Anda di halaman 1dari 2

Wae Rebo, Desa di Atas Awan yang Wajib Dikunjungi Kalau Ngetrip ke NTT

07 Jun 2017 by Rika

Sukses meraih gelar juara umum pada Anugerah Pesona Indonesia 2016, tentunya pesona wisata
Nusa Tenggara Timur (NTT) tak perlu diragukan lagi. Tak hanya memiliki danau Kelimutu dan
pulau Komodo, pantai-pantai di NTT juga terkenal indah di mana kebanyakan berpasir putih dan
berair jernih. Karenanya tak heran bila sejumlah destinasi wisata bahari di NTT sudah mendunia,
seperti pulau Padar, pulau Alor, dan pulau Kanawa. Tak cuma itu saja, NTT juga memiliki
destinasi wisata budaya yang menarik untuk dieksplorasi. Salah satunya Desa Wae Rebo. Kalau
Anda ada rencana trip ke NTT, pastikan desa yang dijuluki “desa di atas awan” ini tak terlewat
dalam daftar itinerary Anda!

Terletak di pedalaman pulau Flores, Desa Wae Rebo merupakan bagian dari wilayah Kecamatan
Satarmese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Desa ini dijuluki “desa di atas
awan” karena memang letaknya yang berada di ketinggian. Untuk sampai ke sana pun tak
mudah. Tapi, lokasinya yang berada di lembah diantara pegunungan itulah yang membuat desa
kecil ini menyuguhkan pemandangan bak negeri di atas awan yang menawan, terutama kala
diselimuti kabut tipis. Kalau beruntung, kala malam wisatawan bisa melihat milky way dengan
jelas. Desa Wae Rebo ini menjadi salah satu tempat terbaik untuk menikmati milky way di
Indonesia.

Hal unik lain yang bisa dinikmati di Wae Rebo adalah arsitektur rumah adatnya yang unik dan
langka. Rumah adat khas Flores tersebut disebut Mbaru Niang. Berbentuk kerucut, Mbaru Niang
memiliki 5 tingkatan dengan struktur yang tinggi, yakni sekitar 15 meter. Atapnya terbuat dari
ijuk dan hampir menyentuh tanah. Jumlahnya 7 buah dan diantaranya merupakan rumah utama
berukuran lebih besar yang disebut rumah Gendang. Mbaru Niang inilah yang membuat
penasaran wisatawan mancanegara untuk datang ke Wae Rebo. Terlebih nama Mbaru Niang
semakin mendunia setelah dipilih oleh UNESCO sebagai proyek konservasi terbaik dalam
UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation tahun 2012 lalu.

Di Wae Rebo, wisatawan bisa berbaur dan melihat langsung keseharian penduduk yang
mayoritas bertani kopi dan menenun kain. Penduduknya terkenal ramah terhadap para wisatawan
yang datang. Namun, tetap ada aturan yang harus dipatuhi jika hendak berkunjung ke sana
karena para penduduk masih berpegang teguh pada adat istiadat para leluhur. Sebelum
menginjakkan kaki di Wae Rebo, wisatawan wajib membunyikan alat tabuh sebagai tanda ada
tamu yang datang. Selain itu, wisatawan juga wajib berkunjung ke rumah Gendang untuk
menjalani ritual Pa’u Wae Lu’u yang dipimpin oleh tetua adat. Ritual tersebut bertujuan untuk
meminta izin dan perlindungan dari roh leluhur.

Pariwisata Wae Rebo kini sudah semakin berkembang dan mendapat pendampingan dari
Indonesia Ecotourism Network. Wisatawan bisa menginap di Mbaru Niang dengan membayar
sebesar 325 ribu rupiah per malam. Biaya tersebut dipakai untuk keperluan merawat desa dan
keperluan makan wisatawan. Di Desa Wae Rebo juga terdapat perpustakaan yang dibangun
untuk memudahkan penduduk mengakses ilmu pengetahuan. Wisatawan bisa menyumbangkan
buku bacaan untuk perpustakaan di sana.

Tertarik untuk datang ke Wae Rebo? Perjalanan bisa dimulai dari Denpasar menuju Labuan Bajo
menggunakan pesawat. Setelahnya, dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju Denge, desa
terdekat dengan Wae Rebo yang masih bisa diakses kendaraan. Di Denge terdapat homestay
untuk keperluan istirahat para wisatawan sebelum berangkat atau sesudah dari Wae Rebo. Dari
Denge, wisatawan harus mendaki dan membelah hutan sejauh 9 km sekitar 4 jam perjalanan.

Trip ke Wae Rebo memang memakan waktu dan biaya yang tak sedikit. Tapi, semua itu tak akan
sebanding dengan pengalaman berharga yang akan didapatkan. Wae Rebo tak hanya alamnya
yang indah, melainkan juga memperkaya wawasan dan memberikan setiap pengunjungnya
pandangan baru tentang kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai