Anda di halaman 1dari 6

Global developmental delay (GDD) atau Keterlambatan Perkembangan Global

(KPG) adalah keterlambatan yang signifikan pada dua atau lebih domain perkembangan
anak, diantaranya: motorik kasar, halus, bahasa, bicara, kognitif, personal atau sosial
aktivitas hidup sehari-hari. Istilah KPG dipakai pada anak berumur kurang dari 5 tahun,
sedangkan pada anak berumur lebih dari 5 tahun saat tes IQ sudah dapat dilakukan dengan
hasil yang akurat maka istilah yang dipergunakan adalah retardasi mental.1,2 Anak dengan
KPG tidak selalu menderita retardasi mental sebab berbagai kondisi dapat menyebabkan
seorang anak mengalami KPG seperti penyakit neuromuskular, palsi serebral, deprivasi
psikososial meskipun aspek kognitif berfungsi baik.
Prevalensi GDD diperkirakan 5-10 persen dari populasi anak di dunia dan sebagian
besar anak dengan GDD memiliki kelemahan pada semua tahapan kemampuannya. Sekitar
8 persen dari seluruh anak usia lahir hingga 6 tahun di dunia memiliki masalah
perkembangan dan keterlambatan pada satu atau lebih area perkembangan.2 Sekitar 1-3 %
anak usia 0-5 tahun di dunia mengalami GDD.1
Sementara di Indonesia khususnya di Jakarta, telah dilakukan Stimulasi Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK). Hasilnya, dari 476 anak yang diberi
pelayanan SDIDTK, ditemukan 57 (11,9%) anak dengan kelainan tumbuh kembang.
Adapun lima jenis kelainan tumbuh kembang yang paling banyak dijumpai adalah,
Delayed Development (tumbuh kembang yang terlambat) sebanyak 22 anak, Global
Development Delay sebanyak 4 anak, gizi kurang sebayak 10 anak, mikrochepali sebanyak
7 anak dan anak yang tidak mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa bulan
terakhir sebanyak 7 anak. 3
Faktor risiko untuk perkembangan yang terlambat dapat berasal dari genetik maupun
lingkungan. Anak-anak dengan kelainan genetik seperti sindrom Down dan sindrom Fragil
X memiliki perkembangan yang terlambat yang berhubungan dengan kondisi mereka.
Perkembangan juga dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang antara lain :
 Paparan dari agen berbahaya sebelum atau setelah lahir
 Nutrisi yang rendah selama dikandung ibu (selama kehamilan)
 Paparan dari toksin (misalnya obat ) saat utero
 Infeksi dari ibu ke bayi selama kehamilan (intrauterine) misalnya measles, HIV
 Kelahiran prematur
 Nutrisi yang rendah
 Anak yang terabaikan
Selain itu, beberapa kondisi di bawah ini juga menyebabkan anak berisiko untuk
terjadinya global development delay yaitu:
 Prematuritas
 Malformasi serebral
 Kelainan kromosom
 Infeksi
 Gangguan metabolik
 Hipotiroidisme
 Hidrocefalus
 Sindrom Rhett
Faktor risiko untuk perkembangan yang terlambat memiliki dampak kumulatif.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar risiko anak mengalami
perkembangan yang terlambat.1
Adapun cara penegakkan diagnosis penyimpangan tumbuh kembang pada anak
adalah sebagai berikut : 2,3
1) Anamnesis : Keluhan orang tua dan riwayat tumbuh kembang (lisan dan
tertulis/kuesioner skrinning perkembangan anak).
Riwayat klinik mesti dikaji secara komprehensif, dan mesti termasuk pengkajian
mengenai prenatal, perinatal dan postnatal. Ibu mesti mesti ditanyakan mengenai
riwayat mengkonsumsi obat-obatan selama kehamilan dan adanya ancaman
keguguran sejak dini. Juga penting untuk di evaluasi apakah terdapat bukti adanya
riwayat ensefalopati neonatus dan gangguan motorik yang signifikan dengan
permasalahan sebelumnya terkait pada periode perinatal. Dan ini harus dipastikan
apakah anak-anak dengan perkembangan yang terhambat atau mengalami regresi, dan
riwayat rinci mengenai keluarga juga perlu dikaji.2,4
2) Pemeriksaan : Observasi dan pemeriksaan (bentuk muka, tubuh, tindak tanduk anak,
hubungan anak dengan orang tuanya/pengasuhnya, sikap anak terhadap pemeriksa)
Pemeriksaan fisik yang lengkap mesti dilakukan termasuk :2,4
Ukuran lingkar kepala occipitofrontalis untuk anak-anak dan orang tua, di ukur dan
dilakukan plot. Gambaran dismorfik, stigmata neurokutaneus, pemeriksaan abdomen
untuk adanya organomegali, tulang belakang (gaya berjalan dan refleks fisiologis
maupun patologis), mata (mungkin memerlukan oftalmologis).
3) Penilaian Pertumbuhan
Plot pada kurva pertumbuhan yang sesuai dengan standard yang dipakai :
1. PB/U, PB/BB, BB/U. NCHS/CDC 2000
2. BB/U. KMS – WHO
3. Lingkar kepala Nellhaus
4. Lingkar lengan
5. Lingkar dada
4) Penilaian Maturitas
Pertumbuhan pubertas (Tanner) : anak perempuan (payudara, haid, rambut pubis).
Anak laki-laki (testis, penis, rambut pubis). Umur tulang (bone age).
5) Penilaian perkembangan :
Secara umum, keterlambatan perkembangan umum pada anak dapat dilihat dari beberapa
tanda bahaya (red flags) perkembangan anak sederhana seperti yang tercantum di bawah 9,10:

Tanda bahaya perkembangan motor kasar


1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota tubuh bagian kiri dan
kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol
Tanda bahaya gangguan motor halus
1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan
2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih sangat dominan setelah
usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten
Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)
1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan terhadap suatu benda
pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan
Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)
1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi, misalnya saat
dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau ketertarikan dengan orang
lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan
Tanda bahaya gangguan sosio-emosional
1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain
2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi / interaksi
Tanda bahaya gangguan kognitif
1. 2 bulan: kurangnya fixation
2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti ‘mama’, ‘baba’
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata
Berbagai metode skrining yang lebih mutakhir dan global untuk deteksi dini gangguan bicara
juga dikembangkan dengan menggunakan alat bantu atau panduan skala khusus, misalnya:
menggunakan DDST (Denver Developmental Screening Test – II), Child Development Inventory
untuk menilai kemampuan motorik kasar dan motorik halus, Ages and Stages Questionnaire,
Parent’s Evaluations of Developmental Status.Serta dapat menggunakan alat-alat skrining yang
lebih Spesifik dan khusus yaitu ELMS (Early Language Milestone Scale) dan CLAMS (Clinical
Linguistic and Milestone Scale) yang dipakai untuk menilai kemampuan bahasa ekspresif,
reseptif, dan visual untuk anak di bawah 3 tahun.10,11

Pengobatan bagi anak-anak dengan KPG hingga saat ini masih belum ditemukan. Hal itu
disebabkan oleh karakter anak-anak yang unik, dimana anak-anak belajar dan berkembang
dengan cara mereka sendiri berdasarkan kemampuan dan kelemahan masing-masing. Sehingga
penanganan KPG dilakukan sebagai suatu intervensi awal disertai penanganan pada faktor-faktor
yang beresiko menyebabkannya. Intervensi yang dilakukan, antara lain1,5,8:

1. Speech and Language Therapy


Speech and Language Therapy dilakukan pada anak-anak dengan kondisi CP, autism,
kehilangan pendengaran, dan KPG. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
berbicara, berbahasa dan oral motoric abilities. Metode yang dilakukan bervariasi tergantung
dengan kondisi dari anak tersebut. Salah satunya, metode menggunakan jari, siulan, sedotan
atau barang yang dapat membantu anak-anak untuk belajar mengendalikan otot pada mulut,
lidah dan tenggorokan. Metode tersebut digunakan pada anak-anak dengan gangguan
pengucapan. Dalam terapi ini, terapis menggunakan alat-alat yang membuat anak-anak
tertarik untuk terus belajar dan mengikuti terapi tersebut.

2. Occupational Therapy
Terapi ini bertujuan untuk membantu anak-anak untuk menjadi lebih mandiri dalam
menghadapi permasalahan tugasnya. Pada anak-anak, tugas mereka antara bermain, belajar
dan melakukan kegiatan sehari-hari seperti mandi, memakai pakaian, makan, dan lain-lain.
Sehingga anak-anak yang mengalami kemunduran pada kemampuan kognitif, terapi ini dapat
membantu mereka meningkatkan kemampuannya untuk menghadapi permasalahannya.

3. Physical Therapy
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus,
keseimbangan dan koordinasinya, kekuatan dan daya tahannya. Kemampuan motorik kasar
yakni kemampuan untuk menggunakan otot yang besar seperti berguling, merangkak,
berjalan, berlari, atau melompat. Kemampuan motorik halus yakni menggunakan otot yang
lebih kecil seperti kemampuan mengambil barang. Dalam terapi, terapis akan memantau
perkembangan dari anak dilihat dari fungsi, kekuatan, daya tahan otot dan sendi, dan
kemampuan motorik oralnya. Pada pelaksanaannya, terapi ini dilakukan oleh terapi dan
orang-orang yang berada dekat dengan anak tersebut. Sehingga terapi ini dapat mencapai
tujuan yang diinginkan.
4. Behavioral Therapies
Anak-anak dengan delay development akan mengalami stress pada dirinya dan memiliki efek
kepada keluarganya. Anak-anak akan bersikap agresif atau buruk seperti melempar barang-
barang, menggigit, menarik rambut, dan lain-lain. Behavioral therapy merupakan psikoterapi
yang berfokus untuk mengurangi masalah sikap dan meningkatkan kemampuan untuk
beradaptasi. Terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi yang lain dalam pelaksanaanya.
Namun, terapi ini bertolak belakang dengan terapi kognitif. Hal itu terlihat pada terapi
kognitif yang lebih fokus terhadap pikiran dan emosional yang mempengaruhi sikap tertentu,
sedangkan behavioural therapy dilakukan dengan mengubah dan mengurangi sikap-sikap
yang tidak diinginkan. Beberapa terapis mengkombinasikan kedua terapi tersebut, yang
disebut cognitive-behavioural therapy.

Anda mungkin juga menyukai