Anda di halaman 1dari 15

REFARAT Jumat, 30 Desember 2011

STASE ENDOKRINOLOGI

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


ENSEFALOPATI HIPOGLIKEMIK

OLEH

dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu.)


Nomor Register CHS : 19549

Pembimbing :
dr. Dharma Lindarto, Sp.PD (K.EMD)

DEPARTEMEN NEUROLOGI/ PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/
RSUP. H. ADAM MALIK, MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


Judul Refarat : Diagnosis dan Penatalaksanaan Ensefalopati Hipoglikemik

Nama : dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu.)

Nomor Register CHS : 19549

Program Studi : Neurologi

Stase Endokrinologi : 01 – 31 Desember 2011

Hari/Tanggal : Jumat, 30 Desember 2011

Menyetujui/ Mengesahkan :
Ketua Subdevisi
Endokrinologi Metabolik Diabetik
Penyakit Dalam
FK USU/RSUP. HAM Medan

_dr. Dharma Lindarto, Sp.PD (K.EMD)_


NIP. 19551221 198502 1 001

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Ensefalopati hipoglikemik merupakan kerusakan otak sementara atau


permanen yang disebabkan oleh kekurangan glukosa.

Makalah ini secara umum membahas mengenai definisi, etiologi,


patofisiologi, manifestasi klinis dan secara khusus diagnosa serta
penatalaksanaan dari ensefalopati hipoglikemik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu kewajiban dalam menjalani stase Endokrinologi dalam
pendidikan di bidang Neurologi. Kritikan dan koreksi yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan ini sangat kami harapkan

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr. Dharma Lindarto, Sp.PD (K.EMD), selaku pembimbing,
atas pengarahan dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan makalah ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Hormat saya,

dr. Chairil Amin Batubara

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Gambar iii

I. Pendahuluan 1
II. Definisi 2
III. Etiologi 2
IV. Patofisiologi 2
V. Manifestasi Klinis 4
VI. Diagnosis
VI.1. Pemeriksaan Neurologis 5
VI.2. Pemeriksaan Penunjang 7
VII. Penatalaksanaan
VII.1. Penatalaksanaan Umum 10
VII.2. Penatalaksanaan Hipoglikemik 10
VII.3. Penatalaksanaan Peningkatan Tik 10
VII.4. Penatalaksanaan Kejang 11

VIII. Daftar Pustaka 12

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Neuroimejing 8

Gambar 2. Skema penegakan diagnosa pasien


dengan penurunan kesadaran 9

Universitas Sumatera Utara


REFARAT
Stase Endokrin dan Metabolik
dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu.)

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


ENSEFALOPATI HIPOGLIKEMIK

Chairil Amin Batubara

I. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit menahun yang akan diderita
seumur hidup. World Health Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar
21,3 juta pada tahun 2030. Dari data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun
2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM di daerah urban 14,7% (8,2 juta)
dan 7,2% (5,5 juta) di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk di
atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi tersebut maka prevalensi DM di
daerah urban 14,7% (12 juta) dan daerah rural 7,2% (8,1 juta).(1)
Hipoglikemia pada pasien DM merupakan faktor penghambat utama
dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal atau mendekati normal.
Gangguan pasokan glukosa ke otak yang berlangsung beberapa menit dapat
menimbulkan disfungsi sistem saraf. Dalam the Diabetes Control and
Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1,
kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien setiap tahunnya pada
kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien
setiap tahunnya pada kelompok yang mendapat terapi konvensional.
Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf
mendapatkan kejadian hipoglikemia berat sebanyak 28 orang dengan terapi
insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional. Pada pasien DM tipe 2
kejadian hipoglikemia berat jauh lebih sedikit. Dari the United Kingdom
Prospective Diabetes Study (UKPDS), pada kadar HbA1c yang setara dengan
DCCT, dalam 10 tahun pertama kejadian hipoglikemia berat dengan terapi
klorpropamid timbul pada 0,4%, glibenklamid 0,6% dan insulin 2,3%. Kejadian
hipoglikemia juga meningkat dengan penggunaan insulin yang semakin lama.(2)

II. DEFINISI
Ensefalopati hipoglikemik adalah kerusakan otak sementara atau
permanen yang disebabkan oleh kekurangan glukosa (kadar glukosa darah <
60 mg/ dl). (1,3)

III. ETIOLOGI
Penyebab ensefalopati hipoglikemik pada banyak kasus adalah kelebihan
dosis insulin. Penyebab lain meliputi: obat oral hipoglikemik, insulin-secreting
neoplasm (insulinoma), defisiensi asupan glukosa (kelaparan, anoreksia
nervosa), gangguan absorpsi glukosa (malabsorpsi, diare kronik). (4,5)

Universitas Sumatera Utara


IV. PATOFISIOLOGI
Glukosa yang masuk ke sel otak akan mengalami glikolisis atau
disimpan sebagai glikogen. Dalam keadaan oksigenasi yang baik (metabolisme
aerob), glukosa diubah menjadi piruvat, yang kemudian memasuki siklus Krebs,
sementara pada metabolisme anaerob terbentuk laktat. Oksidasi dari 1 mol
glukosa memerlukan 6 mol O 2 . Dari glukosa yang diperoleh otak, 85 – 90 %
dioksidasi, sisanya digunakan untuk membentuk protein dan substansi lain,
yaitu neurotransmiter terutama gamma-aminobutyric acid (GABA). Otak yang
normal memiliki cadangan glukosa 1 – 2 gram (30 mmol/ 100 gram jaringan
otak), terutama dalam bentuk glikogen. Glukosa digunakan oleh otak dengan
laju 60 – 80 mg/ menit, sehingga cadangan glukosa di otak hanya akan mampu
menjaga aktifitas serebral selama 30 menit tanpa tersedianya glukosa dalam
darah.(6)
Sel-sel otak berbeda dari kebanyakan sel-sel yang lain di tubuh, dimana
secara normal hanya menggunakan glukosa sebagai sumber energi, sementara
sumber energi lain seperti lemak hanya digunakan pada keadaan darurat.(7)
Ketika glukosa darah turun, otak menggunakan substrat non glukosa untuk
kebutuhan metabolisme, terutama asam keto dan hasil intermediet
metabolisme glukosa seperti laktat, piruvat, fruktosa dan heksosa yang lain.
Namun demikian, dalam hal hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan,
substrat non glukosa tersebut tidak cukup untuk menjaga integritas sel-sel
saraf, dan akhirnya adenosine triphosphate (ATP) juga berkurang. Kejang
terjadi dihubungkan dengan gangguan integritas membran sel saraf dan
kurangnya GABA. (6)
Hipoglikemik yang berat menyebabkan kegagalan energi dengan dengan
kegagalan pompa ionik dari membran sel sehingga menyebabkan perpindahan
air di otak dari ruangan ekstra sel ke intra sel (edema sitotoksik). (8)
Edema sitotoksik disebabkan kegagalan pompa Na-K ATPase karena
kekurangan ATP, mekanisme yang mendasari mungkin adanya penumpukan
sodium intra sel sehingga mengakibatkan pembengkakan sel.(8) Kurangnya ATP
diiringi dengan masuknya ion ekstrasel, terutama Na+, sehingga menurunkan
gradient ekstrasel. Masuknya sodium tersebut membuat Cl- masuk melalui
channel klorida dan sebagai akibatnya osmolaritas intrasel meningkat, sehingga
membuat masuknya air ke intrasel melalui channel aquaporin. Air di ekstrasel
yang masuk ke intrasel menyebabkan peningkatan volume cairan intrasel
(edema seluler). Ketika mekanisme kompensasi seperti pompa ionik di
membran plasma gagal keseluruhannya, sel yang membengkak tadi menjadi
mati (onkosis). (9)

Universitas Sumatera Utara


ATP Kegagalan pompa Na-K

Glukosa Na+ masuk & menumpuk


Sel yg edema mati
K- ikut masuk ke intrasel
Mekanisme kompensasi spt
Gradient ekstrasel ↓ &
pompa ionik membran
Osmolaritas intrasel ↑
plasma gagal
k Edema
l hOtak Air masuk ke intrasel melalui
channel aquaporin

V. MANIFESTASI KLINIS
Tidak ada hubungan yang tepat antara kadar glukosa darah dengan
gejala klinis. Koma pernah dilaporkan pada kadar glukosa darah 2-28 mg/dl,
stupor pada kadar glukosa darah 8-59 mg/dl dan confusion (bingung) pada
kadar glukosa darah 9-60 mg/dl. (4)
Gejala dan tanda ensefalopati hipoglikemik sebagai berikut: (4)
Waktu Gejala dan Tanda
30 menit Perspirasi, salivasi, somnolens, excitement dan gelisah,
takikardia
2 – 3 jam Kehilangan kontak dengan lingkungan, mioklonus, refleks
primitif muncul (grasping, sucking), dilatasi pupil reaktif
4 – 5 jam Koma, spasme tonik, extensor plantar response
5 – 6 jam Rigiditas deserebrasi
6 – 7 jam Pupil yang mengecil, bradikardia, flaksid, refleks menghilang

Pada beberapa pasien dapat dijumpai kejang. Kasus yang jarang dapat
dijumpai defisit serebral fokal hemiplegia. (6)

VI. DIAGNOSIS
Hipoglikemik akut menunjukkan gejala Triad Whipple, yang meliputi: a)
keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang rendah,
b) kadar glukosa darah yang rendah, c) hilangnya secara cepat keluhan-
keluhan sesudah kelainan biokimia dikoreksi. (2)
Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit
menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP), dengan gejala
gangguan kognisi, bingung dan koma. Terdapat keragaman keluhan yang
menonjol di antara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang
berbeda.

Walaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola


tertentu (dimana gangguan saraf otonomik lebih menonjol dan biasanya
mendahului gejala neuroglikopenik, sakit kepala dan mual mungkin bukan
merupakan keluhan malaise yang khas) :
a) otonomik: berkeringat, jantung berdebar, tremor, lapar

Universitas Sumatera Utara


b) neuroglikopenik: bingung, mengantuk, sulit bicara, inkoordinasi, prilaku
yang berbeda, gangguan visual, parastesia (2)

VI.1. Pemeriksaan Neurologik


a) Kesadaran: pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan Skala Koma
Glasgow. Bila seorang sadar maka mendapat nilai 15. Nilai terendah adalah
3. (10,11)

PEMERIKSAAN NILAI

Membuka Mata
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelang diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1

Gerakan Motorik
Menuruti perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (deserebrasi) 2
Tidak ada gerakan dengan rangsang apapun 1

Berbicara
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yg tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yg tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1

Jumlah 15
Atau penilaian lain dari tingkat kesadaran dapat dilakukan sebagai berikut:
(12,13)

– Compos mentis: kesadaran yang sehat dan adekuat


– Apatis: tidak perduli dengan lingkungan sekitar
– Somnolen/letargi/obtudansi: keadaan mengantuk, dapat pulih penuh bila
dirangsang, mudah dibangunkan (lalu mengantuk lagi)
– Sopor/stupor: mengantuk yang dalam, dapat dibangunkan dengan
rangsangan yang kuat (diberi ransangan nyeri), lalu kesadaran menurun
lagi
– Soporo-coma / semi-koma / koma ringan : masih respon thdp rangsangan
nyeri berupa gerakan tak terorganisasi (primitif)

Universitas Sumatera Utara


– Koma: tak ada respon terhadap rangsangan nyeri bagaimanapun
kuatnya.

b) Pola pernafasan (10,14)


− Cheyne Stokes atau periodic breathing: menunjukkan lesi di hemisfer dan
atau mesensefalon atas
− Central neurogenic hyperventilation (Kussmaul atau Biot): menunjukkan
lesi di batas mesensefalon dengan pons
− Apneustic breathing: menunjukkan lesi di pons
− Ataxic breathing: menunjukkan lesi di medulla oblongata

c) Kelainan pupil (15)


− Pupil normal: ukuran 2,5-5 mm dan reaktif
− Pupil melebar (> 6 mm) dan tidak reaktif unilateral: menandakan
kompresi nervus okulomotorius.
− Pupil dilatasi dan tidak reaktif bilateral: menandakan kerusakan
mesensefalon yang berat (biasanya kompresi dari massa di
supratentorial, penyebab lainnya obat dengan aktifitas antikolinergik dan
tetes mata midriatikum).
− Pupil miosis unilateral pada pasien yang koma: menunjukkan kerusakan
hipotalamus posterior dan batas antara batang otak dengan medulla
spinalis
− Pupil miosis (1-2,5 mm) dan reaktif bilateral: dijumpai pada ensefalopati
metabolik atau lesi bilateral kedua hemisfer yang dalam
− Pupil sangat kecil/ pinpoint (<1 mm) dan reaktif: keracunan narkotik atau
barbiturat atau perdarahan pons yang luas.

d) Gerak/ kedudukan bola mata (10)

− Respon okulosefalik (Doll’s eye phenomenon): respon yang abnormal


(tidak ada gerakan bola mata atau gerakannya tak simetris) menunjukkan
lesi destruktif pada level pontin-midbrain.
− Respon okulovestibular/ okuloauditorik: fase lambat dan cepat yang
normal pada kedua mata: menunjukkan keutuhan kedua hemisfer dan
batang otak (normal)

e) Pemeriksaan motorik: kekuatan otot, refleks tendon dan tonus otot. (10)

VI.2. Pemeriksaan Penunjang

VI.2.1. Laboratorium

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan kadar glukosa darah: ditandai dengan menurunnya
kadar glukosa darah < 60 mm/dl.(1)

VI.2.2. Neuroimejing
Pada penderita ensefalopati hipoglikemik serial CT Scans dan
MRI menunjukkan edema otak yang luas pada fase akut (dalam onset 1
minggu) dan atrofi otak yang luas pada fase kronik (dari 2 minggu
sampai dengan 12 bulan setelah onset). Pada CT Scans dijumpai lesi
hipodens yang persisten dan simetris dengan transient enhancement
pada nukleus kaudatus dan lentikular dan transient enhancement pada
korteks serebri terutama di regio parietal dan oksipital pada 7 – 14 hari
setelah onset.(16)
Pada MRI dijumpai hiperintens pada T2 di regio korteks dan
subkorteks terutama meliputi regio oksipital dan parietal dan splenium
korpus kalosum.(17)

(a) (b) (c)

Gambar 1: Laki-laki, 46 tahun dengan penurunan kesadaran, defisit


neurologis fokal (-), KGD saat masuk 18 mg/ dl. Hasil MRI: (a) T1 dijumpai lesi
hipointens di regio korteks temporal, frontal, parietal dan oksipital kiri dan
kanan. (b) T2 (c) DWI korteks tampak lesi hiperintens.

VI.2.3. Elektroensefalografi (EEG)


Gambaran EEG berubah seiring dengan penurunan kadar glukosa
darah, namun tidak ada hubungan yang pasti. Dijumpai perlambatan difus pada
gelombang teta dan delta. Gelombang tajam bisa muncul bersamaan dengan
kejang. (6)
Berikut ini skematik/ alur menegakkan diagnosis pada penderita
penurunan kesadaran (metabolik/ hipoglikemik).

Universitas Sumatera Utara


Penurunan Kesadaran

Pemeriksaan Neurologik

Pemeriksaan Penunjang

Assessment Etiologik

Lesi Struktural (Destruktif Intrakranial): Toksik-Metabolik (Diffuse Brain Disease):


- Defisit neurologik fokal - Tak ada defisit neurologik fokal
- Dilatasi & unreactive pupil - Pupil reaktif
- Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) - Tak ada peningkatan TIK
Gambar 2. Skema penegakan diagnosa pasien dengan penurunan
kesadaran. Dikutip dari: Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi. Modul
Penurunan Kesadaran. Indonesia: Kolegium Neurologi Indonesia, 2008.
Supratentorial Infratentorial Eksogen Endogen

Intoksikasi:
- Stroke
- Obat - Abnormalitas
- Trauma
- Insektisida metabolik
- Tumor
VII. PENATALAKSANAAN - NAPZA - Infeksi
VII.1. Penatalaksaan Umum
Penderita enefalopati hipoglikemik yang mengalami penurunan
kesadaran maka secara umum dilakukan:
a) Pastikan jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) dalam keadaan
baik, bila perlu dapat dilakukan intubasi. (4)

b) Circulation: beri cairan untuk menjaga tekanan darah tetap stabil untuk
mendapatkan perfusi otak, jantung dan ginjal yang adekuat.(16)

c) Kandung kemih: dilakukan pemasangan kateter (10)

d) Gastro-intestinal: Pemasangan nasogastric tube berperan ganda, untuk


memasukkan makanan dan obat-obatan serta memudahkan
pemeriksaan apakah ada perdarahan lambung (stress ulcer). (10)

VII.2. Penatalaksanaan Hipoglikemik (1,2)


a) Glukosa oral: bagi pasien dengan kesadaran yang masih baik, diberikan
makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram .

Universitas Sumatera Utara


b) Glukosa intravena: dapat diberikan glukosa 40% intravena

c) Glukagon: glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan dan hasilnya


akan tampak dalam 10 menit. Bila pasien telah sadar, pemberian
glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 gram dan
dilanjutkan dengan 40 gram karbohidrat dalam bentuk tepung untuk
mempertahankan pemulihan.

VII.3. Penatalaksanaan Peningkatan TIK


a) Elevasi kepala 30-450

Pada posisi ini akan mengoptimalkan aliran balik vena (venous


return) sehingga membantu mengurangi TIK. Posisi diatur sedemikian
rupa agar tidak terjadi penekanan salah satu vena jugularis interna. Hal
lain yang dapat mempengaruhi aliran balik vena antara lain valsava
maneuver yang berulang akibat tindakan suction, batuk atau keadaan
agitasi penderita. (19)
b) Pemberian Manitol

Manitol diberikan dengan dosis 0,25- gram/kg berat badan selama


15-30 menit tiap 6-12 jam untuk mengurangi TIK. (20) Obat ini
meningkatkan osmolaritas serum maka akan menghasilkan osmotic
gradient dari intersisial ke vaskular sehingga menarik cairan dari jaringan
otak ke vaskular. Mekanisme yang lain, manitol mengurangi viskositas
darah, mungkin membuat membran eritrosit lebih fleksibel sehingga
penghantaran oksigen ke otak lebih baik. Dan juga mengurangi produksi
cairan serebrospinal. (14)
c) Hiperventilasi

Pengurangan tekanan CO2 akan membuat vasokonstriksi arteri


serebral, sehingga mengurangi aliran darah otak dan menurunkan TIK.
(14)

VII.4. Penatalaksanaan Kejang (20)


a) Pemberian Diazepam 0,2 mg/kg dengan kecepatan 5 mg/menit intravena,
dapat diulangi bila kejang masih berlangsung setelah 5 menit.

b) Bila kejang berlangsung terus setelah pemberian Diazepam, beri Fenitoin


15-20 mg/kg dengan kecepatan < 50 mg/menit.

c) Bila kejang masih berlangsung dapat diberi tambahan fenitoin 5-10


mg/kg.

d) Bila masih berlanjut, beri Fenobarbital 20 mg/kg dengan kecepatan 50-75


mg/menit, dapat diulang 5-10 mg/kg.

e) Bila kejang belum teratasi selama 30-60 menit, rawat ICU, beri propofol
(2 mg/kg) atau midazolam (0,1 mg/kg)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di


Indonesia. Indonesia: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2011.
2. Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M dan Setiati S (Ed.). Buku ajar ilmu penyakit
dalam edisi kelima jilid III. Jakarta Pusat: Internal Publishing, 2009.
3. Smith N. Metabolic Encephalopathy (Hepatic Encephalopathy, Portal-
systemic Encephalopathy, Hepatic Coma). Available at:
http://www.thirdage.com/encyclopedia/metabolic-encephalopathy-
hepatic-encephalopathy-portal-systemic-encephalopathy-hepat. Cited at:
May, 2008.
4. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical Neurology fourth editon.
USA: Appleton & Lange, 1999.
5. Gilroy J. Toxic and Metabolic Disorders. In: Basic neurology. Singapore:
McGraw-Hill, 2000.
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s, Principles of Neurology.
New York: McGraw Hill, 2005.
7. Guyton AC and Hall JE. Insulin, Glucagon and Diabetes Mellitus. In:
Schmitt W and Gruliow R (Ed.). Medical physiology guyton and hall 11th
edition. Mississippi: Elsevier Saunders, 2006.
8. Gonzales RG, Hirsch JA, Lev MH, Schaefer PW, Schwamm LH. Acute
Ischemic Stroke, Imaging and Intervention, Second edition. Berlin:
Spinger-Verlag, 2011.
9. Liang D, Bhatta S, Gerzanich V and Simard JM. Cytotoxic Edema:
Mechanisms Of Pathological Cell Swelling. Neurosurg Focus, 22 (5):E2,
2007.
10. Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi. Modul Penurunan
Kesadaran. Indonesia: Kolegium Neurologi Indonesia, 2008.
11. Sastrodiningrat G. Trauma Capitis. Medan: Departemen Bedah Saraf FK
USU, 2010.
12. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat,
2003.
13. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2005.

14. Eccher M and Suarez JI. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics:
Monitoring and Management of Intracranial Pressure. In: Suarez JI (Ed.).
Critical Care Neurology and Neurosurgery . New Jersey: Humana Press,
2004.

Universitas Sumatera Utara


15. Ropper AH. Coma. In: Hauser SR, Josephson SA (Ed.). Horrison’s,
Neurology in Clinical Medicine. New York: McGraw Hill, 2010.
16. Fujioka M, Okuchi K, Hiramatsu K-I, Sakaki T, Sakaguchi S, Ishii Y.
Specific Changes in Human Brain After Hypoglycemic Injury. Stroke.
1997;28:584-587.
17. Aquino TM, Samuels TM. Coma and Other Alterations in Consciousness.
In: Samuels MA (Ed.). Manual of neurologic therapeutics fifth edition.
Boston: Little, Brown and Company, 1995. p. 3 – 17.
18. Japardi I. Cedera Kepala, Memahami Aspek-aspek Penting dalam
Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Medan: PT Bhuana Ilmu Populer,
2004.
19. Froehler MT. Management of Elevated Intracranial Pressure. In:
Johnston MV, Gross RA (Ed.). Principles of Drug Therapy in Neurology,
Second Edition. USA: Oxford University Press, 2008.
20. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman Tatalaksana
Epilepsi Edisi keempat. Jakarta Pusat: Pokdi Epilepsi PERDOSSI, 2011.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai