Anda di halaman 1dari 42

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL

LAPORAN KASUS

ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN NON SIANOTIK DISERTAI


BRONKOPNEUMONIA

Pembimbing: dr. Herry Susanto, Sp.A

Disusun oleh: Candra Gumilar

(030.13.219)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 14 JANUARI 2019 – 23 MARET 2019

LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi laporan kasus dengan judul
“ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN NON SIANOTIK DISERTAI
BRONKOPNEUMONIA”

Penyusun:
Candra Gumilar
030.13.219

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 14 Januari –
23 Maret 2019

dr. Herry Susanto, SpA

Tegal, 2 Februari 2019


DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ....................................................................................... 2
SUBJEK DAN METODE .......................................................................... 2
PERLAKUAN ............................................................................................ 3
HASIL DAN ANALISIS STATIK ........................................................... 3
HASIL ......................................................................................................... 3
DISKUSI ..................................................................................................... 5
KESIMPULAN ........................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 7
BAB I

STATUS PASIEN

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Candra Gumilar Pembimbing : dr. Herry Susanto, Sp.A


NIM : 030.13.219 Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU


Nama An. H Tn. S Ny. A
Umur 10 bulan 39 tahun 35 tahun
Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan
Alamat Jl Teuku, RT 07/RW 04, Debong, Tegal Selatan, Kota Tegal
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Buruh IRT
Penghasilan - Rp 1.000.000,- -
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS NON PBI
No. RM 942688
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu kandung pasien pada tanggal
21 Februari 2019 pukul 11.00 WIB, ruang HCU RSUD Kardinah Tegal.
 Keluhan Utama : Sesak napas
 Keluhan tambahan : Demam, Batuk berdahak, flu sejak 1 hari SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang diantar oleh Ibunya ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 20
Februari 2019, pukul 19.00 dengan keluhan utama pasien Sesak sejak 1 hari SMRS.
Sesak dirasakan terus menerus. Sesak disertai demam hilang timbul, batuk berdahak
dan flu berwarna putih. menurut ibu pasien, pasien terlebih dahulu demam dan terlihat
sesak sejak hari selasa malam, keluhan sesak semakin memberat hingga bibir pasien
terlihat pucat hari rabu sore hingga ibu berinisiatif membawa anaknya ke IGD RSUD
Kardinah. Keluhan mual dan muntah disangkal, Nafsu makan anak masih baik dan
banyak minum. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien lahir tanggal 18 April 2018 secara spontan tanpa penyulit oleh bidan, ibu
G2P1A0 hamil 9 Bulan, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis, gerak aktif dan
kemerahan dengan berat lahir 3200 gram.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat dirawat karena DBD 1 minggu yang lalu
Riwayat batuk pilek berulang tanpa demam tinggi (3x dalam 1 tahun).
Riwayat asma, alergi, penyakit epilepsi (ayan) disangkal
Ibu mengetahui anaknya kelainan jantung pada usia 6 bulan saat memeriksakan ke
dokter dengan keluhan batuk 2 minggu tidak sembuh sembuh

 Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit
jantung bawaan, kejang demam dan epilepsi. Riwayat tekanan darah tinggi , DM, sakit
jantung, stroke disangkal riwayat adanya penyakit paru seperti asma, batuk-batuk lama
atau pengobatan flek paru juga disangkal.
 Riwayat Lingkungan Perumahan
Orang tua pasien tinggal bersama mertua pasien dirumah mertua. Rumah
tersebut berukuran ± 10 x 8 m, beratap genteng, berlantai ubin, dan berdinding tembok..
Rumah rajin dibersihakan setiap hari dari mulai disapu sampai membersihkan debu-
debu ruangan. Jarak septic tank kurang lebih 6 meter. Air limbah rumah tangga
disalurkan melalui selokan di depan rumah dengan aliran tidak lancar. Cahaya matahari
dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Jika jendela
dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap.
Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi kurang baik, ventilasi dan
pencahayaan baik.

 Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai buruh serabutan dengan penghasilan ± Rp
1.000.000,- per bulan. Ibu pasien berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga. Penghasilan
tersebut menanggung hidup 4 orang.

Kesan: Status ekonomi kurang.

 Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal


Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan setiap bulan ke posyandu di daerah
rumah pasien. Selama hamil kondisi ibu dan bayi dikatakan baik, mendapat suntikan
imunisasi TT 1 kali dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan USG.
Penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis selama kehamilan disangkal.
Riwayat penyakit jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma disangkal. Selama hamil,
ibu makan 3 kali sehari, berupa nasi, lauk-pauk dengan variasi telur, tahu, tempe,
sayuran dan susu.
Kesan: Riwayat kehamilan baik dan perawatan prenatal baik.

 Riwayat Persalinan
o Tempat kelahiran : Puskesmas
o Penolong persalinan : Bidan
o Cara persalinan : Pervaginam, secara spontan
o Masa gestasi : 9 Bulan, G2P1A0
o Air ketuban : Ibu tidak tahu
o Berat badan lahir : 3300 gram
o Panjang badan lahir : 48 CM
o Lingkar kepala : Ibu lupa
o Keadaan lahir : langsung menangis kuat, tidak pucat dan tidak
biru
o Nilai APGAR : Ibu tidak tahu
o Kelainan bawaan : Tidak ada
o Penyulit/ komplikasi : Tidak ada
Kesan: Neonatus aterm, lahir pervaginam, bayi dalam keadaan bugar.

 Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu secara teratur sebulan
sekali dan keadaan anak yang kurang sehat ibu disarankan untuk memeriksakan anak
ke RS
 Corak Reproduksi Ibu
Ibu P2A0, pasien adalah anak yang kedua berusia 10 bulan bejenis kelamin laki laki.

 Riwayat Keluarga Berencana


Ibu pasien sebelumnya tidak menggunakan KB, dan setelah melahirkan Ibu
pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


o Pertumbuhan
 Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir 48 cm, lingkar kepala tidak
ada informasi yang valid.
 Berat badan sekarang 5.8 Kg, dengan TB 67 cm Lingkar kepala 45cm
o Perkembangan
 Riwayat perkembangan terlambat. Saat ini pasien belum bisa berjalan, duduk,
tengkurap, bisa tersenyum sejak 2 bulan. Ibu mengatakan bahwa sebelum usia
5 bulan pasien sudah bisa berbicara mama papa.
 Senyum : 2 bulan
 Tengkurap :-
 Duduk :-
 Merangkak :-
 Berdiri :-
 Berjalan :-
 Berbicara :-
Kesan : Riwayat pertumbuhan anak buruk, ada keterlambatan kemampuan
psikomotor.

 Riwayat Makan dan Minum

Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan
ASI, susu formula dan bubur susu. Pasien rutin makan 4-5 x/ sehari dengan porsi
sedikit-sedikit.
Ibu pasien mengaku kemauan pasien untuk ASI berkurang terutama sejak usia
6 b bulan sebelumnya ASI dalam frekuensi yang sering tetapi waktu yang sebentar
(meminum terputus-putus).

Kesan : Makan minum yang terputus-putus menandakan adanya feeding dificulty


tetapi Kualitas dan kuantitas makan masih cukup

 Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG - 2 bulan - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -

Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, belum dilakukan


imunisasi ulangan.
 Silsilah Keluarga

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 21 Februari 2019 pukul 11.00 WIB, di
ruang HCU RSU Kardinah Tegal.
I. Kesan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak lemas, bibir pucat sesak +
II. Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 132 x/menit
Laju nafas : 34 x/menit
Suhu : 37,6 oC axila

III. Data Antropometri


Berat badan sekarang : 5.8 Kg
Panjang badan sekarang : 67 cm

IV. Status Internus


 Kulit : Tampak sianosis (-), ikterik (-).
 Kepala : Lingkar Kepala = 45 cm
 Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-
), mata cekung (-/-).
 Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-) cuping hidung (-/-)
 Telinga : Normotia, discharge (-/-)
 Mulut :Bibir kering (-), bibir pucat (+), stomatitis (-), mukosa hiperemis
(-) ,lidah normoglossia.
 Leher : simetris, pembesaran KGB (-)
 Thoraks : Dinding thoraks normothoraks dan simetris.
o Paru:
 Inspeksi: Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi (-).
 Palpasi: simetris, tidak ada yang tertinggal
 Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-),
wheezing (+/+).
o Jantung:
 Inspeksi: Iktus kordis tampak. Di ICS V lineal midclavicula Sinistra
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V 1 cm midklavikula Sinistra.
 Perkusi: Sulit dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, Bising sistolik murmur
(+), gallop (-)
 Abdomen:
 Inspeksi: Tampak datar, simetris
 Auskultasi: Bising usus (+) normal.
 Palpasi : Supel, turgor kembali < 2 detik, tidak teraba pembesaran
 Perkusi : timpani di ke 4 kuadran abdomen. Shifting dullness (-)
 Genitalia : jenis kelamin laki-laki, idak ada kelainan
 Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas:
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Ref. Fisiologis + +
Ref. Patologis - -
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
 Kurva Pertumbuhan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama pasien dirawat di RSU Kardinah Tegal:

 Rontgen toraks AP
Tanggal 26-2-2016

Bercak infiltrat ke ferifer


peningkatan corakan peribronkial +
Cor CTR <0,56
Kesan : bronkopneumonia
 Laboratorium Darah

Laboratorium Darah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

(20/02/2019)

Hemoglobin 11.4 g/dl 10.7 – 14.7

Leukosit 15.1 103/µl 4.5 – 12.5

Hematokrit 34.6 % 24 – 40

Trombosit 344 103/µl 150 – 521

Eritrosit 4.8 106/µl 3.8 – 5.8

RDW 20.5 H % 11.5 – 14.5

MCV 71.5 L U 62 – 93

MCH 23.6 Pcg 22 – 34

MCHC 32.9 H g/dL 32 – 36

Diff count

Neutrofil 52.0 % 50 – 70

Limfosit 40.1 % 25 – 40

Monosit 7.2 (H) % 2–8

Eosinofil 0L % 2–4

Basofil 0.6 % 0–1


F. DAFTAR MASALAH
 Sesak

 Demam

 Batuk, flu

 Status Gizi

G. DIAGNOSIS BANDING
Masalah Hipotesis
Sesak Napas  Ekstrapulmoner
o PJB sianotik (Tof, TGA )
o PJB Asianotik (PDA,ASD,VSD)
 Pulmoner
o Infeksi
 Tuberculosis
 Bronkopneumonia
o Aspirasi benda asing
Demam, batk, pilek  Rhinitis
 Faringitis
 Tonsillitis
Status gizi  Gizi kurang
 Gizi normal
 Gizi lebih
Delayed  Intrinsic (faktor genetic)
development  Ekstrinsik (factor lingkungan)
o biopsikososial
H. DIAGNOSIS KERJA
 Penyakit Jantung Bawaan
 Bronkopneumonia
I. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa

 Monitor tanda vital dan keadaan umum


 Beri terapi sesuai anjuran
 Pemberian asupan gizi yang sesuai
 Edukasi:
- Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan, dan
komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Mencari faktor pencetus dan menghindarinya
- Menjelaskan mengenai aktivitas yang boleh dan perlu dikurangi pada pasien

b. Medikamentosa

• 02 Nassal kanul 2 LPM


• IVFD D5 ¼ NS 5 tpm
• Inj Ceftriaxon 2 x 250mg
• Inj. Paracetamol 4 x 60mg
• Po: Ambroxol 3 x 6 ml
• Po: Rhinos 3 x 0,4 ml

J. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam


K. PEMERIKSAAN ANJURAN
SARAN ECHOCARDIOGRAPHY

L. PERJALANAN PENYAKIT
20 Februari 2019 21 Februari 2019
(HCU) (HCU)
H+1 H+2
S Pasien dibawa ibunya datang ke igd S Ibu mengatakan anaknya masih
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 batuk berdahak dan flu. Keluhan
hari SMRS. Sesak dirasakan terus sesak sudah berkurang, demam
menerus disertai batuk berdahak dan masih naik turun.
flu berlendir warna putih. Ibu pasien
juga mengatakan anaknya demam
sudah 2 hari SMRS.
O KU: tampak sesak O KU : tampak sesak
TTV: TTV:
HR 132x/m, RR 38x/m, S 37,6 oC HR 140x/m, RR 34x/m, S 37.5oC,
SpO2 89% SpO2 99%
BB 5.8 kg BB 5,8 kg
Kepala: Mesosefali, Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebral (-/-) palpebral (-/-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+), Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+),
retraksi subcostal (+) retraksi subcostal (+)
BJ I-II reguler, sistolik, m (+), g (-), BJ I-II reguler, bising sistolik, m (-),
ictus cordis teraba di ICS V linea g (-), ictus cordis teraba di ICS V
midclavikularis dextra linea midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
tidak teraba membesar tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-),
clubbing finger (-/-) clubbing finger (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/- Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-
), clubbing finger (-/-) ), clubbing finger (-/-)

Foto toraks: Bronkopneumonia


Hasil laboratorium : Hb 11,4 g/dl, Ht
34,6 %, leukosit 15,1 /ul trombosit
344 /ul
A PJB asianotik DD/PDA A PJB asianotik DD/PDA
Bronkopneumonia Bronkopneumonia
P • 02 Nassal kanul 2 LPM P • 02 Nassal kanul 2 LPM
• IVFD D5 ¼ NS 5 tpm • IVFD D5 ¼ NS 5 tpm

• Inj Ceftriaxon 2 x 250mg • Inj Ceftriaxon 2 x 250mg


• Inj. Paracetamol 4 x 60mg • Inj. Paracetamol 4 x 60mg

• Po: Ambroxol 3 x 6 ml • Po: Ambroxol 3 x 6 ml


• Po: Rhinos 3 x 0,4 ml • Po: Rhinos 3 x 0,4 ml

22 Februari 2019 23 Februari 2019


(HCU) (PN)
H+3 H+4
S Ibu mengatakan anaknya masih S Ibu mengatakan pasien sudah tidak
batuk berdahak dan flu. Keluhan terlihat sesak, batuk berdahak masih
sesak sudah berkurang, demam sering. Demam naik turun.
sudah turun
O KU: sesak berkurang O KU: tampak sakit sedang
TTV: TTV:
HR 139x/m, RR 35x/m, S 37,0 oC HR 120x/m, RR 36x/m, S 37,4 oC
SpO2 95% SpO2 97%
BB 5.8 kg BB 5.8 kg
Kepala: Mesosefali, Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebral (-/-) palpebral (-/-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+), Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+),
retraksi subcostal (+) retraksi subcostal (+)
BJ I-II reguler, bising sistolik, m (+), BJ I-II reguler, bising sistolik, m (+),
g (-), ictus cordis teraba di ICS V g (-), ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikularis dextra linea midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
tidak teraba membesar tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-),
clubbing finger (-/-) clubbing finger (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/- Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-
), clubbing finger (-/-) ), clubbing finger (-/-)

A PJB asianotik DD/PDA A PJB asianotik DD/PDA


Bronkopneumonia Bronkopneumonia
P 02 (k/p) P Terapi lanjut
Terapi lanjut
Rencana pindah ruangan

24 Februari 2019 25 Februari 2019


(PN) (PN)
H+5 H+6
S Ibu mengatakan anaknya masih S Demam sudah turun, Keluhan batuk
demam, sudah tidak sesak. keluhan sudah berkurang.
batuk sudah berkurang
O KU: tampak sakit sedang O KU: sakit sedang
TTV: TTV:
HR 148x/m, RR 32x/m, S 37.8 C, HR 124x/m, RR 0x/m, S 36.4 C,
BB 5,8 Kg BB 5,8 Kg
Kepala: Mesosefali, Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem
palpebral (-/-) palpebral (-/-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+), Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (+/+),
retraksi intercostae (-) retraksi intercostae (-)
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus
cordis teraba di ICS V linea cordis teraba di ICS V linea
midclavikularis dextra midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
tidak teraba membesar tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-),
clubbing finger (-/-) clubbing finger (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), Ekstremitas bawah: AD (-/-),
clubbing finger (-/-) clubbing finger (-/-)

A PJB asianotik DD/PDA A PJB asianotik DD/PDA


Bronkopneumonia Bronkopneumonia
P Terapi lanjut P Terapi lanjut

26 Februari 2019
(PN)
H+7

S Keluhan sesak sudah tidak dirasakan,


keluhan batuk dan flu sudah membaik.
Sudah tidak demam
O KU: tampak sehat
TTV:
HR 148x/m, RR 32x/m, S 37.8 C,
BB 5,8 Kg
Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI (-/-), oedem palpebral
(-/-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/+),
retraksi intercostae (-)
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis
teraba di ICS V linea midclavikularis
dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien
tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-),
clubbing finger (-/-)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), clubbing
finger (-/-)
A PJB asianotik DD/PDA
Bronkopneumonia
P Obat yang dibawa pulang

-Cefixime 2 x 75 mg
• Po: Ambroxol 3 x 6 ml
• Po: Rhinos 3 x 0,4 ml

PULANG
BAB II

ANALISIS KASUS

Pasien anak laki-laki usia 1 tahun 7 bulan didiagnosis PJB sianotik. Dasar diagnosis
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

Masalah Interpretasi
Anamnesis
 Bayi lahir aterm dengan keadaan bugar Pada pasien ini seorang anak 1 tahun 7
sampai pada usia 1 bulan, jari tangan bulan datang dengan keluhan sesak dan biru
kaki dan bibir pasien mulai membiru saat pada bibir serta jari tangan kaki.
menyusui. Pada saat usia kurang lebih Kemungkinan penyebab ekstrapulmoner
usia 8 bulan saat diajarkan berjalan anak dapat disebabkan penyakit jantung bawaan
selalu merasa sesak dan terduduk setelah (PJB) dan pulmoner mungkin disebabkan
5-10 langkah ditambah dengan biru pada oleh bronkopneumonia. Infeksi pulmoner
bibir dan jari tangan yang menetap walau selain gejala sesak sianosis batuk harus
saat istirahat dan bertambah biru saat ditandai dengan demam, pada pasien ini
menangis dan disertai kejang 1x saat tidak ada demam. Dari anamnesis perlu
menangis lama. ditanyakan 3 hal ada atau tidaknya RRTI,
kesulitan makan dan kegagalan untuk
 Riwayat ISPA berulang tumbuh kembang. Pasien mengaku sering
batuk pilek berulang, tetapi tidak sampai
 Selama masa kehamilan, Ibu pasien disertai sesak dan demam yang mengarah ke
sering mengalami batuk-batuk namun infeksi saluran pernafasan bawah.kesulitan
sembuh dengan hanya meminum obat dalam pemberian makan dan minum dapat
warung. dilihat dari menyusui kuat secara terputus-
putus (sering tapi dalam waktu yang tidak
lama), untuk gizi anak ini baik tetapi ada
keterlambatan dalam perkembangan motoric
pasien belum dapat berjalan pada usia ini.
Alur diagnosis pada pasien pjb sianotik,
ditentukan apakah ada peningkatan
vaskularisasi ke paru atau tidak, pada pasien
ini tidak ada nya peningkatan vaskularisasi
ke paru ditandai dengan pada anamnesis
karena adanya vasculari yg meningkat
sehingga mudah terjadi infeksi tapi pada
pasien ini tidak ada nya reccurent respiratory
tract infection, tidak ada riwyata infeksi paru
berulang hanya mempunyai riwayat ispa
berulang ditambah hasil rontgen corakan
bronkovaskular yang tidak meningkat.
Kemudian setelah ditentukan aliran darah ke
paru tentukan disertai RVH atau LVH, Pada
pasien ini pjb sianotik dengan vaskularisasi
paru berkurang dan disertai gambaran RVH
diagnosa yang mungkin ialah ToF atau PA
VSD. PA VSD dapat disingkirkan karena
sianosis yang didapat pada psien ini yaitu
sejak 1 bulan sedangkan pada PA VSD
sianosis didapatkan sejak lahir. Sianosis
karena PJB sendiri ada 3 penyebab apakah
ada R-L shunt, common mixing atau TGA.
Pada ToF terjadinya sianosis dikarenakan
ada nya R-L shunt. Sianosis bertambah pada
saat menangis atau melakukan aktivitas fisik,
dikarenakan vaskularisasi darah ke paru
semakin berkurang karena stenosis pulmonal
yang semakin berat, tahan vascular sistemik
yang menurun, venous return yang
meningkat dan laju jantung yang meningkat
meningkatkan R-L shunt. Pada riwayat
pasien saat pasien menangis lama disertai
nafas cepat, gelisah, bertambah biru dan
kejang menandakan telah terjadi serangan
“spel hipoksik” dan dapat kembali pulih
secara spontan dalam waktu kurang dari 15-
30 menit. Sebelumnya sejak usia 8 bulan
setiap menangis pasien akan bertambah biru
dan sesak, dan saat istirahat biru tidak hilang
sempurna.
Riwayat ISPA berulang Pada PJB
sianotik dengan pirau kanan ke kiri sering
ditemukan hipoksemia. Pasien juga akan
mengalami penurunan volume paru,
hipoplasia jalan napas serta gangguan
ventilasi perfusi. Semuanya ini akan
menyebabkan kerusakan mukosa saluran
napas, gangguan imunitas dan pada akhirnya
meningkatkan risiko infeksi saluran
pernapasan.
Ditarik dari masa kehamilan, meminum
obat-obatan saat hamil terutama pada 2 bulan
pertama(masa embriogenesis) kehamilan
bisa menjadi factor resiko terjadinya
penyakit jantung bawaan.
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan pasien saat datang pertama kali Dari pemeriksaan fisik didapatkan heart
ke POLI ANAK RSU Kardinah Tegal rate yang meningkat, bibir serta jari tangan
dalam keadaan sesak napas dan biru pada kaki biru, dan adanya usaha napas berupa
jari tangan kaki disertai riwyaat kejang retraksi yang menunjukkan meningkatnya
1x. kebutuhan oksigen. Clubbing finger
 KU: tampak sianosis, tampak sesak, menandakan telah terjadi sianosis kronis.
tampak oedem adanya akral yang sianotik menandakan PJB
 TTV: yang diderita pasien adalah PJB sianotik.
HR 172x/m, RR 36x/m, S 37,6 oC,SpO2 Tanda-tanda kongesti vena sistemik tidak
75%
Toraks: ada yang menandakan belum terjadi gagal
Pulmo: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi jantung paa pasien ini.
subcostal dan intercostal (+)
Ictus cordis yang terdapat pada ICS V
Cor: BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis
teraba di ICS V linea midclavikularis dextra linea midclavicularis dextra menunjukkan
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak apeks jantung berada di sebelah kanan
teraba membesar
sehingga harus dikonfirmasi dengan foto
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing
finger (+/+), akrosianosis (+/+) thoraks ataupun echocardigraphy
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-),
clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/+)


Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah 26-02-2016: Terdapat polisitemia dan hiperviskositas
 Hb 17.1 g/dl pada PJB sianotik terjadi karena hipoksemia
 Ht 58.1 % kronik akibat kondisi pirau kanan ke kiri. hal
 leukosit 9.100 /ul ini merupakan respon fisiologik tubuh untuk

 trombosit 192.000 /ul meningkatkan kemampuan membawa

Rontgen toraks 26-02-2016: oksigen dengan cara menstimulasi sumsum

Corakan bronkovaskular tidak meningkat tulang melalui pelepasan eritropoitin ginjal

Kesan  bronchitis untuk meningkatkan produksi jumlah sel


darah merah (eritrositosis).
Dari gambaran rontgen thoraks dapat
mengkonfirmasi bahwa jantung berada di
dada kanan hepar disebelah kanan dan
lambung dikiri menandakan posisi jantung
jantung terhadap organ dalam dalam posisi
normal (situs solitus) dan corakan
bronkovaskular yang normal serta gambaran
apeks terangkat menggambarkan sudah
terjadi RVH.
Pada pemeriksaan echocardiography
didapatkan dextrocardia dengan komplit
AVSD. Jika murni AVSD akan terjadi
peningkatan dari aliran paru yang
digambarkan plethora pada hasil rontgen tapi
pada pasien oligemia. Maka dari itu perlu
dilakukan echocardiography ulang untuk
melihat ada atau tidak pulmonal stenosis.
TERAPI
PCT 4X1CTH Propranolol diberikan untuk mencegah
AMBROXOL terjadinya spasme infundibulum ventrikel
PROPANOLOL kanan yang menyebabkan stenosis pulmonal
DILANTIN 3x 17,5mg bertambah. Dosis 0,2-0,5 mg/kgBB/6 jam.
Dilantin diberikan sebagain rumatan
kejang dengan dosis 4-8 mg/kgbb/hari dibagi
menjadi 2 atau 3 dosis.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN
Definisi
Patent ductus arteriosus (PDA) adalah kegagalan menutupnya ductus arteriosus (arteri
yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang
menyebabkan mengalirnya darah dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri pulmonal yang
bertekanan rendah dimana aliran darah ini mengalir ke jantung. Kelainan ini merupakan 7%
dari seluruh penyakit jantung bawaan. PDA ini sering dijumpai pada bayi prematur, insidennya
bertambah dengan berkurangnya masa gestasi.1

Duktus arteriosus adalah pembuluh darah janin yang menghubungkan arteri pulmonalis
kiri langsung dengan aorta desendens. Pada janin, duktus arteriosus dapat tetap terbuka karena
produksi dari prostaglandin E2 (PGE2). Pada bayi baru lahir, prostaglandin yang didapat dari
ibu (prostaglandin maternal) kadarnya menurun sehingga duktus arteriosus tertutup dan
berubah menjadi jaringan parut dan menjadi ligamentum arteriosum yang terdapat pada
jantung normal. Biasanya menutup sesaat setelah bayi lahir. Pada beberapa individu saluran ini
menutup dalam 48 jam setelah bayi lahir. Pada bayi prematur, saluran ini sering memakan
waktu lebih lama untuk menutup sendiri + 6 minggu setelah dilahirkan. Namun, dalam
beberapa individu tetap terbuka (paten) dalam 72 jam setelah kelahiran. Keadaan ini disebut
patent ductus arteriosus.2

Mekanisme penutupan ini tidak seluruhnya dimengerti, tetapi beberapa faktor diduga
berperan adalah kadar oksigen arterial, kadar prostaglandin, genetic, dan faktor lain yang
belum diketahui. Faktor – faktor tersebut menyebabkan nekrosis seluler pada dinding duktus
arteriosus yang akan diikuti dengan konstriksi otot dinding duktus pada tahap berikutnya.
Konstriksi ini akan menutup lumen diktus sehingga aliran darah dari aorta ke arteri pulmonalis
tertutup.1
Gambar A menunjukkan penampang dari
jantung yang normal. Panah dalam lingkaran
menunjukkan arah aliran darah melalui
jantung.

Gambar B menunjukkan hati dengan patent


ductus arteriosus. Cacat menghubungkan
aorta dan arteri pulmonalis. Hal ini
memungkinkan darah yang kaya oksigen
dari aorta untuk mencampur darah miskin
oksigen dalam arteri pulmonalis.

Anatomi dan Hemodinamik


Sebagian besar kasus PDA menghubungkan aorta dengan pangkal arteri pulmonal kiri.
Bila arkus aorta di kanan, maka duktus terdapat di sebelah kiri, jarang duktus terletak di kanan
bermuara ke arteri pulmonalis kanan.4

Pada bayi baru lahir, setelah beberapa kali pernapasan pertama, resistensi vaskular paru
menurun dengan tajam. Dengan ini maka duktus akan berfungsi sebaliknya, bila semula
mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke aorta, sekarang ia mengalirkan darah dari aorta ke
arteri pulmonalis. Dalam keadaan normal duktus mulai menutup, dan dalam beberapa jam
secara fungsional sudah tidak terdapat lagi arus darah dari aorta ke arteri pulmonalis. Apabila
duktus tetap terbuka, maka terjadi keseimbangan antara aorta dan arteri pulmonalis, apabila
resistensi vaskular paru terus menurun maka pirau dari aorta ke arah arteri pulmonalis makin
meningkat. Pada auskultasi pirau yang bermakna akan memberikan bising sistolik setelah bayi
berusia beberapa hari, sedang bising kontinu yang khas biasanya terdengar setelah bayi berusia
2 minggu.4

Dengan tetap terbukanya duktus, maka darah yang seharusnya mengalir ke seluruh
tubuh akan kembali memenuhi pembuluh paru-paru. Besar-kecilnya bukaan pada duktus
mempengaruhi jumlah darah yang mengalir balik ke paru-paru.4

PDA umumnya ditemui pada bayi-bayi yang lahir prematur, juga pada bayi normal dengan
perbandingan 1 kasus dari 2500 - 5000 kelahiran setiap tahunnya.
PDA pada bayi aterm
Ketika seorang bayi aterm menderita PDA, dinding dari duktus arteriosus kekurangan
lapisan endotel dan lapisan muskular media.4

PDA pada bayi preterm/prematur

PDA pada bayi prematur, seringnya mempunyai struktur duktus yang normal. Tetap
terbukanya duktus arteriosus terjadi karena hipoksia dan imaturitas.4 Bayi yang lahir prematu,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula presentase PDA oleh karena duktus dipertahankan
tetap terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum waktunya
bayi lahir. Karena itu PDA pada bayi prematur dianggap sebagai developmental patent ductus
arteriosus, bukan structural patent ductus arteriosus seperti pada bayi cukup bulan.4

Pada bayi prematur dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat napas akibat
kekurangan surfaktan, yakni zat yang mempertahankan agar paru tidak kolaps), PDA sering
bermanifestasi setelah sindrom gawat napasnya membaik. Bayi yang semula sesaknya sudah
berkurang menjadi sesak kembali disertai takhipnoe dan takikardi.4

Penutupan Duktus Arteriosus


Duktus arteriosus menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir, jadi pirau ini
berlangsung relatif singkat. Penutupan permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Bila terjadi
hipoksia (akibat penyakit paru, asfiksia dan lain-lain) maka tekanan arteri pulmonalis meningkat
dan terjadi aliran pirau berbalik dari arteri pulmonalis ke aorta melalui duktus arteriosus.
Pemberian oksigen 100% akan menyebabkan kontriksi duktus.9,13 Berbagai faktor diduga berperan
dalam penutupan duktus :

1.
Peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2) menyebabkan konstriksi dari otot polos
dari dinding pembuluh darah duktus arteriosus. Penutupan duktus arteriosus dimediasi oleh
bradikinin. Oksigen yang mencapai paru-paru pada waktu pernafasan pertama merangsang
pelepasan bradikinin. Bradikinin mempunyai efek kontraktil yang poten terhadap otot
polos. Aksi ini tergantung dari kadar oksigen yang tinggi dalam darah arteri setelah
terjadinya pernafasan pertama. Ketika PO2 dalam darah diatas 50 mmHg, dinding duktus
arteriosus akan mengalami konstriksi. Sebaliknya hipoksemia akan membuat duktus
melebar. Karena itulah PDA lebih banyak ditemukan pada keadaan dengan PaO2 yang
rendah, termasuk bayi dengan sindrom gangguan pernapasan, prematuritas, dan bayi yang
lahir di dataran tinggi.9,13
2. Peningkatan kadar katekolamin (norepinefrin, epinefrin) berhubungan dengan konstriksi
duktus.9,13
3. Penurunan kadar prostaglandin berhubungan dengan penutupan duktus sebaliknya
pemberian prostaglandin eksogen menghalangi penutupan duktus. Sifat ini digunakan
dalam tata laksana pasien :
 Pada bayi prematur dengan PDA pemberian inhibitor prostaglandin seperti
indometasin menyebabkan penutupan duktus, efek ini hanya tampak pada duktus
yang imatur, khususnya pada usia kurang dari 1 minggu, dan tidak pada bayi cukup
bulan.

 Pada bayi baru lahir dengan penyakit jantung sianotik yang bergantung pada duktus
(kehidupan bayi bergantung pada duktus), maka pemberian prostaglandin akan
menjamin duktus yang paten. Infus prostaglandin ini telah menjadi prosedur
standar di banyak pusat kardiologi karena sangat bermanfaat, namun harganya
sangat mahal.9,13
Bila oksigenisasi darah arteri pascalahir tidak memadai, maka penutupan duktus arteriosus
tertunda atau tidak tejadi. Angka kejadian PDA pada anak yang lahir di dataran tinggi, lebih besar
daripada di dataran rendah. Pada beberapa jenis kelainan jantung bawaan, bayi hanya dapat hidup
apabila duktus arteriosus tetap terbuka. Termasuk di dalam golongan lesi yang bergantung pada
duktus ini (duct dependent lesions) adalah atresia pulmonal, stenosis pulmonal berat, atresia aorta,
koartaksio aorta berat atau interrupted aortic arch, dan sebagian pasien transposisi arteri besar.9,13

Sirkulasi Janin dan Sirkulasi Pascalahir


Sirkulasi Janin
Sirkulasi janin berjalan paralel, artinya sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik berjalan
sendiri-sendiri dan hubungan keduanya terjadi melalui pirau intra dan ekstrakardiak. Pada bayi,
sirkulasi paru dan sistemik berjalan seri. Untuk memenuhi kebutuhan respirasi, nutrisi, dan
ekskresi, janin memerlukan sirkulasi yang berbeda dengan sirkulasi ekstrauterin.4,9

1
Pada janin, darah dengan oksigen relatif cukup (pO2 30 mmHg) mengalir dari plasenta
melalui vena umbilikalis. Separuh jumlah darah ini mengalir melalui hati, sedang sisanya
memintas hati melalui duktus venosus ke vena kava inferior, yang juga menerima darah dari hati
(melalui vena hepatika) serta tubuh bagian bawah.4 Sebagian besar darah dari vena kava inferior
mengalir ke dalam atrium kiri melalui foramen ovale, selanjutnya ke ventrikel kiri, aorta asendens,
dan sirkulasi koroner. Dengan demikian sirkulasi otak dan koroner mendapat darah dengan
tekanan oksigen yang cukup. Sebagian kecil darah dari vena kava inferior memasuki ventrikel
kanan melalui katup trikuspid. Darah yang kembali dari leher dan kepala janin (pO2 10 mmHg)
memasuki atrium kanan melalui vena kava superior, dan bergabung dengan darah dari sinus
koronarius menuju ventrikel kanan, selanjutnya ke arteri pulmonalis. Pada janin hanya 15% darah
dari ventrikel kanan yang memasuki paru, selebihnya melewati duktus arteriosus menuju ke aorta
desendens, bercampur dengan darah dari aorta asendens. Darah dengan kandungan oksigen yang
rendah ini akan mengalir ke organ-organ tubuh sesuai dengan tahanan vaskular masing-masing
dan juga ke plasenta melalui arteri umbilikalis yang keluar dari arteri iliaka interna.9 Pada janin
normal, ventrikel kanan memompakan 60% seluruh curah jantung, sisanya dipompa oleh ventrikel
kiri. Curah jantung janin didistribusikan sebagai berikut :

40% menuju aorta asendens


4% ke sirkulasi koroner
20% ke arteri leher dan kepala
16% tersisa melewati istmus aorta menuju aorta desendens
60% dipompakan ke arteri pulmonalis
8% menuju paru
52% melewati duktus arteriosus menuju aorta desendens
Diameter duktus arteriosus pada janin sama dengan diameter aorta, dan tekanan arteri
pulmonalis juga sama dengan tekanan aorta. Tahanan vaskular paru masih tinggi oleh karena
konstriksi otot arteri pulmonalis.4

Perbedaan Sirkulasi Janin dan Keadaan Pascalahir

2
Terdapat perbedaan yang mendasar antara sirkulasi pada janin dan pada bayi sesuai dengan
fungsinya. Perbedaan ini antara lain4,9,13 Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan
pirau ekstrakardiak (duktus arteriosus botali, duktus venosus arantii) yang efektif. Arah pirau
adalah dari kanan ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale, dan dari arteri
pulmonalis menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra dan
ekstrakardiak tersebut tidak ada.

 Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pascalahir ventrikel
kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.

 Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih tinggi, yakni
tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada
keadaan pascalahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru, yang lebih rendah dari pada
tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.

 Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta melalui
duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada keadaan pascalahir darah
dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.

 Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta, pascalahir
paru memberi oksigen kepada darah.

 Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan,
dan ekskresi. Pada pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.

Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir


Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena putusnya
hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai berkembang. Perubahan-perubahan
yang terjadi adalah :
 tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat,
 tahanan vaskular sistemik meningkat,
 duktus arteriosus menutup,
 foramen ovale menutup,
 duktus venosus menutup.

3
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru, peningkatan saturasi
oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan penurunan tahanan arteri pulmonalis, aliran
darah pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis,
dan pada usia 10-14 hari tahanan arteri pulmonalis sudah seperti kondisi Penurunan tahanan arteri
pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat, seperti pada defek
septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar. Pada keadaan hipoksemia, seperti pada bayi
yang lahir di dataran tinggi, penurunan tekanan arteri pulmonalis terjadi lebih lambat.4
Tekanan darah sistemik tidak segera meningkat dengan pernapasan pertama, biasanya
terjadi secara berangsur-angsur, bahkan mungkin tekanan darah turun lebih dulu dalam 24 jam
pertama. Pengaruh hipoksia fisiologis yang terjadi dalam menit-menit pertama pascalahir terhadap
tekanan darah sistemik agaknya tidak bermakna, namun asfiksia berat yang berlangsung lama
dapat mengakibatkan perubahan tekanan sistemik, termasuk renjatan kardiogenik yang sulit
diatasi. Karena itu pada bayi asfiksia resusitasi yang adekuat harus dilakukan dengan cepat. Setelah
tahanan sistemik meningkat, oleh karena duktus arteriosus masih terbuka, maka terjadi pirau dari
aorta ke arteri pulmonalis, akibatnya maka aliran balik vena pulmonalis bertambah hingga aliran
ke atrium serta ventrikel meningkat.4

Epidemiologi
PDA adalah cacat jantung congenital kelima yang paling sering ditemukan atau 8-10% dari
seluruh kasus cacat jantung congenital. Di Amerika Serikat, diperkirakan bahwa lebih dari 1000
kelahiran hidup ditemukan 1 kasus PDA. Perbandingan pada anak perempuan dan laki – laki
adalah 2 : 1 dan kasusu cenderung meningkat pada saudara pasien. Sekitar 75 % kasus terjadi pada
bayi yang lahir dengan berat badan < 1200 gram dan sering bersamaan dengan penyakit congenital
lain. PDA ditemukan pada 10% pasien dengan kelainan jantung congenital lain dan sering
memiliki peranan penting dalam menyediakan aliran darah pulmonal ketika aliran darah dari
ventrikel kanan bersifat stenotik atau atretik. Selain itu, PDA juga dapat menyediakan aliran darah
sistemik pada koarktasio aorta(misalnya).

4
Fator resiko4,5
Faktor risiko paten ductus arteriosus meliputi:

1)Dilahirkan terlalu cepat (prematur). Patent ductus arteriosus (PDA) terjadi lebih

sering pada bayi yang lahir terlalu dini daripada bayi yang lahir cukup bulan.
2) Riwayat keluarga dan kondisi genetik lainnya. Riwayat keluarga cacat jantung, lebih
memungkinan anak memiliki paten ductus arteriosus. Kondisi genetik lainnya, seperti
sindrom Down, juga telah dikaitkan dengan peningkatan kesempatan memiliki PDA.

3) Infeksi rubella (campak Jerman) selama kehamilan. Virus rubella melintasi plasenta dan
menyebar melalui sistem sirkulasi bayi merusak pembuluh darah dan organ, termasuk
jantung.

4) Memiliki cacat jantung lainnya. Bayi yang memiliki masalah jantung lain ketika mereka
lahir (cacat jantung bawaan) juga lebih mungkin untuk memiliki paten ductus arteriosus.

5) Bayi perempuan. Perbandingan anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1

6) Dilahirkan di dataran tinggi. Bayi yang lahir di atas 10.000 kaki (3.048 meter) memiliki
resiko lebih besar dari sebuah PDA daripada bayi yamg lahir di dataran rendah.

Etiology1
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA. Pada bayi premature,
gejala cenderung timbul dangan awal, terutama bila disertai dengan sindrom distress pernafasan.
PDA juga lebih sering terdapat pada anak yang lahir di daerah pegunungan. Hal ini terjadi karena
adanya hipoksia yang menyebabkan duktus gagal menutup.

Penyakit campak jerman (rubella) yang terjadi pada trimester I kehamilan juga
dihubungkan dengan terjadinya PDA walaupun mekanismenya belum diketahui. Diduga infeksi
rubella mempunyai pengaruh langsung terhadap jaringan duktus.

5
Klasifikasi2

Klasifikasi PDA ditentukan berdasarkan perubahan anatomi jantung bagian kiri , tahanan
arteri pulmonal, saturasi oksigen, dan perbandingan – perbandingan sirkulasi pulmonal dan
sistemik.

Tingkat I : Umumnya pasien PDA tingkat I tidak bergejala. Pertumbuhan dan perkembangan
fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan EKG dan foto polos dada tidak
ditemukan pembesaran jantung.

Tingkat II : pasien sering menderitainfeksi saluran nafas , tetapi pertumbuhan fisik masih sesuai
dengan murmur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal PDAat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Umumnya pada pasien yang tidak
tertangani dengan baik pada tingkat ini PDA akan berkembang menjadi tahap III
atau IV.

Tingkat III : infeksi saluran nafas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak biasanya terlambat.
Pada pemeriksaan anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan gejala – gejala gagal
jantung. Nadi memiliki amplitude yang lebar. Jika melakukan aktivitas, pasien akan
mengalami sesak nafas yang disertai dengan sianosis ringan. Pada pasien dengan
duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu pertama
kehidupan. Pada foto polos dada dan EKG ditemukan hifertrofi ventrikel kiri
danatrium kiri serta hipertrofi ventrikel kanan ringan. Suara bising jantung dapat
didengar diantara sela iga 3 dan 4.

Tingkat IV : keluhan sesak nafas dan sianosis semakin nyata. Tahanan sirkulasi paru lebih tinggi
daripada thanan sistemik sehingga aliran darah di duktus berbalik dari kanan ke
kiri. Foto polos dada dan EKG menunjukan hipertrifi ventrikel.

6
PDA kecil 4
Biasanya asimptomatik dengan tekanan darah dan tekanan nadi normal. Jantung tidak
membesar. Kadang terasa getaran bising disela iga ke-2 sternum. Terdapat bising kontinu
(continous murmur, machinery murmur ) yang khas untuk PDA di daerah subklavia kiri.
Gambaran radiologis dan EKG biasanya dalam batas normal. Pemeriksaanekokardiografi
tidak menunjukkan adanya pembesaran ruang jantung atau arteri pulmonalis.
PDA sedang 4
Gejala biasa timbul pada usia 2-5 bulan tetapi tidak berat. Pasien mengalami kesulitan
makan, sering menderita infeksi saluran nafas namun biasanya berat badan masih dalam batas
normal. Anak lebih mudah lelah tetapi masih PDAat mengikuti permainan.

Pada pemeriksaan fisik frekuensi nafas sedikit lebih cepat dibanding anak normal. Bilanadi
radialis diraba dan bila diukur tekanan darahnya, akan dijumpai pulsus seler, tekanan nadi lebih
dari 40 mmHg. Teraba getaran bising didaerah sela iga 1-2 parasternal kiri dan bising kontinu di
sela iga 2-3 dari parasternal kiri yang menjalar ke daerah sekitarnya. Bising middiastolik di apeks
sering dapat didengar akibat bertambahnya pengisian cepat ventrikelkiri (stenosis mitral relatif).

Pada foto toraks jantung membesar (terutama ventrikel kiri), vaskularisasi paru
yangmeningkat, dan pembuluh darah hilus membesar. EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel
kiridengan atau tanpa dilatasi atrium kiri.

PDA besar 4

Gejala tampak berat sejak minggu-minggu pertama kehidupan. Pasien tidak nafsumakan
sehingga berat badan tidak bertambah. Tampak dispnoe dan takhipnoe dan banyak berkeringat bila
minum. Pada pemeriksaan tidak teraba getaran bising sistolik dan padaauskultasi terdengar bising
kontinu atau bising sistolik. Bising middiastolik terdengar di apex karena aliran darah berlebihan
melalui katup mitral (stenosis mitral relatif). Bunyi jantung ke-2 tunggal dan keras. Gagal jantung
mungkin terjadi dan biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian bawah. Semua penderita
PDA besar yang tidak dilakukan operasi biasanya menderita hipertensi pulmonal.

Pada foto toraks dijumpai pembesaran ventrikel kanan dan kiri, di samping
pembesaranarteri pulmonalis dan cabang-cabangnya. Pada EKG tampak hipertrofi biventrikular
dengandominasi aktivitas ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri.

7
PDA besar dengan hipertensi pulmonal. 4

Pasien dengan PDA besar apabila tidak diobati akan berkembang menjadi hipertensi
pulmonal akibat penyakit vaskular paru, yakni suatu komplikasi yang ditakuti. Komplikasi ini
dpaat terjadi pada usia kurang dari satu tahun, namun jauh lebih sering terjadi pada tahun ke-2 atau
ke-3. Komplikasi ini berkembang secara progresif sehingga akhirnya irreversible, dan pada tahap
tersebut operasi korektif tidak dapat dilakukan.

Patogenesis7,8

Karena tekanan aorta yang lebih tinggi, maka ada pirau dari kiri ke kanan melaluiduktus
arteriosus, yaitu dari aorta ke arteri pulmonal. Luasnya pirau tersebut tergantung dariukuran PDA
dan rasio dari resistensi pembuluh darah paru-paru dan sistemik. Pada kasus yang ekstrim, 70%
darah yang dipompa ventrikel kiri akan mengalir melalui PDA kesirkulasi pulmonal. Jika ukuran
PDA kecil, tekanan antara arteri pulmonal, ventrikel kanan, dan atriumkanan normal. Jika PDA
besar, tekanan arteri pulmonal dapat meningkat baik pada waktusistol dan diastol. Pasien dengan
PDA yang besar mempunyai resiko tinggi terjadinya berbagai komplikasi. Tekanan nadi yang
tinggi disebabkan karena lolosnya darah ke arteri pulmonal ketika fase diastol.

Manifestasi Klinis4,5
Patent ductus arteriosus gejala bervariasi dengan ukuran cacat dan usia kehamilan bayi saat
lahir. PDA kecil dapat menyebabkan tidak ada gejala yang mungkin tidak terdeteksi untuk
beberapa waktu, bahkan sampai dewasa. Beberapa bayi yang mengalami PDA besar dapat
menyebabkan volume overload pada jantung dan aliran darah berlebih di paru-paru atau
menyebabkan gagal jantung segera setelah lahir sehingga akan tampak gejala sebagai berikut :

1. Sulit atau susah makan, pertumbuhan yang buruk.


2. Berkeringat dan terengah-engah dengan pengerahan tenaga, seperti saat menangis,
menyusui, makan, dll Napas cepat, bekerja keras untuk bernapas, dan sesak napas.
3. Mudah letih ketika makan atau bermain.
4. Denyut jantung cepat.

8
Tanda khas pada denyut nadi berupa pulsus seler disebut “water hammer pulse”. Hal ini terjadi

akibat kebocoran darah dari aorta pada waktu sistol maupun diastol, sehingga didapat tekanan nadi

yang besar.

Pada pemeriksaan fisik jantung

Palpasi :

Thrill sistolik yang paling jelas teraba pada ICS II kiri yang dapat menyebar ke sekitarnya Dengan

meningkatnya tekanan arteri pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga dapat teraba pada sela

iga II tepi kiri sternum.

Auskultasi :

Bunyi jantung pertama sering normal, diikuti sistolik click.

Bunyi jantung kedua selalu keras, terkeras di sela iga II kiri.

Machinery murmur yang punctum maksimumnya pada ICS II linea sternalis kiri.

Bising pada waktu sistol bersifat kresendo dengan puncak pada bunyi jantung II sedangkan bising
pada fase diastol bersifat dekresendo, terbaik didengar pada posisi berbaring, sifat, tempat, dan
intensitas bising tidak dipengaruhi respirasi.

Pasien dengan pirau yang besar, dapat terdengar murmur mid-diastolik pada presentasi katup
mitral yang terdengar pada daerah apeks sebagai hasil dari peningkatan volume aliran darah yang
melewati katup mitral.8,9

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosa antara lain :
1. Ekokardiografi : dapat mengukur besar duktus, dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.

Makin besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri.5,10

9
2. Elektrokardiografi: pada PDA kecil dan sedang, EKG dapat normal atau menunjukkan tanda

hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hypertrophy = LVH), sedangkan pada PDA besar dapat

menunjukkan tanda LVH atau hipertrofi kedua ventrikel kiri dan kanan (biventricular

hypertrophy = BVH). 5,10

3. Rontgen foto thorax: pada PDA kecil, foto Rontgen toraks masih normal, sedangkan pada

PDA sedang sampai besar akan tampak kardiomegali, pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri dan

aorta asendens, serta gambaran peningkatan vaskular paru (plethora).10

Diagnosis
Diagnosis kelainan jantung pada anak seringkali sukar ditegakkan, karena kelainan
anatomis ini banyak variabelnya, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Diagnosis
awal sudah bisa ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik yang teliti, elektrokardiografi dan
analisa foto thorax. Sebagian besar kelainan jantung anak atau paling tidak suatu diagnosis banding
yang lebih mengarah sudah dapat ditegakkan hanya dengan ketiga sistem klinis itu. Dan hanya
sebagian kecil saja kelainan kongenital yang lebih kompleks yang memerlukan pemeriksaan
tambahan khusus berupa ekokardiografi dan katerisasi.11

PDA biasanya dipikirkan bila pada bayi atau anak teraba nadi yang kuat dan terdengar
bising kontinu. Hal ini harus dibedakan dengan penyakit jantung non sianotik lain yang
memberikan tanda yang sama termasuk AP-Window dan fistula artrio-vena. Pada bayi yang sangat
muda mungkin baru terdengar bising sistolik sehingga harus dibedakan dengan pasien defek
septum ventrikel. Umumnya echocardiografi diperlukan untuk memastikan diagnosis. Kateterisasi
jantung jarang diperlukan untuk diagnosis, dan hanya dilakukan bila dikhawatirkan ada hipertensi
pulmonal, atau direncanakan penutupan duktus dengan alat kateter khusus. Bila dilakukan,
kateterisasi jantung pasien PDA tanpa komplikasi akan menunjukkan hasil adanya peningkatan
saturasi oksigen di arteri pulmonalis akibat pirau dari aorta yang tekanannya tinggi ke arteri
pulmonalis yang tekanannya.

10
Diagnosis Banding
1. Ventricular Septal Defect (VSD)
Pada VSD besarnya aliran darah ke paru ini selain tergantung pada besarnya lubang, juga
sangat tergantung pada tingginya tahanan vaskuler paru. Makin rendah tahanan vaskuler paru
makin besar aliran pirau darikiri ke kanan. Pada bayi baru lahir dimana maturasi paru belum
sempurna, tahanan vaskuler paru umumnya masih tinggi dan akibatnya aliran pirau dari kiri ke
kanan terhambat walaupun lubang yang ada cukup besar. Tetapi saat usia 2–3 bulan dimana proses
maturasi paru berjalan dan mulai terjadi penurunan tahanan vaskuler paru dengan cepat maka
aliran pirau dari kiri ke kanan akan bertambah. Ini menimbulkan beban volume langsung pada
ventrikel kiri yang selanjutnya dapat terjadi gagal jantung
2. Atrial Septal Defect (ASD)
Pada ASD presentasi klinisnya agak berbeda karena defek berada di septum atrium dan
aliran dari kiri ke kanan yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volum pada jantung kanan. Kelainan ini sering tidak memberikan keluhan
pada anak walaupun pirau cukup besar, dan keluhan baru timbul saat usia dewasa. Hanya sebagian
kecil bayi atau anak dengan ASD besar yang simptomatik dan gejalanya sama seperti pada
umumnya kelainan dengan aliran ke paru yang berlebihan yang telah diuraikan di atas. Auskultasi
jantung cukup khas yaitu bunyi jantung dua yang terpisah lebar dan menetap tidak mengikuti
variasi pernafasan serta bising sistolik ejeksi halus di area pulmonal. Bila aliran piraunya besar
mungkin akan terdengar bising diastolik di parasternal sela iga 4 kiri akibat aliran deras melalui
katup trikuspid. Simptom dan hipertensi paru umumnya baru timbul saat usia dekade 30 – 40
sehingga pada keadaan ini mungkin sudah terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru.
3. Aorta Stenosis (AS)
Aorta Stenosis derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering
terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan
atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Bayi
dengan AS derajat berat akan timbul gagal jantung kongestif pada usia minggu-minggu pertama
atau bulan-bulan pertama kehidupannya. Pada AS yang ringan dengan gradien tekanan sistolik
kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah
Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan ASvalvular

11
yang kritis serta pada anak dengan AS valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100
mmHg.
4. Coarctatio Aorta (CoA)
Coartatio Aorta pada anak yang lebih besar umumnya juga asimptomatik walaupun derajat
obstruksinya sedang atau berat. Kadang-kadang ada yang mengeluh sakit kepala atau epistaksis
berulang, tungkai lemah atau nyeri saat melakukan aktivitas.

Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba, melemah atau terlambatnya pulsasi
arteri femoralis dibandingkan dengan arteri brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran
pirau dari arteri pulmonalis ke aorta desendens. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih tinggi
dari pada tungkai. Obstruksi pada AS atau CoA yang berat akan menyebabkan gagal jantung pada
usia dini dan akan mengancam kehidupan bila tidak cepat ditangani. Pada kelompok ini, sirkulasi
sistemik pada bayi baru lahir sangat tergantung pada pirau dari kanan ke kiri melalui PDA sehingga
dengan menutupnya PDA akan terjadi perburukan sirkulasi sistemik dan hipoperfusi perifer.

5. Pulmonal Stenosis(PS)

Status gizi penderita dengan PS umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang
memuaskan. Bayi dan anak dengan PS ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis
sedangkan neonatus dengan PS berat atau kritis akan terlihat takipnu dan sianosis. Penemuan pada
auskultasi jantung dapat menentukan derajat beratnya obstruksi. Pada PS valvular terdengar bunyi
jantung satu normal yang diikuti dengan klik ejeksi saat katup pulmonal yang abnormal membuka.
Klik akan terdengar lebih awal bila derajat obstruksinya berat atau mungkin tidak terdengar bila
katup kaku dan stenosis sangat berat. Bising sistolik ejeksi yang kasar dan keras terdengar di area
pulmonal. Bunyi jantung dua yang tunggal dan bising sistolik ejeksi yang halus akan ditemukan
pada stenosis yang berat.

Penatalaksanaan
Ada beberapa metode pangobatan yang biasanya diterapkan tim medis untuk mengatasi

gangguan fungsi jantung pada PDA, dan sangat bergantung dari ukuran bukaan pada ductus dan

yang utama usia pasien. Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi

pulmonal.1 Pada bayi prematur, duktus arteriosus sering menutup sendiri pada minggu pertama
12
setelah lahir. Pada bayi aterm, duktus arteriosus akan menutup dalam beberapa hari pertama

setelah lahir. Jika duktus tidak menutup dan menimbulkan masalah, obat-obatan dan tindakan

bedah dibutuhkan untuk menutup duktus arteriosus.1

Pengobatan medikamentosa dapat menggunakan antiinflamasi nonsteroid (AINS), seperti

ibuprofen atau indometasin, untuk membantu penutupan duktus arteriosus pada bayi prematur

sebelum usia 10 hari. AINS memblok prostaglandin yang mempertahankan duktus arteriosus tetap

terbuka. Pada bayi prematur dengan PDA dapat diupayakan terapi farmakologis dengan

memberikan indometasin intravena atau peroral dosis 0,2 mg/kgBB dengan selang waktu 12 jam

diberikan 3 kali. Terapi tersebut hanya efektif pada bayi prematur dengan usia kurang dari satu

minggu, yang dapat menutup duktus pada kurang lebih 70% kasus, meski sebagian akan membuka

kembali. Pada bayi prematur yang berusia lebih dari satu minggu indometasin memberikan respon

yang lebih rendah. Pada bayi aterm terapi ini tidak efektif. Bila usaha penutupan dengan

medikamentosa ini gagal dan gagal jantung kongestif menetap, bedah ligasi PDA perlu segera

dilakukan. Bila tidak ada tanda-tanda gagal jantung kongestif, bedah ligasi PDA dapat ditunda

akan tetapi sebaiknya tidak melampaui usia 1 tahun. Prinsipnya semua PDA yang ditemukan pada

usia 12 minggu, harus dilakukan intervensi tanpa menghiraukan besarnya aliran pirau.8

Tindakan bedah

Pada bayi aterm atau pada anak lebih tua, diperlukan tindakan bedah untuk mengikat atau

memotong duktus. Untuk menutup duktus juga dokter dapat menggunakan tindakan dengan

kateter.8 Pada PDA dengan pirau kiri ke kanan sedang atau besar dengan gagal jantung diberikan

terapi medikamentosa (digoksin, furosemid) yang bila berhasil akan menunda operasi 3-6 bulan

sambil menunggu kemungkinan duktus menutup. Tindakan bedah setelah dibuat diagnosis,

13
secepat-cepatnya dilakukan operasi pemotongan atau pengikatan duktus. Pemotongan lebih

diutamakan dari pada pengikatan yaitu untuk menghindari kemungkinan rekanalisasi kemudian.

Pada duktus yang sangat pendek, pemotongan biasanya tidak mungkin atau jika dilakukan akan

mengandung resiko.7,8

Indikasi operasi duktus arteriosus dapat diringkas sebagai berikut:

1. PDA pada bayi yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa.

2. PDA dengan keluhan.

3. PDA dengan endokarditis infektif yang kebal terhadap terapi medikamentosa.

Hal yang perlu diperhatikan bagi penderita PDA yang usianya lebih dewasa, adalah

mengkonsultasikan kepada dokter ahli jantung yang merawat bila akan menjalankan operasi minor

lain (contoh: operasi amadel) ataupun perawatan gigi, untuk menghindari kemungkinan resiko

endokarditis.7

Prognosis
Pasien dengan PDA kecil dapat hidup normal dengan sedikit atau tidak ada gejala.

Pengobatan termasuk pembedahan pada PDA yang besar umumnya berhasil dan tanpa komplikasi

sehingga memungkinkan seseorang untuk hidup dengan normal.

PENCEGAHAN

Etiologi PDA hingga saat ini masih belum dapat diketahuik dengan pasti. Namun beberapa

faktor dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya PDA , sperti prematuritas, genetic dan

infeksi rubellasaat kehamilan terutama trimester I. Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan

adalah vaksinasi MMR untuk para calon ibu.

14
DAFTRA PUSTAKA

1. Silalahi C, Wahab AS. Duktus arteriosus Paten. Dalam : Wahab AS. Kardiologi Anak:
PenyakitJantung Kongenital Yang Tidak Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2006: 69-76.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi i, Simadribrata K M, Setiati S. Ilmu PenyakitDalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi IV. Jakarta: 2007: 1641-46.
3. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25847/4/Chapter%20II.pdf .
4. Mayo Clinic staff. Patent Ductus Arteriosus. Avaiable from:
http://www.mayoclinic.com/health/patent-ductus-arteriosus/DS00631. Last Update on:
Dec. 22, 2011.
5. Patent Ductus Arteriosus. Avaiable from: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/pda/. Last Update on: September 26, 2011.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of pediatrics.
18thed. Philadelphia: saunders Elsevier; 2007.
7. Desantis ERH, Clyman RI. Patent Ductus Arteriosus Pathophysiology
and Management Patent Ductus Arteriosus. Journal of Perinatology. 2006 : 14-18.
8. Schneider DJ, moore JW. Patent Ductus Arteriosus. University of Illinois College of
Medicine at Peoria and Cardiac Catheterization Laboratory,Children's Hospital
of Illinois, Peoria, Ill (DJS); 2006. 114.

9. Mulyadi MD,dkk. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Bedah. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. 2007.
10. Baraas F. Pengantar Penyakit Jantung Pada Anak. Jurnal kardiologi Indonesia. Vol. XVII
No. 2. 1994.
11. Ontoseno T. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Yang Kritis Pada
Neonatus. Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair - RSU Dr. Soetomo
Surabaya. 2003. 8-9.
12. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. 108,141.
13. Guyton AC. Hall JE. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2007. 353-56.

15

Anda mungkin juga menyukai