HIDUP DAN OPTIMALISASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI
Tan, Yessika Kumalasari, Christina Halim, Fisia Niti Atmadja Fakultas Farmasi, Universitas Surabaya
Non-Communicable Disease atau penyakit tidak menular menurut Centers
for Disease Control and Prevention adalah kondisi medis atau penyakit kronis yang disebabkan oleh agen non infeksius sehingga tidak dapat ditransmisikan atau ditularkan kepada orang lain. Karakteristik penyakit tidak menular diantaranya bersifat permanen, durasi penyakit yang lama, berbahaya, etiologinya seringkali tidak jelas, dan menyebabkan morbiditas prematur. Beberapa faktor resiko terjadinya penyakit tidak menular diantaranya adalah merokok, kolesterol, obesitas, stress, dan lain-lain. Contoh penyakit tidak menular yaitu penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, kanker, gagal ginjal, dan sebagainya. Indonesia saat ini tengah menghadapi transisi epidemiologi dalam masalah kesehatan, dimana penyakit menular belum seluruhnya teratasi, sementara tren penyakit tidak menular cenderung terus meningkat. Data WHO Global Report on Non Communicable Disease menyebutkan bahwa persentase kematian akibat penyakit tidak menular memiliki proporsi sebesar 63% dibandingkan dengan penyakit menular. Sedangkan di Asia Tenggara, data WHO Global Observatory, menyebutkan bahwa proporsi kematian karena penyakit tidak menular sebesar 55%, lebih besar dibanding penyakit menular. Di Indonesia, tren kematian akibat penyakit tidak menular meningkat dari 37% di tahun 1990 menjadi 57% di tahun 2015. Tren ini terus berlanjut seiring dengan perubahan perilaku hidup berupa pola konsumsi gizi tidak seimbang, kurangnya aktifitas fisik, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengendalian terhadap penyakit tidak menular seperti upaya preventif dan kuratif. Di Indonesia sendiri penyakit jantung (kardiovaskular) khususnya hipertensi menempati peringkat nomor 1 terkait prevalensi penyakit tidak menular. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik secara konsisten diatas 140/90 mmHg. Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena timbulnya penyakit ini seringkali tanpa gejala, sehingga penderita tidak menyadari dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Hasil penelitian sporadis di 15 Kabupaten/ Kota di Indonesia, yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Kemkes, menunjukan 17,7% kematian disebabkan oleh Stroke dan 10,0% kematian disebabkan oleh Ischaemic Heart Disease. Dua penyakit penyebab kematian teratas ini disebabkan oleh hipertensi. Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis. Data menunjukkan hanya 0,7% orang yang terdiagnosis tekanan darah tinggi meminum obat hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari menderita hipertensi ataupun mendapatkan pengobatan. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi penyakit yang mematikan karena menyebabkan komplikasi kerusakan jaringan di organ lain seperti Stroke, Penyakit Jantung Koroner, Diabetes, Gagal Ginjal dan Kebutaan. Stroke (51%) dan Penyakit Jantung Koroner (45%) merupakan penyebab kematian tertinggi. Menurut data World Health Organization tahun 2015 sekitar 1,13 miliar orang di dunia menyandang hipertensi. Prevalensi Hipertensi akan terus meningkat dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia terkena Hipertensi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 angka prevalensi penderita hipertensi meningkat menjadi 34,1% dari sebelumnya 25,8% pada tahun 2015. Kasus hipertensi yang terus mengalami kenaikan menjadi keprihatinan bagi seluruh pihak, terutama bagi kita yang bergerak dibidang kesehatan. Bagi para penderita hipertensi terdapat beberapa terapi, yaitu secara farmakologi maupun non-farmakologi. Terapi farmakologi diantaranya dengan mengkonsumsi obat-obatan diuretik seperti thiazide dan furozemide, golongan beta bloker seperti atenolol dan propanolol, ACE Inhibitors seperti kaptopril dan enalapril, dan lain-lain. Sedangkan terapi non farmakologinya adalah dengan cara memodifikasi gaya hidup seperti diet, berolahraga, mengkonsumsi makanan rendah garam, mengurangi merokok dan alkohol. Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Kemenkes RI, dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes., hipertensi saat ini menjadi masalah utama tidak hanya di Indonesia tapi juga didunia. Pola hidup yang baik menjadi upaya preventif untuk mengendalikan prevalensi hipertensi. Namun, upaya kuratif juga perlu diperhatikan mengingat hipertensi bersifat kronis sehingga penderitanya harus meminum obat antihipertensi seumur hidup. Kepatuhan pasien dalam menggunakan obat secara tepat dan benar menjadi salah satu kunci keberhasilan untuk menurunkan prevalensi hipertensi Mahasiswa farmasi yang dibekali pengetahuan tentang obat diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Terdapat berbagai langkah yang dapat dilakukan mahasiswa farmasi diantaranya melalui upaya preventif dan upaya kuratif. Upaya preventif diperlukan karena penyebab utama hipertensi adalah perubahan pola hidup sehingga mahasiswa farmasi perlu melakukan edukasi perbaikan pola hidup melalui kegiatan penyuluhan di media sosial seperti pembuatan konten di youtube maupun media cetak. Di era revolusi industri 4.0 saat ini memungkinkan mahasiswa farmasi bekerja sama dengan pengembang teknologi untuk menciptakan suatu aplikasi rekomendasi gaya hidup, pilihan makanan, olahraga, dan pola hidup yang tepat bagi penderita hipertensi. Pengetahuan akan pentingnya penerapan pola hidup sehat merupakan suatu langkah kecil yang dapat memberikan perubahan. Selain itu mahasiswa farmasi juga dapat berperan aktif mengkampanyekan kepada masyarakat mengenai pentingnya pemeriksaan rutin tekanan darah sehingga apabila terserang hipertensi dapat segera terdeteksi dan diberikan pengobatan yang tepat. Mahasiswa farmasi juga dapat berkontribusi melalui upaya kuratif berupa optimalisasi penggunaan obat antihipertensi dengan meningkatkan kepatuhan pasien. Disamping itu, mahasiswa farmasi bisa mengedukasi masyarakat akan pentingnya self-monitoring dan self-management. Bagi penderita hipertensi, self- monitoring dan self-management bersifat krusial karena dapat menghindarkan dari komplikasi hipertensi. Melalui pengetahuan yang dimiliki dan memanfaatkan teknologi, mahasiswa farmasi dapat berkontribusi dalam perbaikan pola hidup dan optimalisasi penggunaan obat antihipertensi. DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 49-50. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI (2018, 2 November). Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018. Dikutip 29 Agustus 2019 dari http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret- sehat-indonesia-dari-riskesdas-2018.html Centers for Disease Control and Prevention (2014, 7 Juli). About High Blood Pressure. Dikutip 1 September 2019 dari https://www.cdc.gov/bloodpressure/about.htm Irwan. 2018. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan Ke-1. Yogyakarta: Deepublish. Hal 7-16.