Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI LAPORAN KASUS, REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

LAPORAN KASUS : LBP ec SPONDILOSIS LUMBAL


DD/MBD

REFERAT : OSTEOPOROSIS

OLEH :

Fauziyah Abidah
111 2017 2035

PEMBIMBING :
dr. A. Dhedie P. Sam, Sp. OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
sMAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Fauziyah Abidah

NIM : 111 2017 2035

Judul Referat : Osteoporosis

Judul Laporan Kasus : LBP ec Spondilosis Lumbal DD/MBD

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian


Orthopedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Agustus 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. A. Dhedie P. Sam, Sp. OT


LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. L.M

Umur : 64 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Bangsa : Indonesia

Alamat : Komplek Perum Pemda C2 No. 8

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal masuk : 03 Agustus 2019

No. RM : 191600

2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri Pinggang

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang yang dirasakan kurang
lebih sejak 1 bulan yang lalu (bulan Juli) dan memberat seminggu
terakhir.Awal keluhan saat pasien beraktivitas berat yaitu kerja bakti dan
keluhan masih bisa pasien tahan.Beberapa hari ini pasien mulai merasakan
kesakitan yang tidak bisa ditahan.Pasien mengeluh batuk sesekali dan
pasien merasakan nyeri pada pinggangnya sampai ke punggung atas jika
batuk.pusing (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun, BAK lancar
Kuning, pasien mengeluh belum BAB sejak tanggal 30 bulan Juli 2019
karena pasien tidak kuat makan. Keluhan lain tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Jatuh : Tidak Ada

Riwayat kepala terbentur : Tidak Ada

Riwayat patah tulang : Tidak Ada

Riwayat operasi : Ada,

1. Tahun 2017, Operasi Ambeien


2. Tahun 2018 Desember, Operasi Prostat
3. Tahun 2019 Maret, Operasi Tumor
Payudara Kiri.
Riwayat keluhan yang sama: Ada, dirawat di rumah sakit dengan diagnosis
LBP
Riwayat Hipertensi : Tidak Ada
Riwayat DM : Tidak Diketahui

Riwayat Kencing manis : Disangkal

Riwayat Alergi Obat : Disangkal

Riwayat Alergi makanan : Disangkal

4. Riwayat Keluarga
- Riwayat Hipertensi : Ada, mengkonsumsi obat hipertensi
dari puskesmas yang tidak diketahui namanya dan dikonsumsi tidak
teratur
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat Alergi Obat : Disangkal
- Riwayat Aleergi Makanan : Disangkal

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. SECONDARY SURVEY
Status Generalis

 Keadaan umum
o Kesadaran : compos mentis
 Tanda vital
o Tekanan darah : 160/90mmHg
o Nadi : 88 x/menit
o Suhu : 36,7oC
o Pernapasan : 20 x/mnt
o NRS :4
 Status gizi
o Berat badan : 56 kg
o Tinggi badan : 162 cm
o Kesan gizi : IMT (22,86 ) Normal
 Kepala : Normocephali, deformitas (-), rambut hitam dan putih
tersebar merata
 Mata : Oedem palpebra -/-, refleks cahaya langsung +/+,
refleks cahaya tidak langsung +/+
 Telinga : Nyeri tekan tragus (-),
 Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), secret (-), darah(-),
konka hiperemis dan hipertrofi -/-
 Mulut : Bibir normal, tidak terdapat kelainan, tidak terdapat
karies, trismus (-), lidah kotor (-),sariawan (-), faring
hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.
 Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
 Thoraks
Bentuk simetris kanan kiri, tidak ada rongga thoraks yang tertinggal
gerak napasnya, fokal fremitus +/+ sama kuat kanan dan kiri.Terdapat
luka bekas operasi pada area mammae sinistra.
o Jantung : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
o Paru : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-,
wheezing -/-
 Abdomen : Supel, datar, timpani, peristaltik kesan normal,
nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar lien
tidak teraba membesar, terdapat luka bekas
operasi pada perut bagian bawah.
 Extremitas :
o Atas : hangat +/+ oedem-/-
o Bawah : hangat +/+ oedem -/-

Status Lokalis Regio Lumbal

 Look :Deformitas (-), Hematoma (-), Edema (-), Perdarahan (-).


 Feel :Akral hangat (-), step off(-).
 Move : Gerakan aktif dan gerakan pasif sulit dinilai karena nyeri.
 NVD : Dalam batas normal.
 Motorik: right Left
L2 5 5
L3 5 5
L4 5 5
L5 5 5
T1 5 5
 Sensorik: Tidak ada Hipostesia
Pemeriksaan Neurologi
 Refleks Fisiologis:
Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Patella + +
Achiles + +
 Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
Chadock - -
Oppenheim - -
Klonus - -

2.4 FOTO KLINIS


2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Radiologi X-Ray (20 Juli 2019)

- Curva Lordosis Lumbosacral normal, tidak ada listhesis


- Corpus lumbal dan os. Sacral intak, tidak ada tanda fraktur atau destruksi
tulang
- Spur pada tepi corpus lumbal
- Pedikel kanan-kiri corpus lumbal, intak dan tervisualisasi baik
- Intervertebral space baik
- Tidak ada massa paralumbal
Kesan :

 Spondylosis Lumbal
 Tidak ada metastasis

2.6 RESUME
Seorang laki-laki berumur 64 tahun datang RS.Ibnu Sina YW-UMI Makassar
dengan keluhan nyeri pinggang yang dirasakan kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu
(bulan Juli) dan memberat seminggu terakhir.Awal keluhan saat pasien beraktivitas
berat yaitu kerja bakti dan keluhan masih bisa pasien tahan.Beberapa hari ini pasien
mulai merasakan kesakitan yang tidak bisa ditahan.Pasien mengeluh batuk sesekali
dan pasien merasakan nyeri pada pinggangnya sampai ke punggung atas jika
batuk.Nafsu makan menurun, sehingga pasien mengeluh belum BAB sejak tanggal 30
bulan Juli 2019 karena pasien tidak kuat makan. Riwayat pasien 3x yaitu operasi
pertama pada tahun 2017 yaitu operasi ambeien, operasi kedua pada tahun 2018
bulan desember yaitu operasi prostat, operasi ketiga pada tahun 2019 bulan maret
yaitu operasi tumor mammae sinistra. Riwayat dirawat di rumah sakit dengan
diagnosis LBP ec. Spondylosis.Pada pemeriksaan fisis ditemukan luka bekas operasi
pada daerah Thoraks Sinistra dan regio Hypogastrik.Pada pemeriksaan X-ray
Lumbosacral didapatkan Spondylosis Lumbalis.

2.7 DIAGNOSA KERJA


Low Back Pain Ec. Spondylosis Lumbalis DD/ Suspek Metastatic Bone Disease.
2.8 PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 16tpm
- Metamizol 1 gr/12 Jam/ IV
- Ranitidin 50 mg/ 12 Jam/ IV
- Ossopan 800mg/24 jam/oral
BAB I

PENDAHULUAN

Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai dengan


penurunan densitas massa tulang dan perubahan mikroarsitektur tulang sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurunnya densitas tulang dan
memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat dengan proses
remodeling tulang yaitu terjadi abnormalitas bone turnover. Osteoporosis dapat
dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah
dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Osteoporosis dijuluki
sebagai silent epidemic diseases, karena menyerang secara diam-diam, tanpa adanya
tanda-tanda khusus, sampai pasien mengalami patah tulang.1

WHO (2012) menyatakan osteoporosis menduduki peringkat kedua, dibawah


penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data International
Osteoporosis Foundation (IOF), lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami
risiko patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%. Sedangkan pria,
resikonya berada pada angka 13%. Angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat
osteoporosis diseluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang. Angka ini di perkirakan
akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050. Ada 200 juta
penderita osteoporosis diseluruh dunia.2

Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk


wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea).
Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena
osteoporosis. Meskipun penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria
tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita,
penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak
mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat.2
Departemen Kesehatan RI tahun 2013 menyatakan dampak osteoporosis di
Indonesia sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai, yaitu mencapai 19,7% dari
populasi. Prevalensi osteoporosis di Indonesia untuk umur kurang dari 70 tahun pada
wanita sebaganyak 18%-30%, 1 dari 3 wanita dan 1 dari 5 pria di indonesia terserang
osteoporosis atau keretakan tulang.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi & Fisiologi Tulang

Gambar 1. Anatomi dan fisiologi tulang

(dikutip dari kepustakaan 2)


Tulang dalam garis besarnya dibagi menjadi:2
1. Tulang Panjang
Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, fibula, ulna dan humerus. Dimana
daerah batasnya disebut diafisisi dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis
disebut metafisis. Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering
ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan
daerah metabolic yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan
atau kelainan perkembangan daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan
pertumbuhan tulang.
2. Tulang pendek
Contoh tulang pendek adalah tulang vertebra dan tulang karpal.
3. Tulang Pipih
Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula, dan tulang
pelvis.

Terdapat 4 jenis sel pada tulang yang aktif tumbuh:3


1. Osteoprogenitor
Seperti jaringan ikat lain, tulang semula berkembang dari mesenkim embrional
yang memiliki potensi perkembangan sangat luas, menghasilkan fibroblast, sel lemak,
otot, dan sebagainya. Sel osteoprogenitor ini tetap ada semasa kehidupan pasca lahir
dan ditemukan pada atau dekat semua permukaan bebas tulang: dalam osteum, lapis
periosteum, dan pada trabekel tulang rawan mengapur pada metafisis tulang tumbuh.
Sel ini paling aktif selama pertumbuhan tulang namun diaktifkan kembali semasa
kehidupan dewasa pada pemulihan fraktur tulang dan bentuk cedera lainnya.
2. Osteoblast
Osteoblast berhubungan dengan pembentukan tulang, kaya alkaline phosphatase
dan dapat merespon produksi maupun mineralisasi matriks. Pada akhir siklus
remodeling, osteoblast tetap berada di permukaan tulang baru, atau masuk ke dalam
matriks sebagai osteocyte.
3. Osteocyte
Osteocyte berada di lakunare, fungsinya belum jelas. Diduga dibawah pengaruh
hormone paratiroid (PTH) berperan pada resorbsi tulang (osteocytic osteolysis) dan
transportasi ion kalsium. Osteocyte sensitive terhadap stimulus mekanik dan
meneruskan rangsang (tekanan dan regangan) inikepada osteoblast.
4. Osteoclast
Osteoclast adalah mediator utama resorbsi tulang, dibentuk oleh precursor
monosit di sumsum tulang dan bergerak ke permukaan tulang oleh stimulus
kemotaksis. Dengan meresorbsi matriks dan meninggalkan cekungan dipermukaan
tulang yang disebut Lakuna Howship.

Gambar 2. Histologi tulang

(dikutip dari kepustakaan 2)

Tulang secara periodik dan konstan memperbaharui diri melalui suatu proses
yang disebut remodelling. Remodelling tulang merupakan suatu yang aktif dan
dinamik yang mengandalkan pada keseimbangan yang benar antara penyerapan tuang
oleh osteoclas, yang dirangsang oleh hormon paratiroid dan deposisi tulang oleh
osteoblas. Tulang dibentuk oleh sel yang bersifat osteogenik yaitu osteoblas, yang
merupakan sel pembentuk tulang, dan berfungsi mensitesis jaringan kolagen dan
komponen organ matriks. Osteoblas dirangsang oleh hormon pertumbuhan, dan pada
perkembangan selanjutnya menjadi osteosit, yang merupakan sel tulang dewasa.3

Sel tulang terdiri atas osteoblas, osteosit dan osteoclas yang dalam
aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan
saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada tingakt seluler didahului penyerapan
tulang oleh osteoklas yang memerlukan waktu 40 hari disusul oleh fase istirahat dan
kemudian disusul fase pembentukan tulang kembal oleh osteoblas yang memerlukan
waktu 120 hari.3
2.2. Definisi

Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.3

Gambar 3. tulang dengan osteoporosis

(dikutip dari kepustakaan 4)

Osteoporosis adalah penyakit sistemik, ditandai dengan rendahnya masa


tulang dan perubahan arsitektur mikro jaringan tulang. Perubahan ini mengakibatkan
peningkatan kerapuhan tulang dengan risiko terjadi patah tulang. Selain berkurangnya
massa skeletal atau tulang itu tanpa disertai perubahan mineralisasi tulang.
Osteoporosis merupakan penyakit yang tersamar (Silent disease) yang sering tidak
memberikan gejala dan tidak diketahui sampai saat terjadinya fraktur.4
2.3. Etiologi

Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yaitu:4

a. Osteoporosis primer yaitu osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu


penyakit (proses alamiah). Osteoporosis primer berhubungan dengan
berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya produksi hormon (khusus
perempuan yaitu estrogen) disamping bertambahnya usia. Dapat terjadi pada
berbagai usia, dihubungkan dengan faktor resiko meliputi, merokok, aktifitas,
berat badan, alkohol, ras putih kulit Asia,riwayat keluarga, postur tubuh dan
asupan kalsium yang rendah.4
Osteoporosis primer terdiri dari:4
- Osteoporosis primer tipe I. sering disebut dengan istilah osteoporosis
pasca menopause yang terjadi pada wanita usia 50-65 tahun, fraktur
biasanya pada vertebra (ruas tulang belakang), iga atau tulang radius.
- Osteoporosis tipe II. Sering disebut dengan istilah osteoporosis
senile, yang terjadi pada usia lanjut. Hal ini kemungkinan merupakan
akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan
ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas)
dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Pasien biasanya berusia
≥70 tahun, pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama
terserang, fraktur biasanya pada tulang paha. Selain fraktur maka
gejala yang pelu diwaspadai adalah kifosis dorsalis, makin pendek
dan nyeri tulang berkepanjangan.
b. Osteoporosis sekunder yaitu osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai
kondisi klinis/penyakit, seperti infeksi tulang tumor tulang pemakaian obat-
obatan tertentu dan immobilitas yang lama. Merupakan osteoporosis yang
disebabkan oleh penyakit atau penggunaan obat tertentu. Penyebab paling
umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi vitamin D dan terapi
glukokortikoid. Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan absorpsi
kalsium di usus, sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk
memenuhi kalsium darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat
menyebabkan kerapuhan tulang.
Mekanisme obat yang dapat memicu osteoporosis dapat digolongkan
menjadi 3 kelompok besar yakni aktivasi osteolklast dan meningkatkan
pergantian tulang. Kedua, menekan aktivitas osteoblast dan yang ketiga
menghambat mineralisasi tulang. Beberapa obat yang memicu osteoporosis:
1. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid jangka panjang menjadi penyebab
sekunder yang paling banyak ditemui, khususnya penggunaan
sistemik. Pemberian lebih dari 7,5 mg prednison selama 2-3 bulan
dapat menyebabkan terjadinya kehilangan massa tulang yang cukup
berarti. Glukokortikoid banyak digunakan dan efektif dalam
mengobati penyakit paru, rematoid, gangguan saluran cerna, kondisi
dermatologi, dan autoimun. Resiko kehilangan tulang yang terbesar
terjadi dalam enam hingga 12 bulan pertama terapi jangka panjang.
Pada tahap inisiasi penggunaan terapi steroid tersebut penurunan
massa tulang mencapai 12%. Hal ini terjadi sejalan dengan
meningkatnya dosis, tetapi biasanya terjadi pada dosis harian yang
normal. Banyak penelitian telah mengevaluasi komorbiditas terkait
dengan steroid yang memicu osteoporosis, sekitar 30% hingga 50%
pasien yang memakai secara sistemik dalam jangka waktu panjang,
akhirnya mengalami fracture.
2. Obat-obat antikonvulsi
Antikonvulsant tertentu dapat menyebabkan kehilangan tulang.
Obat yang paling sering dikaitkan dengan osteoporosis yakni fenitoin,
fenobarbital, karbamazepin, dan primidone. Obat antiepilepsi (AED)
semua ampuh menginduksi isoenzim CYP-450. Dalam salah satu
penelitian terhadap masyarakat dengan populasi wanita lanjut usia,
keropos tulang hampir dua kali lipat pada mereka yang menggunakan
AED dibandingkan dengan yang tidak menggunakan.
Mekanisme yang terjadi pada penggunaan AED yang
menyebabkan osteoporosis yakni dengan adanya penginduksian enzim
hati CYP-450, yang menyebabkan metabolisme yang cepat vitamin D,
dan mungkin estrogen. AED juga terkait dengan penurunan
penyerapan kalsium, hiperparatiroid sekunder, dan meningkatnya
pergantian tulang. Pada tingkat terapetik, fenitoin dan karbamazepin
telah menunjukkan efek langsung pada penghambatan sel osteoblas
tulang. Mekanisme yang mungkin terkait dengan fenitoin adalah
penghambatan sekresi osteocalcin –hormon yang mengatur kalsium
pada tulang. AED mungkin menunjukkan kombinasi dari efek ini, dan
dampaknya terhadap kehilangan tulang dapat menjadi aditif jika
diberikan kombinasi.
3. Heparin
Unfractionated Heparin (UFH) atau heparin alami juga
merupakan obat pemicu osteoporosis. Komplikasi ini biasanya terlihat
pada penggunaan terapi jangka panjang dengan dosis tinggi. Telah
diperkirakan bahwa keropos tulang terjadi setelah enam bulan terapi
heparin dengan dosis harian lebih besar dari 15.000 unit.
Mekanisme seluler yang tepat dimana heparin menyebabkan
keropos tulang, belum sepenuhnya dipahami. Heparin menyebabkan
resorpsi tulang dengan merangsang peningkatan osteoklas dan
menekan fungsi osteoblas, yang menyebabkan massa tulang menurun.
Mekanisme lainnya yakni menipisnya sel mast dalam sumsum tulang
dan peningkatan fungsi hormon paratiroid (PTH), suatu regulator
penting dari kalsium dalam tubuh. PTH meningkatkan pelepasan
kalsium dan fosfor dari tulang ke dalam darah.
4. Progestin
Salah satu obat yang terkait dengan osteoporosis adalah progestin.
Progestin adalah jenis hormon yang biasa digunakan dalam berbagai
bentuk kontrasepsi, serta dalam produk sulih hormon, dan digunakan
pada wanita dari berbagai usia. Progestin paling sering dikaitkan
dengan keropos tulang yakni medroksiprogesteron asetat (MPA). Ini
adalah bentuk injeksi kontrol kelahiran yang dikenal sebagai Depo-
Provera dan juga merupakan bagian dari kombinasi hormon pengganti
yang dikenal sebagai Premphase, dan Prempro. Resiko terjadinya
keropos tulang setelah dua tahun penggunaan berkelanjutan. Sejak
Depo-Provera umumnya digunakan pada anak perempuan remaja.
Pada remaja, MPA dapat digunakan selama dua tahun jika tidak ada
pilihan lain yang sesuai. Namun, jika mungkin dianjurkan untuk
menggunakan bentuk lain atau sebaiknya digunakan dengan
kombinasi pil kontrasepsi oral.
5. Hormon tiroid
Kondisi hipertiroid maupun terapi menggunakan hormon tiroid
sangat berpengaruh terhadap kecepatan penurunan massa tulang. Pada
anak-anak, jumlah hormon tiroid yang tinggi dapat memicu
pertumbuhan karena hormon tiroid juga berperan dalam produksi
energi tubuh. Akan tetapi, kelebihan asupan hormon tiroid pada orang
dewasa dapat menyebabkan hipertiroid yang mengakibatkan hilangnya
massa tulang. Pada kondisi hipertiroid, tubuh memberikan feedback
negatif agar konsentrasi TSH menjadi menurun. Akibat dari kondisi
ini adalah semakin cepatnya proses pemodelan kembali tulang dan
massa tulang semakin menurun. Hal ini terjadi karena reseptor TSH
juga terdapat pada sel prekursor osteoblas dan osteoklas. Pada kondisi
dengan konsentrasi TSH terlalu kecil, resorpsi tulang berjalan lebih
cepat sehingga terjadi pengeroposan tulang.
6. Obat lainnya
Ada beberapa obat lain yang dapat menginduksi osteoporosis
diantaranya; metotrexate, antasida yang mengandung aluminium,
fluoride, furosemid, litium, siklosporin, dan vitamin A. Umumnya
resiko terjadi osteoporosis karena pemberian dalam dosis tinggi.
Misalnya penggunaan methotrexate pada pasien onkologi.
Mekanismenya masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga
melibatkan ketidakseimbangan reseorpsi dan formasi tulang.
Antasida yang mengandung aluminium dapat menyebabkan
osteoporosis karena dapat menghambat aktivitas dari osteoblas serta
menghambat penyerapan mineral lain dari saluran cerna. Fluoride juga
dapat menyebabkan osteoporosis karena menghambat penyerapan
kalsium dari saluran cerna. Fluoride sendiri bersifat mengikat kalsium
sehingga sering ditambahkan dalam pasta gigi. Kalsium yang terikat
dengan fluoride tidak dapat diabsorpsi dari saluran cerna sehingga
lama kelamaan konsentrasi kalsium dalam darah menurun dan massa
tulang menjadi menurun.
Litium menginduksi osteoporosis dengan meningkatkan
konsentrasi paratiroid hormon dalam darah. Paratiroid hormon
berperan dalam resorpsi tulang sehingga konsentrasi kalsium dalam
darah meningkat. Furosemid merupakan suatu obat diuretikum,
akibatnya eksresi kalsium melalui urin menjadi lebih tinggi dan
konsentrasi kalsium dalam darah menjadi rendah. Konsentrasi kalsium
yang rendah ini akan menginduksi pelepasan paratiroid hormon
sehingga proses resorpsi tulang terjadi. Siklosporin diduga
menyebabkan osteoporosis dengan meningkatkan aktivitas bone
turnover. Konsumsi vitamin A yang berlebihan juga dapat memicu
aktivitas osteoklas yang berlebihan sehingga proses resorpsi tulang
semakin meningkat.
Selain penggolongan diatas, terdapat juga penyebab osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui (osteoporosis juvenile idiopatik). Hal ini terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon
yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang
jelas dari rapuhnya tulang.

2.4. Faktor Resiko4,5

 Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara
alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia.
Osteoporosis pada usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang
juga disebabkan menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
 Jenis Kelamin.
Jenis kelamin merupakan Karakteristik biologik yang dikenali dari
penampilan fisik, yaitu laki-laki dan perempuan. Osteoporosis lebih sering
terjadi pada wanita sekitar 80 % daripada laki-laki 20%.
 Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis.
Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko
lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika
memiliki massa tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka
juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun
besar. Ditambah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras
Afrika.
 Keturunan (riwayat keluarga/genetik)
Seperti halnya dengan penyakit yang lain, osteoporosis juga berhubungan
dengan adanya keturunan. Jika memiliki riwayat keluarga yang menderita
osteoporosis, diperkirakan 60 – 80% salah satu anggota keluarga akan lebih
mudah mengalami osteoporosis.
 Aktivitas Fisik
Seseorang yang jarang melakukan aktivitas fisik akan mengakibatkan
turunnya massa tulang dan dengan bertambahnya usia terutama pada usia
lanjut, otot pun akan menjadi lemah, sehingga akan berpeluang untuk
timbulnya patah tulang.
 Kebiasaan merokok
Dengan merokok, hormon estrogen dalam tubuh akan menurun dan akan
mudah kehilangan masa tulang (BMD rendah/terjadi osteoporosis), sehingga
lebih besar untuk mengalami fraktur tulang.
 Kebiasaan Konsumsi Alkohol.
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan, akan meningkatkan terjadinya
resiko patah tulang. Hal ini disebabkan alkohol dapat mengurangi masa
tulang, mengganggu metabolisme vitamin D dan menghambat penyerapan
kalsium.
 Menopause dini.
Menopause merupakan akhir dari masa reproduktif karena telah berhentinya
masa haid, biasanya terjadi usia 50 – 51 tahun. Biasanya pada wanita yang
merokok akan mengalami menopause 1 tahun lebih cepat dari wanita yang
bukan perokok. Seseorang yang mengalami menopause akan mengalami fase
klimaksterium, yaitu terjadinya peralihan dari reproduktif akhir ke masa
menopause. Fase klimaksterium memiliki 3 masa yaitu premenopause yang
terjadi sekitar 4 – 5 tahun sebelum menopause, masa menopause, dan
pascamenopause yang terjadi sekitar 3 – 5 tahun setelah menopause.
2.5. Patogenesis

Untuk dapat memahami patofisiologi osteoporosis, patut dipahami bagaimana


terjadinya pembentukan tulang dan remodeling tulang terlebih dahulu.6

2.5.1. Pembentukan tulang dan remodeling pada keadaan normal

Mekanisme dasar terjadinya osteoporosis merupakan ketidakseimbangan


antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang, akibat tingkat resorpsi tulang yang
terlalu cepat, tingkat pembentukan tulang yang lambat dan massa puncak tulang yang
inadekuat akibat pertumbuhan yang terhambat. Ketiga faktor ini berkontribusi
terhadap pertumbuhan jaringan tulang yang rapuh.6.7

Tulang terus menerus di remodeling selama hidup, akibat terjadinya mikro-


trauma, Remodelling ini terjadi ditempat-tempat tertentu di tubuh, dan berjalan secara
teratur. Resorpsi tulang selalu diikuti dengan pembentukan tulang, proses ini
dinamakan coupling. Proses ini terjadi pada bone multicellular unit (BMU) (Frost &
Thomas). Osteoklas, dibantu oleh faktor transkripsi PU.1 berfungsi untuk
mendegradasi matriks tulang, sementara osteoblas berfungsi untuk membentuk
matriks tulang. Kepadatan tulang yang rendah dapat terjadi akibat osteoklas
mendegradasi tulang lebih cepat dari pembentukan tulang oleh osteoblas.6

2.5.2. Osteoklas & osteoblas

Osteoklas merupakan sel tulang yang berasal dari sel mesenkim dan
bertanggung jawab atas resorpsi tulang sementara osteoblas merupakan sel tulang
yang berasal dari sel hematopoietik berfungsi sebagai pembentuk tulang. Kedua sel
ini bergantung satu sama lain dalam proses remodelling tulang. Osteoblas tidak hanya
men-sekeresi dan memineralisasi osteoid, tetapi juga mengendalikan aktifitas resorpsi
yang dilakukan oleh osteoklas.6,7,8
Pada osteoporosis, proses coupling yang terjadi antara osteoblas dan osteoklas
tidak dapat menjadi penyeimbang terhadap mikrotrauma yang terus-menerus terjadi.
Osteoklas dapat meresorpsi tulang dalam waku mingguan, sementara osteoblas
membutuhkan waktu bulanan untuk membentuk ttulang baru. Akibatnya, jika proses
remodelling meningkat maka hasil yang terjadi adalah kehilangan matriks tulang
seiring waktu.6

Aktifasi osteoklas diperantarai oleh berbagai sinyal molekular, diantaranya


adalah molekul RANKL (receptor activator for nuclear factor κB ligand) yang paling
diketahui. RANKL diproduksi oleh osteoblas dan sel T yang teraktifasi di sumsum
tlang dan berfungsi untuk menstimulasi RANK (receptor activator for nuclear factor
κB) yang diekspresikan oleh osteoklas dan prekursornya untuk memacu proses
diferensiasi osteoklas, mengakibatkan peningkatan resorpsi tulang. Molekul lain
bernama osteoprotegerin atau OPG mengikat RANKL sebelum RANKL mengikat
RANK sehingga mencegah diferensiasi osteoklas yang kemudian menurunkan laju
resorpsi tulang.6

2.5.3. Massa puncak tulang

Massa tulang memuncak pada dekade ketiga dalam hidup dan perlahan-lahan
menurun. Kegagalan tubuh untuk mencapai massa puncak tulang yang tinggi dalam
rentang waktu ini, akibat malnutrisi dsb. merupakan faktor yang berkontribusi
terhadap osteoporosis. Walaupun begitu, pada dasarnya faktor genetika lah yang
menentukan massa puncak tulang.7

2.5.4. Penuaan dan peran gonadal

Penuaan dan peran organ reproduktif adalah 2 faktor yang paling penting

dalam perkembangan osteoporosis. Kekurangan hormon gonadal, terutama estrogen

dapat meningkatkan ekspresi RANKL dan penurunan sekresi OPG oleh osteoblas.
Peningkatan RANKL menyebabkan peningkatan preosteoklas dan juga meningkatkan

aktifitas, ketahanan dan usia osteoklas matur.8,9

Pada tahap ketiadaan estrogen, sel T memicu peningkatan, diferensiasi dan

ketahanan osteoklas melalui IL-1, IL-2 dan TNF-alpha. Sel-T juga memicu apoptosis

prematur osteoblas dan menghambat diferensiasi osteoblas melalui IL-7.8

Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah osteoblas secara progresif, dan

proporsional terhadap tuntutan kebutuhan tubuh. Kebutuhan ini ditentukan oleh

frekuensi pembntukan unit multiseluler yang baru dan siklus remodelling yang

terjadi.8

2.5.5. Defisiensi kalsium

Kalsium, vitamin D, dan PTH bantuan mempertahankan homeostasis tulang.

Diet kalsium tidak memadai atau gangguan penyerapan usus kalsium akibat penuaan

atau penyakit dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder. PTH disekresi dalam

menanggapi kadar kalsium serum yang rendah. Hal ini meningkatkan resorpsi

kalsium dari tulang, menurunkan ekskresi kalsium ginjal, dan meningkatkan produksi

1,25-dihydroxyvitamin D (1,25 [OH] 2 D) di ginjal.8

2.5.6. Defisiensi vitamin D

Dapat menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder akibat absorbsi vit. D

intestinal yang berkurang.9


2.6. Gambaran Klinis

Osteoporosis dikenal sebagai silent disease karena pengeroposan tulang terjadi


secara progresif selama beberapa tahun tanpa disertai dengan adanya gejala. Beberapa
gejala yang terjadi umumnya baru muncul setelah mencapai tahap osteoporosis lanjut.
Gejala-gejala umum yang terjadi pada kondisi osteoporosis adalah : fraktur tulang,
postur yang bungkuk (Toraks kifosis atau Dowager's hump), berkurangnya tinggi
badan, nyeri pada punggung, nyeri leher dan nyeri tulang.9
Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya
kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap.
Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan
kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi
gerak.Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan
gerak spinal dan spasme otot di daerah fraktur. Semua keadaan di atas menyebabkan
adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.9,10
Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai puluhan
tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi
kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang. Jadi, seseorang
dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau gejala sebagai berikut:9
Gejala:
1. Nyeri
2. Immobilitas
3. Depresi, ketakutan dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik.
Tanda:
1. Pemendekan tinggi badan, kifosis atau lordosis

2. Fraktur tulang punggung, panggul dan pergelangan tangan

3. Kepadatan tulang rendah pada pemeriksaan radiografi


2.7. Diagnosis

Hingga saat ini deteksi osteoporosis merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.
Osteoporosis merupakan penyakit yang hening (silent), kadang-kadang tidak
memberikan tanda-tanda atau gejala sebelum patah tulang terjadi. Diagnose penyakit
osteoporosis kadangkadang baru diketahui setelah terjadinya patah tulang punggung,
tulang pinggul, tulang pergelangan tangan atau patah tulang lainnya pada orang tua,
baik pria atau wanita. Biasanya dari waktu ke waktu massa tulangnya terus
berkurang, dan terjadi secara luas dan tidak dapat diubah kembali.11

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. No.1142/Menkes/SK/VII/2008,


pelaksanaan diagnosis adalah sebagai berikut:11,12

1. Anamnesis
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai kemungkinan osteoporosis
ialah:
a. Adanya faktor resiko (factor prediposisi)
b. Terjadi patah tulang secara tiba-tiba karena trauma yang ringan atau tanpa
trauma
c. Timbul rasa nyeri yang hebat sehingga pasien tidak dapat melakukan
pergerakan
d. Tumbuh makin pendek dan bongkok (kifosis dorsal bertambah)
Anamnesis dapat dilengkapi dengan menggunakan formulir test semenit resiko
osteoporosis yang dikeluarkan oleh IOF (International Osteoporosis Foundation)

2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan mengamati penurunan tinggi badan dan postur tubuh.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
 Kadar serum puasa kalsium, fosfat fosfatase alkali.
 Bila ada indikasi dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan fungsi
tiroid, hati dan ginjal.
 Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan
pasien malabsorpsi kalsium (total ekskresi 24 jam <100 mg) dan untuk
pasien yang jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi (>250 mg/24 jam) yang
bila diberi suplemen kalsium atau vitamin D atau metabolismenya
mungkin berbahaya.
 Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya
hiperparatiroidisme,maka perlu diperiksa kadar hormone paratiroid (PHT).
Bila ada dugaan k earah malabsorpsi maka perlu diperiksa kadar 25 OH D.
b. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi
osteoporosis lanjut atau jika hasil BMD yang diperoleh dari hasil pemeriksaan
dengan menggunakan alat densitometer menunjukkan positif tinggi.
c. Pemeriksaan densitometer (ultrasound)
Pemeriksaaan densitometer untuk mengukur kepadatan tulang (BMD)
berdasarkan standar deviasi (SD) yang terbaca oleh alat tersebut .
densitometer merupakan alat test terbaik untuk mendiagnosis seseorang
penderita osteopeni atau osteoporosis, namun tes ini tidak dapat menentukan
cepatnya proses kehilangan massa tulang. Jika densitometer ultrasound
menunjukkan nilai rendah (T-score dibawah -2,5) sebaiknya disarankan
menggunakan densitometer X-ray. Penilaian osteoporosis dengan
densitometer:
Keterangan T-score
Normal T > -1
Osteopenia -2,5 < T < -1
Osteoporosis T < -2,5 tanpa riwayat fraktur
osteoporosis
Osteoporosis Berat T < -2,5 dengan riwayat fraktur
osteoporosis

- Normal: nilai densitas atau kandungan mineral tulang tidak lebih dari 1
selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau kira-kira 10% di
bawah rata-rata orang dewasa atau lebih tinggi (T-score lebih besar atau
sama dengan -1 SD).
- Osteopenia (massa tulang rendah): nilai densitas atau kandungan mineral
tulang lebih dari 1 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, tapi
tidak lebih dari 2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, (T-
score antara -1 SD sampai -2,5 SD).
- Osteoporosis: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih dari 2,5
selisih pokok di bawah nilai ratarata orang dewasa, atau 25% di bawah
rata-rata atau kurang (T-score di bawah -2,5 SD).
- Osteoporosis lanjut: nilai densitas atau kandungan mineral tulang lebih
dari 2,5 selisih pokok di bawah rata-rata orang dewasa, atau 25% di bawah
rata-rata ini atau lebih, dan disertai adanya satu atau lebih patah tulang
osteoporosis (T-score di bawah -2,5 SD dengan adanya satu atau lebih
patah tulang osteoporosis).
2.8. Diagnosis Banding

Diagnosis osteoporosis sangat luas. Ketika berhadapan dengan penurunan


kepadatan tulang, kemungkinan penyebab lain dari gejala harus disingkirkan sebelum
mengobati pasien osteoporosis. Diagnosis fraktur kompresi atraumatic termasuk
osteomalacia, tumor, osteonekrosis, infeksi, dan gangguan tulang-pelunakan lainnya
yang bersifat metabolik.12

Osteoporosis mungkin sulit dibedakan dengan osteomalacia. Namun, pada


osteoporosis tulang mengalami keropos dan rapuh, sementara osteomalacia tulang
bersifat lunak. Perbedaan dalam konsistensi tulang terkait dengan rasio mineral dan
organic material. Pada osteoporosis, rasio mineral:kolagen berada dalam kisaran
normal, sedangkan di osteomalacia, proporsi komposisi mineral relatif berkurang.12

2.9. Penatalaksanaan

The American College of Physicians telah mengkaji bukti dan mengusulkan


pedoman untuk perawatan farmakologis osteoporosis. Agen yang tersedia saat ini
untuk pengobatan osteoporosis adalah bifosfonat; selektif modulator reseptor
estrogen (SERM) raloxifene, kalsitonin, denosumab, dan agen anabolik; teriparatide
(PTH rekombinan manusia [1-34]). Semua terapi harus diberikan dengan
suplementasi kalsium dan vitamin D.13

 Agen lini pertama: alendronate, risedronat, asam zoledronic, denosumab


 Agen lini kedua: ibandronate
 Agen lini kedua atau ketiga: raloxifene
 Agen lini terakhir: kalsitonin
 Pengobatan untuk pasien dengan risiko patah tulang yang sangat tinggi atau
terapi bifosfonat gagal adalah teriparatide

Salah satu tujuan umum dari pengobatan compresi akut atau fraktur adalah
pemberian analgesik yang memadai. Pemberian analgesik dapat diberikan menurut
WHO Analgesia Ladder:13
Rehabilitasi:13,14

Thermotherapy

Terapi panas dan dingin merupakan cara efektif menghilangkan rasa sakit.
Mandi hangat atau hot packs dapat meringankan otot kaku. Suhu dingin dapat
matikan rasa didaerah yang nyeri dan juga dapat mengurangi pembengkakan dan
peradangan.

Latihan Beban

Latihan beban yang dilakukan secara teratur dan benar gerakannya bermanfaat
bagi penderita osteoporosis. Seorang lanjut usia, sebelum melakukan latihan, baik
sekali apabila memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter.

Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Miriam, Ph.D., bersama teman-
temannya di Universitas Tuft Boston. menunjukkan bahwa ada suatu peningkatan
pada daerah tertentu dengan berolahraga. Penelitian tersebut meneliti wanita post
menopause yang berusia 50 sampai 70 tahun, tidak menggunakan estrogen selama
satu tahun selama mengikuti program latihan beban dua hari perminggu dengan
waktu 40 menit sekali berlatih. Kelompok yang mengikuti latihan beban lima macam
rata-rata dapat memelihara kepadatan tulangnya pada daerah pinggul dan punggung,
sedangkan yang tidak mengikuti latihan kepadatan tulangnya menurun Latihan beban
sangat memberikan kontribusi dalam meningkatkan kesehatan tulang.

Penderita osteoporosis yang ingin tulangnya sehat dapat mengangkat dumbell


dengan berat maksimal untuk masing-masing tangan 1 sampai 3 pon dan tidak boleh
lebih dari 5 pon. Tulang punggung agar tidak menegang dan keseimbangan tubuh
bisa dipertahankan, lutut harus di tekuk sedikit.
Latihan
untuk menguatkan lengan (otot ekstensor bahu). Latihan ini dapat dilakukan dengan
posisi berdiri atau duduk.

Latihan dengan menggunakan beban dalam (berat badan sendiri) untuk


penderita osteoporosis bervariasi gerakannya. Sebagai contoh adalah latihan untuk
menguatkan otot punggung. Posisi awal latihan back extension untuk otot punggung,
yaitu penderita berbaring menelungkup. Tahap selanjutnya, kepala dan dada diangkat
selama beberapa detik dengan bantuan matras sebagai penopang. Latihan dilakukan 5
sampai 10 kali dan frekuensinya tiga kali seminggu. Peningkatan latihan dapat
dilakukan setelah penderita merasa terbiasa/ ringan dalam mengangkat bebannya.

Latihan untuk menguatkan otot punggung.
 Latihan back extension berguna bagi
penderita osteoporosis, khususnya mencegah proses kyphosis.
Penderita osteoporosis pada bagian paha, dapat melakukan latihan beban
dengan leg press machine. Pertama, posisi duduk dengan pengaturan punggung
bersandar ditempat duduk dan lutut menekuk kurang lebih 90 derajat. Tahap
selanjutnya, yaitu meletakkan telapak kaki datar pada bantalan, kemudian perlahan-
lahan mendorong, sehingga lutut hampir lurus (tidak mengunci). Selama tahap
mendorong, napas dikeluarkan dan napas ditarik saat kaki di bantalan kembali ke
posisi semula. Latihan dilakukan dengan repetisi 1-8 ulangan, beban sedang dan
frekuensi 3-4 kali/minggu.

Latihan untuk menguatkan paha. Keterangan:
 Otot yang terkena adalah quadriceps
dan hamstring.

Jenis latihan beban yang lain, yaitu menggunakan pita elastis, dimana pita
elastis berfungsi sebagai penarik dari beban yang diam. Pita elastis lebar dapat tahan
lama memberikan daya hambat yang memadai untuk menguatkan otot punggung.
Latihan dilakukan dengan meletakkan pita elastis sepanjang 2 kaki pada palang yang
berjarak 2 kaki di atas kepala, kemudian saat menarik ujung pita ke bawah otot
latissimus dorsi dan shoulder adductor akan menguat. Pita elastis juga dapat
digunakan dengan memegang ke dua ujungnya dan ke dua kaki menginjak bagian
tengah pita. Selanjutnya lengan menarik pita ke atas melewati kepala, sehingga otot
ekstensor punggung akan menguat.

Latihan untuk menguatkan otot bahu dan otot ekstensor punggung. Latihan ini dapat
juga untuk mencegah postur tubuh kyphosis.

Latihan beban ideal untuk membangun kekuatan tulang, karena latihan beban
dapat menambah kemampuan tulang menahan gravitasi. Latihan beban juga dapat
meningkatkan refleks, sehingga penderita osteoporosis tidak mudah jatuh atau
mengalami patah tulang.

Korset

Korset biasanya dianjurkan untuk membantu mengurangi rasa sakit dan menstabilkan
tulang belakang selama masa penyembuhkan. Korset ini dirancang untuk memfiksasi
belakang agar tetap lurus, menghilangkan tekanan pada tulang yang rusak dan
mengurangi kemungkinan patah lebih lanjut. Korset digunakan selama 8-12 minggu
untuk menunggu stabilisasi fraktur. Selama dua bulan setelah terjadinya fraktur
vertebre akut, latihan fisioterapi yang intensif dihindari dan lebih fokus kepada
latihan yang santai, latihan bernapas, dan menjaga mobilisasi sendi utama.

Edukasi
 Menghindari mengangkat sesuatu/barang yang berat
 Menghindari jatuh dengan menghindari lantai licin, alas kaki licin, tangga
yang curam, dan penerangan ruangan yang redup. Bila ada gangguan
penglihatan harus dikoreksi (misalnya dengan kacamata), penggunaan tongkat
saat berjalan, penggunaan pegangan tangan di kamar mandi, penggunaan
kloset duduk.
 Postur: menghindari postur yang bungkuk, harus tegak, dapat dibantu dengan
korset.
 Olahraga: awalnya tanpa beban kemudian bertahap diberikan beban sesuai
toleransi.
- Latihan pembebanan
- Latihan keseimbangan.
- Latihan kelenturan
DAFTAR PUSTAKA

1. [Guideline] Institue for Clinical System Improvement. Health Care Guideline.

Available at:

http://web.archive.org/web/20070718014056/http://www.icsi.org/osteoporosis

/diagnosis_and_treatment_of_osteoporosis__3.html

2. Petty SJ, TJ O'Brien, Wark JD. Anti-epileptic medication and bone

health.Osteoporos Int. 2007 February; 18 (2): 129-42. Epub 2006 November

8.

3. Melton LJ 3rd. Epidemiology worldwide. Endocrinol Metab Clin North Am.

2003 March; 32 (1): 1-13, v.

4. Raisz LG. Pathogenesis of osteoporosis: concepts, conflicts, and prospects. J

Clin Invest. 2005 Dec. 115(12):3318-25.

5. Mora S, Gilsanz V. Establishment of peak bone mass. Endocrinol Metab Clin

North Am. 2003 Mar. 32(1):39-63.

6. Body JJ, Bergmann P, Boonen S, Boutsen Y, Bruyere O, Devogelaer JP, et al.

Non-pharmacological management of osteoporosis: a consensus of the

Belgian Bone Club. Osteoporos Int. 2011 November; 22 (11): 2769-88.

7. Mulder JE, Kolatkar NS, LeBoff MS. Drug insight: Existing and emerging

therapies for osteoporosis. Nat Clin Pract Endocrinol Metab. Dec. 2006 2

(12): 670-80.
8. KE Poole, Compston JE. Osteoporosis and its management.BMJ. 2006 Dec

16; 333 (7581): 1251-6.

9. The American Academy of Pediatrics Committee on School Health. Soft

drinks in schools. Pediatrics. 2004 January; 113 (1 Pt 1): 152-4.

10. Shapses SA, Riedt CS. Bone, body weight, and weight reduction: what are the

concerns? J Nutr. 2006 June; 136 (6): 1453-6.

11. Resnick D, Kransdorf M. Osteoporosis. Bone and Joint Imaging. Third

Edition. 2005. 551.

12. Watts NB, Bilezikian JP, Camacho PM, Greenspan SL, Harris ST, Hodgson

SF, et al. American Association of Clinical Endocrinologists Medical

Guidelines for Clinical Practice for the diagnosis and treatment of

postmenopausal osteoporosis. Endocr Pract. 2010 Nov-Dec. 16 Suppl 3:1-37.

13. National Osteoporosis Society. Osteoporosis Available at:

https://www.nos.org.uk/page.aspx?pid=1400

14. Food and Drug Administration. Available at:

http://www.fda.gov/bbs/topics/NEWS/2007/NEW01698.html

Anda mungkin juga menyukai