan 3. Persepsi yang 2. Jadwalkan penkes
menemukan sumber keliru terhadap sesuai kesepakatan.
informasi masalah menurun. 3. Berikan kesempatan
Ditandai dengan : 4. Perilaku membaik. untuk bertanya
Gejala dan Tanda Edukasi
Mayor 1. Jelaskan faktor resiko
Subjektif : yang dapat
1. Menanyakan mempengaruhi
masalah yang di kesehatan.
hadapi 2. Ajarkan perilaku
Objektif : hidup bersih dan
1. Menunjukan sehat.
perilaku tidak 3. Ajarkan strategi yang
sesuai anjuran dapat digunakan
2. Menunjukan untuk meningkatkan
persepsi yang keliru perilaku hidup bersih
terhadap masalah dan sehat.
Gejala dan Tanda Minor
Objektif :
1. Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat
2. Menunjukan
perilaku berlebihan
(misal:apatis,
bermusuhan,
agitasi, histeria)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Pottter P. A., Perry A. G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Praktik. Jakarta : EGC.
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Taqwaningtyas, F. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Napas
pada An. F dengan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di Ruang
Flamboyan RSUD Sukoharjo. Diakses dari :
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Difteri
    LP Difteri
    Dokumen19 halaman
    LP Difteri
    Arvina Umaiya Zahro
    Belum ada peringkat
  • LP DHF
    LP DHF
    Dokumen12 halaman
    LP DHF
    Arvina Umaiya Zahro
    Belum ada peringkat
  • Dispepsia Syndrom
    Dispepsia Syndrom
    Dokumen17 halaman
    Dispepsia Syndrom
    Arvina Umaiya Zahro
    Belum ada peringkat
  • LP Luka
    LP Luka
    Dokumen10 halaman
    LP Luka
    Arvina Umaiya Zahro
    Belum ada peringkat