Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa masalah kesehatan di dunia yang hingga saat ini belum bisa

terselesaikan. Salah satu permasalahan kesehatan yang sekarang masih menjadi

Global Issue adalah HIV dan AIDS. Human Immunodeficiency virus (HIV)

adalah virus yang menyebabkan acquired immune defiency syndrome atau yang

biasa dikenal dengan AIDS. Seringkali kejadian HIV/AIDS disebut sebagai

penomena “gunung es” karena data kasus yang dilaporkan tidak mencerminkan

kejadian yang sebenarnya, (wardani, 2018). Salah satu tujuan dari Milinium

Development Goals (MDGs) yaitu memerangi Human Immunodeficiency Virus

(HIV)/ acquired immune defiency syndrome (AIDS). Dengan target

mengendalikan penularan jumlah kasus baru (newly infected) pada tahun 2015

(Aristo, 2015).

Berdasarkan data WHO (2017), sebanyak 7,1 juta (18,9%) populasi

terbanyak pengidap HIV/AIDS tercatat di Negara Afrika Selatan. Sedangkan di

Indonesia tercatat jumlah penderita HIV/AIDS adalah 620 ribu jiwa (0,4%).

Sedangkan menurut data WHO pada tahun 2018 37,9 juta orang hidup dengan

HIV/AIDS dan 23,3 juta (62%) orang menerima pengobatan Antiretro Virus
(ARV). Berdasarkan data dari RIKESDAS pada bulan oktober-Desember 2017

jumlah ODHA yaitu sebanyak 16.640 orang presentase HIV tertinggi pada bulan

oktober sampai desember 2017 adalah pada kelompok umur 25-49 tahun yaitu

69,2%, diikuti kelompok umur 20-24 tahun yaitu 16,7% sedangkan kelompok

umur lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak 7,6%. Rasio penderita HIV laki-laki

berdanding perempuan adalah 2:1. Presentase factor risiko penilaran HIV

tertinggi pada bulan Oktober sampai Oktober 2017 adalah hubungan sex berisiko

apada heteroseksual yaitu sebesar 22%, homoseksual 21% dan pengguna alat

suntuk tidak steril pada pengguna narkoba suntik 2%.

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan RI pada bulan Januari-Maret

2017 provinsi dengan jumlah penderita HIV/AIDS tertinggi yaitu Provinsi Papua

(19.729), Jawa Timur (18.243), DKI Jakarta (9.215), Jawa Timur (8.170), Bali

(7.441). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2017

tercatat dari tahun 1987 sampai Desember 2016 total penderita HIV 15.839

dengan kasus terbanyak di kota Denpasar yaitu 6.180 (39,0%), Badung 2.546

(16,1%), Buleleng 254 (16,1%) Gianyar 1.149 (7,3%), Tabanan 997 (6,3%),

Jembrana 809 (5,1%), Karangasem 607 (3,8%), Klungkung 343 (2,2%), bangle

296 (1,9%). Berdasarkan data di atas maka Kota Denpasar menempati urutan

pertama kasus HIV/AIDS terbanyak di Bali.

Penyakit HIV tidak menyebabkan kematian secara langsung pada

penderitanya akan tetapi adanya penurunan imunitas tubuh yang mengakibatkan


mudah terserang infeksi opportunistic pada penderitanya. Adapun jenis infeksi

yang dapat menyertai penyakit HIV AIDS adalah penyakit TB Paru, Hepatitis,

dan lain sebagainya. Hal inilah yang ditakutkan akan menyebabkan droplet

Infection baik pada keluarga pasien maupun lingkungan di sekitar pasien

(Ibrahim, 2017). Peningkatan kualitas hidup seorang pasien dengan penyakit

HIV/AIDS dapat dicapai dengan meningkatkan kepatuhan pasien dalam

menjalani terapi ARV. Hal ini dapat dicapai dengan adanya pengawasan khusus

oleh seseorang yang kompeten untuk bertanggung jawab terhadap jadwal

pemberian obat ARV tersebut.

Banyak penelitian terkait yang meneliti tentang pengaruh pengawas minum

obat (PMO) terhadap kepatuhan minum obat ARV pada pasein dengan

HIV/AIDS diantaranya penelitian Yuyun Yuniar, dkk tahun 2013 tentang factor-

faktor pendukung kepatuhan orang dengan HIV/AIDS dalam minum obat ARV

di Kota Bandung dan Cimahi. Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif

dengan metode triagulasi dan content analysis. Hasil analisis mengungkapkan

bahwa factor-faktor pendukung kepatuhan minum ARV yang bearal dari dalam

diri sendiri yaitu motivasi untuk hidup, keinginan sembuh atau sehat,

menganggap obat sebagai vitamin dan keyakinan terhadap agama. Selain itu

dukungan social yaitu dukungan keluarga, rasa tanggung kjawab dan rasa kasih

saying terhadap anak, keinginan menikah, dukungan teman-teman di KDS


(kelompok dukungan sebaya), LSM dan dari tokoh agama dan hubungan baik

dengan tenaga kesehatan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik mengadaklan penelitian

mengenai “Pengaruh Pengawas Minum Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat

ARV pada Pasien HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar pada bulan November

sampai Desmber 2019”.

1.2 Rumusan Masalah

Bersadarkan latar belakang di atas, maka dapat diajukan permasalah yaitu

apakah ada Pengaruh Pengawas Minum Obat terhadap Kepatuhan Minum Obat

ARV pada Pasien HIV/AIDS

1.3 Tujuan

a. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh pengawas minum obat terhadap kepatuhan minum

obat ARV pada pasien HIV/AIDS.

b. Tujuan Khusus

1) Mengidentifikasi pengaruh pengawas minum obat terhadap kepatuhan

minum obat ARV pada pasien HIV/AIDS.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan mutu pelayanan

perawatan.
1.4.1 Teoritis

Sebagai masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan, khususnya

dalam bidang keperawatan komunitas terutama tentang pengaruh PMO

terhadap kepatuhan minum obat pada ODHA.

1.4.2 Praktik

1.4.2.1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi

rumah sakit umum pusat Sanglah Denpasar khussusnya ruangan

Poli VCT dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

khususnya bagi penderita HIV/AIDS.

1.4.2.2 Dapat digunakan sebagai bahan acuan kepada penderita

HIV/AIDS untuk meningkatkan kepatuhan minum obat ARV.

Anda mungkin juga menyukai