Anda di halaman 1dari 5

Epistemologi

2.3.1 Pengertian Epistemologi

Epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang bersangkut paut dengan teori pengetahuan. Secara
etimologis, istilah epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu
episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu). Jadi epistemologi berarti
kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.5

Pada abad 19, istilah epistemologi pertama dipergunakan oleh L.E.Ferier di Institut of

Metaphisics (1854), didefinisikan sebagai cabang ilmu filsafat yang bersangkutan dengan sifat
dasar dari ruang lingkup pengetahuan pra-anggapan dan dasar-dasarnya serta kenyataan umum
dari keharusan pengetahuan sebenarnya. Epistemologi membahas isi pikiran manusia berupa
pengetahuan, studi tentang pengetahuan bagaimana kita mengetahui benda-benda.6

Pengetahuan pada hakikatnya adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu. 2
Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan.
Kemudian akan timbul pertanyaan, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?
Masalah inilah yang dalam kajian filsafati disebut dengan epistemologi dan landasan epistemologi
ilmu disebut sebagai metode ilmiah.2 Dengan kata lain metode ilmiah adalah cara yang dilakukan
oleh sebuah ilmu guna menghimpun pengetahuan yang benar.

2.3.2 Ruang Lingkup Epistemologi

Epistemologi filsafat membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yaitu yang dipikirkan), cara
memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat.7

1) Objek filsafat
Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)nya. Jika ia
memikirkan pendidikan maka jadilah Filsafat Pendidikan. Jika yang dipikirkannya hukum maka
hasilnya tentulah Filsafat Hukum, dan seterusnya. Pikiran manusia amat sangat luas dan dapat
menelurkan banyak cabang ilmu. Apabila manusia memikirkan pengetahuan jadilah ia Filsafat
Ilmu, jika memikirkan etika jadilah Filsafat Etika, dan seterusnya.7 Objek penelitian filsafat lebih
luas dari objek penelitian sain. Sain hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat meneliti
objek yang ada dan mungkin ada. Sebenarnya masih ada objek lain yang disebut objek forma yang
menjelaskan sifat kemendalaman penelitian filsafat. Ini dibicarakan pada epistemologi filsafat.7
Perlu juga ditegaskan (lagi) bahwa sain meneliti objek-objek yang ada dan empiris; yang ada tetapi
abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat meneliti objek yang ada
tetapi abstrak, adapun yang mungkin ada, sudah jelas abstrak itu pun jika ada.7

2) Cara memperoleh pengetahuan filsafat

Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggungjawabkan) cara mereka memperoleh


pengetahuan filsafat.7 Yang menyebabkan kita hormat kepada para filosof antara lain ialah karena
ketelitian mereka, sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan lebih dahulu (dan
mempertanggungjawabkan) cara memperoleh pengetahuan tersebut.7 Sifat itu sering kurang
dipedulikan oleh kebanyakan orang. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau
diketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya.

3) Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat

Pengetahuan filsafat ialah pengetahuan yang logis tidak empiris. Kebenaran teori filsafat
ditentukan oleh logis tidaknya teori itu. Ukuran logis tidaknya tersebut akan terlihat pada argumen
yang menghasilkan kesimpulan (teori) itu. Fungsi argumen dalam filsafat sangatlah penting, sama
dengan fungsi data pada pengetahuan sain. Argumen itu menjadi kesatuan dengan konklusi,
konklusi itulah yang disebut teori filsafat.

2.3.3 Sejarah Perkembangan Epistemologi

Persoalan utama yang dihadapi oleh tiap epistemologi pengetahuan pada dasarnya adalah
bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar dengan memperhitungkan aspek ontologi dan
askiologi masing-masing.2 Demikian juga halnya dengan masalah yang dihadapi epistemologi
keilmuan yakni bagaimana menyusun pengetahuan yang benar untuk menjawab permasalahan
mengenai dunia empiris yang akan digunakan sebagai alat untuk meramalkan dan mengontrol
gejala alam.2

Untuk bisa meramalkan atau mengontrol sesuatu, tentulah kita harus menguasai pengetahuan yang
menjelaskan peristiwa itu, dengan demikian maka penelaahan ilmiah diarahkan kepada usaha
untuk mendapatkan penjelasan mengenai berbagai gejala alam.2 Penjelasan yang menjadi tujuan
penelaahan ilmiah diarahkan kepada hubungan berbagai faktor yang terkait yang kemudian
menyebabkan timbulnya sebuah gejala dan proses atau mekanis terjadinya gejala tersebut. Sebagai
contoh seorang mahasiswa ingin mengetahui apakah pemberian probiotik dapat menurunkan lama
rawat inap penderita diare. Hubungan antara pemberian probiotik dengan lama rawat inap
penderita diare inilah yang menjadi pokok pengkajian ilmiah.

Peradaban di masa lampau tidak menggunakan pengkajian ilmiah dalam kaitannya untuk
memecahkan sebuah masalah. Dahulu kala orang menggunakan akal sehat dan cara coba-coba
untuk menemukan pelbagai gejala alam. Akan tetapi akal sehat inilah yang menjadi permulaan
dari ilmu dan pengetahuan.2 Sebagai contoh awal mulanya, berdasarkan akal sehat, mataharilah
yang mengelilingi bumi dikarenakan dalam berhari-hari matahari terbit dan terbenam beberapa
kali. Kemudian ilmu mematahkan ini semua bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi,
melainkan sebaliknya.

Perkembangan selanjutnya adalah tumbuhnya rasionalisme yang secara kritis mempermasalahkan


dasar-dasar pikiran manusia yang bersifat mitos. Akan tetapi kemudian ditemukan kelemahan
dalam berpikir rasional yakni tidak bisa terlepas dari unsur subjektif.2 Hal ini membuat masyarakat
merasa kebingungan untuk menafsirkan berbagai pendapat, aliran, teori sebagai hasil dari
pemikiran rasional dan kesimpulan rasionalisme tersebut memiliki kemungkinan bertentangan
dengan kenyataan yang sebenarnya.2 Akhirnya untuk menjawab ini semua berkembanglah
empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan benar itu didapat dari kenyataan pengalaman.
Berkembanglah akhirnya metode eksperimen yang merupakan jembatan antara penjelasan teoritis
yang hidup di alam rasional dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris.2

2.4 Aksiologi

Bidang aksiologi membahas tentang nilai suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu tergantung pada
tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya.
Masing-masing manusia memang mempunyai tujuan sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan
secara obyektif bagi semua manusia. Begitu juga dengan pengetahuan. Semua pengetahuan
memiliki tujuan obyektif. Tujuan dari pengetahuan adalah untuk mendapatkan kebenaran. Maka
nilai dari pengetahuan atau ilmu adalah untuk mendapatkan kebenaran. Hal ini terlepas dari
kebenaran yang didapatkan untuk tujuan apa. Apakah untuk memperbaiki atau untuk merusak
diri.2

2.4.1 Ilmu dan Moral

Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab
untuk menemukan kebenaran dan telebih lagi untuk mempertahankan kebenaran diperlukan
keberanian moral.2 Sejarah kemanusiaan dihiasi dengan semangat para martir yang rela
mengorbankan nyawanya dalam mempertahankan apa yang mereka anggap benar.2 Peradaban
telah menyaksikan Socrates dipaksa meminum racun dan John Huss dibakar.2 Akan tetapi sejarah
tidak pernah berhenti disini, kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi dalam menemukan
kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan akan mudah sekali tergelincir dalam melakukan
prostitusi intelektual. Sebagai contoh juga pada jaman Nazi, kaum intelektual khususnya dokter-
dokter nazi pada saat itu mengabaikan konsep aksiologi filsafat, moral tidak dijadikan landasan
dalam praktik kedokteran mereka. Alhasil ketika ilmu dan moral tidak sejalan akan menimnbulkan
penderitaan sekaligus terror di masyarakat. Di ambang kejatuhan pemerintahan nazi, praktik
kedokteran yang tidak sejalan dengan moral tersebut dihentikan.
2.4.2 Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa apabila sebuah temuan atau hasil karya tersebut memenuhi
prasyarat keilmuan maka akan diterima sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan dapat
diaplikasikan dalam tata kehidupan masyarakat. Contoh nyata adalah temuan ilmuwan Albert
Einstein, asal Jerman mengenai teori relativitas atau temuan Wright bersaudara dalam membuat
cikal bakal pesawat terbang untuk pertama kalinya. Keduanya berhasil mengubah kehidupan
masyarakat sejak saat itu dan menjadi inspirasi bagi individu lain untuk menjadi ilmuwan-ilmuwan
masa depan. Dari contoh tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmuwan bukanlah
manusia biasa, mereka memiliki sebuah beban moral dan tanggung jawab sosial yang lebih dari
individu lainnya di masyarakat. Fungsi seorang ilmuwan tidaklah hanya dalam pengkajian seputar
keilmuannya tetapi juga bertanggung jawab agar hasil keilmuannya dapat membawa manfaat bagi
masyarakat.

Seseorang dikatakan sebagai seorang ilmuwan apabila ia menerapkan cara berpikir yang teratur
dan teliti. Keteraturan seorang ilmuwan akan digunakan pada saat ini menggunakan pikirannya,
adapun ketelitian seorang ilmuwan dibutuhkan dalam mengkaji pemikirannya tersebut.2 Mengapa
hal ini penting bagi seorang ilmuwan? seorang manusia dapat saja berpikir dalam kaitannya untuk
menemukan atau mempertahankan kebenaran, tetapi juga sekaligus dapat digunakan untuk
menemukan atau mempertahankan hal-hal yang berkebalikan dari kebenaran. Kelebihan dalam
memikirkan secara cermat mengenai nilai sebuah pemikiran inilah yang hanya dimiliki oleh
seorang ilmuwan. Orang yang awam terkadang mempercayai asumsi yang tidak benar, mereka
cenderung untuk mempercayai gosip yang tidak berdasar hanya karena sepintas hal tersebut
tampak benar. Kelebihan seorang ilmuwan inilah yang menjadikannya memiliki tanggung jawab
sosial.2

Anda mungkin juga menyukai