Anda di halaman 1dari 4

Lima puluh tiga tahun yang lalu, disebuah desa kecil, sepasang kekasih

mengikrarkan janji suci pernikahan dengan sakral dan sederhana. Mereka bukan
orang kaya, bukan juga orang berpendidikan tinggi, tanpa gelar tanpa ijazah dan
bahkan buta huruf, sepasang kekasih yang kini telah menjadi suami isteri itu
menjalani hidup dengan sederhana dan seadanya. Singkat cerita, 27 tahun berlalu,
pasangan itu belum juga dikaruniai seorang malaikat kecil oleh tuhan, sang isteri kini
sudah tua, kulitnya sudah mengendor, begitu pun sang suami, tenaganya tak seprima
dulu, untuk kerja pun kini sudah tak kuat lagi, mereka hampir putus asa dalam
menanti, 27 tahun bukan waktu yang sebentar, mana hidup juga pas pas-an, berdua
menua dalam susah tidaklah mudah, ditengah kesuraman hidup, yang mereka
inginkan hanyalah hadirnya sang buah hati sebagai pelipur lara, sebab mendambakan
bahagia dari materi tampak sangat konyol bagi pekerja ladang miskin seperti mereka,
bahagia karna cinta pun Nampaknya sudah sangat basi.

Hingga akhirnya ditengah keputusasaan mereka yang kian semakin nyata suatu
keajaiban terjadi, ya, sang isteri hamil, di usia 47 tahun, Kebahagiaan mereka tak
terbendung lagi, tak ada rasa takut sama sekali, mimpi mereka kini menjadi nyata,
doa doa panjang yang dilantunkan selama puluhan tahun dengan penuh harap kini
dikabulkan, mereka seperti kembali menjadi sepasang suami isteri baru, hari hari
penuh cinta itu mekar kembali, yang dinanti kini tinggal lahirnya sang buah hati.

Ajaibnya, kehamilan bayi itu bak anugerah luar biasa dari tuhan, selama masa
kehamilan, rejeki mereka seperti mengalir tanpa henti, bantuan dari tetangga yang
juga turut bahagia mendengar kabar kehamilan itu terus datang silih berganti, hasil
panen pun melimpah ruah, Anak itu dipikirnya benar benar Anugerah. Hingga disuatu
sore, datanglah seorang nenek tua yang dikenal warga sekitar sebagai orang pintar,
orang gila beberapa bahkan memanggilnya dukun, iya, nenek itu tinggal sebatang
kara dan sangat irit bicara, tingkahnya pun kadang tak jelas tapi ada yang istimewa
dari si nenek, bahwa ia tak pernah salah dalam menebak sesuatu, perkataannya
selalu benar seperti ia bisa melihat ke masa depan.
lalu nenek tua itu menghampiri para ibu yang sedang menganyam rotan di teras
rumah, tanpa basa basi dengan ekspresi datar si nenek mengatakan “Anak itu akan
membawa sial” kalimat tak berperasaan itu membuat kaget serta marah para ibu yang
sedang asik mengayam, seorang ibu bahkan melempar rotan ke si nenek, “Kau tua
gila, jaga ucapanmu!!” bentak seorang ibu dengan geram, nenek itu lalu pergi begitu
saja dan para ibu itu bersama berusaha menenangkan hati sang tuan rumah yang
sedang hamil.

Meski para ibu itu berusaha menyangkal perkataan sang nenek, tapi jauh dalam hati,
mereka takut kalau perkataan sang nenek itu benar, pasalnya nenek itu memang tak
pernah salah dalam menebak sesuatu, hal itu bukan rahasia lagi semua warga desa tau
itu bahkan pasangan suami isteri itu pun tau.

Hari demi hari berlalu perut si isteri pun makin membesar, pertanda semakin dekat
pula pertemuan dengan si buah hati. Dan juga tak ada yang terbukti dari kalimat si
nenek itu, hari hari di desa tetap cerah seperti biasa, aktivitas warga pun tak banyak
berubah, tak ada masalah semuanya berjalan seperti biasa, kata kata nenek itu kini
hanya angin lalu saja bagi mereka.

Beberapa bulan berlalu dengan cepat, Hingga di suatu malam, turun hujan yang amat
deras dibarengi dengan petir dan Guntur hebat , yang bahkan saking derasnya tetesan
hujan menembus atap atap rumah warga , amat mengerikan, suasana malam jum’at
itu bak di film horror, semua warga desa masuk ke dalam rumah dan mengunci rapat
pintu dan bertanya tanya “Apakah akan ada bencana?” ,”Ada apa ini, pagi hingga
sore tadi semuanya baik baik saja, hujan mengerikan ini sangat tiba tiba!!”

Di tengah suasana itu, sang isteri yang tengah hamil tua nampaknya akan segera
melahirkan, sang suami yang sudah tau hal itu dengan sigap berlari ke luar rumah
menerjang petir, hujan dan angin yang menggila bak monster kelaparan, tanpa alas
kaki dan payung sebagai pelindung raga, dia benar benar menantang amukan alam
malam itu, berlari kesana kemari mencari bantuan berteriak hingga suaranya hampir
habis, “Tolong saya! Tolong saya! Isteriku akan segera melahirkan!!!“ tak terhitung
berapa kali sudah ia meneriakkan kalimat itu, tekadang teriakannya dicegat oleh
batuk yang sudah tak mampu ia tahan , tak terhitung berapa banyak rumah yang di
datanginya, tapi tak seorang pun yang berani keluar rumah saat itu, cuaca malam itu
memang sangat berbeda, perpaduan sempurna antara Petir, Guntur dan hujan
menciptakan amukan dashyat yang menakutkan. Kini sudah berjam jam ia keluar
mencari pertolongan, kaki nya nampak berdarah tergores batuan tajam, badannya
menggigil menahan dingin, belum lagi usianya yang sudah tua renta, tapi jiwa nya
memang amat kuat hingga memaksa raganya untuk tak kalah melawan badai, malam
itu dia menjadi superhero bagi anak istrinya, lalu di ingatnya ada 1 rumah yang belum
ia datangi, Ya, itu rumah si nenek tua. Tanpa pikir panjang di tengah lebatnya hujan
dan gemuruh yang menakutkan sang suami itu berlari dengan penuh harap.
Malam itu terasa amat menyeramkan, suara petir, Guntur dan gemercik hujan yang
hebat mengiringi malam itu bak film horror, dengan kaget Prabu terbangun dari
tidurnya yang tidak begitu nyenyak, ia tampak bingung dengan cuaca malam itu yang
tak seperti biasanya, seingatnya pagi tadi cuaca sangat cerah begitu pun di sore hari
tak ada mendung atau tanda tanda akan hujan. Prabu beranjak dari tempat tidurnya
menuju meja di sudut kamarnya untuk mengambil segelas air, sambil berdiri dan
meneguk air minumnya, Prabu membuka jendela yang tepat berada di sampingnya.
“Dicuaca seperti ini rasanya aku ingin mendengar musik, cocok sekali untuk
menghibur luka, seolah olah alam mengerti perasaanku” ucap prabu saat itu, sembari
melihat langit malam dan rintik hujan yang jatuh dibalik jendela, Namun karena
tubuhnya begitu lelah ia mengurungkan niatnya, Prabu lalu kembali ke tempat
tidurnya, ia berbaring lagi di atas kasur tapi kini sulit baginya untuk tidur lagi.
Dengan tatapan kosong Prabu melihat ke atas, Tiba tiba ia teringat akan kejadian 22
tahun lalu, “Ah, saat itu cuacanya juga seperti ini, hujan lebat dan guntur, aku heran
mengapa anak umur 8 tahun itu nekat keluar dari rumah, ternyata aku dulu cukup
pemberani” Kata Prabu sembari mengingat kejadian kelam itu.

Anda mungkin juga menyukai