Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) (Junita, 2015). ISPA

disebabkan oleh virus dan bakteri, penyakit ini diawali dengan panas disertai

salah satu atau lebih gejala yaitu tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek,

batuk kering atau berdahak (Riskesdas Provinsi Lampung, 2013).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) ISPA merupakan

peringkat keempat dari 15 juta penyebab kematian pada setiap tahunnya di

Negara berkembang maupun Negara maju, Di Amerika pneumonia yang

termasuk ISPA, menempati urutan keenam dari semua penyebab kematian dan

merupakan peringkat pertama di antara kematian akibat penyakit infeksi. Di

Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25% sedangkan di

Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per seratus ribu penduduk.

kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita

golongan umur 0-5 tahun setiap tahun diseluruh dunia, dimana dua pertiganya

adalah bayi, yaitu golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini

terjadi di Negara berkembang (Kemenkes, 2010 dalam Isnaini M.dkk, 2012).

Prevalensi ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 yaitu 25,0% tidak jauh

berbeda dengan 2007 yang menunjukkan angka 25,5% (Riskesdas, 2013).

1
2

Survey moralitas tahun 2013 menempatkan ISPA atau pneumonia sebagai

penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 32,10% dari

seluruh kematian balita (Baequny, dkk, 2013).

Provinsi dengan ISPA tertinggi di Indonesia adalah Nusa Tenggara Timur

(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan

Jawa Timur (28,3%). Prevalensi ISPA di Provinsi Lampung yaitu (17,8%).

Prevalensi kejadian ISPA tertinggi di Provinsi Lampung terjadi di Lampung

Barat yaitu 30,6% yang melebihi angka provinsi (17,8%) maupun angka

nasional (25,0%). Lampung Timur dengan angka (23.8%), dan di Kabupaten

Pringsewu yaitu (15,2%). Prevalensi terendah ada di Kabupaten Tulang

Bawang Barat yaitu (9,6%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang

tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan angka (32,3%).

Menurut jenis kelamin, tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan.

Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil

indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah Otitis Media Akut (OMA)

(Riskesdas Provinsi Lampung, 2013).

Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA, yaitu faktor

lingkungan faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan

meliputi, pencemaran udara dalam rumah (asap rokok, dan asap hasil

pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi),

ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu meliputi, umur anak,

berat badan lahir, status gizi dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi,

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


3

perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif

keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA serta perilaku kebiasaan

yang merugikan kesehatan seperti merokok dalam keluarga (Prabu, 2009

dalam Salma, dkk, 2015).

Indonesia merupakan Negara dengan jumlah perokok aktif sekitar 29,3%

dengan jumlah rerata batang rokok yang dihisap per orang setiap hari adalah

12,3 batang atau setara dengan satu bungkus (Riskesdas, 2013). Proporsi

penduduk yang merokok di Provinsi Lampung dengan prevalensi (22%). Hasil

Riskesdas 2013 memperlihatkan bahwa bahwa prevalensi anggota keluarga

yang merokok di dalam rumah ketika bersama keluarga masih tinggi,

terbanyak terdapat di Kabupaten Tanggamus dengan prevalensi (53%) disusul

Lampung Utara (45%) dan Lampung Barat (35%). Terendah persentasenya

ada di Kabupaten Lampung Selatan (5%) (Riskesdas Provinsi Lampung, 2013).

Dampak rokok tidak hanya mengancam si perokok tetapi juga orang

disekitarnya atau perokok pasif. Berdasarkan Laporan Badan Lingkungan

Hidup Amerika Environmental protection agency (EPA) mencatat tidak

kurang dari 300 ribu anak berusia 1-5 tahun menderita bronkhitis dan

pneumonia karena turut menghisap asap rokok yang dihembuskan orang

disekitarnya terutama ayah dan ibunya (Isnaini, 2012).

Populasi yang sangat rentan terhadap asap rokok adalah anak-anak, karena

mereka menghirup udara lebih sering daripada orang dewasa dan organ anak-

anak masih lemah sehingga rentan terhadap gangguan dan masalah.(Depkes,

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


4

2008 dalam Isnaini, 2012), terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak

asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk

kesaluran pernafasan bayi yang dapat menyebabkan ISPA (Hidayat, 2005

dalam trisnawati, 2012).

Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah menjadikan balita sebagai

perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah balita yang orang

tuanya mempunyai kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan kejadian

ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang tuanya

tidak merokok di dalam rumah (Rahmayatul, 2013 dalam Milo, 2015). Balita

yang terpapar asap rokok beresiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding

dengan balita yang tidak terpapar asap rokok (Hidayat, 2005 dalam trisnawati,

2012).

Salah satu komplikasi ISPA pada bayi yang dapat berkibat fatal adalah

pneumonia, komlikasi lainnya misalnya Otitis Media Acuta (OMA), dan

mastoiditis. Jadi upaya penanganan ISPA secara lebih dini diharapkan dapat

mencegah terjadinya komplikasi tersebut yang dapat menurunkan kualitas

hidup bayi tersebut pada masa depan (Kresno, Et al, 2014 dalam Wibowo,

2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Trisnawati tahun 2012, dengan

judul hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Rembang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

bahwa ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


5

ISPA pada balita dan balita dengan orang tua perokok mempunyai risiko lebih

besar terkena penyakit ISPA dari pada orang tua yang bukan perokok.

Hasil penelitian lain dilakukan oleh Isnaini pada tahun 2012 dengan judul

pengaruh kebiasaan merokok keluarga di dalam rumah terhadap kejadian

ISPA pada balita di desa Batang Tindih didapatkan data bahwa kebiasaan

merokok di dalam rumah ada sebanyak 54 responden (77,1%), dan kejadian

ISPA yakni 35 reponden (50%). Dari hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa ada pengaruh kebiasaan merokok keluarga di dalam

rumah dengn kejadian ISPA balita dan balita dengan orang tua yang memiliki

kebiasaan merokok di dalam rumah berisiko lebih besar terkena ISPA

daripada yang tidak memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah.

Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan olehYusari

Asih tahun 2013, dengan judul hubungan status gizi dan paparan rokok

dengan kejadian ISPA pada balita di Sukaraja Bandar Lampung tahun 2013.

Hasil penelitian didapatkan kejadian ISPA sebanyak 73,8%, status gizi kurang

sebanyak 36,1%, dan paparan rokok sebanyak 73,8%. Uji chi square

hubungan paparan rokok dengan ISPA didapatkan p value = 0,000 (< 0,005).

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paparan

asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita dengan balita yang terpapar asap

rokok beresiko lebih besar terkena ISPA daripada balita yang tidak terpapar

asap rokok.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


6

Angka kejadian ISPA pada balita di Pringsewu yaitu sebanyak 14.450 kasus

selama tahun 2016 (Dinkes Pringsewu, 2016). Hasil pra-survey di Puskesmas

Rejosari pada bulan Maret sampai Mei Tahun 2018 didapat kejadian ISPA

pada balita mencapai 214 kasus (Puskesmas Rejosari, 2018).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik meneliti mengenai

hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Rejosari Kabupaten Pringsewu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut peneliti merumuskan “Apakah ada hubungan

antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Rejosari Kabupaten Pringsewu Tahun 2018?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Rejosari Kabupaten Pringsewu

Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi perilaku merokok keluarga di wilayah

kerja Puskesmas Rejosari Kabupaten Pringsewu Tahun 2018.

b. Diketahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Rejosari Tahun 2018.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


7

c. Diketahui hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian

ISPA pada balita di Puskesmas Rejosari Kabupaten Pringsewu

Tahun 2018.

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Objek Penelitian : Kejadian ISPA pada balita

2. Subjek Penelitian : Orang tua yang mempunyai anak balita

3. Jenis Penelitian : Cross sectional

4. Tempat Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Rejosari

5. Waktu Penelitian : Bulan Juni – Juli Tahun 2018

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan

dan informasi sebagai wawasan mahasiswa STIKes Muhammadiyah

Pringsewu Lampung.

2. Bagi Pihak Puskesmas

Penelitian dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan, khususnya ISPA

pada balita dengan melihat penyebab ISPA pada balita, dapat dijadikan

sebagai acuan untuk menanggulangi kejadian ISPA dan memberikan

informasi kepada pihak puskesmas Rejosari. Tentang perilaku merokok

terhadap kejadian ISPA pada balita.

3. Bagi Instansi Kesehatan

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung


8

Penelitian bermanfaat bagi kebijakan pelayanan kesehatan, dijadikan

sebagai acuan untuk menanggulangi kejadian ISPA, sebagai informasi

dan masukan dalam penyusunan program-program yang berkaitan

dengan angka kejadian ISPA pada balita.

4. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan orang tua

tentang bahaya merokok di dalam rumah terhadap kesehatan balita,

khususnya terhadap kejadian ISPA pada balita.

5. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan elaborasi

untuk peneliti selanjutnya.

STIKes Muhammadiyah Pringsewu Lampung

Anda mungkin juga menyukai