Case Report - Gangguan Cemas Menyeluruh (Perbaikan)
Case Report - Gangguan Cemas Menyeluruh (Perbaikan)
Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 26 Maret 2018 – 29 April 2018
Oleh:
2
KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ilmiah dengan judul
“GANGGUAN CEMAS MENYELURUH” untuk memenuhi tugas ilmiah yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di
Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dr.
Bintang Arroyantri, Sp.KJ selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.
Tim Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
DAFTAR PUSTAKA 34
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
kepribadian seperti paranaoid, menghindar, skizoid, dependen, dan obsesif-
kompulsif, anoreksia nervosa, gangguan hipokondria, gangguan dismorfik tubuh,
dan trikotilomania. Antara subtipe pun kadang sulit dibedakan, karenanya bisa
juga didiagnosis banding dengan sesama subtipe. Salah satu pertimbangan dalam
mendiagnosis kecemasan karena kondisi medis lain adalah untuk memastikan
kecemasan tidak terjadi hanya selama fase delirium. Ansietas akibat efek
penggunaan atau penyalahgunaan zat harus dipertimbangkan juga.1,2
2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. KMY
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Suku/Bangsa : Sumatera selatan
Pendidikan : SMA (tamat)
Pekerjaan : Penjual Pempek
Agama : Islam
Alamat : Jalan Faqih Jalaludin no. 213, 19 Ilir, Palemang
Datang ke RS : Kamis, 5 April 2018
Cara ke RS : Pergi sendiri
Tempat Pemeriksaan : Poliklinik RSUD Ernaldi Bahar Palembang
II. ANAMNESIS
A. AUTOANAMNESIS
a. Keluhan utama
Os mengeluh bahwa dirinya sering cemas berlebihan sejak 10 tahun
yang lalu.
b. Riwayat perjalanan penyakit
Kurang lebih 10 tahun yang lalu, os mengaku pertama kali
mulai mengalami cemas karena memikirkan banyak hal. Os sering
khawatir terkena musibah pada dirinya dan keluarganya dan juga
khawatir tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarga. Hal ini hampir
terjadi setiap hari. Akibat karena terlalu memikirkan kekhawatirannya,
os menjadi gelisah dan sulit tidur. Dalam sehari, os hanya dapat tidur
selama 2-4 jam dan juga terkadang bangun di pertengahan tidur
sehingga saat di pagi hari pasien merasa tidak segar. Os memutuskan
3
untuk berobat ke dokter umum dan diberi obat tidur yaitu alprazolam.
Setelah minum obat yang diberikan, kesulitan tidur berkurang.
Kurang lebih 8 tahun yang lalu, os mengaku masih sering
mengalami kecemasan. Perasaan cemas muncul secara mendadak yang
diikuti oleh perasaan pusing, berkeringat, gemetaran, bibir terasa
kering, terkadang disertai jantung berdebar-debar dan seperti disayat
apabila pasien terlalu cemas, gelisah, dan emosi labil seperti mudah
marah. Os mengaku sulit untuk berhenti cemas. Terkadang os sering
terbangun di malam hari dan was-was karena mendengar suara-suara
yang ditakutkan adalah pencuri di dalam rumahnya tetapi saat diperiksa
suara datang dari rumah tetangga. Pasien merasa menjadi pelupa dan
kadang sulit untuk berkonsentrasi. Os tidak pernah kontrol ulang dan
membeli obat sendiri (alprazolam dari dokter umum), tetapi pada tahun
2011, alprazolam hanya bisa didapatkan apabila berobat di RS Ernaldi
Bahar sehingga os tidak bisa membeli obat sendiri.
Os mengaku tidak pernah mendengar bisikan-bisikan, tidak
pernah melihat bayangan yang tidak nyata, dan tidak memiliki pikiran
kepercayaan yang tidak masuk akal. Os tidak mengalami kesulitan
dalam bekerja dan merasa nyaman bersosialisasi dengan orang lain.
Sejak + 7 tahun yang lalu, os berobat ke RS Charitas dengan
keluhan cemas masih ada untuk mendapatkan obat alprazolam, namun
os dirujuk oleh dokter Rumah Sakit Charitas, Palembang ke Rumah
Sakit Ernaldi Bahar untuk diperiksa dan didiagnosis lebih lanjut. Os
rutin kontrol ke Rumah Sakit Ernaldi Bahar dan rutin mengonsumsi
obat apabila diperlukan dan keluhan cemas menjadi berkurang.
Saat ini, os mengaku rasa cemas yang dialami terkadang masih
sering dialami namun sudah lebih berkurang dibandingkan dulu dan
gangguan tidur juga mulai berkurang. Os datang untuk berobat dan
kontrol rutin.
4
c. Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat kejang : tidak ada
- Riwayat trauma : tidak ada
- Riwayat diabetes melitus: tidak ada
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat asma : tidak ada
- Riwayat alergi : tidak ada
d. Riwayat pengobatan
Os mengkonsumsi alprazolam sejak 2008 atas pemberian dari
dokter umum dengan dosis 1 x 0,25mg. Pada tahun 2011 Os mengaku
gangguan yang dialaminya semakin parah sehingga Os menaikkan sendiri
dosis pengobatannya menjadi 2 x 0,25mg.
e. Riwayat premorbid
- Lahir : lahir spontan, langsung menangis
- Bayi : tumbuh kembang baik
- Anak-anak : sosialisasi baik
- Remaja : sosialisasi baik
- Dewasa : sosialisasi baik
- Riwayat minum alkohol (+) sejak tahun 2000 dan terakhir konsumsi
tahun 2009. Alkohol yang diminum berupa bir, anggur merah, tuak,
dan vodka sekitar 1-2 kali dalam seminggu.
- Riwayat NAPZA (+) tahun 1996-1998. NAPZA yang pernah
dikonsumsi berupa sabu-sabu, inex, ganja, putau, dan kokain. Os
mengaku menggunakannya 1-3 kali dalam sebulan. Os mengaku
berhenti sendiri tanpa rehabilitasi.
5
f. Riwayat keluarga
- Os merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Os memiliki satu
orang adik laki-laki dan satu orang adik perempuan.
- Anggota keluarga dengan gangguan jiwa disangkal.
6
Keterangan:
: Pasien
:Laki-laki
D
: Perempuan
g. Riwayat pendidikan
SMA (tamat)
h. Riwayat pekerjaan
Penjual pempek dengan berdagang dirumahnya sendiri.
j. Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah pada tahun 1993. Os mengenal istrinya melalui
teman dekat Os. Hubungan Os dengan istri diakui harmonis. Istrinya
adalah ibu rumah tangga yang sehari-hari turut membantu Os dalam
berjualan pempek. Istri juga menerima jahitan untuk menambah
pendapatan. Diakui oleh Os bahwa istrinya adalah sosok yang selalu
mendukungnya walaupun Os dalam keadaan susah dan juga merupakan
sosok yang penyabar. Anak perempuan Os yang pertama lahir pada tahun
1994 dan hendak menikah pada tahun ini. Anak perempuan Os yang
kedua lahir tahun 1997 dan sedang berkuliah di Unsri.
3
digunakan sebagai tempat untuk berjualan pempek sedangkan bagian atas
digunakan sebagai tempat tinggal. Terdapat 1 ruang tamu, 1 kamar
mandi, 1 dapur, dan 2 kamar tidur. Ukuran rumah sekitar 8x5 m2.
Pendapatan yang didapatkan oleh Os tidak menentu tergantung jumlah
pembeli. Sehari-hari Os bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp.
100.000 – Rp. 300.000.
4
III. PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
1) Keadaan Umum
Sensorium : Compos Mentis
Frekuensi nadi : 113 x/menit
Tekanan darah : 123/71 mmHg
Suhu : 360 C
Frekuensi napas : 18 x/menit
B. STATUS NEUROLOGIKUS
1) Urat syaraf kepala (panca indera) : tidak ada kelainan
2) Gejala rangsang meningeal : tidak ada kelainan
3) Mata:
Gerakan : baik ke segala arah
Persepsi mata : baik, diplopia tidak ada, visus normal
Pupil :bentuk bulat, sentral, isokor, Ø
3mm/3mm
Refleks cahaya : +/+
Refleks kornea : +/+
Pemeriksaan oftalmoskopi : tidak dilakukan
4) Motorik
Fungsi Motorik Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal
Kekuatan
5/5
Tonus Eutonik Eutonik Eutonik Eutonik
Klonus - - - -
Refleksfisiologis + + + +
Reflekspatologis - - - -
5) Sensibilitas : normal
6) Susunan syaraf vegetatif : tidak ada kelainan
7) Fungsi luhur : tidak ada kelainan
8) Kelainan khusus : tidak ada
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
a. Sensorium : Compos Mentis
b. Perhatian : Atensi adekuat
c. Sikap : Kooperatif
d. Inisiatif : Adekuat
e. Tingkah laku motorik : Normal
f. Ekspresi fasial : Wajar
g. Cara bicara : Lancar
h. Kontak psikis : adekuat
i. Kontak fisik : adekuat
j. Kontak mata : adekuat
k. Kontak verbal : adekuat
6
b. Hidup emosi
Stabilitas : stabil
Dalam-dangkal : normal
Pengendalian : terkendali
Adekuat-Inadekuat : adekuat
Echt-unecht : Echt
Skala diferensiasi : normal
Einfuhlung : bisa dirasakan
Arus emosi : stabil
7
b. Isi Pikiran
Waham : tidak ada
Pola Sentral : tidak ada
Fobia : tidak ada
Konfabulasi : tidak ada
Perasaan inferior : tidak ada
Kecurigaan : tidak ada
Rasa permusuhan : tidak ada
Perasaan berdosa : tidak ada
Hipokondria : tidak ada
Ide bunuh diri : tidak ada
Ide melukai diri : tidak ada
Lain-lain : tidak ada
Pemilikan pikiran
Obsesi : tidak ada
Aliensi : tidak ada
e. Kecemasan : ada
8
f. Dekorum
Kebersihan : cukup
Cara berpakaian : cukup
Sopan santun : cukup
D. PEMERIKSAAN LAIN
a. Pemeriksaan radiologi/foto thoraks : tidak dilakukan
b. Pemeriksaan radiologi/ CT scan : tidak dilakukan
c. Pemeriksaan darah rutin : tidak dilakukan
d. Pemeriksaan laboratorium : tidak dilakukan
e. Pemeriksaan urin : tidak dilakukan
f. Pemeriksaan LCS : tidak dilakukan
g. Pemeriksaan elektroensefalogram : tidak dilakukan
VI. TERAPI
a. Psikofarmaka
- Clobazam 1 x 10 mg
- Alprazolam 1 x 1 mg
b. Psikoterapi
Suportif
- Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya.
9
Kognitif
- Menerangkan tentang gejala penyakit pasien yang timbul akibat
cara berpikir yang salah, mengatasi perasaan, dan sikapnya
terhadap masalah yang dihadapi.
Keluarga
- Memberikan pengertian kepada keluarga tentang penyakit pasien
sehingga diharapkan keluarga dapat membantu dan mendukung
kesembuhan pasien.
10
Religius
- Bimbingan keagamaan agar pasien selalu menjalankan ibadah
sesuai ajaran agama yang dianutnya, yaitu menjalankan solat lima
waktu, menegakkan amalan sunah seperti mengaji, berzikir, dan
berdoa kepada Allah SWT.
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
3.2 Epidemiologi
12
Gangguan cemas menyeluruh merupakan gangguan kecemasan yang paling sering
ditemukan pada usia tua. 4,5,6
3.3 Etiologi
a. Teori psikoanalitik
13
kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal dari
ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain tidak
menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi.
Kecemasan persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa
diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari
luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut
kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada
tingkat yang paling dewasa, superego kecemasan berhubungan
dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi standar
diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua.
Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan
tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien.
Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa
tingkat perkembangan yang bervariasi.1
b. Teori Perilaku
c. Teori eksistensial
14
15
d. Teori kognitif-perilaku
e. Teori Genetik
b. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan
dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat
adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid
(GABA). Salah satu eksperimen tersebut untuk mempelajari
kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan
disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan
negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya
benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk
16
situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut
mengganggu respon perilaku hewan.1
c. Norepinefrin
17
d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
f. Serotonin
18
kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut pada omset 5-
hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks prefrontal,
amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini
pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan
serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan
kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD.Efektivitas
buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan
adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan.
g. GABA
19
antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan
serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik.
Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa
pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari
reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti
secara langsung.1
h. Aplysia
i. Neuropeptida Y
20
bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih
baik.1
j. Galanin
21
Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di
bawah:
2. Otot tegang/kaku/pegal
3. Tidak bisa diam
6. Jantung berdebar-debar
8. Mulut kering
22
(Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin
Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan
kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas
sistem simpatis dan sistem parasimpatis.
Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat
terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan
mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada
kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan
terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah
meninggi. Pada gangguan cemas menyeluruh yang terutama berperan adalah
neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor
serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1
bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat
sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi
kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan
darah.6
3.5 Diagnosis
3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala
berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi
23
dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan: hanya
satu nomor yang diperlukan pada anak:
a) Kegelisahan
d) Iritabilitas
e) Ketegangan otot
f) Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidak memuaskan)
24
Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut:8
25
adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat
atau obat seperti alkohol, hipnotik- sedatif dan anxiolitik.2
1. Fobia
3. Hipokondriasis
26
3.7 Tatalaksana
1. Terapi
2. Psikoterapi
27
Sebagian besar pasien mengalami berkurangnya ansietas secara
nyata ketika diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kesulitan mereka
dengan dokter yang simpatik dan peduli. Jika klinisi menemukan situasi
eksternal yang mencetuskan ansietas, mereka mungkin mampu-sendiri
atau dengan bantuan pasien maupun keluarganya-mengubah lingkungan
sehingga mengurangi tekanan yang menimbulkan stres. Perbaikan gejala
sering memungkinkan pasien berfungsi efektif di dalam pekerjaan dan
hubungannya sehari-hari sehingga mendapatkan hadiah dan kepuasan baru
yang juga bersifat terapeutik.1
28
3. Farmakoterapi
Karena gangguan bersifat jangkan panjang, suatu rencana terapi
harus dilakukan dengan teliti. Tiga obat utama yang harus
dipertimbangkan untuk terapi gangguan ansietas menyeluruh adalah
buspiron, benzodiazepin dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
(SSRI). Obat lain yang dapat berguna adalah obat trisiklik (contohnya
imipramin [Tofranil]), antihistamin dan antagonis β-adrenergik (contohnya
propranolol [Inderal]).1
Walaupun terapi obat untuk gangguan ansietas menyeluruh kadang-
kadang dilihat sebagai terapi 6 hingga 12 bulan, sejumlah bukti
menunjukkan bahwa terapi haruslah jangka panjang, mungkin seumur
hidup. Sekitar 25 persen pasien kambuh di bulan pertama setelah
penghentian terapi dan 60 hingga 80 persen kambuh pada perjalanan tahun
berikutnya. Walaupun beberapa pasien menjadi bergantung pada
benzodiazepin, tidak terjadi toleransi terhadap efek terapeutik
benzodiazepin, buspiron, atau SSRI.1
Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan obat pilihan untuk gangguan ansietas
menyeluruh. Obat ini diresepkan bila perlu sehingga pasien mengonsumsi
benzodiazepin kerja cepat saat mereka terutama merasa cemas.
Pendekatan alternatif adalah meresepkan benzodiazepin untuk suatu
periode waktu yang terbatas, selama pendekatan terapeutik psikososial
diterapkan.1
Sejumlah masalah dikaitkan dengan penggunaan benzodiazepin
pada gangguan ansietas menyeluruh. Sekitar 25 hingga 30 persen pasien
tidak berespon dan dapat terjadi toleransi serta ketergantungan. Sejumlah
pasien juga mengalami gangguan keterjagaan saat mengonsumsi obat
sehingga berisiko mengalami kecelakaan mobil dan mesin.1
Keputusan klinis untuk memulai terapi dengan benzodizepin
haruslah spesifik dan dipertimbangkan. Diagnosis pasien, gejala target
yang spesifik, serta durasi terapi harus ditentukan dan informasi harus
diberikan kepada pasien. Terapi untuk sebagian besar keadaan ansietas
29
berlangsung 2 hingga 6 minggu diikuti 1 atau 2 minggu untuk
menurunkan dosis obat secara bertahap sebelum dihentikan. Kesalahan
klinis yang paling lazim pada terapi dengan benzodiazepin adalah
meneruskan terapi untuk jangka waktu yang tidak terbatas.1
Untuk terapi ansietas, biasa dilakukan pemberian obat yang dimulai
dengan dosis terendah dari kisaran terapeutik dan peningkatan dosis untuk
mendapatkan respons terapeutik. Penggunaan benzodiazepin dengan
waktu paruh intermediat (8 hingga 15 jam) cenderung menghindari
sejumlah efek simpang penggunaan benzodiazepin dengan waktu paruh
panjang, serta penggunaan dosis terbagi mencegah timbulnya efek
simpang akibat tingginya kadar plasma. Perbaikan yang dihasilkan
benzodiazepin dapat melebihi efek ansietas sederhana. Contohnya, obat
dapat membuat pasien memandang berbagai kejadian dengan pandangan
positif. Obat ini juga memiliki aksi disinhibisi ringan, serupa dengan aksi
yang diamati setelah mengonsumsi sejumlah kecil alkohol.1
Buspiron
Buspiron adalah agonis parsial reseptor 5 HT1A dan tampaknya
paling efektif pada 60 hingga 80 persen pasien dengan gangguan ansietas
menyeluruh. Data menunjukkan bahwa buspiron lebih efektif mengurangi
gejala kognitif pada gangguan ansietas menyeluruh dibandingkan
mengurangi gejala somatik. Bukti juga menunjukkan bahwa pasien yang
sebelumnya menjalani terapi dengan benzodiazepin cenderung tidak
berespons terhadap terapi dengan buspiron. Kurangnya respon dapat
disebabkan tidak adanya, dengan terapi buspiron, sejumlah efek
nonansiolitik benzodiazepin (seperti relaksasi otot dan rasa sejahtera
tambahan). Kerugian utama buspiron adalah bahwa efeknya memerlukan
waktu 2 hingga 3 minggu untuk terlihat, dibandingkan dengan efek
ansiolitik benzodiazepin yang hampir segera didapatkan. Satu pendekatan
adalah untuk memulai benzodiazepin dan buspiron secara bersamaan
kemudian menurunkan dosis benzodiazepin setelah 2 sampai 3 minggu,
pada saat ini buspiron seharusnya sudah mencapai efek maksimum.
30
Sejumlah studi juga melaporkan bahwa terapi kombinasi jangka panjang
benzodiazepin dan buspiron dapat lebih efektif daripada kedua obat
tersebut secara tersendiri. Buspiron bukanlah terapi yang efektif untuk
putus benzodiazepin.1
Venlafaksin
Venlafaksin (Effexor) efektif untuk mengobati insomnia, konsentrasi
yang buruk, kegelisahan, iritabilitas dan ketegangan otot yang berlebihan
akibat gangguan ansietas menyeluruh.1
Obat lain
Jika terapi konvensional (cth., dengan buspiron atau benzodiazepin)
tidak efektif atau tidak seluruhnya efektif, kemudia diindikasikan
pengkajian ulang klinis untuk menyingkirkan adanya keadaan komorbid
seperti depresi, atau untuk memahami lebih jauh stres lingkungan pasien.
Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan ansietas menyeluruh
mencakup obat trisiklik dan tetrasiklik. Antagonis reseptor β-adrenergik
dapat mengurangi manifestasi somatik ansietas tetapi tidak keadaan yang
mendasari dan penggunaannya biasanya terbatas pada ansietas situasional
seperti ansietas penampilan. Nefazodon (Serzone) yang juga digunakan
pada depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan mencegah gangguan
panik.1
31
3.8 Prognosis
32
dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian
premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin
baik.
BAB IV
33
ANALISIS KASUS
34
tidak masuk akal. Os tidak mengalami kesulitan dalam bekerja dan merasa
nyaman bersosialisasi dengan orang lain.
Saat ini, os mengaku rasa cemas yang dialami terkadang masih sering
dialami namun sudah lebih berkurang dibandingkan dulu dan gangguan tidur juga
mulai berkurang. Os datang untuk berobat dan kontrol rutin.
Status internus dan neurologikus dalam batas normal. Pada status
psikiatrikus, keadaan umum dalam batas normal. Pada keadaan khusus, keadaan
afektif dan emosi normal. Pada keadaan dan fungsi intelektual, terdapat kelainan
pada daya ingat dan daya konsentrasi, daya ingat dan daya konsentrasi pada
pasien kurang baik. Kelainan sensasi dan persepsi tidak ditemukan. Pada keadaan
proses berpikir, ditemukan adanya kecemasan. Arus pikiran, isi pikiran, pemilikan
pikiran, keadaan dorongan instinktual dan perbuatan dalam batas normal.
Dekorum cukup dan RTA normal. Pemeriksaan lain tidak dilakukan pada pasien.
Penilaian diagnosis dinilai secara multiaksial menurut DSM V, yaitu:
1) Aksis I
Dari autoanamnesis, dapat disimpulkan bahwa pasien menderita
gangguan cemas menyeluruh. Hal ini didasarkan pada:
1) Kecemasan yang berlebihan dan sulit dikendalikan
Pasien mengaku sering mengalami kecemasan yang telah berlangsung
sejak 10 tahun lalu. Perasaan cemas sering muncul secara mendadak.
Pasien khawatir terkena musibah pada dirinya dan keluarganya dan juga
khawatir tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarga. Pasien juga
mengaku sulit untuk berhenti cemas.
2) Ketegangan motorik
Saat pasien sedang cemas sering diikuti dengan kegelisahan, gemetaran,
dan kepala dan emosi labil seperti mudah marah. Os mengaku sulit untuk
berhenti cemas
35
3) Hiperaktivitas otonomik
Saat cemas, pasien juga mengaku berkeringat, bibir terasa kering,
terkadang disertai jantung berdebar-debar dan seperti disayat apabila
pasien terlalu cemas.
4) Kewaspadaan kognitif
Pasien sering terbangun di malam hari dan was-was karena mendengar
suara-suara yang ditakutkan adalah pencuri tetapi saat diperiksa suara
datang dari rumah tetangga. Selain itu, emosi pasien sering labil seperti
mudah marah.
36
lengkap dari episode depresif (F32.-), ganguan anxietas fobik (F40.-),
gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-)
2) Aksis II
F61.1 Perubahan kepribadian yang bermasalah. Pada kasus ini, gangguan
kepribadian Os tidak dapat diklasifikasikan dalam F60.- atau F62.- dan
dianggap sebagai sekunder terhadap suatu diagnosis utama yaitu berupa
gangguan anxietas yang ada bersamaan.
3) Aksis III
Tidak ditemukan diagnosis karena tidak ada gangguan medis lain pada
pasien.
4) Aksis IV
Masalah yang muncul ada hubungan dengan masalah keluarga dan ekonomi.
5) Aksis V
Pasien mengalami gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih
dari masalah harian yang biasa. GAF Scale 90-81.
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin J. Sadock, Virginia A. Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri klinis Edisi
2. Jakarta: ECG. H; 233-241.
2. American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders DSM-5.
3. DSM IV-TR. 2000. Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders
(DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association.American
Psychological Association.
4. Shear, Katherine M. 2007. Anxiety Disorders “Generalized Anxiety Disorder”
in : Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington:
WebMD Inc.
5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. 2007 Generalized Anxiety
Disorder in: Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams &
Wilkins. p. 623-7
6. Mansjoer, A., dkk (editor), 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1.
Penerbit Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
7. Stevens V. Anxiety Disorders. In: Goljan EF, editor. Behavioral Science.
Elsevier Science.
8. Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; Hal.
74
38