PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) (Junita, 2015). ISPA
disebabkan oleh virus dan bakteri, penyakit ini diawali dengan panas disertai
salah satu atau lebih gejala yaitu tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek,
termasuk ISPA, menempati urutan keenam dari semua penyebab kematian dan
Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per seratus ribu penduduk.
kematian akibat penyakit ISPA pada balita mencapai 12,4 juta pada balita
golongan umur 0-5 tahun setiap tahun diseluruh dunia, dimana dua pertiganya
adalah bayi, yaitu golongan umur 0-1 tahun dan sebanyak 80,3% kematian ini
Prevalensi ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 yaitu 25,0% tidak jauh
1
2
(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan
Barat yaitu 30,6% yang melebihi angka provinsi (17,8%) maupun angka
tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan angka (32,3%).
Menurut jenis kelamin, tidak jauh berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan kuintil
indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah Otitis Media Akut (OMA)
Secara umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA, yaitu faktor
meliputi, pencemaran udara dalam rumah (asap rokok, dan asap hasil
ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu meliputi, umur anak,
berat badan lahir, status gizi dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi,
perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif
dengan jumlah rerata batang rokok yang dihisap per orang setiap hari adalah
12,3 batang atau setara dengan satu bungkus (Riskesdas, 2013). Proporsi
kurang dari 300 ribu anak berusia 1-5 tahun menderita bronkhitis dan
Populasi yang sangat rentan terhadap asap rokok adalah anak-anak, karena
mereka menghirup udara lebih sering daripada orang dewasa dan organ anak-
2008 dalam Isnaini, 2012), terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak
asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk
perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah balita yang orang
ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang tuanya
tidak merokok di dalam rumah (Rahmayatul, 2013 dalam Milo, 2015). Balita
yang terpapar asap rokok beresiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding
dengan balita yang tidak terpapar asap rokok (Hidayat, 2005 dalam trisnawati,
2012).
Salah satu komplikasi ISPA pada bayi yang dapat berkibat fatal adalah
mastoiditis. Jadi upaya penanganan ISPA secara lebih dini diharapkan dapat
hidup bayi tersebut pada masa depan (Kresno, Et al, 2014 dalam Wibowo,
2017).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuli Trisnawati tahun 2012, dengan
judul hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita
bahwa ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian
ISPA pada balita dan balita dengan orang tua perokok mempunyai risiko lebih
besar terkena penyakit ISPA dari pada orang tua yang bukan perokok.
Hasil penelitian lain dilakukan oleh Isnaini pada tahun 2012 dengan judul
ISPA pada balita di desa Batang Tindih didapatkan data bahwa kebiasaan
rumah dengn kejadian ISPA balita dan balita dengan orang tua yang memiliki
Asih tahun 2013, dengan judul hubungan status gizi dan paparan rokok
dengan kejadian ISPA pada balita di Sukaraja Bandar Lampung tahun 2013.
Hasil penelitian didapatkan kejadian ISPA sebanyak 73,8%, status gizi kurang
sebanyak 36,1%, dan paparan rokok sebanyak 73,8%. Uji chi square
hubungan paparan rokok dengan ISPA didapatkan p value = 0,000 (< 0,005).
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara paparan
asap rokok dengan kejadian ISPA pada balita dengan balita yang terpapar asap
rokok beresiko lebih besar terkena ISPA daripada balita yang tidak terpapar
asap rokok.
Angka kejadian ISPA pada balita di Pringsewu yaitu sebanyak 14.450 kasus
Rejosari pada bulan Maret sampai Mei Tahun 2018 didapat kejadian ISPA
hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di
B. Rumusan Masalah
antara perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tahun 2018.
2. Tujuan Khusus
Tahun 2018.
E. Manfaat Penelitian
Pringsewu Lampung.
pada balita dengan melihat penyebab ISPA pada balita, dapat dijadikan
5. Bagi Peneliti