Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga pleura adalah ruangan di antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Pada orang normal mengandung 7-14 ml cairan yang bekerja sebagai
pelumas antara kedua permukaan pleura. Efusi pleura adalah akumulasi abnormal
cairan dalam rongga pleura. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01
ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura
parietal. Cairan pleura berasal dari kapiler (terutama pleura parietalis), limfatik,
pembuluh darah intratoraks, ruangan interstisial paru, dan rongga peritoneum.
Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran limfatik pleura parietalis yang
mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam.1
Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-
70% efusi parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih
sedikit (5- 15%) dan keganasan adalah kasus yang jarang. Menurut Depkes RI,
kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran napas lainnya.
Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan keterlambatan penderita untuk
memeriksakan secara dini.2
Efusi parapneumonik didefinisikan sebagai cairan di rongga pleura
sehubungan dengan adanya pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis. Bakteri
non- TB pneumonia merupakan penyumbang terbesar sebagai penyebab utama
efusi pleura pada anak. Dibuktikan dengan agen spesifik penyebab tergantung
dengan usia pasien, penyakit yang mendasarinya, metode kultur laboratorium
yang standar, dan pemberian terapi antibiotic.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
 Nama : An. ZD
 Umur : 2 tahun 4 bulan
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Pemulutan Ulu RT 02 Pemulutan Ogan Ilir
 Agama : Islam
 Pekerjaan Ayah : Buruh
 Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
 Masuk RS : 11-04-2017
 No RM : 53.58.64

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : Sesak Nafas
B. Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 3 hari SMRS orang tua os mengatakan bahwa anak nya sesak
nafas, sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas, posisi badan dan cuaca.
Ibu os juga mengatakan bahwa anaknya lemah, mengalami batuk,
tidak berdahak sudah sejak 3 minggu yang lalu, sering muntah saat
batuk, namun sekarang sedikit berkurang, pilek tidak ada, demam ada,
hilang timbul, sudah lebih dari 3 minggu. BAB dan BAK normal.
Ibu os mengatakan bahwa 2 minggu yang lalu os dirawat di
RSUD Palembang Bari karena keluhan yang sama dan karena ada
perbaikan os pulang. Namun sesak nafas masih ada dan pada saat
kontrol diharuskan dirawat lagi.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


2 minggu yang lalu dirawat dengan keluhan yang sama.
Penyakit lain tidak ada.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

2
Ibu os menyangkal bahwa di keluarga ada yang mengalami
keluhan yang sama. Dan mengatakan bahwa di keluarga juga tidak ada
penyakit bawaan seperti hipertensi, diabetes dan asma bronkhial.

E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak


 Hamil cukup bulan, riwayat demam menjelang persalinan (-),
KPSW (-), ketuban hijau (-), berbau (-), kental (-).
 Riwayat persalinan: ditolong bidan, lahir spontan, langsung
menangis.

F. Riwayat Makanan
 ASI Eksklusif : 0 - 6 bulan
 Susu formula : 6 - 12 bulan
 Bubur tim : 7 – 12 bulan
 Nasi biasa : 1 tahun – sekarang

G. Riwayat Imunisasi
 BCG : 1 kali
 DPT : 1 kali
 Polio : 4 kali
 Hepatitis B : 1 kali
 Campak : 1 kali
Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap

H. Riwayat Perkembangan
 Tengkurap : 4 bulan
 Duduk : 5 bulan
 Merangkak : 6 bulan
 Berdiri : 10 bulan
 Berjalan : 11 bulan
 Bicara : 13 Bulan
Kesan : Perkembangan dalam batas normal

I. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Ayah os bekerja sebagai buruh dan ibu os sebagai ibu rumah
tangga. Kesan: Status sosial ekonomi tergolong menengah ke bawah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum
 Kesadaran: Compos mentis namun tampak sesak
 HR : 128 ×/menit

3
 RR : 60 ×/menit, cepat dan dangkal
 Suhu : 36,7 C
 Berat Badan : 10 kg
 Tinggi badan : 80 cm

B. Status Gizi
BB/U : -2 sd ½ 2 SD  Gizi baik
PB/U : < -3 SD  Pendek
BBI : 12 kg
PBI : 92 cm

C. Pemeriksaan Khusus
 Kulit : Sawo matang, kulit tidak tampak pucat.
 Kepala : Muka sembab (-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-).
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-).
 Hidung : Deformitas (-), NCH (-), sekret (-).
 Tenggorokan: Faring hiperemis (-) T1/T1.
 Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
 Dada
 Paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Tidak dilakukan
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) meningkat, rhonki (+),
wheezing (-)
 Jantung
- Inspeksi : Simetrsi (+/+), iktus tidak terlihat
- Palpasi : Tidak dilakukan
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tunggal,
bising (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Cembung, venektasi (-)
- Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (-),
hepar dan lien tidak teraba, undulasi (-)
- Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) Normal
 Genital : Perempuan, bdn.
 Anggota gerak
Ekstremitas superior : Gerakan bebas, edema (-/-), jaringan
parut (-/-), pigmentasi normal, telapak

4
tangan pucat (-)/(-), jari tabuh (-/-),
turgor normal, sianosis (-/-)
Ekstremitas inferior : Gerakan bebas, akral hangat, pitting
edema (-/-), jaringan parut (-/-),
pigmentasi normal, telapak kaki pucat
(-/-), jari tabuh (-/-), turgor normal,
sianosis (-/-)

Status neurologikus
- Fungsi motorik

Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri

Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Refleks fisiologis (+) (+) (+) (+)


normal
normal normal normal

Refleks patologis (-) (-) (-) (-)

- Fungsi sensorik : dalam batas normal


- Nn. Cranialis : dalam batas normal
- GRM : tidak ada

5
Skoring Tuberkulosis

Jika berdasarkan sistem skoring maka skor os untuk TB adalah 3.

IV. Pemeriksaan Penunjang


11 April 2017

6
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 7,5 g/dl P : 12 – 14 g/dl Menurun
Leukosit 17.600 / ul 5.000 – 10.000 /ul Meningkat
Trombosit 820.000 / ul 150.000 – 400.000 /ul Meningkat
Hematokrit 26% P : 37 – 43 % Menurun
Hitung jenis
- Basofil 0% 0–1%
- Eosinofil 2% 1–3%
- Batang 3% 2–6% Normal
- Segmen 58 % 50 – 70 %
- Limfosit 29 % 20 – 40 %
- Monosit 8% 2–8%

Pemeriksaan Radiologi :
Cor : TAK
Pulmo : Perselubungan latero basal kanan. Sinus Costophrenicus
kanan tumpul.
Kesan : Pleural Effusion Kanan

14 April 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,8 g/dl P : 12 – 14 g/dl Menurun
Leukosit 13.100 / ul 5.000 – 10.000 /ul Meningkat
Trombosit 493.000 / ul 150.000 – 400.000 /ul Meningkat
Hematokrit 30% P : 37 – 43 % Menurun
Hitung jenis
- Basofil 0% 0–1%
- Eosinofil 2% 1–3%
- Batang 3% 2–6% Normal
- Segmen 61 % 50 – 70 %
- Limfosit 26 % 20 – 40 %
- Monosit 8% 2–8%

V. Diagnosis Banding
- Efusi Pleura ec Bronkopneumonia
- Efusi Pleura ec Tuberkulosis

VI. Diagnosis Kerja


Efusi Pleura ec Bronkopneumonia

VII. Tata Laksana

7
 IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro
 Injeksi Ampicilin 3 x350 mg
 Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg
 PCT Syrup 4 x 1 cth (bila T > 38.0 oC)

VIII. Follow Up
Tanggal Keterangan

12 April 2017 S: sesak nafas, tampak mual

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sense : Compos Mentis

RR : 60 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 140 x/menit T : 36,5 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

8
IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

Mantoux Test

13 April 2017 S: sesak nafas, batuk

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 60 x/menit Sp O2 : 98 %

N : 118 x/menit T : 37,1 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (+), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

9
IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0oC

Mantoux Test

14 April 2017 S: sesak nafas

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 55 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 126 x/menit T : 36,5 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

10
IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

Mantoux Test

15 April 2017 S: sesak nafas, demam, sakit perut

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 52 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 110 x/menit T : 38,8 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

Hasil rontgen thoraks = Pleural Effusion Kanan

Mantoux Test = 0 x 0 mm

11
A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

OAT + Prednison
1. Isoniazid 1 x 100 mg
2. Rifampisin 1 x 150 mg
3. Pirazinamid 2 x 200 mg
4. Prednison 3 x 7 mg
Prednison 2 – 1 – 1

17 April 2017 S: sesak nafas, batuk

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 38 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 111 x/menit T : 37,5 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

12
Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)
normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

Hasil rontgen thoraks = Pleural Effusion Kanan

Mantoux Test = 0 x 0 mm

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

OAT + Prednison
1. Isoniazid 1 x 100 mg
2. Rifampisin 1 x 150 mg
3. Pirazinamid 2 x 200 mg
4. Prednison 3 x 7 mg
Prednison 2 – 1 – 1
Ferriz Drop 2 x 0,6 ul

13
18 April 2017 S: sesak nafas berkurang, batuk berkurang

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 35 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 121 x/menit T : 37,3 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

Hasil rontgen thoraks = Pleural Effusion Kanan

Mantoux Test = 0 x 0 mm

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

14
Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

OAT + Prednison
1. Isoniazid 1 x 100 mg
2. Rifampisin 1 x 150 mg
3. Pirazinamid 2 x 200 mg
4. Prednison 3 x 7 mg
Prednison 2 – 1 – 1
Ferriz Drop 2 x 0,6 ul

19 April 2017 S: sesak nafas berkurang, batuk berkurang

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 33 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 114 x/menit T : 37,0 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

15
Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

Hasil rontgen thoraks = Pleural Effusion Kanan

Mantoux Test = 0 x 0 mm

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

OAT + Prednison
1. Isoniazid 1 x 100 mg
2. Rifampisin 1 x 150 mg
3. Pirazinamid 2 x 200 mg
4. Prednison 3 x 7 mg
Prednison 2 – 1 – 1
Ferriz Drop 2 x 0,6 ul
20 April 2017 S: sesak nafas berkurang, batuk berkurang

O: Keadaan Umum (BB = 10 kg, TB = 80cm)

Sens: CM

RR : 30 x/menit Sp O2 : 99 %

N : 120 x/menit T : 36,8 oC

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : Tidak ada perbesaran KGB

16
Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)

Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi


tambahan

Pulmo : vesikuler (+) meningkat, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : agak cembung, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)


normal.

Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”

Hasil rontgen thoraks = Pleural Effusion Kanan

Mantoux Test = 0 x 0 mm

A: Efusi Pleura ec Bronkopneumonia Suspect TB

P:

IVFD D 5% 1/5 NS gtt 8 x/menit mikro

Injeksi Ampisilin 3 x 350 mg

Injeksi Ceftriaxone 1 x 800 mg

PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC

OAT + Prednison
1. Isoniazid 1 x 100 mg
2. Rifampisin 1 x 150 mg
3. Pirazinamid 2 x 200 mg
4. Prednison 3 x 7 mg
Prednison 2 – 1 – 1
Ferriz Drop 2 x 0,6 ul
Pasien boleh pulang

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga
pleura.4 Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun
berkurangnya absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada
pleura yang paling sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai
dari kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera
dievaluasi dan diterapi.5

3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya.
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1
juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.7 Secara keseluruhan,
insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat
perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi
oleh jenis kelamin.6 Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura
maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna paling
sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan ginekologi. Sama
halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic lupus
erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada wanita.8
Di Amerika Serikat, efusi pleura yang berhubungan dengan
mesotelioma maligna lebih tinggi pada pria. Hal ini mungkin disebabkan
oleh tingginya paparan terhadap asbestos. Efusi pleura yang berkaitan
dengan pankreatitis kronis insidensinya lebih tinggi pada pria dimana
alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi rheumatoid juga
ditemukan lebih banyak pada pria daripada wanita. Efusi pleura kebanyakan

18
terjadi pada usia dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini
cenderung meningkat pada anak-anak dengan penyebab tersering adalah
pneumonia.5

3.3 Etiologi
Efusi pleura dapat berupa transudat (membran intak namun terdapat
tekanan hidrostatik atau onkotik abnormal) atau eksudat (penurunan
integritas membran yang terutama disebabkan oleh proses inflamasi).
Penyebab transudat relatif sedikit, terutama adalah gagal jantung kongestif
atau hipoproteinemia, sementara penyebab eksudat sangat beragam. Hampir
semua proses inflamasi di paru dapat menyebabkan akumulasi cairan di
rongga pleura. Penyebab eksudat tersering adalah infeksi (Tuberkulosis atau
TB, pneumonia bakterial), penyakit vaskular kolagen, dan keganasan.9

3.3.1 Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan dalam
tekanan hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya
jumlah cairan yang dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat
diabsorbsi. Pada keadaan ini, endotel pembuluh darah paru dalam
kondisi yang normal, dimana fungsi filtrasi masih normal pula
sehingga kandungan sel dan dan protein pada cairan efusi transudat
lebih rendah. Jika masalah utama yang menyebabkannya dapat diatasi
maka efusi pleura dapat sembuh tanpa adanya masalah yang lebih
lanjut.10
Selain itu, efusi pleura transudat juga dapat terjadi akibat
migrasi cairan yang berasal dari peritoneum, bisa pula iatrogenik
sebagai komplikasi dari pemasangan kateter vena sentra dan pipa
nasogastrik.5 Penyebab-penyebab efusi pleura transudat relatif lebih
sedikit yakni :
a. Gagal jantung kongestif
b. Sirosis (hepatik hidrotoraks)

19
c. Atelektasis – yang bisa disebabkan oleh keganasan atau
emboli paru
d. Hipoalbuminemia
e. Sindroma nefrotik
f. Dialisis peritoneal
g. Miksedema
h. Perikarditis konstriktif
i. Urinotoraks – biasanya akibat obstuktif uropathy
j. Kebocoran cairan serebrospinal ke rongga pleura
k. Fistulasi duropleura
l. Migrasi kateter vena sentral ke ekstravaskular
m. Glisinotoraks – sebuah komplikasi yang jarang akibat irigasi
kandung kemih dengan larutan glisin 1,5% yang dilakukan
setelah pembedahan urologi.11

3.3.2 Eksudat
Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi
inflamasi dan biasanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang
lebih luas dari efusi transudat. Cairan eksudat dapat terbentuk sebagai
akibat dari proses inflamasi paru ataupun pleura, gangguan drainase
limfatik pada rongga pleura, pergerakan cairan eksudat dari rongga
peritoneal melalui diafragma, perubahan permeabilitas membran
pleura, serta peningkatan permeabilitas dinding kapiler atau kerusakan
pembuluh darah. Adapun penyebab-penyebab terbentuknya cairan
eksudat antara lain :
a. Parapneumonia
b. Keganasan (paling sering, kanker paru atau kanker payudara,
limfoma, leukemia, sedangkan yang lebih jarang, kanker
ovarium, kanker lambung, sarkoma serta melanoma)
c. Emboli paru

20
d. Penyakit-penyakit jaringan ikat-pembuluh darah (artritis
reumatoid, sistemic lupus erythematosus)
e. Tuberkulosis
f. Pankreatitis
g. Trauma
h. Sindroma injuri paska-kardiak.12

3.4 Patogenesis
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit
yakni 0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. 13 Fungsinya adalah untuk
memfasilitasi pergerakan kembang kempis paru selama proses
pernafasan.1 Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang
seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17
mL/hari dengan kapasitas absorbsi maksimal drainase sistem limfatik
sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki konsentrasi protein
lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer. 5 Cairan dalam
rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan hidrostatik,
tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta
kemampuan drainase limfatik.14
Gambaran normal cairan pleura adalah sebagai berikut
1. Jernih, karena merupakan hasil ultrafiltrasi plasma darah yang
berasal dari pleura parietalis
2. pH 7,60-7,64
3. Kandungan protein kurang dari 2% (1-2 g/dL)
4. Kadungan sel darah putih < 1000 /m3
5. Kadar glukosa serupa dengan plasma
6. Kadar LDH (laktat dehidrogenase) < 50% dari plasma.14
Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar
baik itu pulmoner maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab
efusi pleura tersering adalah gagal jantung kongestif (penyebab dari
sepertiga efusi pleura dan merupakan penyebab efusi pleura tersering),
pneumonia, keganasan serta emboli paru.1,14,17 Berikut ini merupakan
mekanisme-mekanisme terjadinya efusi pleura :

21
1. Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya :
inflamasi, keganasan, emboli paru)
2. Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya :
hipoalbuminemia, sirosis)
3. Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan
pembuluh darah (misalnya : trauma, keganasan, inflamasi,
infeksi, infark pulmoner, hipersensitivitas obat, uremia,
pankreatitis)
4. Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada
sirkulasi sistemik dan atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya :
gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)
5. Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga
menyebabkan terhambatnya ekspansi paru (misalnya :
atelektasis ekstensif, mesotelioma)
6. Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau
bahkan dapat terjadi blokade total, dalam hal ini termasuk
pula obstruksi ataupun ruptur duktus torasikus (misalnya :
keganasan, trauma)
7. Meningkatnya cairan peritoneal, yang disertai oleh migrasi
sepanjang diafragma melalui jalur limfatik ataupun defek
struktural. (misalnya : sirosis, dialisa peritoneal)
8. Berpindahnya cairan dari edema paru melalui pleura viseral
9. Meningkatnya tekanan onkotik dalam cairan pleura secara
persisten dari efusi pleura yang telah ada sebelumnya sehingga
menyebabkan akumulasi cairan lebih banyak lagi.15
Sebagai akibat dari terbentuknya efusi adalah diafragma menjadi
semakin datar atau bahkan dapat mengalami inversi, disosiasi mekanis
pleura viseral dan parietal, serta defek ventilasi restriktif.16

3.5 Gejala Klinik


Adanya timbunan cairan mengakibatkan nyeri karena peradangan
dan pergesekan, nyeri pleuritik biasanya mendahului dan sesak nafas atau
dyspneu yang beravriasi. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti
demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi
(kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.17

22
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam
keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi
didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).17
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup
timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz,
yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.17

3.6 Diagnosis
Efusi pleura ringan dapat bersifat asimptomatik. Efusi yang cukup
luas untuk menyebabkan kompresi jaringan paru dapat menimbulkan
gejala dispneu, takipneu, dan terkadang nyeri dada. Efusi yang berkaitan
dengan infeksi biasanya berhubungan dengan demam, malaise, nafsu
makan menurun, nyeri dada pleuritik, dan splinting. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya takipneu, perkusi redup, suara nafas yang
melemah, pergeseran mediastinum (efusi luas), dan penurunan fremitus
taktil.18
Pada pemeriksaan diagnostik cairan pleura sering terlihat pada foto
thoraks. CT scan juga dapat membantu untuk membedakan cairan pleura
dari lesi parenkim atau massa pleura.19
Evaluasi efusi pleura dimulai dari pemeriksaan imaging untuk
menilai jumlah cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta kemungkinan
adanya abnormalitas intratorakal yang berkaitan dengan efusi pleura
tersebut.7 Pemeriksaan foto toraks posteroanterior (PA) dan lateral sampai
saat ini masih merupakan yang paling diperlukan untuk mengetahui
adanya efusi pleura pada awal diagnosa. Pada posisi tegak, akan terlihat
akumulasi cairan yang menyebabkan hemitoraks tampak lebih tinggi,

23
kubah diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus yang
menjadi tumpul.20
Untuk foto toraks PA setidaknya butuh 175-250 mL cairan yang
terkumpul sebelumnya agar dapat terlihat di foto toraks PA. Sementara
foto toraks lateral dekubitus dapat mendeteksi efusi pleura dalam jumlah
yang lebih kecil yakni 5 mL jika pada foto lateral dekubitus ditemukan
ketebalan efusi 1 cm maka jumlah cairan telah melebihi 200 cc, ini
merupakan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan torakosentesis.19
Namun pada efusi loculated temuan diatas mungkin tidak dijumpai.
Pada posisi supine, efusi pleura yang sedang hingga masif dapat
memperlihatkan suatu peningkatan densitas yang homogen yang menyebar
pada bagian bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi
hemidiafragma, disposisi kubah diafragma pada daerah lateral.14
Tomografi komputer (CT-scan) dengan kontras harus dilakukan pada
efusi pleura yang tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya belum
pernah dilakukan.19

3.7 Tatalaksana
Terapi yang ditujukan pada kondisi dasar yang menyebabkan efusi dan
menghilangkan konsekuensi mekanis akumulasi cairan. Untuk efusi
ringan, terutama jika bersifat transudat, drainase pleura tidak diperlukan.
Transudat dan sebagian besar eksudat selain efusi parapneumonia dapat
dikeluarkan dengan pipa thoraks. Sedangkan pada efusi
parapneumonia/empiema penggunaan pipa thoraks saja tidak cukup karena
cairan dapat sangat kental dan terlokulasi. Pada kasus seperti itu, drainase
pleura paling baik dilakukan dengan pemberian agen fibrinolitik melalui
pipa thoraks atau torakoskopi.9
Efusi transudatif biasanya ditangani dengan mengobati penyakit
dasarnya. Namun demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat
maupun eksudat dapat menyebabkan gejala respiratori berat. Dalam
keadaan ini, meskipun etiologi dan penanganan penyakit dasarnya telah
dipastikan, drainase efusi perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan
umum pasien. Penanganan efusi eksudatif bergantung pada etiologi yang

24
mendasarinya. tiga etiologi utama yang paling sering dijumpai pada efusi
eksudatif adalah pneumonia, keganasan dan tuberkulosis. Parapneumonia
yang mengalami komplikasi dan empiema harus didrainase untuk
mencegah pleuritis fibrotik.20
Efusi maligna biasanya didrainase untuk meringankan gejala bahkan
pleurodesis diindikasikan untuk mencegah rekurensi. Beberapa obat-
obatan diketahui dapat menyebabkan efusi pleura yang bersifat transudatif.
Hal ini perlu diketahui secara dini untuk menghindari prosedur diagnostik
lain yang tidak perlu.14

3.8 Komplikasi
Efusi pleura dapat menyebabkan komplikasi berupa :
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan
untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

25
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.21

3.9 Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang
mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia
cairan pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki
kemungkinan lebih rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia
yang disertai dengan efusi memiliki prognosa yang lebih buruk ketimbang
pasien dengan pneumonia saja. Namun begitupun, jika efusi
parapneumonia ditangani secara cepat dan tepat, biasanya akan sembuh
tanpa sekuele yang signifikan. Namun jika tidak ditangani dengan tepat,
dapat berlanjut menjadi empiema, hingga sepsis.22

26
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Seorang anak perempuan, 2 tahun 4 bulan, datang ke poliklinik anak


RSUD Palembang Bari dengan keluhan utama sesak nafas.
Dari alloanamnesis didapatkan bahwa os mengalami sesak nafas yang
disertai batuk sejak 3 minggu yang lalu dan demam yang hilang timbul sejak 3
minggu yang lalu. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, posisi tubuh dan
cuaca. Ibu os juga mengatakan 2 minggu yang lalu os dirawat karena keluhan
yang sama. Ibu os menyangkal keluhan yang sama di keluarga. Ibu os mengaku os
BAK seperti biasa, nyeri saat BAK tidak ada, warna urin diakui seperti kuning
dan tidak berbuih. BAB tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan fisik SMRS didapatkan os tampak sesak nafas,
frekuensi pernapasan 60 x/menit, pernapasan cepat dan dangkal, terdapat bunyi
ronkhi.
Pada saat masuk rumah sakit os didiagnosa mengalami efusi pleura et
causa bronkopneumonia suspect tuberkulosis karena keluhan sesak nafas dan
batuk yang dialami oleh os serta pada saat pemeriksaan fisik didapatkan bunyi
nafas abnormal yaitu ronkhi. Sedangkan tuberkulosis tidak dapat ditegakkan
karena hasil pemeriksaan mantoux test negatif (indurasi 0 x 0 mm).
Bronkopneumonia sendiri secara teori adalah peradangan atau inflamasi
yang terjadi pada parenkim paru dengan gejala seperti sesak nafas, demam, batuk,
dan terkadang nyeri dada. Gejala klinis tersebut sesuai dengan keluhan yang
dialami os saat masuk rumah sakit, dan ditambah lagi adanya bunyi ronki.
Maka dari itu os diterapi antibiotik berupa ampicilin 3 x 350 mg dan
ceftriaxon 1 x 800 mg serta cairan IV D5% 1/5 NS dan paracetamol syrup 4 x 1
cth apabila ada demam. Dan os juga disarankan untuk memeriksa pemeriksaan
penunjang berupa darah rutin.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil hemoglobin yang
rendah, leukositosis, dan peningkatan trombosit. Yang mana menunjukkan

27
terdapatnya proses inflamasi yang ditandai oleh peningkatan leukosit pada tubuh
os.
Setelah 2 hari os dirawat dan diterapi antibiotik, keadaan mulai membaik
namun sesak tetap ada dan kadang disertai batuk. Namun pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan lagi bunyi ronki kemungkinan klinis bronkopneumonia sudah
hilang karena os sudah diterapi antibiotik. Karena batuk dan demam sudah lebih
dari 3 minggu maka os disarankan untuk melakukan pemeriksaan radiologi dan
mantoux test karena os kemungkinan menderita tuberkulosis.
Pada pemeriksaan imunologi yaitu mantoux test hasil negatif. Pada
rontgen thoraks didapatkan kesan pleural effusion kanan. Karena os didiagnosa
kemungkinan menderita TB walaupun mantoux masih negatif karena ditakutkan
hasil negatif palsu, os sudah diterapi OAT yaitu isoniazid, rifampisin dan
pirazinamid dan os disarankan untuk melakukan tes mantoux ulang.
Karena hasil rontgen menunjukkan adanya efusi pleura, namun tampaknya
masih dalam fase ringan sehingga tidak memerlukan drainase karena umumnya
cairannya akan menghilang sendiri, maka dari itu os juga diterapi obat
kortikosteroid untuk mencegah terjadi nya perlengketan pleura, mengurangi
inflamasi dan mempercepat reabsorpsi cairan dirongga pleura.
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura. 4
Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.5
Efusi pleura yang terjadi pada kasus ini dapat terjadi karena adanya proses
inflamasi yang terjadi di paru yang menyebabkan terjadi nya konsolidasi yang
berasal dari serbukan sel sel PMN, fibrin, eritrosit dan cairan edema dalam proses
penghancuran mikroorganisme penyebab infeksi. Karena proses konsolidasi
tersebut terjadilah penumpukan cairan di rongga pleura dan menyebabkan
terjadinya sumbatan pada traktus respiratorius dan menyebabkan pergerakan atau
ekspansi paru berkurang sehingga menimbulkan sesak.

28
Maka berdasarkan teori dan hasil anamnesis serta pemeriksaan penunjang
dapat disimpulkan bahwa os mengalami efusi pleura ec bronkopneumonia +
suspect tuberkulosis paru.
Selain itu, os juga mendapat terapi ferriz drops 2 x 0,6 ul untuk membantu
memenuhi kebutuhan zat besi karena pada hasil laboratorium os menunjukkan
anemia, hemoglobin yang rendah yaitu hanya 9,8 gr/dl.
Tatalaksana pada kasus ini adalah OAT, antibiotik dan kortikosteroid yang
telah sesuai dengan teori mengenai kasus ini. Prognosa pada kasus ini dubia ad
bonam, karena os akan sembuh total apabila rutin mengkonsumsi obat.

29

Anda mungkin juga menyukai