Anda di halaman 1dari 44

BAB I

ISI

1. ANTI KARIES
Pendahuluan
Dental caries adalah suatu proses patologik dari mikroorganisme yang
menyebabkan timbulnya kerusakan pada jaringan gigi, atau suatu serangan yang
bersifat lokal oleh bakteri yang terkonsentrasi pada suatu plak gigi yang sifatnya
adhesif.
Berdasarkan sudut pandang anatomis dan mikrobiologis, ada beberapa jenis
karies : pit and fissure caries, smooth surface caries, root caries, dan deep dentinal
caries.

Dental caries merupakan penyakit multifaktorial yang melibatkan tiga faktor


utama yaitu : host/inang, khususnya saliva dan gigi; microflora; dan substrat.
Faktor ke-4 adalah waktu, yaitu dimana caries akan terjadi dengan didukung ketiga
faktor utama hingga masa tertentu.

Dental plaque (plak gigi) bersifat adhesif dan terbentuk dari hasil metabolisme
bakteri (khususnya S. mutans) berupa polisakarida/poliglukan (membuat sifatnya
adhesif, mencegah dilution/netralisasi asam bakteri oleh saliva, dan sebagai nutrien
cadangan), plak sendiri bisa terbentuk di permukaan gigi manapun, namun caries
hanya terjadi di daerah “stagnation areas” yaitu tempat dimana plak sudah tebal
dan susah dibersihkan.

Tindakan preventif karies yang dilakukan adalah dengan tujuan :


1. Meningkatkan pertahanan dari inang (terapi fluoride, occlusal sealants,
imunisasi)
2. Menurunkan angka mikroorganisme kariogenik yang berkontak dengan
gigi (plaque control dan antiplaque agents)
3. Memilih makanan yang nonkariogenik
4. Membatasi memakan makanan yang bersifat fermentable.

Fluor (F) adalah elemen golongan halogen dan tidak pernah terdapat
bebas di alam. Ikatan fluor baik organik maupun inorganik disebut fluoride.
Karies adalah suatu penyakit gigi yang bersifat irreversible dan kumulatif.

1
Karies ini dapat mengenai semua orang pada semua golongan umur semenjak
tumbuhnya gigi dalam rongga mulut.

Fluoride dikenal untuk memperkuat gigi dan merupakan elemen yang


terjadi di alam. Dengan memperkuat gigi, fluoride efektif dalam menurunkan
kejadian kerusakan pada gigi. Beberapa sumber fluorida yang tersedia untuk
umum, dan para ahli merekomendasikan menggunakan berbagai sumber. Air
alami mengandung fluoride dalam jumlah yang sangat kecil. Beberapa
makanan dan minuman secara alami mengandung fluorida, misalnya telur,
ikan, daging, dan teh. Banyak masyarakat telah menambahkan fluoride ke air
minum mereka, dan sebagian besar pasta gigi, bilasan mulut, dan perawatan di
kantor gigi mengandung fluoride. tablet Fluoride tersedia dengan resep untuk
anak-anak yang tidak tinggal di daerah dimana air minum fluoride tersedia.

Pada abad ke-19 telah diketahui adanya hubungan antara fluor dan
karies. Erhardt pada tahun 1874 telah menganjurkan agar anak-anak dan
wanita hamil menggunakan lozenges yang mengandung potasium fluoride.
Kemudian Grichton Browne dan kawan-kawan pada tahun 1892 menyatakan
bahwa pemberian fluoride pada waktu pertumbuhan gigi adalah penting. Dan
pada tahun 1923 McClendon menemukan bahwa gigi yang sehat mengandung
fluoride lebih banyak dari pada gigi karies (Blayney JR, 1967). Akan tetapi
pada tahun 1929 FS McKay melaporkan bahwa air minum yang mengandung
fluoride untuk mencegah karies dapat mengakibatkan mottled teeth (mottled
enamel). Pada tahun 1931 dua kelompok peneliti Amerika secara terpisah
menemukan konsentrasi fluoride yang tinggi dalam air minum di daerah-
daerah endemis mottled teeth.

Berdasarkan hasil-basil. penelitian yang menunjukkan hubungan antara


fluoride dan karies gigi, maka Dean dari US Public Health Service
menganjurkan pemakaian 1 ppm fluoride dalam air minum. Ternyata insiden
karies menurun 50--60% dan tidak ditemukan mottled teeth.

Mekanisme Fluoride Mencegah Karies

2
Menurut WHO (1962) yang dimaksud dengan karies gigi adalah :
Suatu proses patologi dimulai dari bagian luar gigi, dengan melemahnya
jaringan keras gigi dan terbentuk lubang, yang dapat terjadi sesudah gigi
tumbuh (erupsi).

Enamel adalah lapisan gigi yang paling luar, lebih keras dibandingkan
dengan lapisan di bawahnya yang disebut dentin. Hal ini disebabkan karena
enamel lebih banyak mengandung mineral dan bahan-bahan organik. Struktur
enamel gigi terdiri dari susunan kimia komplek dengan gugus kristal yang
terpenting yaitu hidroksil apatit. Unsur-unsur kimia yang lebih banyak terdapat
di permukaan enamel adalah F, Cl, Zn, Pb dan Fe, sedangkan karbonat dan
magnesium lebih sedikit dibanding bagian lainnya. Ion kimia paling penting
yang diharapkan banyak diikat oleh hidroksil apatit adalah ion fluor, di mana
hidroksil apatit akan berubah menjadi fluor apatit dan lebih tahan terhadap
asam. (Newburn, 1978).

1.1 Flour sistemik

Fluoridasi dalam Pasokan Air Umum


Dalam suatu studi epidemiologi, dikatakan bahwa orang-orang yang
mengkonsumsi air berfluoride memiliki resiko lebih kecil terkena masalah gigi
dan mulut.
Dental fluorisis berhubungan dengan konsentrasi fluoride dalam air
minum. Tingkat optimal fluoride dalam penyediaan air memberikan
perlindungan yang signifikan terhadap karies kecuali terhadap resiko dari
fluorisis. Konsentrasi optimal tergantung pada suhu udara maksimum rata-rata
tahunan sehari-hari di masyarakat. Dalam iklim suhu, dimana rata-rata suhu
harian maksimum udara berkisar antara 14.7⁰ dan 17.7⁰ C, tingkat optimal
fluorida adalah 1 ppm.
Para penentang fluoridation air telah mempertanyakan keamanan, namun
perbandingan dari kelompok dengan tingkat fluoride yang optimal versus
suboptimal tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam frekuensi cacat
lahir atau dalam statistik kematian. Fluoridation optimal air minum tidak

3
menimbulkan risiko kanker yang terdeteksi pada manusia, sebagaimana
dibuktikan oleh data epidemiologi yang luas epidemiologi. Pemeriksaan
menyeluruh terhadap kesehatan anak-anak di kelompok yang mengkonsumsi
air minum berfluoride dan nonfluoridated water dan tidak ada perbedaan
signifikan yang ditemukan dalam pertumbuhan dan perkembangan maupun
kesehatan.
Fluoridasi air untuk umum terus menjadi landasan dari sebuah program
pencegahan karies yang ideal. Keberhasilannya dalam mengurangi prevalensi
karies dan juga keselamatan dalam mengkonsumsinya juga telah dibuktikan.
Biayanya memang mahal, tetapi yang lebih penting adalah nilai manfaat dari
gigi diselamatkan dari ekstraksi dan ketidaknyamanan dari rasa sakit dan lesi
karies.
Fluorides tablets (suplements)
Karena banyak faktor (mencakup politik dan ekonomi), fluoridasi air
menjadi tidak mungkin lagi dalam skala besar, maka ditawarkan fluoride
sistemik berupa suplemen. Dosis yang tepat untuk resep suplemen fluoride
bergantung kepada umur dan konsentrasi fluoride dalam air minum. Kesalahan
dalam penentuan dosis dapat menimbulkan overdosis fluoride dan diikuti
dental fluorosis (karena dikonsumsi dalam bentuk bolus, sehingga terjadi
kenaikan kandungan fluoride dalam darah secara cepat). Bentuk suplemen
untuk bayi biasanya berupa obat tetes mulut, untuk anak-anak bergigi sulung
dapat berupa tablet yang dikunyah (memberikan efek topikal juga).
Dosia:
- Birth- 6 bulan : tidak memerlukan suplemen fluor
- 6 bulan- 3 tahun : Fluor dalam air minum < 0.3 ppm: 0.25 mg/ hari
- 3 tahun- 6 tahun : Fluor dalam air minum < 0.3 ppm: 0.5 mg/ hr
Fluor dalam air minum 0.3-0.6 ppm: 0.25 mg/hr
- 6 tahun- 16 tahun : Fluor dalam air minum < 0.3ppm: 1 mg/hr
Fluor dalam air minum 0.3-0.6ppm: 0.5 mg/hr
- Tanpa fluoridasi air minum: Maksimum 0.05- 0.07 mg/ kgBB/ hari
Hati hati 64% penyebab dental fluorosis

Fluorides in food
Salah satu kekurangan dari fluoridasi air minum adalah bahwa orang
dewasa yang terus meminum air minum berkandungan fluoride namun

4
berisiko rendah terkena karies, diduga dapat menyebabkan sesuatu yang masih
belum bisa diprediksi. Maka biasanya garam fluoride ditambahkan dalam susu
dan garam dapur. Sifatnya cukup efektif, namun tak sebanding dengan yang
ada pada air minum.
Fluorides in other drugs
Walau pentingnya kandungan fluoride kurang jelas dalam ilmu
farmakologi, namun fluoride menjadi elemen penting dalam semua obat
inhalasi anestesi modern dan beberapa obat seperti benzodiazepines,
antagonisnya – flumazenil, dan lebih dari 20 obat lain berawalan “flu-”.

1.2 Topical fluoride

Topical fluoride mungkin merupakan hal yang paling penting dalam


pencegahan karies pada gigi. Topical fluoride menjangkau gigi secara
langsung. Sehingga mencegah metabolisme dari bakteria yang dapat
menyebabkan plak pada gigi dan dapat menstabilkan mineral di dalam gigi,
sehingga dapat mencegah atau memperlambat proses terjadinya karies. Topical
fluoride paling efektif ketika dikirimkan dengan dosis yang kecil tiap harinya
lewat pasta gigi berfluoride.
Pada anak-anak untuk mencapai keuntungan yang optimal, topical
fluoride dapat diaplikasikan pada gigi setiap 1-2 kali dalam satu tahun oleh
dokter gigi. Dengan metode ini, karies dapat berkurang sampai 40-50%.

http://www.mchoralhealth.org/pediatricoh/mod4_2_3.htm

Top Solution Foam Gel

Bentuk topikal fluoride yang sering diberikan oleh dokter gigi adalah
bentuk gel dan foam. Solusi gel dan foam mudah digunakan dan dapat
menempel pada tray dengan lebih baik. Fluoride gel umumnya mengandung
5
12.300 ppm fluoride. Bentuk yang biasa diberikan berupa 2% sodium fluoride,
8% stannous fluoride, dan 1,23% acidulated phosphofluoride.

2% sodium fluoride. Sodium fluoride umumnya stabil, dan memiliki


rasa yang dapat ditolerir dan tidak mengiritasi jaringan lunak, serta tidak
mewarnai gigi atau material restorasi.
8% stannous fluoride merupakan solusi yang tidak stabil dan memiliki
rasa yang tidak dapat ditolerir dan dapat mewarnai gigi.
1,23% acidulated phosphate fluoride (AFP) merupakan solusi dan gel
yang biasanya digunakan. Tipe ini tidak mengganggu warna gigi dan tidak
mengiritasi jaringan lunak. Pengaplikasian jenis fluor ini dilakukan tiap 6 atau
12 bulan sekali. Sendok cetak yang digunakan memiliki ukuran yang berbeda-
beda. Sendok yang digunakan haruslah meliputi seluruh gigi yang sudah erupsi
dan tidak melebihi gigi posterior

Kontraindikasi: fluoride tidak boleh diaplikasikan sebelum penempatan


band orthodontic, sebelum penempatan sealant karena dapat mencegah
terjadinya adesi.

Top fluoride varnish

Fluoride varnish sekarang dapat digunakan untuk perawatan gigi.


Fluoride varnish dapat digunakan untuk mengurangi karies gigi pada anak-

6
anak dan remaja. dapat dogunakan dua kali setahun pada anak muda kecuali
anak-anak yang mngidap asama atau alergi. Fluoride varnish dapat berguna
pula untuk perawatan pencegahan karies permukaan akar pada anak-anak.
Dapat juga menghilangkan simptom dari hipersensitifitas dentin karna abrasi
atau erosi permukaan gigi.

Adapun dosis yang digunakan untuk varnish adalah:

0.25ml untuk gigi susu

0.40ml untuk mix dentition

0.75 untuk gigi permanen

Jika terjadi kelebihan dosis maka bisa diantisipasi dengan pemberian


susu karena kandungan fluorine pada varnish bereaksi dengan kalsium
membentuk senyawa yang stabil sehingga mengurangi terjadinya abrasi.

7
Fluoride Mouth Rinses
Bedasarkan penelitian orang skandinavia berkumur dua kali seminggu
selama satu menit dengan larutan 0,2% natrium fluoride(920ppm) lebih efektif
mengurangi kerusakan gigi . manfaat dari obat kumur berfluoride kira-kira
mengurangi 30% kerusakan. Pada tahun 1983, FDA menerima penjualan
0,05% natrium fluoride kumur, 0,4% fluoride dalam bentuk gel. Dalam kasus
bilasan mulut dengan 0,05% natrium fluoride, 10ml larutan hanya
mengandung 2,3 mg fluoride.

Pasta gigi berfluoride

Di Indonesia, pasta gigi mengandung fluoride mulai muncul sekitar


tahun 70-an. Fluoride yang banyak digunakan jenis Sodium Monofluoro Fosfat
atau Sodium Fluoride, dengan kadar yang 250 hingga 800 ppm. Secara detail,
fluor merupakan salah satu bahan pasta gigi berfungsi memberikan efek
deterjen sebagai satu dari tiga bahan utamanya disamping bahan abrasi sebagai
pembersih mekanik permukaan gigi dan pemberi rasa segar pada mulut,
sementara bahan lainnya sodium bikarbonat dan baking soda sebagai alkalin
untuk mengurangi keasaman plak dan mencegah pembusukan, sedangkan
pemutih, pemberi rasa dan sebagainya merupakan bahan tambahan pada
racikan pasta tersebut.

Dengan efek tersebut, fluoride berfungsi melapisi struktur gigi dan


ketahanannya terhadap proses pembusukan serta pemicu proses mineralisasi.
Unsur kimia dalam zat ini mengeraskan email gigi pada persenyawaannya.
Begitupun, sejak dulu efek kerugiannya juga sudah dipublikasikan secara luas
yakni bahayanya bila tertelan dan karena itu juga kita tidak diajarkan menelan
pasta gigi.

Kadar penggunaannya memiliki ambang batas yang bisa


membahayakan dari efek paparan bila digunakan berlebihan dan tidak sesuai
anjuran. Dari literatur yang ada, fluoride dalam kadar berlebihan berakibat

8
sebaliknya dan harus diawasi terutama pemberian terhadap anak-anak yang
cenderung menelan odol pada waktu menyikat gigi karena rasa segar yang
didapat apalagi bila ditambah perasa tertentu. Bukan hanya dari pasta gigi,
kandungan fluoride juga bisa didapat dari konsumsi makanan tertentu dan
tersedia dalam bentuk suplemen yang justru sasaran pemberiannya anak-anak.

Efek samping

Dari sejumlah berita yang beredar beberapa waktu lalu fluoride


disinyalir sebagai salah satu bahan yang digunakan pada pembuatan bom atom.
Efek racun kimiawi yang dipaparkan lewat penemuan ini mendorong para
peneliti semakin kritis melakukan riset tentang bahaya flouride pada pasta gigi,
kemudian banyak berita mempublikasikan efek samping dan bahaya fluoride
dalam memicu osteoporosis dan kerusakan sistem saraf terutama pada
penggunaan yang salah.

Sekitar awal tahun 2000‚ pemerintah Belgia menjadi pihak pertama


melarang peredaran tablet dan permen mengandung fluoride yang selama ini
dianjurkan pemberiannya pada anak-anak untuk menguatkan gigi mereka.
Riset lain dari Swedia menyorot kecenderungan anak untuk menelan pasta gigi
secara tak sengaja melalui air ludah bekas sikat gigi yang kerap memicu kasus
overdosis fluoride dan menimbulkan gangguan seperti banyaknya pengeluaran
ludah, tumpulnya indera perasa di sekitar mulut sampai ke gangguan
pernafasan bahkan kanker.

Keadaan terhambatnya penyerapan kalsium sebagai salah satu


manifestasi efek sampingnya juga dikenal dengan istilah fluorosis yang bisa
berakibat lanjut pada penurunan IQ, gangguan sistem saraf dan kekebalan
tubuh serta kerapuhan tulang dan terhambatnya pertumbuhan.

Di beberapa negara, anjuran penggunaannya sudah dibatasi untuk usia


diatas 5 tahun. Di Indonesia telah dihimbau penggunaannya dalam tiap tube
pasta gigi tidak lebih dari 500 ppm dari sebelumnya sekitar 1000-1500 ppm

9
dan mengikuti antisipasinya untuk mengurangi penambah rasa sebagai
pencegah anak-anak agar tak menelan pasta gigi tersebut.

Di luar kemungkinan pemberitaan efek fluoride ini sebagai fakta,


mungkin tak perlu buru-buru menjadi terlalu resah dan was-was menggunakan
produk pasta gigi yang mengan-dung fluoride sejauh kadarnya masih di bawah
ambang batas yang dianjurkan. Kesadaran konsumen untuk memilih produk
masih tetap bisa dilaksanakan, paling tidak untuk memilih pasta gigi dengan
kadar fluoride rendah, dan mungkin, dengan adanya pro dan kontra ini salah
satu antisipasi terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan mengawasi
penggunaannya.
Composition
Komponen utama dari pasta gigi :
1. Abrasive
2. Sabun/detergent
3. Binding agents
4. Flavouring agents
5. Humectants
6. Preservatives
7. Colouring
Sebagai tambahan, terdapat unsur dengan beberapa aktifitas pharmacology
seperti :
1. Fluoride salts
2. Anticeptics dan antacids
3. Agent to desensitise exposed dentine

1.3 Fluoride Toxicology


Acute Toxicity
Paracelcus berkata bahwa “ semua substansi adalah racun, tidak ada
yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan antara racun dan obat. ”
Fluoride termasuk dari pernyataan ini. Menelan fluoride dalam jumlah 1-
3mg/hari ialah aman. Akan tetapi, 5-10gr dari sodium fluoride merupakan
dosis yang fatal untuk orang dewasa, dan merupakan jumlah yang mematikan
untuk anak-anak.

10
Sodium fluoride dalam konsentrasi yang tinggi sangat mengiritasi.
Penelanan dalam jumlah yang besar menyebabkan mual, muntah, diare,
perdarahan usus, hypotensi yang progresif, hypocalcemia yang berat ,
hypomagnesemia, acidosis, ketidakberesan jantung, termasuk ventricular
tachycardia dan kadang-kadang fibrillation serta asystole. Keberhasilan
pengobatan didasarkan pada prosedur di bawah ini :
a. Melakukan langkah-langkah untuk mencegah penyerapan systemic dari
fluoride (misalnya pemberian emetics yang menyebabkan muntah)
b. Cardiopulmonary memonitor dan melakukan persiapan untuk endotracheal
intubation serta aliran langsung cardioversion
c. Menganalisis darah dengan cepat dan berulang-ulang, terutama untuk
plasma Ca++, Mg++, K+ dan pH
d. Infusi intravena dari larutan garam diperlukan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan acid-base dan mengembalikan plasma electrolytes
pada range yang normal.
e. Diuresis alkaline untuk meningkatkan ekskresi fluoride
f. Pengobatan yang tepat untuk arrhythmias cardiac yang parah

Chronic toxicity
Chronic endemic fluorosis akan mempengaruhi gigi, skeleton, dan
organ lainnya.
Dental fluorosis. Dental fluorosis ialah hypomineralisasi dari enamel,
yang dihasilkan oleh penelanan fluoride yang terlalu banyak selama
pertumbuhan gigi. Fluorosis awalnya dari bintik kecil seperti kapur putih di
enamel, lalu akan menjadi coklat dan berbintik-bintik. Lama-kelamaan enamel
yang mengalami fluorosis ini akan menjadi kasar, berlubang dan rapuh.
Enamel yang menjadi coklat itu merupakan tahap yang kritis dari fluorosis.
Fluoride akan mengganggu postsecretory normal, perkembangan pre-eruptive
dari enamel. Fluoride yang bertahan lama akan mencegah penyimpanan
mineral, degradasi/pengurangan matriks protein (amelogenin dan enamelin)
dan penarikan air selama pematangan enamel gigi. Fluorosis dapat dicegah
dengan mengurangi penelanan fluoride dari pasta gigi pada anak kecil. Anak-
anak yang kurang dari 6 tahun perlu diberi petunjuk untuk menggunakan pasta
gigi hanya sebesar biji kacang hijau, lalu berkumur dan meludah setelah sikat
gigi. Hal ini untuk menghindari penelanan dari pasta gigi tersebut. Pabrik-

11
pabrik pembuat pasta gigi juga mempunyai tanggung jawab untuk
menyediakan label petunjuk yang lebih baik dan lebih jelas.

Skeletal fluorosis. Skeletal fluorosis terjadi ketika kandungan fluoride


pada air minum melebihi 4ppm. Ciri-ciri utamanya adalah kalsifikasi yang
berlebihan. Osteophytes membentuk margin dari tulang sendi, tendons,
ligaments, dan fascia menjadi kalsifikasi, serta tulang sendi menjadi fusi.
Vertebral column menjadi kaku sama sekali. Efek klinik termasuk kekakuan
pada punggung, kaki, dan keterbatasan/pergerakan yang lambat.
Osteosklerosis yang meningkat secara stabil pada tulang belakang
menghubungkan neural kanal yang sempit dengan penekanan tulang
belakang. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi pada saraf, dimana yang
paling parah adalah paraplegia.

Fluoride and Osteoporosis

Osteoporosis biasanya pada non-fluoride areas, dan tidak terdapat


pada daerah dimana kandungan fluoride pada air paling sedikit 4ppm. Skeleton
kepadatannya lebih besar daripada non-fluoride areas. Osteoporosis adalah
daerah yang telah mengalami proses penuaan dan dibuat atas kehilangan yang
progresif jaringan tulang dari skeleton. Terdapat penipisan trabeculae,
peningkatan radiolucency dari skeleton, dan tulang yang menjadi lemah.
Komplikasi umumnya ialah kegagalan vertebrae atau fraktur leher femur,
dengan penyembuhan yang tertunda. Fluoride menstimulasi osteoblasts dan
meningkatkan massa tulang trabecular, jika diberikan dengan tambahan
calcium. Meskipun demikian, dosis dibutuhkan untuk memperbaiki
osteoporosis karena efek samping gastrointestinal

12
2. ANTIPLAK
2.1 Sifat Ideal Dari Agen Antiplak/ Antigingivitis
Ada beberapa sifat ideal yang harus dimiliki oleh sebuah agen antiplak/
antigingivitis, yaitu :
a. Aman
Sebuah agen antiplak harus aman, non toksik, non alergik, tidak
mengiritasi. Selain itu juga tidak memberikan efek buruk secara local
maupun sistemik
b. Efektif
Sebuah agen antiplak harus lebih aktif dibanding placebo dalam mereduksi
plak dan gingivitis
c. Spesifik
Agen antiplak harus menghilangkan atau menghambat flora pathogen saja
atau menghambat/mengobati penyakit yang disebabkan oleh flora
pathogen.
d. Substantivity
Agen antiplak harus stabil dan mempunyai substantivity sehingga dapat
bertahan lama di dalam mulut
e. Tidak menyebabkan overgrowth dari resistensi organisme
f. Harga murah
g. Rasa baik

Agen antiplak dibagi 2 macam berdasarkan keberhasilan dalam mengontrol


plak :

a. Clearly affective
- Mencegah plak/ gingivitis yang terlihat (plak/gingivitis skor turun
sampai 80 %)
- Mencegah adanya white spot lesions saat gigi terpapar sukrosa
- Mencegah perkembangan bakteri yang berhubungan dengan
gingivitis/karies. \
- Contoh : Bis-biguanide (ex: chlorhexidine)
b. Possible affectife
- Agen tidak memenuhi kriteria sebagai clearly effective antiplaque
tetapi dapan mengurangi akumulasi plak dibanding dengan placebo
- Contoh : Obat kumur komersial yang mengandung essential oils dan
phenol, quaternary ammonium compounds, sanguinaria/triclosan dan
zinc chloride, atau stannous fluoride

13
2.2 Tipe Kemoterapi
2.2.1 Terapi antibiotik sebagai terapi anti gingivitis
Gingivitis merupakan peradangan pada gusi yang umumnya
diinduksi oleh dental plak. Dental pplak yang merupakan agen etiologik
dari pembentukan kronik ginigivitis dan periodontitis ini dapat
dihilangkan dengan cara mekanik maupun kimiawi yaitu pemberian
antibiotik. Antibiotik per oral diberikan untuk kasus- kasus gingivitis
yang kronis yang memerlukan terapi pendukung selain scaling dan
penghilangan plak serta kalkulus.

Antibiotik yang sering digunakan adalah:

a. Tetrasiklin 250mg 3x1 selama 4 hari diberikan untuk kasus


localized periodontitis kronis yang merupakan kelanjutan dari
gingivitis kronis.
b. ANUG (vincen’ts angina) dapat diatasi dengan antibiotic
metronidazole 200mg 3x1 selama 4 hari dapat dikombinasikan
dengan penicillin 500mg 3x1 selama 5 hari.
c. Penicillin 500mg 3x1 selama 5 hari juga efektif untuk mengobati
penyakit periodontal yang disebabkan oleh plak subgingival.
d. Sulphonamide dan trimethoprim dapat digunakan untuk pasien
HIV dengan keluhan gingivitis.

2.2.2 Oksigenating Angent


Agen yang menghasilkan molekul oksigen seperti peroksida dan
perborat melepaskan oksigen dapat membunuh bakteri patogen
periodontal. Bentuk sediaan hidrogen peroksida bisa dalam bentuk
air , gel, dalam odol dan pasta dengan natrium bikarbonat untuk
pengobatan penyakit periodontal. Beberapa studi telah melaporkan
bahwa garam dan peroksida rejimen efektif dalam mengubah ukuran
klinis penyakit periodontal bila dikombinasikan dengan perawatan
profesional tetapi umumnya tidak lebih efektif daripada kebersihan oral
konvensional. Mouthrinses dengan hidrogen peroksida telah
dilaporkan untuk mengurangi pembentukan plak dan gingivitis dan
gingivitis ulseratif.

14
2.2.3 Halogen- Fluoride

Halogen
Chlorophor dan iodophor adalah senyawa yang melepaskan
halogen. Senyawa ini merupakan bahan aktif pada beberapa antiseptik
berupa obat kumur yang disarankan digunakan untuk mengkontrol plak
dan perawatan dari gingivitis. Oxychlorosene yang merupakan derivat
dari asam hypochlorous dan chlorine dioxide digunakan sebagai obat
kumur; chloramine-T (solusi 1%) digunakan untuk irrigant subgingival.
Povidone-iodine, yang merupakan kompleks dari iodine-
polyvinylpyrrolidone, memberikan aktivitas antibakterial dengan
oksidasi dari gugus amino (NH-), thiol (SH-), dan phenolic hydroxy
(OH-) pada asam amino dan nukleotida, dan reaksi ini berinteraksi
dengan asam lemat tak jenuh pada dinding sel dan organel membran.
Povidone-iodine merupakan microbiocidal untuk bakteri gram positif
dan gram negatif, fungi, mycobakteria, virus, dan protozoa. Ini telah
digunakan pada beberapa obat kumur yang memberikan keuntungan
secara therapeutic pada pengobatan gingivitis. Perimed yang
menyediakan povidone-iodine dan hydrogen peroxide dan bungkus
yang berbeda dapat dikombinasikan secara langsung sebelum
penggunaan. Data dari studi penggunaan jangka panjang
mengindikasikan adanya reduksi dari gingivitis dan perdarahan. Akan
tetapi, produk ini memiliki rasa yang tidak enak dan dapat mewarnai
gigi dan lidah, dimana apabila tidak diawasi, pasien tidak ingin
menggunakannya dalam jangka panjang.
Fluoride
Fluoride dengan konsentrasi tinggi, berperan sebagai agent
antibakteri karena memiliki kemampuan untuk mencegah banyak reaksi
enzymatic terlibat dalam glycolisis dan transport glukosa ke sel.
Aktivitas antimikroba bermacam-macan dengan organisme utama dan
tipe senyawa seperti konsentrasi F-, pH, dan panjangnya paparan.
Ketika potensi antimikroba dari sodium fluoride dan stannous
fluoride dibandingkan secara langsung in vitro, stannous fluoride

15
merupakan agent yang lebih efektif, menunjukkan adanya efek additive
dari ion stannous. Beberapa studi secara in vivo dalam jangka waktu
pendek menunjukkan apabila berkumur-kumur dengan stannous
fluoride atau menggunakan pasta gigi yang mengandung stannous
fluoride dapat mengurangi pembentukkan plak. Kumur-kumur yang
dilakukan setiap hari dengan menggunakan stannous fluoride (0.3%)
untuk 1 menit dapat mengurangi plak, baik area paparan dan ketebalan
dari plaknya daripada kumur-kumur dengan sodium fluoride 0,2%.
Ketika tidak dilakukan penyikatan dan hanya dilakukan kumur-kumur,
subjek yang menggunakan solusi stannous fluoride secara signifikan
membentuk plak yang lebih sedikit dibandingkan dengan kumur-kumur
dengan menggunakan placebo. Beberapa studi menunjukkan bahwa
kumur-kumur dengan menggunakan solusi stannous fluoride atau
aplikasi dari gel stannous fluoride dapat meningkatkan kesehatan
gingiva, walaupun keuntungannya tidak sehebat chlorhexidine. Kumur-
kumur dengan menggunakan stannous fluoride setiap hari dapat
menyebabkan pewarnaan eksogen dari gigi dibandingkan dengan
sodium fluoride atau kumur-kumur dengan placebo.
Fluoride ketika digunakan sebagai topikal agent akan memberikan
efek antibakterial. Kemanjuran dalam klinik untuk mengurangi plak
dan gingivitis masih belum terbukti. Kurangnya efek yang signifikan
secara statistik mungkin merupakan hasil dari aplikasi yang singkat.
Secara komersial, sediaannya dapat berupa 0,4% gel stannous fluoride
dengan banyak variasi.

2.2.4 Senyawa Amonium Kuartener

Senyawa aktif permukaan khas memiliki kelompok hidrofobik dan


hidrofilik dalam molekul masing-masing. Senyawa-senyawa tersebut
diklasifikasikan menjadi anionik (misalnya, deterjen seperti sodium
lauril sulfat), kationik (misalnya, senyawa surfaktan), dan non-ionik
(misalnya, polisorbat). Umumnya senyawa-senyawa tersebut bekerja

16
dengan efek bakterisidal, dengan menonaktifkan enzim membran-
terkait atau dengan fisik mengacaukan membran itu sendiri.
Senyawa amonium kuartener diwakili oleh klorida
cetylpyridinium. Senyawa amonium kuartener yang mampu
mengurangi tegangan permukaan dan menyerap ke permukaan
bermuatan negatif. Senyawa-senyawa tersebut memiliki efek yang lebih
besar terhadap bakteri gram positif daripada terhadap bakteri gram
negatif dan tidak aktif oleh adanya bahan organik; ber-pH rendah dan
senyawa anionik, sabun, dan ion logam. Beberapa obat kumur yang
memiliki daya disinfeksi lebih kuat mengandung klorida
cetylpyridinium, klorida benzethonium, atau bromida domiphen pada
konsentrasi 0,025% sampai 0,075%. Penelitian terhadap agen ini telah
melaporkan penurunan plak sederhana dibandingkan dengan plasebo
bilasan. Efek samping dari senyawa ammonium kuartener sebagai
senyawa surfaktan termasuk ulserasi oral, ketidaknyamanan, dan
sensasi terbakar ringan pada lidah. Senyawa surfaktan memiliki rasa
pahit dan tidak enak berlama-lama. Sebagai suatu kelompok, senyawa
surfaktan merupakan agen antiplak yang cukup efektif.

17
2.2.5 phenolic compound- sanguinarine

Sanguinarine
Struktur benzophenathridine alkaloid diperoleh dari ekstraksi
alkohol Sanguinaria canadensis. Sanguinarine ini bekerja dengan cara
menekan aktifitas intrasel enzim bakteri
Sanguinarine Biasa digunakan sebagai obat kumur dan pasta gigi
krn anti bakterial dan antiinflamasi serta memberikan rasa segar
dimulut.
Phenolic Compound
Phenol bekerja dengan merusak dinding sel protein bakteri .
pheniloc compound digunakan Untuk mengobati pulpa pain,periapical
abses, root canal pain
Phenolic compound bersifat antiinflamatory karena mempunyai
kemampuan untuk menhalangi kemotaksis netrofil.

2.2.6 Bis-Bisguanid

Bisguanide merupakan antiseptik yang mampu membunuh


berbagai mikroorganisme dengan cara merusak dinding sel. Beberapa
antiseptik bisguanide memiliki aktivitas anti-plak, termasuk
Klorheksidin, alexidine dan octenidine.
Klorheksidin
Klorheksidin merupakan antiseptik dan disinfektan bisguanida
kationik, yang aktif terhadap berbagai bakteri, mikobakteri, beberapa
virus dan beberapa jamur. Dalam lingkungan medis, zat ini digunakan
dalam bentuk garam asetat atau glukonat, dan umumnya digunakan
dengan antiseptik lain atau anestesi lokal. Disamping itu, zat ini juga
digunakan dalam produk-produk non-medis seperti sabun, kosmetik,
pasta gigi, dan obat kumur.

18
Klorheksidin glukonat 0,2% akan mencegah perkembangan
gingivitis eksperimental setelah penarikan prosedur kebersihan mulut.
Klorheksidin juga telah terbukti sangat efektif sebagai agent anti-plak.
Menurut penelitian Klorheksidin lebih efektif untuk mencegah
akumulasi plak pada permukaan gigi yang bersih daripada mengurangi
plak yang sudah ada sebelumnya. Jdai klorheksidin dapat menghambat
pembentukan plak dalam mulut yang bersih tetapi tidak akan signifikan
mengurangi plak yang sudah ada di dalam mulut.
Substantivity of chlorhexidine
Kemampuan obat untuk menyerap dan mengikat ke jaringan lunak
dan keras dikenal sebagai substantivity. Substantivity dipengaruhi oleh
konsentrasi obat, pH dan temperatur, dan lamanya waktu kontak larutan
dengan permukaan oral.
Klorheksidin berfungsi menjaga konsentrasi normal pada rongga
mulut untuk jangka waktu yang lama yang nantinya akan berguna
untuk penghambatan pembentukan plak.

Clinical usage

- Digunakan sebagai obat kumur


- Chlorhexidine juga telah dimasukkan ke dalam permen karet bebas
gula (Fertin A / S, Vejle, Denmark)

Side effects of chlorhexidine usage

- Menyebabkan staining (pewarnaan) pada gigi


- Chlorhexidine juga mendorong pembentukan kalkulus
supragingiva

- Efek samping lain dari obat kumur chlorhexidine adalah erosi


mukosa dan pembengkakan parotis

19
3. HIPNOTIK SEDATIVE
3.1 Benzodiazepines
Dalam penggunaannya, efek benzodiazepine yang diinginkan adalah
efek hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif
antara lain adalah perbaikan anxietas, euphoria, dan kemudahan tidur. Saat
efek ini tercapai, maka akan timbul perasaan psikologis untuk terus
menggunakannya jika terjadi anxietas dan kesulitan tidur. Jika keadaan ini
terjadi terus-menerus, maka pola penggunaannya akan menjadi kompulsif.
Sehingga terjadi ketergantungan fisik. Komponen psikologi dari
ketergantungan ini dapat disejajarkan dengan efek ketergantungan kopi dan
rokok pada mereka yang telah kecanduan.
Hampir setiap obat hipnotik-sedatif dapat menyebabkan ketergantungan.
Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang digunakan tepat
sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh dan golongan obat yang
digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan waktu paruh lama akan
dieliminasi lama untuk mencapai penghentian obat bertahap sedikit-demi
sedikit. Sedangkan pada obat dengan waktu paruh singkat akan dieliminasi
dengan cepat sehingga sisa metabolitnya tidak cukup adekuat untuk
memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh karena itu, penggunaan obat
dengan waktu paruh singkat sangat bergantung dari dosis obat yang digunakan
tepat sebelum penghentian penggunaan.
Gejala-gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai
golongan obat hipnotik-sedatif. Gejala-gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur
dibanding sebelum penggunaan obat-obatan hipnotik-sedatif. Gejala abstinensi
pada panggunaan obat short acting lebih mudah terjadi daripada penggunaan
obat long acting. Jika gejala ini terjadi, ada kecenderungan untuk
menggunakannya lagi. Karena mungkin dari sisi psikologis, si pemakai akan
merasakan rasa nyaman karena sifat obat tersebut. Seperti yang telah dikatakan
di atas, maka penggunaan menahun untuk mengatasi gejala-gejala abstinensia
ini akan menjadi kompulsif. Sehingga terjadilah ketergantungan fisik. Si
pemakai merasa seolah-olah tidak bisa merasakan nyaman jika tidak
menggunakan obat-obatan gtersebut.

20
Efek ini diperparah dengan tingginya dosis letal pada penggunaan
benzodiazepine. Sehingga pemakai merasa tidak akan bermasalah (karena bagi
orang awam, masalah penggunaan obat yang paling menakutkan adalah dapat
menyebabkan kematian dalam penggunaan dosis tinggi) jika menggunakan
obat-obatan ini dalam dosis besar.
Di beberapa negara maju dan berkembang, seperti di Belanda dan
Indonesia, Benzodiazepin digolongkan ke dalam golongan psikotropika.
Sehingga penggunaannya dibatasi. Masuknya semua obat golongan
benzodiazepine ini karena pada penyalahgunaannya dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikis.

Mekanisme Kerja
Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-
aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan
kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat sehingga
kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan
mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini
menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol,
antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABA A sub unit alpha-1 yang
merupakan 60% dari resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks
serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul dari aktifasi GABA
sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).
Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan
perbedaan potensi (affinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan
menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan
farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Hampir
semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma.
Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal
disease akan meningkatkan efek obat ini.
Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat
tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung

21
(penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan
meningkatkan oksigenasi melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi
fisiologi proteksi jantung
Absorption, Fate, And Excretion
Setelah administrasi oral, sebagian besar benzodiazepines cepat terserap
dan terikat pada protein plasma. Lorazepam, oxazepam, prazepam, dam
temazepam diserap lambat. Puncak konsentrasi umumnya dipeoleh dalam 1
sampai 3 jam. Bagaimanapun daya larut lipid dalam senyawa obat ini berbeda
secara signifikan,obat dengan larutan lipid yang tinggi seperti diazepam
berefek dengan cepat, dimana lorazepam yang larutan lipitnya lebih rendah
memiliki onset yang lebih rendah pada aksi bahkan setelah absobsi sistemik.
Diazepam juga terakumulasi pada tubuh gemuk karena sifat lipophilic dan
dieliminasi lambat
Banyak benzodiazepines dikonvensi pada metabolisme pharmakologi
aktif yang memiliki long half-lives. Clorazepate dan prazepam lebih cepat
dikonversi (pada perut, liver) pada metabolik long-acting desmethyldiazepam
(nordazepam) sebelm masuk sirkulasi sistem. Dessmethyldiazepam adalah
metabolik dari benzodiazepines lain, termasuk chlordiazepoxide, diazepam,
dan halazepam. Flurazepam juga dikoncersi pada metabolisme aktif pada
waktu pertama kali melalui hati. Pada umumnya produk pada tahap
metabilisme I akhirnya dikonjungasi dengan glucuronid acid dan dengan
demikian tidak aktif dan diekresi di urine dan feses. Oxazepam dan lorazepam
tidak dikonjuticasi untuk metabolisme aktif tetapi secara tidak langsung
dikonjugasi dan diekresikan. Aprazolam dan triazolam berisi leburan triazolo
ring, undergo α-hydroxylation pada kemolpok methyl . alprazolam dan
triazolam serta undergo 4-hydroxylation pada benzodiazepine ring dan
kemudenzodiazepine biotrasforian kojungaasi pada glucuronide. Midazolam
berisi gabungan imidazo ring cepat dimetabolisme pada cara serupa.
Midazolam memiliki aksi onset cepat,metabolic tinggi, tingkat eliminasi
tinggi , dan aksi durasi yang pendek. Penghentian aktivitas CNS dihasilkan
pada redistribusi peripheral dan trasformasi metabolic. Ini dikonjungsi ke
beberapa metabolit yang punya aktivitas farmakologi, bagaimanapun karena

22
perlusan fist-pass metabolisme, α-hydroxy metabolit dapat berkontribusi pada
efek sedative ketika midazolam diberikan socara oral kepada anak-anak.
Beberapa biotranformed pada metabolic long-acting, metabolic mabuk
pada hari setelah obat digunakan. Sebuah metabolic aktif pada flurazepam dan
quazepam, N-desalkylflurazepam, menyebabkan beberapa aktivitas dari
quazepam dan flurazepam, memiliki elimitasi half-life dari 50 samapai 100
jam. Quazepam menurunkan keadaan ngantuk setelah dosis single .
Temazepam punya half-life 13 jam dan hanya pada jumlah sedikit dari
oxazepam terbentuk metabolic:estazolam memiliki half-life yang mirip dan
bentuk metabolisme aktif non klinis . Trizolam dengan half-life pada 2,9 jam
dikonversi pada metabolic, meskipun aktif dieliminasi cepat. Karena aksi
durasi pendek, temazepam dan triazolam tidak umum mengumpul pada
penggunaaap ulang malam. Sesungguhnya triazolam untuk pasien yang sulit
tidur.

23
Inverse Agonis T And Antagonists
Meskipun benzodiazepines menghasilkan efek farmakologi dari aksi
reseptor benzodiazepine untuk memfasilitasi transmisi GABAergic. Senyawa
reseptor benzodiazepine sites sama tetapi hasil efek farmako berlawanan .
Obat ini menaikkan gejala. Inverse agonis dapat menghalangiaksi dari
conventional agonist dan reseptor aktif. Jdi inverse agonist dapat dikatakan
meningkatkan aktivitas negaatif, dimana antagonist murni yang menghalangi
ikatan reseptor obat lain tanpa mengubah aktivitas konjungsi reseptor. Dua
penyesuaian ada pada reseptor benzodiazepine dengan hanya satu peningkatan
penyesuaian ikatan GABA. Inverse agonist dapat meningkatkan penyesuaian
yang bikan ikatan GABA. Β-carbolinen-butyl-β-carboline-3-carboxylate
adalah senyawa sintetik dapat bertindak sebagai inverse agonist. Senyawa ini
berpotensi membalikan efek dari benzodiazepine dan inverse agonist.
Flumazenil didapati flumazenil menemukan aplikasi klinis dalam mengelola
overdosis dan mempercepat pemulihan dari obat penenang atau anestesi
setelah prosedures diagnostik atau operasi kecil. Flumazenil telah digunakan
dengan sukses dalam memulihkan coma.Pengunaan flumazenil tidak
dianjurkan rutin pada dosis berlebih obat mix, abstruksi jalan nafas atau
penyakit seizure. Flumazenil meningkatkan resiko cardiac arrhythmias dan
seizures yang overdosis dengan tricyclic antidepresan. Ventricular arrhythmias
diendapkan oleh flumazenil pada pasien dengan overdosis chloral hydrate.
Administrasi intravena Flumazenil secara umum membalikkan induksi sedasi
benzodiazepine pada 1 sampai 2 menit. Pasien dengan bius midazolam
sebelum ekstrasi, flumazenil ditingkatkan dengan membandingkan control
placebo hanya pada 30 menit pertama. Durasi aksi flumazenil lebih pendek
daripada benzodiazepine agonist. Durasi aksi flumazenil lebih pendek dari
pada midazolam dan pada sedasi dan depresi pernafasan dapat terulang. Tanda
penghentian benzodiazepine adalah memerah, agitasi, tremor, dan seizure.

24
3.2 zalpiden zaleplon
Zolpidem merupakan Short acting hypnotic dan senyawa turunan
imidazipiridin,sedangkan Zaloplen Tergolong senyawa klas pirazolopiridin
tidak berhubungan dengan benzodiazepine, selektif agonis pada bagian sentral
BZ1( benzodizepin reseptor ). Untuk mengobati masalah tidur (insomnia)
dengan dosis yang ditentukan yang menyebabkan tertidur lebih cepat dan
sangat cepat diabsorbsi setelah oral administration dan efeknya terjadi dalam
15-20 menit.
Waktu paruh zolpidem 2,5 jam dan dimetabolisme di dalam hati menjadi
metabolit inactive,sedangkan zaloplen waktu paruhnya 1 jam dan
dimetabolismenya di hati menjadi metabolit inactive

Efek Samping

- lesu (dizziness)
- mengantuk (drowsiness)
- gejala gastrointestinal

Kontraindikasi

25
- penyakit hatià jika meningkatnya enzim hati pada plasma
- Wanita hamil (FDA pregnancy kategori B)à zolpidem
- Narrow angle glaucoma (Zolpidem dan Zaloplen)

3.3 Barbiturat
Farmakodinamik
Susunan saraf pusat. Efek utama barbiturate adalah depresi SSP.
Barbiturat tidak dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya
kesadaran, dan dosis kecil barbiturate dapat meningkatkan reaksi terhadap
serangan nyeri. Pada beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya
adanya rasa sakit, barbiturate tidak menyebabkan sedasi melainkan malah
menimbulkan eksitasi (kegelisahan atau delirium). Hal ini mungkin
disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.
Efek pada tinhkatan tidur. Efek hipnotik barbiturate meningkatkan
total lama tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung dosis.
Toleransi . Toleransi terhadap barbiturate dapat terjadi secara
farmakodinamik dan farmakokinetik. Toleransi farmakodinamik lebih
berperan dalam penurunan efek, dan berlangsung lebih lama dari toleransi
farmakokinetik.
Pernafasan. Pemberian oral dosis barbiturate yang sangat tinggi atau
suntikan IV yang terlalu cepat menyebabkan depresi nafas lebih berat.
Sistim Kardiovaskular. Barbiturat dosis sangat tinggi berpengaruh
langsung terhadap kapiler sehingga menyebabkan syok kardiovaskular.
Hati. Efek barbiturate terhadap hati yang paling dikenal ialah efeknya
terhadap sistim metabolism obat di mikrosom.

Farmakokinetik

Hipnotik-sedatif barbiturate yang biasanya diberikan secara oral


diabsorpsi cepat dan sempurna. Barbiturat bentuk garam natriumnya diabsorpsi
lebih cepat dari pada bentuk asam bebasnya, terutama bila diberikan sebagai
sediaan cair. Mula kerja bervariasi antara 10-60 menit, bergantung pada zat
serta bentuk formulasinya dan dihambat oleh adanya makanan di lambung.
Secara suntikan IV, barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan
menginduksi serta mempertahankan anestesi umum.
Mekanisme kerja pada SSP

26
Barbiturate bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak
sama kuatnya. Dosis nonanestesi terutama menekan respons pascasinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian
efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturate memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan
inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturate membantu kerja GABA
sebagian menyerupai kerja benzodizepin, namun pada dosis yang lebih tinggi
bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturate
dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
Indikasi
Barbiturate sering digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus,
eklamsia, status epilepsy, perdarahan serebral, dan keracunan konvulsan.
Kontraindikasi
Barbitutare tidak boleh diberikan kepada pasien yang alergi
barbiturate,penyakit hati atau ginjal, hipoksia dan penyakit Parkinson.
Barbiturate juga tidak boleh diberikan kepada pasien psikoneuritik tertentu,
karena dapat menambah kebingungan di malam hari, yang terjadi pada pasien
lanjut usia.
Efek samping
- Hangover/after effects (efek residu : vertigo, mual, muntah, diare, kelainan
emosional dan fobia),
- Eksitasi paradoksal,
- Rasa nyeri (mialgia, neuralgia, artrargia pada pasien psikoneuritik yang
menderita insomnia)
- Hipersensitivitas (asma, urtikaria, angioderma)

Dosis
Barbiturate digunakan sebagai obat pereda pada siang hari dalam dosis
yang rendah dari dosisnyasebagai obat idur, yakni ½ - 1/6 kalinya.
Misalnya fenobarbital dalam dosis 15-30 mg bekerja sebagai sedativum dan
100 mg/lebih sebagai obat tidur.

3.4 Cloral Hidrat Dan Hipnotik Sedatif Lainnya


Efek Farmakologi

27
Cloral hidrat merupakan hipnotik sedative yang paling tua dan
berkembang untuk aplikasi dental. Tersedia dalam bentuk liquid digunakan
tepat untuk sedasi anak-anak yang uncooperative. Pada kenyataannya, cloral
hidrat digunakan pada anak-anak untuk prosedur teknik nyeri. Cloral hidrat
merupakan hipnotik sedative yang popular pada Kedokteran Gigi Anak.
Meskipun catatan menunjukkan bahwa cloral hidrat aman dan dapat diterima,
indeks terapinya sangat kecil. Laringspame berat dengan cardiorespiratori
dapat terjadi setelah pemberian cloral hidrat secara oral. Cloral hidrat dapat
dikombinasikan dengan obat lain seperti, nitrous oksida, hidroksizine, dan
prometazine. Obat tersebut dapat menambah efek dari hipnotik. Karena indeks
terapinya kecil, maka pada pemberian dosis dikalkulasikan berdasarkan berat
badan pada anak-anak.

Absorpsi dan Eksresi


Cloral hidrat diabsorpsi dengan baik pada administrasi oral dan rectal
dan secara cepat diubah menjadi trikloroetanol oleh hati yang bertanggung
jawab sebagai depresan CNS. Waktu paruh trikloroetanol adalah 4-12 jam.
Ketika dalam administrasi jangka panjang, cloral hidrat dapat merangsang
aktivitas enzim pada hati dan bersaing untuk mengikat plasma protein,
meningkatkan interaksi dengan obat lain.

Efek yang merugikan dan interaksi obat


Cloral hidrat mempunyai efek minor untuk kardiovaskular pada dosis
konvensional. Jika dosis dinaikkan diatas batas efek terapi, maka akan terjadi
depresi kardiovaskular. Cloral hidrat dapat mempercepat arytmia kardia dan
bertanggung jawab atas laporan kematian pasien yang sebelumnya dilakukan
ekstraksi molar ke tiga. Efek respirasi pada pemberian cloral hidrat dan
nonbarbiturate lainnya sangat kecil namun dapat menjadi berat jika dosis
dinaikkan.

Efek merugikan dari interaksi cloral hidrat dengan obat lainnya:

Cloral hidrat dengan:

Alkohol Masing masing obat membatasi

28
metabolism satu sama lain; depresi
lebih besar dari efek additive

Warfarin Kompetisi untuk mengikat plasma


protein menyebabkan peningkatan
efek antikoagulan

Furosemide Jarang terjadi diaphoresis,


takikardia, dan hipertensi

3.5 Antihistamin
Golongan Antihistamin 1 (H1)

Antihistamin H1 merupakan salah satu obat terbanyak dan terluas


digunakan di seluruh dunia. Fakta ini membuat perkembangan sekecil apapun
yang berkenaan dengan obat ini menjadi suatu hal yang sangat penting.
Semisal perubahan dalam penggolongan antihistamin H1. Dulu, antihistamin-
H1 dikenal sebagai antagonis reseptor histamin H1. Namun baru-baru ini,
seiring perkembangan ilmu farmakologi molekular, antihistamin H1 lebih
digolongkan sebagai inverse agonist ketimbang antagonis reseptor histamin H1.
Suatu obat disebut sebagai inverse agonist bila terikat dengan sisi
reseptor yang sama dengan agonis, namun memberikan efek berlawanan. Jadi,
obat ini memiliki aktivitas intrinsik (efikasi negatif) tanpa bertindak sebagai
suatu ligan. Sedangkan suatu antagonis bekerja dengan bertindak sebagai ligan
yang mengikat reseptor atau menghentikan kaskade pada sisi yang ditempati
agonis. Beda dengan inverse agonist, suatu antagonis sama sekali tidak berefek
atau tidak mempunyai aktivitas intrinsik.
Struktur Kimia
Struktur dasar AH1 adalah sebagai berikut :
Ar1 H
X – CH2 – CH2 – N
Ar2 H
Dengan Ar = aril dan X dapat diganti dengan N, C, atau – C – O -. Pada
struktur AH1 ini terdapat gugus etilamin yang juga ditemukan pada rumus
bangun histamin.

29
Penggolongan Antihistamin H1 (AH1)
Sebelumnya antihistamin dikelompokkan menjadi 6 grup berdasarkan
struktur kimia, yakni etanolamin, etilendiamin, alkilamin, piperazin, piperidin,
dan fenotiazin. Penemuan antihistamin baru yang ternyata kurang bersifat
sedatif, akhirnya menggeser popularitas penggolongan ini. Antihistamin
kemudian lebih dikenal dengan penggolongan baru atas dasar efek sedatif yang
ditimbulkan, yakni generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Tabel II.1. Penggolongan Antihistamin H1 (AH1)

Antihistamin ( AH1) Generasi


Pertama
Azatadine
Azelastine
Brompheniramine
Chlorpheniramine
Clemastine
Cyproheptadine
Dexchlorpheniramine
Hydroxyzine
Promethazine
Tripelennamine
Antihistamin ( AH1) Generasi
Kedua
Cetirizine
Loratadine
Antihistamin ( AH1) Generasi
Ketiga
Fexofenadine
Desloratadine

Generasi pertama dan kedua berbeda dalam dua hal yang signifikan.
Generasi pertama lebih menyebabkan sedasi dan menimbulkan efek
antikolinergik yang lebih nyata. Hal ini dikarenakan generasi pertama kurang
selektif dan mampu berpenetrasi pada sistem saraf pusat (SSP) lebih besar
dibanding generasi kedua. Sementara itu, generasi kedua lebih banyak dan
lebih kuat terikat dengan protein plasma, sehingga mengurangi kemampuannya
melintasi otak.

30
Sedangkan generasi ketiga merupakan derivat dari generasi kedua,
berupa metabolit (desloratadine dan fexofenadine) dan enansiomer
(levocetirizine). Pencarian generasi ketiga ini dimaksudkan untuk memperoleh
profil antihistamin yang lebih baik dengan efikasi tinggi serta efek samping
lebih minimal.
Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, antihistamin H1 diabsorpsi secara
baik. Pemberian antihistamin H1 secara oral efeknya timbul 15-30 menit dan
maksimal setelah 1-2 jam, mencapai konsentrasi puncak plasma rata-rata
dalam 2 jam. Ikatan dengan protein plasma berkisar antara 78-99%. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan
kulit kadarnya lebih rendah. Sebagian besar antihistamin H1dimetabolisme
melalui hepatic microsomal mixed-function oxygenase system, tetapi dapat
juga melalui paru-paru dan ginjal. Konsentrasi plasma yang relatif rendah
setelah pemberian dosis tunggal menunjukkan kemungkinan terjadi efek lintas
pertama oleh hati. Antihistamin H1 dieksresi melalui urin setelah 24 jam,
terutama dalam bentuk metabolitnya.
Waktu paruh antihistamin H1 sangat bervariasi. Klorfeniramin memiliki
waktu paruh cukup panjang sekitar 24 jam, sedang akrivastin hanya 2 jam.
Waktu paruh metabolit aktif juga sangat berbeda jauh dengan obat induknya,
seperti astemizole 1,1 hari sementara metabolit aktifnya, N-
desmethylastemizole, memiliki waktu paruh 9,5 hari. Hal inilah yang mungkin
menjelaskan kenapa efek antihistamin H1 rata-rata masih eksis meski kadarnya
dalam darah sudah tidak terdeteksi lagi. Waktu paruh beberapa antihistamin
H1 menjadi lebih pendek pada anak dan jadi lebih panjang pada orang tua,
pasien disfungsi hati, dan pasien yang menerima ketokonazol, eritromisin,
atau penghambat microsomal oxygenase lainnya.
Farmakologi
Sebagai inverse agonist, antihistamin H1 beraksi dengan bergabung
bersama dan menstabilkan reseptor H1 yang belum aktif, sehingga berada pada
status yang tidak aktif. Penghambatan reseptor histamin H1 ini bisa
mengurangi permeabilitas vaskular, pengurangan pruritus, dan relaksasi otot

31
polos saluran cerna serta napas. Secara klinis, antihistamin H1 generasi pertama
ditemukan sangat efektif berbagai gejala rhinitis alergi reaksi fase awal,
sepertirhinorrhea, pruritus, dan sneezing. Tapi, obat ini kurang efektif untuk
mengontrol nasal congestion yang terkait dengan reaksi fase akhir.
Sementara itu antihistamin generasi kedua dan ketiga memiliki profil
farmakologi yang lebih baik. Keduanya lebih selektif pada reseptor perifer dan
juga bisa menurunkan lipofilisitas, sehingga efek samping pada SSP lebih
minimal. Di samping itu, obat ini juga memiliki kemampuan anti alergi
tambahan, yakni sebagai antagonis histamin. Antihistamin generasi baru ini
mempengaruhi pelepasan mediator dari sel mast dengan menghambat influks
ion kalsium melintasi sel mast atau membaran basofil plasma, atau
menghambat pelepasan ion kalsium intraseluler dalam sel. Obat ini
menghambat reaksi alergi dengan bekerja pada leukotriene dan prostaglandin,
atau dengan menghasilkan efek anti-platelet activating factor.
Antihistamin H1 diduga juga memiliki efek anti inflamasi. Hal ini terlihat
dari studi in vitro desloratadine, suatu antihistamin H1 generasi ketiga. Studi
menunjukkan, desloratadine memiliki efek langsung pada mediator
inflamatori, seperti menghambat pelepasan intracellular adhesion molecule-
1 (ICAM-1) oleh sel epitel nasal, sehingga memperlihatkan aktivitas anti-
inflamatori dan imunomodulatori. Kemampuan tambahan inilah yang mungkin
menjelaskan kenapa desloratadine secara signifikan bisa memperbaiki nasal
congestion pada beberapadouble-blind, placebo-controlled studies. Efek ini tak
ditemukan pada generasi sebelumnya, generasi pertama dan kedua. Sehingga
perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menguak misteri dari efek tambahan
ini.
Selain itu efek yang dihasilkan dari antihistamin H1 antara lain :
a. Efek sedasi

Antihistamin H1 generasi pertama memiliki efek sedasi yang cukup besar


sehingga berguna sebagai bantuan tidur dan tidak sesuai untuk penggunaan
pada siang hari. Pada anak – anak (dan jarang terjadi pada dewasa)
menimbulkan eksitasi daripada sedasi. Pada dosis toksik yang tinggi dapat
menyebabkan agitasi, kejang, dan koma. Sedangkan Antihistamin H 1 generasi

32
kedua hanya mempunyai sedikit atau bahkan tidak mempunyai kerja sedatif
atau stimulasi. Obat antihistamin H1 generasi kedua (atau metabolitnya) juga
mempunyai efek autonomik yang lebih sedikit dari antihistamin H1 generasi
pertama.
b. Efek anti mual dan anti muntah

Beberapa antihistamin H1 generasi pertama mempunyai aktivitas


bermakna dalam mencegah terjadinya motion sickness (mabuk kendaraan),
tetapi kurang efektif jika sudah terjadi mabuk.
c. Efek anti parkinsonisme

Diduga karena efek antikolinergik, beberapa antihistamin H1 mempunyai


efek supresi akut yang bermakna pada gejala – gejala parkinsonisme yang
dikaitkan dengan penggunaan obat parkinsonisme tersebut.
d. Kerja antikolinoseptor

Banyak agen dari generasi pertama, khususnya subgrup ethanolamine


dan ethylendiamine, mempunyai efek menyerupai atropin yang bermakna pada
reseptor muskarinik perifer.
e. Kerja penyekat adrenoseptor

Efek penyekat reseptor alfa dapat dibuktikan untuk beberapa


antihistamin H1, khususnya di dalam subgrup phenothiazine, misalnya
promethazine. Kerja tersebut dapat mengakibatkan hipotensi ortostatik pada
orang-orang yang rentan. Penyekatan terhadap reseptor beta tidak terjadi.
f. Kerja penyekat serotonin

Efek penyekatan yang kuat terhadap reseptor serotonin telah dibuktikan


pada beberapa generasi pertama antihistamin H1, terutama cyproheptadine.
Obat tersebut digunakan sebagai antiserotonin, tetapi obat tersebut mempunyai
struktur kimia yang menyerupai antihistamin phenothiazine dan merupakan
suatu obat penyekat H1yang kuat.
g. Anestesi lokal

33
Antihistamin H1 generasi pertama merupakan anestesi lokal yang efektif
karena menyekat kanal kalsium di membran yang eksitabel. Diphenhidramine
dan promethazine kadang digunakan sebagai anestesi lokal pada pasien alergi
terhadap obat-obat anestetik lokal yang konvensional.
Penggunaan Klinis
Indikasi
Antihistamin H1 berguna untuk pengobatan simptomatik berbagai
penyakit alergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan. Antihistamin
generasi pertama digunakan untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I
yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi
konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi
anafilaksis adjuvan.
Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain
disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai
antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa
digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik
adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin
digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric
sedation.

Tabel II.2. Indikasi Antihistamin H1


Indikasi Generasi Pertama yang Diakui FDA
Drug Name Batas Usia Indikasi
Azatadine > 12 tahun PAR, SAR, CU
Azelastine > 3 tahun PAR, SAR, VR, AC
Brompheniramine > 6 tahun AR, HR Type 1
Chlorpheniramine > 2 tahun AR
Clemastine > 6 tahun PAR, SAR, CU
Cyproheptadine > 2 tahun PAR, SAR, CU
Dexchlorpheniramine > 2 tahun PAR, SAR, CU
Hydroxyzine Bisa diberikan Pruritus, sedasi, analgesia,
< 6 tahun anti-emetik
Promethazine > 2 years old HR Type 1, Sedation, Motion
sickness, Analgesia
Tripelennamine > 1 bulan PAR, SAR, CU
*PAR = perennial allergic rhinitis, SAR = seasonal allergic rhinitis, CU

34
= chronic urticaria, HR Type 1 = hypersensitivity reaction type 1, AR =
allergic rhinitis, VMR = vasomotor rhinitis, AC = allergic conjunctivitis
Indikasi Antihistamin Generasi II & III yang diakui FDA
Nama Obat Batas Usia Indikasi
Cetirizine > 2 tahun PAR, SAR, CIU
Fexofenadine > 6 tahun SAR, CIU
Loratadine > 2 tahun SAR, CIU
Desloratadine > 12 tahun PAR, SAR, CIU
*PAR = perennial allergic rhinitis, SAR = seasonal allergic rhinitis, CIU
= chronic idiopathic urticaria

35
Indikasi dermatologi :
1. Urtikaria atau angioedema
2. Dermographisme simptomatik
3. Pruritus
4. Dermatitis atopik
5. Mastositosis simptomatik
6. Reaksi flushing
Dosis Dan Masa Kerja

Tabel II.3. Dosis Dan Masa Kerja Antihistamin H1


Obat / efek sedatif osis reguler asa kerja ktivitas Keterangan
orangdewasa (jam) antikoliner
(mg) gik
ANTIHISTAMIN GENERASI PERTAMA
Ethanolamin / + – +++
Carbinoxamin (listin) -8 -4 ++ Sedasi ringan-
menengah
Dymenhydrinate 0 -6 ++ Sedasi lanjut;
(garam)Diphenydramine aktivitas anti motion
(dramamine) sickness
Diphenhydramine 5-50 -6 ++ Sedasi lanjut;
(benadryl,dll) aktivitas anti motion
sickness
Doxylamine ,25-25 Sedasi lanjut;
tersedia dalam
bentuk obat
pembantu tidur
Ethylamineddiamine / + – ++
Pyrilamine (Neo- 5-5- + Sedasi menengah;
Antergen) komponen obat
pembantu tidur
Pyrilamine (PB2,dll) 5-50 + Sedasi menengah
Derivat piperazine / + – +++
Hydroxyzine (Atarak,dll) 5-100 -24 Sedasi lanjut
Cyclizine (marezine) 5-50 - Sedasi ringan;

36
aktivitas anti motion
sickness
Meclizine (bonine,dll) 25-50 2-24 - Sedasi ringan;
aktivitas anti motion
sickness
Alkylamine / + – ++
Bropheniramine 4-8 -6 + Sedasi ringan
(dimetane,dll)
Chlorpheniramine 4-8 -6 ++ Sedasi ringan; untuk
(chlortrimeton,dll) perawatan flu
Derivat phenothiazine / +++
Promethazine 10-25 -6 ++ Sedasi lanjut;
(phenergen,dll) antiemetik
Lain-lain
Cyproheptadine 4 + Sedasi menengah;
(periactin,dll) juga mengandung
aktivitas
antiserotonin
ANTIHISTAMIN GENERASI KEDUA
Fexofenadine (allegra) 60 - Resiko rendah dari
aritmia
Loratadine (claritin) 10 2 - Aksi yang lebih
lanjut
Catirizine (Zyrtec) 5-10 -

Efek Samping
Pada dosis terapi, semua antihistamin H1 menimbulkan efek samping
walaupun jarang bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan
diteruskan. Terdapat variasi yang besar dalam toleransi obat antar individu,
kadang-kadang efek samping ini sangat mengganggu sehingga terapi perlu
dihentikan.
Efek Samping Antihistamin H1 Generasi Pertama :
a. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
b. Kardiovaskular : hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis
vena pada sisi injeksi (IV prometazin)
c. Sistem Saraf Pusat : drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi,
fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi

37
d. Gastrointestinal : epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
e. Genitourinari : urinary frequency, dysuria, urinary retention
f. Respiratori : dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal
burning (nasal spray)

Antihistamin Generasi kedua dan ketiga :


a. Alergi : fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
b. SSP : mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
c. Respiratori : mulut kering
d. Gastrointestinal : nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine,
fexofenadine)

Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali
cetirizine yang tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan mungkin sama
dengan generasi pertama. Efek samping pada respiratori dan gastrointestinal
lebih jarang dibanding generasi pertama.
Kontraindikasi
Antihistamin generasi pertama:
a. Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural
b. Bayi baru lahir atau premature
c. Ibu menyusui
d. Narrow-angle glaucoma
e. Stenosing peptic ulcer
f. Hipertropi prostat simptomatik
g. Bladder neck obstruction
h. Penyumbatan pyloroduodenal
i. Gejala saluran napas atas (termasuk asma)
j. Pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI)
k. Pasien tua.

Antihistamin generasi kedua dan ketiga :


Hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural
Interaksi Obat
Tabel II.4. Interaksi Obat
Precipitant Drug Object Drug Effect
Antihistamin Alkohol, depresan Menambah efek depresan SSP
SSP dan efek lebih kecil pada
antihistamin generasi kedua
dan ketiga.

38
Antifungi Azole dan loratadine, Meningkatkan kadar
Antibiotik Makrolida : desloratadine plasma object drug
azithromycin,clarithromycin,
erythromycin, fluconazole,
itraconazole, ketoconazole,
miconazole
Cimetadine Loratadine Meningkatkan kadar
plasma object drug
Levodopa Promethazine Menurunkan efek levodopa
MAOIs: phenelzine, Antihistamin Bisa memperlama dan
isocarboxazid, generasi pertama memperkuat efek
tranylcypromine antikolinergik dan sedative
antihistamin, sehingga bisa
terjadi hipotensi dan efek
samping ekstrapiramidal
Protease Inhibitors: Antihistamin Meningkatkan kadar
ritonavir, indinavir, generasi pertama, plasma object drug
saquinavir, nelfinavir loratadine
Serotonin Reuptatke Antihistamin Meningkatkan kadar
Inhibitors (SSRIs): generasi pertama plasma object drug
fluoxetine, fluvoxamine,
nefazodone, paroxetine,
sertraline

Golongan Antihistamine 2 (H2)


Reseptor histamine berperan dalam efek histamine pada sekresi cairan
lambung, perangsangan jantung, serta relaksasi uterus tikus dan bronkus
domba. Beberapa jaringan seperti otot polos pembuluh darah mempunyai
kedua reseptor, yaitu H1 dan H2.
Simetidin dan Ranitidin
Farmakodinamik
Simetidin dan ranitidine menghambat reseptor H2 secara selektif dan
refersible. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung,
sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin, sekresi cairan lambung

39
dihambat, pengaruh fisiologi simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi
cairan lambung akibat perangsangan obat muskarinik atau gastrin. Simetidin
dan ranitidin mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan lambung.
Penurunan sekresi asam lambung mengakibatkan perubahan pepsin menjadi
pepsinogen juga menurun.
Farmakokinetik
Bioavaibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah
pemberian intravena atau intramuskular. Ikatan protein plasmanya hanya 20%.
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin diberikan
bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek
pada periode pasca makan. Absorpsi simetidin terutama terjadi pada menit ke
60-90. simetidin masuk ke dalam sistem saraf pusat dan kadarnya dalam cairan
spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50%-80% dari dosis IV dan 40% dari
dosis oral simetidin dieksresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh
eliminasinya sekitar 2 jam.
Bioavailabilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan
meningkat pada pasien penyakit hati. Masa paruhnya kira-kira sekitar 1.7-3
jam pada orang dewasa, dan memanjang pada pasien orang tua dan pasien
gagal ginjal. Pada pasien penyakit hati pun waktu paruh memanjang, walaupun
tidak sebesar pada gagal ginjal. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-3
jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang terikat protein
plasma hanya 15%. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di hati
dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya
dieksresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja. Sekitar 70% ranitidin
yang diberikan IV dan 30% dari yang diberikan secara oral dieksresi dalam
urin dalam bentuk asal.
Efek samping
Insidens efek samping kedua obat ini rendah dan umumnya berhubungan
dengan penghambatan terhadap reseptor H2, beberapa efek samping lain tidak
berhubungan dengan penghambatan reseptor. Efek samping ini antara lain
nyeri kepala, pusing, malaise, myalgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit,
pruritus, kehilangan libido dan impoten.

40
Simetidin mengikat reseptor androgen dengan mengakibatkan disfungsi
seksual dan ginekomastia. Ranitidin tidak berefek antiandrogenik sehingga
penggantian terapi dengan ranitidin mungkin akan menghilangkan impotensi
dan ginekomastia akibat simetidin. Simetidin IV akan merangsang sekresi
prolaktin, tapi hal ini pernah pula dilaporkan setelah pemberian simetidin
kronik setelah oral pengaruh ranitidin terhadap peninggian prolaktin ini kecil.
Interaksi obat
Antasid dan metoklopramid mengurangi bioavailabilitas oral simetidin
sebanyak 20-30%. Interaksi ini mungkin tidak bermakna secara klinis, akan
tetapi dianjurkan selang waktu minimal 1 jam antara penggunaan antasid atau
metoklopramid dan simetidin oral.
Ketokonazol harus diberikan 2 jam sebelum pemberian simetidin karena
absorpsi ketokonazol berkurang sekitar 50% bila diberikan bersama simetidin.
Selain itu ketokonazol membutuhkan pH asam untuk dapat bekerja dan kurang
efektif pada pH lebih tinggi yang terjadi pada pasien yang juga mendapat AH2
Simetidin terikat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim
mikrosom hati, jadi obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama
simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi simetidin adalah warfarin,
fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepine, diazepam, propranolol,
metoprolol, dan imipramin.
Ranitidin lebih jarang berinteraksi dengan obat lain dibanding simetidin,
akan tetapi makin banyak obat dilaporkan berinteraksi dengan ranitidin.
Nifedifin, warfarin, teofilin, dan metoprolol dilaporkan berinteraksi dengan
ranitidin. Selain penghambatanterhadap sitokrom P-450 diduga ada mekanisme
lain berperan dalam interaksi obat. Ranitidin dapat menghambat absorpsi
diazepam dan mengurangi kadar plasmanya sejumlah 25%. Obat-obat ini
diberikan dalam selang waktu minimal 1 jam.
Penggunaan ranitidin bersama antasid atau antikolinergik sebaiknya
diberikan dalam selang waktu 1 jam.
Simetidin dan ranitidin cenderung menurunkan aliran darah hati
sehingga akan memperlambat bersihan obat lain. Simetidin dapat menghambat
alkohol dehidrogenase dalam mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan

41
kadar alkohol serum. Simetidin juga mengganggu disposisi dan meningkatkan
kadar lidocaine serta meningkatkan kadar antagonis kalsium dalam serum.
Obat ini tak tercampurkan dengan barbiturate dalam larutan IV. Simetidin
dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP, terutama pada pasien usia lanjut
atau dengan penyakit hati atau ginjal. Gejala gangguan SSP berupa slurred
speech, somnolen, letargi, gelisah, bingung, disorientasi, agitasi, halusinasi dan
kejang. Gejala-gejala tersebut hilang/ membaik bila pengobatan dihentikan.
Gejala seperti dementia dapat timbul pada penggunaan obat simetidin bersama
obat psokotropik atau sebagai efek samping simetidin. Ranitidin menyebabkan
gangguan SSP ringan, mungkin karena sukarnya melewati sawar darah otak.
Efek samping simetidin yang jarang terjadi adalah trombositopenia,
granulositopenia, toksisitas terhadap ginjal atau hati. Peningkatan ringan
kreatinin plasma mungkin disebabkan oleh kompetisi eksresi simetidin dan
kreatinin. Simetidin(tidak ranitidin) dapat meningkatkan beberapa respon
imunitas seluler (cell-mediated immuneresponse) terutama pada individu
dengan depresi sistem imunologik. Pemberian simetidin dan ranitidin IV
sesekali menyebabkan bradikardi dan efek kardiotoksik lain.
Posologi
Simetidin tersedia dalam bentuk tablet 200, 300, dan 400 mg. Dosis yang
dianjurkan untuk pasien tukak duodeni dewasa ialah 4 kali 300 mg bersama
makan dan sebelum tidur. Atau 200 mg bersama makan dan 400 mg sebelum
tidur. Simetidin juga tersedia dalam bentuk sirup 300 mg/ 5 ml dan larutan
suntik 300mg/ 2 ml.
Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25
mg/ml, dengan dosis 50 mg IM atau IV tiap 6-8 jam. Ranitidin 4-10 kali lebih
kuat daripada simetidin sehingga cukup diberikan setengah dosis simetidin.
Ranitidin bekerja untuk waktu yang lama (8-12 jam) dosis yang dianjurkan dua
kali 150 mg/hari

3.6 General Therapy Use Sedative

Penggunaan sedative hipnotik barbiturate untuk menghilangkan rasa


takut dan kekhawatiran selama prosedur dalam kedoketran gigi telah

42
digantikan oleh benzodiazepine. Chloral hydrate dan antihistamin sedative
masih digunakan di dalam kedokteran gigi anak.
Sedatifjuga digunakan untuk terapi gangguan tidur atau biasa disebut
insomnia. Insomnia dikategorikan menjadi tiga, yaitu insomnia jangka
panjang, insomnia jangka pendek, dan sementara. Pemberian sedative hipnotik
sebagai treatmen pada insomnia jangka panjang bersifat kontroversial. Kondisi
medis dan berbagai kondisi psikiatri serta ketergantungan dan penyalahgunaan
obat sering kali menjadi penyebab dari insomnia jangka panjang. Dalam situasi
ini,treatmen harus diarahkan pada perbaikan kondisi medis yang menjadi
penyabab dari insomnia jangka panjang ini. Sedative hipnotik hanya berfungsi
sebagai terapi tambahan sementara. Pada insomnia jangka pendek, biasanya
disebabkan karena gangguan emosional dalam keluarga atau masalah
pekerjaan. Jenis insomnia ini hanya untuk beberapa minggu, penggunaan
sedative-hipnotik mungkin tepat. insomnia sementara terjadi pada orang yang
biasanya tidak punya insomnia tetapi mengalami gangguan tidur sementara
sebagai akibat dari stres akut atau perubahan di lingkungan mereka. jenis
insomnia ini yang paling sering dalam kedokteran gigi karena ketakutan pasien
tentang jadwal prosedur. Sedative-hipnotik digunakan dalam kedokteran gigi
untuk merelakskan dan menenangkan pasien yang gelisah serta memfasilitasi
tidur sebelum operasi.
Untuk menangani insomnia ini pertama-tama lebih disarankan dengan
terapi psikologi, tidak secara langsung memberikan obat sedative-hipnotik.
Penilaian penyebab insomnia, jenis serta beratnya gangguan ini sangat penting
dan pemberian sementara obat sedative-hipnotik secara rasional dapat
diindikasikan.

43
DAFTAR PUSTAKA

Andra : Optimalisasi terapi Antihistamin dalam Majalah Farmacia, Volume 6, Jakarta,

2006, p.64.

Del Rosso Q. James : Antihistamines dalam Systemic Drugs For Skin Disease, W.B.

Saunders Company, United States of America, 1991, p.285-316.

Udin Sjamsudin, Hedi RD : Histamin dan Antihistamin dalam Farmakologi Dan Terapi

,edisi 4, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta, 1995, p. 252-260.

Yagiela, J.A., Dowd, F.J. & Neidle, E.A., 2004. Pharmacology and Therapeutics for

Dentistry, Mosby

http://books.google.co.id/books?
id=6a9ARKqM1K4C&pg=PA39&lpg=PA39&dq=Top+Solution+Foam+Gel+fluoride&
source=bl&ots=uDIU-Kl
xH&sig=NhahxdpNd0f0n9qi0EyuIiEUDB8&hl=id&ei=UrHWTJmWFIPCcZC89K4L
&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CCYQ6AEwAw#v=onepage&q
&f=false

44

Anda mungkin juga menyukai