Gagal jantung didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mana jantung tidak dapat
menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metaboliik tubuh. Pada
stadium awal gagal jantung, berbagai mekanisme kompensantoir dibangkitkan untuk
mempertahankan fungsi metabolic normal (cadangan jantung). Ketika mekanisme ini menjadi
tidak efektif, akibatnya manisfestasi klinisnya makin bertambah berat (Behrman., Kliegman.,
Arvin, 2012).
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan/atau kontraktilitas miokardial (disfungsi
sistolik) (Sudoyo, Aru, dkk., 2009).
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan penurunan fungsi sistolik
(fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik (fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal),
yang selanjutnya akan disebut sebagai Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF).
Selain itu, myocardial remodeling juga akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal
jantung (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015).
2.2. Etiologi
1. Gagal jantung kiri merupakan kegagalan ventrikel untuk mengisi atau mengosongkan
dengan benar dan dapat lebih lanjut diklasifikasikan menjadi disfungsi sitolik dan
diastolik.
2. Gagal jantung kanan merupakan kegagalan ventrikel kanan untuk memompa secarac
adekuat penyebab gagal jantung kanan yang paling sering terjadi adalah gagal jantung
kiri, tetapi gagal jantung kanan dapat terjadi dengan adanya ventrikel kiri benar-benar
normal dan tidak menyebabkan gagal jantung kiri. GJ kanan dapat juga disebabkan
oleh penyakit paru dan hipertensi arteri pulmonari primer.
1. Derajat 1: tanpa keluhan, anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa
disertai kelelahan ataupun sesak napas.
2. Derajat 2: ringan – aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak napas,
tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang.
3. Derajat: 3: sedang – aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak napas,
tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan.
4. Derajat 4: berat – tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat
istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas walaupun
aktivitas ringan.
1. Kriteria Mayor
- paroksismal nocturnal dispenea - edema paruakut
- distensia vena leher - gallop S3
- ronkiparu - peninggian vena jugularis
- kardiomegali - refluks hepatojugular
2. Kriteria Minor
- edema ekstremitas -efusi pleura
- batuk malam hari - penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
- dispnea d’effort - takikardia (>120/menit)
- hepatogemali
3. Mayor atau Minor
Penurunan BB 45 kg dalam 5 hari pengobatan
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
(Suroyo, Aru., dkk., 2009)
Pada anak dan bayi :
1. Takikardi (denyut jantung>160 x menit pada anak umur dibawah 12 bulan ; >120
x menit pada umur 12 bulan -5 tahun).
2. Hepatomegali, peningkatan tekanan vena jugularis, dan edema perifer (tanda
kongestif).
3. Irama derap dengan crakles/ronki pada basal paru.
4. Pada bayi-napas cepat (atau berkeringat, terutama saat diberi makanan; pada yang
lebih tua-edema kedua tungkai, tangan atau muka, atau pelebaran vena leher.
5. Telapak tangan pucat, terjadi gagal jantung disebabkan oleh anemia (BS pelayanan
kesehatan anak di RS).
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut new York heart Association (NYHA)
Kelas 1 : tidak ada keterbatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan keletihan atau dispnea.
Kelas 2 : sedikit keterbatasan fisik. Merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas
fisik biasa menyebabkan keletihan atau dispnea.
Kelas 3 : keterbatasan nyata aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi bahkan saat
istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, gejala meningkat.
Kelas 4 : tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik tanpa gejala. Gejala terjadi
bahkan pada saat istirahat, jika aktivitas dilakukan, gejala meningkat.
. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau vetrikular, penyimpangan aksis, iskemial, disritmia, takikardi,
fibrilasi atrial.
2. Uji stress
Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infark yang terjadi sebelumnya.
3. Ekokardiografi
- Ekokardigrafi model : M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional model M paling sering dipakai dan ditanyangkan bersama
EKG )
- Ekokardiografi 2 dimensi (CT-SCAN).
- Ekokardigrafi Doppler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transsesofageal terhadap jantung).
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
5. Radiografi dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
6. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
7. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis.
8. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaleosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
9. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
10. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menunjukan hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus
gagal jantung.
2.5. Penatalaksanaan
2.6. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif (congestive heart failure,CHF) terjadi bila jantung tidak dapat
memompa darah kembali kesisi kanan jantung atau memberikan sirkulasi sisketemik yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan organ-organ dalam tubuh. Komponen CHF mencakup volume preloat
dan volume sirkulasi, after loat, dan kontraktiliotas (Behrman., Kliegman., Arvin, 2012).
2.7. Komplikasi
1. Gangguan pertumbuhan
2. Gagal ginjal
3. Hepatomegali dan ascites
4. Serangan jantung dan stroke
5. Syok kardiogenik (Behrman., Kliegman., Arvin, 2012).
2. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d. edema dalam paru.
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d. keletihan otot-otot pernafasan, disfungsi neuromuscular,
sindrom hipoventilasi.
3. Nyeri akut
4. Risiko penurunan perfusi jaringan jantung.
5. Kelebihan volume cairan
6. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan atau dispnea akibat turunnya curah jantung.
Diagnosa NOC NIC
Ketidakefektifan bersihan Respiratory status : Airway suction
Ventilation
jalan nafas Pastikan kebutuhan oral
Respiratory status : atau trakeal suctioning
Airway Patency
Criteria hasil : Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah
suctioning
Mendemonstrasikan batuk
Informsikan pada klien
efektif dan suara nafas
dan keluarga tenttang
yang bersih, tidak ada
suction
sianosis dan dipsnea
(mampu mengeluarkan Minta klien napas dalam
sputum, mampu bernapas sebelum suction
dengan mudah, tidak ada dilakukan
pursedlips ) Berikan O2 dengan
Menunjukan jalan napas menggunakan nasal
yang paten (klien tidak untuk memfasilitasi
merasa terjepit, irama suction naso trakeal
napas, frekuaensi Gunakan alat yang steril
pernapasan dalam rentang setiap melakukan
normal, tidak ada suara tindakan
napas abnormal) Anjurkan pasien untuk
Mampu istirahat dan napas dalam
mengidentifikasikan dan setelah kateter
mencegah factor yang dikeluarkan dari naso
dapat menghambat jalan trakeal
nafas. Monitor status oksigen
pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana melakukan
suction
Hentikan suction dan
berikan oksigen apabila
pasien menunjukan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dan lain lain
Airway Manajement
fluid monitoring
-tentukan riwayat jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
-monitor BB
Vitalsign monitoring
-monitor teknan darah, nadi, suhu, dan
rspirasi
Intoleransi NOC
aktivitas NIC
Energy conservation
Aktifity tolerance
Selfcar : ADLs
Kriteria hasil :
Aktifitas terapi
Berpartisipasi dalam
Kolaborasikan dengan tenaga
aktifitas fisik tanpa disertai
rehabilitas fisik dalam
peningkatan TD, Nadi, RR
merencanakan program terapi yang
Mampu melakukan aktiftas
tepat
sehari-hari secara mandiri
Bantu klien untuk mengidentifikasi
TTV normal
aktifitas yang mampu dilakukan
Energy psikomotor
Bantu untuk mengidentifikasi
Level kelemahan sumber yang diperlukan aktifitas
Mampu berpindah : dengan yang diperlukan
atau tanpa bantuan alat Bantu untuk mendapatkan alat
Status kardiopulmonari bantuan aktifitas seperti kursi roda,
adekuat krek
Sirkulasi status baik Bantu klien untuk membuat jadwal
Status respirasi : pertukaran latihan di waktu luang
gas dan ventilasi adekuat Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi gangguan dalam
beraktifitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spritual