Anda di halaman 1dari 9

A.

Pengertian Radikalisme adalah suatu ideologi (ide atau


gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial
dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ ekstrim.

Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau
kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung
perubahan yang diinginkan. Kelompok radikal umumnya menginginkan
perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis serta bertentangan
dengan sistem sosial yang berlaku.

Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat


melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak
yang tidak sepaham dengan mereka. Walaupun banyak yang mengaitkan
radikalisme dengan Agama tertentu, pada dasarnya radikalisme adalah
masalah politik dan bukan ajaran Agama.

ciri-ciri radikalisme:

1. Radikalisme adalah tanggapan pada kondisi yang sedang terjadi,


tanggapan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk evaluasi,
penolakan, bahkan perlawanan dengan keras.

2. Melakukan upaya penolakan secara terus-menerus dan menuntut


perubahan drastis yang diinginkan terjadi.

3. Orang-orang yang menganut paham radikalisme biasanya memiliki


keyakinan yang kuat terhadap program yang ingin mereka jalankan.

4. Penganut radikalisme tidak segan-segan menggunakan cara kekerasan


dalam mewujudkan keinginan mereka.

5. Penganut radikalisme memiliki anggapan bahwa semua pihak yang


berbeda pandangan dengannya adalah bersalah.

Keuntungan dan Kerugian Radikalisme


Berikut ini ada keuntungan dan kerugian dari paham radikalisme, yakni
sebagai berikut:
Keuntungan Radikalisme
Berikut ini terdapat beberapa keuntungan dari radikalisme, yakni sebagai
berikut:

 Mempunyai tujuan yang positif dan berani dengan tujuan tersebut


 Loyalitas dan motivasi bekerja keras yang sungguh besar untuk
menggapai tujuannya

Kerugian Radikalisme
Berikut ini ada keuntungan dan kerugiandari paham radikalisme, yakni sebagai
berikut:

 Rabun akan bukti karena sungguh pembantah dengan objek yang


diibaratkan benar meskipun berlainan dengan kebenaran
 Menerapkan kekejaman dan aturan negatif lain untuk menggapai
tujuannya
 Menanggapi seluruh bagian yang tidak sepakat dengannya ialah lawan
yang pantas diberantas

Tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM)

Faktor Pemikiran
Radikalisme dapat berkembang karena adanya pemikiran bahwa segala
sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara yang kaku dan
menggunakan kekerasan.

2. Faktor Ekonomi
Masalah ekonomi juga berperan membuat paham radikalisme muncul di
berbagai negara. Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup, dan
ketika terdesak karena masalah ekonomi maka manusia dapat melakukan apa
saja, termasuk meneror manusia lainnya.

3. Faktor Politik
Adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara
hanya berpihak pada pihak tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok-
kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan.
Kelompok-kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, maupun
politik. Alih-alih menegakkan keadilan, kelompok-kelompok ini seringkali
justru memperparah keadaan.

4. Faktor Sosial
Masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas
ekonomi lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya kepada
tokoh-tokoh yang radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis
pada hidup mereka.

5. Faktor Psikologis
Peristiwa pahit dalam hidup seseorang juga dapat menjadi faktor penyebab
radikalisme. Masalah ekonomi, masalah keluarga, masalah percintaan, rasa
benci dan dendam, semua ini berpotensi membuat seseorang menjadi radikalis.

6. Faktor Pendidikan
Pendidikan yang salah merupakan faktor penyebab munculnya radikalis di
berbagai tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang
memberikan ajaran dengan cara yang salah dapat menimbulkan radikalisme di
dalam diri seseorang.

Radikalisme Agama Termasuk Radikalisme Berbahaya


Radikalisme berbasis agama merupakan radikalisme paling berbahaya di
Indonesia. Cakupan radikalisme agama itu cakupannya melebihi batas
kota, kabupaten, provinsi, pulau, dan negara. Gerakan radikalisme agama
tidak seperti OPM atau GAM yang lokasinya terbatas pada wilayah
geografistertentu. Radikalisme agama bisa tumbuh di mana saja termasuk
dalam keluarga dan institusi. Oleh karenanya, radikalisme agama itu
sangat berbahaya.

Tentu kasus radikalisme agama pasti tidak asing di telinga orang


Indonesia yang mayoritas muslim ini. Gara-gara pemikiran radikal, ada
kasus sekeluarga rela menjual seluruh hartanya untuk jihad ke Suriah.
Orang-orang yang menjual seluruh hartanya ini merupakan golongan
radikal akut yaitu ekstrimis.

Ekstrimis tidak peduli tentang apa yang akan terjadi nanti baik untuk
dirinya maupun keluarganya. Mereka serta merta percaya bahwa mereka
melakukan tindakan yang terbaik bagi agama mereka. Padahal multitafsir
dalam agama itu ada. Mereka tidak mau membandingkan dan
mempelajarinya lebih jauh lagi.

Contohnya, seperti yang dijelaskan Nadirsyah Hosen metode tafsir dalam


agama Islam itu terdiri dari dua jenis yaitu tafsir bir riwayah dan tafsir bir
ra’yi. Masing-masing tafsir memiliki turunannya. Tafsir bir riwayah ada
dua turunan, sedangkan tafsir bir ra’yi ada tiga turunan. Tidak akan
dijelaskan satu persatu karena hal yang ingin ditekankan adalah fakta
bahwa orang bisa menafsirkan al-Qur’an dengan berbagai metode tafsir
tersebut.

Adanya multitafsir tersebut juga merupakan pemicu radikalisme agama


yang dapat memecah belah keluarga harmonis. Baik adik, kakak, anak,
ayah, ibu, suami, dan istri dapat terpengaruh radikalisme agama. Satu saja
anggota keluarga terpengaruh tafsir yang salah, sudah cukup untuk
menghancurkan satu keluarga

Menangkal Radikalisme Melalui Agama


Agama merupakan salah satu akar radikalisme. Namun, agama pula yang
dapat menangkal radikalisme. Hanya saja seseorang harus pintar dalam
memilih dan memilah ajaran agama yang tidak bertentangan dengan
Pancasila atau dasar negara. Paling tidak orang yang ingin menangkal
radikalisme melalui agama harus memahami radikalisme dan agama itu
sendiri terlebih dahulu.

Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Ambil


perspektif kebenaran dan kebaikan yang dapat diaplikasikan dengan
kondisi sosial dan budaya pada masyarakat suatu negara. Apabila ajaran
agama tersebut jauh dari nilai-nilai kenegaraan, dalam hal ini Pancasila,
maka ajaran agama tersebut merupakan awal dari radikalisme. Ajaran
agama ini termasuk ajaran pemuka agama.
Lalu batas agama dan nilai-nilai kenegaraan itu di mana? Yaitu ketika
agama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, tidak mengganggu
ketertiban masyarakat, tidak mengganggu ketentraman masyarakat, dan
tidak mengganggu stabilitas ekonomi bangsa. Paling tidak itu sed ikit dari
batas yang dapat disampaikan di sini.

Menangkal

Apakah Radikalisme itu boleh menurut islam?


Menurut Achmad Zuhdi (2016)

Berdasarkan pengertian radikalisme tersebut, maka tak dapat dihindari adanya


kesan negatif dari gerakan radikalisme, yaitu adanya unsur paksaan dan
mungkin juga tindakan kekerasan dalam upaya mengaktualisasikannya. Dalam
kontek ini, barangkali dapat dikatakan bahwa sebenarnya tidak ada agama apa
pun yang mengajarkan radikalisme. Islam sendiri adalah agama yang
mengajarkan kasih sayang, bersikap lembut, berbuat baik dan adil serta
membangun sikap toleransi. Bahkan dalam al-Qur’an, Allah menegaskan Islam
sebagai Rahmatan lil ‘alamin (pembawa rahmat bagi seluruh alam). Allah SWT
berfirman:

‫َو َما‬ ََ‫س ْلنَاك‬


َ ‫أ َ ْر‬ ‫لا‬
َ ‫ِإ‬ َ‫َرحْ َمة‬
ََ‫ِل ْل َعالَ ِمين‬

Radikalisme merupakan paham atau aliran yang menginginkan perubahan


atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Di era
digital saat ini gerakan Radikalisme dari suatu kelompok tumbuh sumbur
akibat adanya sebuah globalisasi dimana batas - batas antar negara sudah tidak
lagi menjadi sebuah halangan paham Radikal sehingga memberikan
pengaruh begitu besar terhadap pertumbuhan radikalisme dari suatu
kelompok tertentu

Para pelaku Radikalisme saat ini memanfaatkan isu agama dalam melancarkan
dan melegitimasi gerakannya untuk untuk mencapai tujuan tertentu yang
diinginkannya apabila seseorang mempunyai pengetahuan agama yang sempit
maka akan mudah sekali untuk meembenarkan paham Radikalisme tersebut
sehingga perlu dipahami gerakan radikalisme di era digital saat ini.

Islam Tidak Menyukai Kekerasan


Islam merupakan Agama yang dibawa oleh baginda Nabi Muhammad SAW
setelah menerima wahyu dengan perantara malaikat Jibril AS.

Agama Islam adalah sumber dalam pendidikan akhlak termasuk perilaku


dalam hal ini perilaku yang islami.

Di Indonesia sendiri masyarakatnya menganut mayoritas beragama Islam,


bahkan penduduknya termasuk dalam negara yang paling banyak warga yang
paling besar dalam menganut agama Islam hal tersebut menjadi sebuah
kebanggaan tersendiri dari sisi kuantitas lebih besar daripada negara-negara
Islam ditimur tengah namun kemudian apakah keunggulan tersebut dapat di
imbangi oleh dari sisi kualitas para

Sedangkan menurut Wikipedia bahasa Indonesia (id.wikipedia.org),


radikalisme adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis
dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Dilihat dari sudut pandang keagamaan, radikalisme agama dapat
diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang
sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga
tidak jarang penganut dari paham atau aliran tersebut menggunakan kekerasan
kepada orang yang berbeda paham atau aliran untuk mengaktualisasikan
paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secar

 Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ِْ ‫ن فِى ِبالغُلُ ِْو قَبلَكُمْ كَانَْ َمنْ أَهلَكَْ فَ ِإنَّ َما الدِي‬
ْ‫ن فِى َوالغُلُ َّْو ِإ َّياكُم‬ ِْ ‫الدِي‬

Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama


sebab sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang
sebelum kalian. [HR. An-Nasâ’i dan Ibnu Mâjah].

Diantara bentuk sikap melampaui batas adalah bersikap radikal dengan segala
bentuknya yang menyelisihi syariat. Dalam bahasa Arab kata (ْ‫ )الغُلُو‬yang berarti
radikal, kekerasan dan kekakuan kembali kepada sebuah kalimat yang
bermakna sesuatu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas dan ukuran.
Sebagaimana yang dikatakan ibnu Fâris rahimahullah dalam kitabnya Mu’jam
maqâyis Lughah.

Berlebih-lebihan dalam agama adalah dengan melakukan sesuatu yang


melampaui batas dengan kekerasan dan kekakuan, sebagaimana disebutkan
oleh Ibnu Manzhûr rahimahullah dalam kitab Lisânul Arab.
Radikalisme dalam sejarah terjadi tidak hanya pada umat Islam, bahkan Allâh
Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan ahli kitab akan sikap melampaui batas
ini, sebelum umat Islam. Sejarahpun mencatat banyak tindakan-tindakan
radikal dilakukan selain umat Islam baik dizaman dahulu hingga sekarang.
Namun mengapa hanya umat Islam saja yang disudutkan?

Ironisnya banyak orang Islam ikut-ikutan bicara radikalisme tanpa dasar dan
ilmu yang membuat semakin keruh dan rusak serta tidak memberikan solusi
sama sekali.

Tidak dipungkiri, radikalisme memiliki multi sebab, mulai dari pemahaman


yang parsial, salah memahami ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tanpa merujuk kepada pemahaman yang benar yang telah difahami oleh as-
salaf ash-shalih termasuk juga masalah politik berupa penindasan dan
penjajahan menjadi pemicu tindakan radikal. Semua sebab-sebab ini
membuahkan hasil yang sangat berbahaya bagi kemajuan peradaban manusia
dan kesejahteraan mereka di dunia.

Tentunya hal ini menuntut setiap kita untuk berusaha mencegah dan
menghilangkannya. Oleh karena itu sangat diperlukan upaya yang maksimal
untuk merujuk pemahaman as-salaf ash-shalih dalam memahami agama dan
menjalankan metode pemahaman mereka dalam mengamalkan ajaran-ajaran
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi.

Islam Menentang Radikalisme

ISLAM MENENTANG RADIKALISME

Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan ajaran Islam dan


menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik yang akan menjadi saksi atas
umat yang lain, seperti dijelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla.

ََ‫سطا أ ُ امةَ َجعَ ْلنَا ُك َْم َو َك َٰذَ ِلك‬ ُ ‫اس َعلَى‬


َ ‫ش َهدَا ََء ِلت َ ُكونُوا َو‬ َ ِ ‫ل َويَ ُكونََ النا‬
َُ ‫سو‬ ‫ش ِهيدا َعلَ ْي ُك َْم ا‬
ُ ‫الر‬ َ

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil (terbaik) dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. [Al-
Baqarah/2:143]
Dari kalimat ummatan wasathan (umat yang adil atau pertengahan) tampak
jelas bahwa umat Islam dilarang melampaui batasan yang telah ditetapkan
syariat, baik dalam keyakinan maupun amalan. Sikap melampaui batas tidak
akan membuahkan hasil yang baik dalam semua urusan, apalagi dalam urusan
agama. Bahkan syariat melarang sikap ini dalam beberapa ayat al-Qur`ân,
diantaranya firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
‫ل ََيا‬ َِ ‫ل ْال ِكت َا‬
ََ ‫ب أ َ ْه‬ َ َ ‫دِي ِن ُك َْم ِفي ت َ ْغلُوا‬

Wahai ahli Kitab, janganlah kalian bertindak melewati batas (ghuluw) dalam
agama kalian [An-Nisâ’/4: 171]

Al-Hâfidz Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam kitab Tafsirnya, “Allâh


Subhanahu wa Ta’ala melarang ahlul kitab melampaui batas dalam beragama.
Ini banyak dilakukan oleh kaum Nashara karena mereka melampaui batas
dalam kewajiban mengimani Nabi Isa Alaihissallam sampai-sampai mereka
mengangkatnya melebihi kedudukan yang berikan kepadanya Alaihissallam.
Mereka memindahkannya dari derajat kenabian menjadi tuhan selain Allâh
Azza wa Jalla . Mereka menyembahnya sebagaimana mereka menyembah Allâh
Subhanahu wa Ta’ala , bahkan mereka juga melampaui batas dalam menyikapi
para pengikut Nabi Isa Alalihissallam yang dianggap masih berada di atas
ajaran Nabi Isa Alaihissallam. Mereka meyakini para pengikut beliau
Alaihissallam itu ma’sum dan lalu mereka mengikuti setiap apa yang mereka
katakan, baik perkataan mereka itu haq maupun batil, sesat maupun petunjuk,
benar maupun dusta. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ َ‫ن أ َ ْربَابا َو ُر ْهبَانَ ُه َْم أَحْ ب‬


‫ار ُه َْم ات ا َخذُوا‬ َْ ‫ُون ِم‬ َ‫ح ا‬
َِ ‫ّللاِ د‬ ََ ‫َم ْر َي ََم ابْنََ َو ْال َمسِي‬

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan para rahib mereka sebagai Tuhan
selain Allâh dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masîh putera Maryam, (At-
Taubah/9:31)”, [Tafsîr Ibnu Katsir, 1/589]

 Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

َ‫ْن ِفى َو ْالغُلُ اَو ِإياا ُك ْم‬


َِ ‫الدي‬ َْ ‫ْن ِفى ِب ْالغُلُ َِو قَ ْبلَ ُك َْم كَانََ َم‬
ِ ‫ن أ َ ْه َلكََ فَإِنا َما‬ َِ ‫الدي‬
ِ
Hindarilah oleh kalian tindakan melampaui batas (ghuluw) dalam beragama
sebab sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum
kalian. [HR. An-Nasâ’i dan Ibnu Mâjah].

Diantara bentuk sikap melampaui batas adalah bersikap radikal dengan segala
ْ yang berarti
bentuknya yang menyelisihi syariat. Dalam bahasa Arab kata (َ‫)الغُلُو‬
radikal, kekerasan dan kekakuan kembali kepada sebuah kalimat yang
bermakna sesuatu yang berlebih-lebihan dan melampaui batas dan ukuran.
Sebagaimana yang dikatakan ibnu Fâris rahimahullah dalam kitabnya Mu’jam
maqâyis Lughah.

Berlebih-lebihan dalam agama adalah dengan melakukan sesuatu yang


melampaui batas dengan kekerasan dan kekakuan, sebagaimana disebutkan
oleh Ibnu Manzhûr rahimahullah dalam kitab Lisânul Arab.

Radikalisme dalam sejarah terjadi tidak hanya pada umat Islam, bahkan Allâh
Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan ahli kitab akan sikap melampaui batas
ini, sebelum umat Islam. Sejarahpun mencatat banyak tindakan-tindakan
radikal dilakukan selain umat Islam baik dizaman dahulu hingga sekarang.
Namun mengapa hanya umat Islam saja yang disudutkan?
Ironisnya banyak orang Islam ikut-ikutan bicara radikalisme tanpa dasar dan
ilmu yang membuat semakin keruh dan rusak serta tidak memberikan solusi
sama sekali.
Tidak dipungkiri, radikalisme memiliki multi sebab, mulai dari pemahaman
yang parsial, salah memahami ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/4484-islam-dan-radikalisme.html

Anda mungkin juga menyukai