Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
2.1.1 PENYAKIT MENULAR DBD
A. Definisi Penyakit DBD
Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
yang disebabkan oleh virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan
demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2‐7 hari, manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis,
melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple Leede) positif,
trombositopeni (jumlah trombosit ≤ 100.000/l, hemokonsentrasi (peningkatan
hemotokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
B. Faktor Resiko Penularan DBD
Beberapa faktor penularan DBD sebagai berikut:
1. Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cepat
2. Mobilisasi penduduk karena membaiknya sarana dan prasarana
transportasi dan terganggu atau melemahnya pengendalian populasi
sehinggamemungkin terjadinya KLB
3. Kemiskinan yang mengakibatkan orang tidak mempunyai kemampuan
untuk menyediakan rumah yang layak dan sehat
4. Pasokan air minum dan pembuangan sampah yang benar
5. Pendidikan dan pekerjaan masyarakat, jarak antar rumah, keberadaan
tempat penampungan air, keberadaan tanaman hias dan pekarangan.
C. Klasifikasi Kasus dan Berat Penyakit
Sekarang ini disepakati bahwa dengue adalah suatu penyakit yang memiliki
presentasi klinis bervariasi dengan perjalanan penyakit dan luaran (outcome)
yang tidak dapat diramalkan.
Diterbitkannya panduan World Health Organization (WHO) terbaru di
tahun 2009 lalu, merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu
panduan WHO 1997.
Klasifikasi kasus yang disepakati sekarang adalah:
a. Dengue tanpa tanda bahaya (Dengue Without Warning Signs)
b. Dengue dengan tanda bahaya (Dengue With Warning Signs)
c. Dengue berat (Severe Dengue)

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya :


Dengue probable :
1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue
2. Demam disertai 2 dari hal berikut :
a) Mual, muntah
b) Ruam
c) Sakit dan nyeri
d) Uji torniket positif
e) Lekopenia
f) Adanya tanda bahaya
3. Tanda bahaya adalah :
a. Nyeri perut atau kelembutannya
b. Muntah berkepanjangan
c. Terdapat akumulasi cairan
d. Perdarahan mukosa
e. Letargi, lemah
f. Pembesaran hati > 2 cm
g. Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah
trombosit yang cepat

Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting bila bukti kebocoran


plasma tidak jelas).
Kriteria dengue berat :
1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS),
akumulasi cairan dengan distress pernafasan.
2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi
3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan
kesadaran, gangguan jantung dan organ lain)
Untuk mengetahui adanya kecenderungan perdarahan dapat dilakukan uji
tourniquet, walaupun banyak faktor yang mempengaruhi uji ini tetapi sangat
membantu diagnosis, sensitivitas uji ini sebesar 30 % sedangkan spesifisitasnya
mencapai 82 %.
D. Gambaran Klinis DBD
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar
antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul
pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di
dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai
dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai
dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis
seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x
109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh. Tiga
tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai demam, beracun dan pemulihan.
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu :
a. Derajat I : Dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan
uji torniket + (positif)
b. Derajat II : Yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain
c. Derajat III : Ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik
menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin,
kulit lembab dan pasen tampak gelisah
d. Derajat IV : Ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi
tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
E. Diagnosis DBD
Diagnosis klinis :
Ditandai demam akut, trombositopenia, perdarahan ringan-berat, kebocoran
plasma hemokonsentrasi, efusi pleura, hipoalbuminemia.
Diagnosis Laboratorium :
a. Pemeriksaan Hematologi Rutin.
b. Uji virology
c. Uji serologi
Terdapat lima uji serologi dasar yang umum digunakan untuk mendiagnosis
infeksi Dengue secara rutin yaitu :
1. Uji hambatan hemaglutinasi (Hemaglutinasi inhibition = HI)
2. Uji Fiksasi komplemen (Complemen fixation = CF)
3. Uji Netralisasi (Neutralization test = NT)
4. IgM Capture enzymelinked immunosorbent assay (MAC ELISA)
5. Indirect lg G ELISA
F. Pencegahan DBD
Usaha pencegahan dan pemberantasan DBD yang telah dilakukan
pemerintah, antara lain dengan metode pengasapan (fogging) dan abatisasi.
Penyemprotan sebaiknya tidak dipergunakan, kecuali keadaan genting selama
terjadi KLB atau wabah.
Upaya yang paling tepat untuk mencegah demam berdarah adalah
membasmi jentik-jentiknya ini dengan cara sebagai berikut :
1. Bersihkan ( kuras ) tempat penyimpanan air (seperti bak mandi/WC,
drum dll) seminggu sekali.
2. Tutuplah kembali tempayan rapat-rapat setelah mengambil airnya,
agar nyamuk Demam berdarah tidak dapat masuk dan bertelur
disitu.
3. Gantilah air di vas bunga dan pot tanaman air setiap hari
4. Kubur atau buanglah sampah pada tempatnya, plastik dan barang-
barang bekas yang bisa digenangi air hujan
5. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras,
taburkan bubuk Abateke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali atau peliharalah ikan ditempat itu
6. Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut : untuk
10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk Abate atau 10 gram untuk
100 liter dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk menakar, gunakan
sendok makan. Satu sendok makan peres (yang diratakan di atasnya)
berisi 10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau
menambahnya sesuai dengan banyaknya air yang akan
diabatisasi.Takaran tak perlu tepat betul. (Abate dapat dibeli di
apotik-apotik).
G. Epidemiologi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam
dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS). Dalam 50
tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan peningkatan
ekspansi geografis ke negara-negara baru dan, dalam dekade ini, dari kota ke
lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di sebagian besar wilayah
tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan
Karibia. Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil
dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah
orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang,
setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap
tahun diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia,
tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue
melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah menurun di
beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat dan
banyak menimbulkan kematian pada anak, 90% di antaranya menyerang anak
di bawah 15 tahun. Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di
beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah
penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-
tahun berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara
bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008
sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate
(CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian
1.384 orang atau CFR 0,89%. Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi
adalah pada kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran
dengan adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15-44
tahun, sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun
sangat rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%.
H. Riwayat Alamiah Penyakit DBD
I. Patofisiologi DBD
2.1.2 PENYAKIT MENULAR HEPATITIS
A. Definisi Penyakit Hepatitis
Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati.
kebanyakan hepatitis virus akut pada anak atau orang dewasa disebabkan oleh salah
satu dari agen berikut: virus hepatitis A (HAV), agen penyebab hepatitis virus tipe A
(hepatitis infeksius); virus hepatitis B (HBV), penyebab hepatitis virus B (hepatitis
serum); virus hepatitis C (HCV), agen hepatitis C (penyebab sering hepatitis
pascatransfusi); atau virus hepatitis E (HEV), agen hepatitis yang ditularkan secara
enterik. Virus lain yang menjadi penyebab hepatitis yang tidak dapat dimasukan
kedalam gol.agen yang telah diketahui dan penyakit yang terkait dinyatakan sebagai
hepatitis non-A-E. Virus lain yang diketahui sifatnya yang dapat menyebabkan
hepatitis sporadik, seperti virus demam kuning, sitomegalovirus,virus epstein-
barr,virus herpes simpleks, virus rubela dan enterovirus.
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B"
(HBV), suatu anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati
akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati
atau kanker hati. Mula-mula dikenal sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi
epidemi. HBV penyebab hepatitis serum, HBV ditetapkan sebagai infeksi kronis
terutama pada mereka yang terinfeksi sewaktu bayi. Ini merupakan faktor utama dalam
perkembangan terakhir.
B. Gejala Penyakit
Secara khusus tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam,
sakit perut dan kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi
penderita hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut,
sehingga penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
Tanda gejala hepatitis B biasanya muncul setelah dua sampai tiga bulan setelah anda
terinfeksi dan gejalanya dapat berfariasi dari yang ringan sampai prarah. Tanda dan
gejala hepatitis B antara lain :
1. Nyeri pada area perut 4. Hilang nafsu makan
2. Urin yang berwarna gelap 5. Mual dan muntah
3. Nyeri sendi 6. Lemah dan kelelahan
7. Kulit dan area putih pada
mata menjadi kuning
C. Transmisi Hepatitis B
Mode transmisi adalah sama bagi human immunodeficiency virus (HIV), tetapi
HBV adalah 50 sampai 100 kali lebih menular seperti HIV, VHB dapat bertahan hidup
di luar tubuh setidaknya selama 7 hari. Selama waktu itu, virus tetap dapat
menyebabkan infeksi jika memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi.
1. Sumber Penularan Virus Hepatitis B.
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus Hepatitis B berupa :
a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B
d. Feces dan urine
e. Lain – lain : sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang
terkontaminasi virus hepatitis B. Selain itu dicurigai penularan melalui
nyamuk atau serangga penghisap darah.
2. Cara penularan virus Hepatitis B
Penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral
Dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum
atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tatto.
b. Non Parenteral Karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
virus hepatitis B. Secara epidemiologic penularan infeksi virus hepatis B ada 2
cara penting yaitu:
a) Penularan vertical Yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang
HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa
perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60% dan bervariasi antar
negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b) Penularan horizontal yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang
pengidaap virus hepatitis B kepada orang lain desekitarnya, misalnya
melalui hubungan seksual.
D. Tanda dan Gejala Hepatitis
1. Masa Tunas
Masa tunas sering sukar ditentukan karena saat terserang infeksi sering tidak
diketahui
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung
sekitar 2-7 hari. Pertama kali timbul adalah penurunan nafsu makan ( nausea ) ,
mual, muntah, nyeri perut kanan atas (ulu hati). Badan terasa pegal-pegal terutama
di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek, suhu badan meningkat sekitar 39oC
berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal
mencolok pada hepatitis B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan
disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada
minggu pertama, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari.
Kadang-kadang disertai gatal-gatal seluruh tubuh, rasa lesu dan lekas capai
dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase Penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati,
disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa
ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun
lemas dan lekas capai.
E. Pencegahan Penularan Hepatitis B
1. Pencegahan dapat dilakukan dengan melalui tindakan Health Promotion baik pada
host maupun lingkungan dan perlindungan khusus terhadap penularan.
2. Health Promotion terhadap host berupa pendidikan kesehatan, peningkatan
higieneperorangan, perbaikan gizi, perbaikan sistem transfusi darah dan
mengurangi kontak erat dengan bahan-bahan yang berpotensi menyebarkan
penyakit.
3. virus VHB.
4. Pencegahan virus hepatitis B melalui lingkungan, dilakukan melalui upaya
meningkatkan perhatian hidup terhadap kemungkinan penyebaran infeksi VHB
melalui tindakan melukai seperti tindik, akupuntur, perbaikan sarana kehidupan
dikota dan didesa serta pengawasan kesehatan makanan yang meliputi tempat
penjualan makanan dan juru masak serta pelayan rumah makan.
5. Perlindungan khusus terhadap penularan dapat dilakukan melalui sterilisasi benda
– benda yang tercemar dengan pemanasan dan tindakan khusus seperti penggunaan
sarung tangan bagi petugas kesehatan, petugas laboratorium yang langsung
bersinggungan dengan darah, serum, cairan tubuh dari penderita hepatitis, juga
pada petugas kebersihan, penggnaan pakaian khusus sewaktu kontak dengan darah
dan cairan tubuh, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita pada
tempat khusus selain itu perlu dilakukan pemeriksaan HBsAg petugas kesehatan
(onkologi dan dialisa) untuk menghindarkan kontak antara petugas kesehatan
dengan penderita.
F. Peran Bidan dalam Pencegahan Penyakit
Pengobatan penyakit Hepatitis B memang bukan tugas dan wewenang bidan, tetapi
bidan bisa melakukan pencegahan Hepatitis B dengan melakukan imunisasi pada anak
usia balita (1-5 tahun), dengan memberikan vaksin Hepatitis B yang berasal dari protein
khusus kuman Hepatitis B. Diberikan dengan cara disuntikan secara intramuscular
dengan membentuk sudut 450 – 600, dibagian paha sebelah luar (otot vastus lateralis)
3 kali suntikan dosis 0,5cc.
G. Surveilans Epidemiologi Hepatitis B
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirkan lebih dari 2 milyar penduduk
dunia terinfeksi hepatitis B (HBV) dengan angka kemaian 250.000 orang per tahun dan
lebih dari 350 juta memiliki infeksi hati kronis (jangka panjang). Hepatitis endemic di
China dan bagian Asia lain. Kebanyakan orang di wilayah tersebut menjadi terinfeksi
VHB selama masa kanak-kanak. Di wilayah ini 8%-10% dari populasi dewasa
terinfeksi kronis. kanker hati disebabkan oleh HBV adalah antara tiga penyebab
pertama kematian dari kanker pada pria, dan penyebab utama kanker pada wanita.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas
tinggi yaitu lebih dari 8 persen yang sebanyak 1,5 juta orang Indonesia berpotensi
mengidap kanker hati, hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis
penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk
melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
2.1.3 PENYAKIT MENULAR DIARE
A. Definisi Penyakit Diare
Diare adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang
frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali/lebih dalam sehari).
B. Jenis Diare
Berdasar lama sakit :
a. Diare Akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (pada
umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut dapat terjadi dehidrasi yang
merupakan penyebab utama kematian.
b. Diare kronik/persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari
secara terus menerus yang dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan
gangguan metabolism.
C. Penyebab Diare
1. Infeksi
a. Bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli, gol Vibrio, Bacillus cereus, Cl.
Perfringens,Staphylococcus)
b. Virus (Rotavirus,Enterovirus, Adenovirus)
c. Parasit (Amuba, cacing, jamur)
2. Keracunan
a. Bahan kimia
b. Toksim bakteri (Salmonela, Staphilococcus, Botulisme)
3. Alergi
a. Alergi makanan
b. Alergi obat
4. Malabsorpsi
a. Malabsorpsi protein
b. Malabsorpsi lemak
5. Imunodefisiensi
a. HIV/AIDS : terjadi karena over growth kuman saprofit usus
b. Pengobatan dengan imunosupresi
6. Penyebab lain
a. Psychosomatic
b. Parenteral diare
D. Cara Penularan
1. Penularan kuman penyebab diare
Penyebab diare biasanya menular melalui fecal oral. Perilaku yang
menyebabkan penyebaran kuman enteric dan meningkatkan terjadinya resiko
diare yaitu :
a. Tidak memberikan ASI Eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan.
Bayi yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar daripada
bayi yang diberi ASI eksklusif dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar.
b. Pemberian susu formula dengan menggunakan botol yang tidak bersih.
c. Makan makanan basi, karena telah tercemar dengan kuman.
d. Tidak cuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum makan, atau menyuapi anak.
e. Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarang tempat. Sering
dianggap tinja bayi tidak berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pejamu dapat meningkatkan insiden diare dan lamanya diare, yaitu :
a. Tidak mendapat ASI eksklusif. ASI mengandung antibody yang
dapat melindungi kuman penyebab diare yaitu : Shigella, dan V.
cholera
b. Kurang gizi. Berat penyakit, lama sakit. Resiko kematian diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama
pada anak penderita gizi buruk.
c. Campak. Sering terjadi komplikasi diare dalam 4 minggu terakhir.
d. Imunodefisiensi/imunosupresi. Pada anak imunosupresi berat, diare
terjadi karena kuman yang tidak pathogen.
3. Faktor lingkungan dan perilaku
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor
dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja akan berinteraksi pada
perilaku manusia. Bila lingkungan tidak sehat (karena tercemar kuman diare)
dan berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat (melalui makanan
dan minuman), maka akan mengakibatkan kejadian diare.
E. Gejala Klinis
Gejala utama : buang air besar lembek/cair yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari).
Kuman Masa Gejala Klinis Penularan
Tunas
V. Cholera Beberapa Mencret mendadak, cair Melalui makanan dan
jam seperti cucian beras, terus minuman yang
sampai 5 menerus,dehidrasi, kadang- terkontaminasi
hari kadang muntah, asidosis, dan
shock
V.Para- Biasanya Diare, sakit perut, mual Ikan (makanan) laut
hemolyticus 2-3 hari muntah, demam, sakit kepala yang terkontaminasi
Stap. Aureus 2-6 jam Mual, muntah, sakit perut, Daging, telur, makanan
mencret, suhu badan tinggi kaleng dan roti
Bacillus cereus 6-14 jam Mencret Bubur kaleng, pudding
1-6 jam Mual, muntah
Salmonella sp. 12-24 Mencret, demam, sakit perut. Daging unggas, susu,
jam dan telur yang
terkontaminasi
Clostridium 6-24 jam Mencret, sakit perut, mual Daging, makanan
perfringers biasanya kaleng
10-12
jam
Strepcoccus 5-20 jam Mual, muntah, mencret Makanan yang
faecalis terkontaminasi
2-3 hari Mencret, sakit perut, tenesmus, Makanan saus dan
Shigella spp tinja lender darah makanan kaleng yang
terkontaminasi
Enterococcus 2-18 jam Mual, muntah, mencret Makanan kaleng yang
terkontaminasi
F. Pencegahan
a. Pemberian ASI Eksklusif
b. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih
d. Mencuci tangan dengan sabun
e. Menggunakan jamban dengan benar
f. Membuang tinja bayi dan anak-anak di jamban.
G. Pengobatan
Prinsip tata laksana penderita diare :
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
Dapat dilakukan di rumah dengan memberikan air minum lebih banyak
dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur, air
sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan,
berikan air matang.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa
ke petugas kesehatan untuk mendapat pengobatan yang cepat dan tepat yaitu
oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan
intravena dengan Ringer Lactat sebelum dilanjutkan terapi oral.
c. Memberi makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Berikan cairan oralit dan makanan sesuai yang
dianjurkan.
1. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.
2. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
3. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna tapi sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain.
Bila ditemukan penderita diare disertai penyakit lain, berikan pengobatan
sesuai dengan indikasi dengan mengutamakan rehidrasi.
H. Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain
melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan ataukontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak
memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan,
menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu kamar,
menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang
air besar atau sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan atau
menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit
dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi
dan secara proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan.
Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman,
maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.1.4 PENYAKIT MENULAR AIDS
A. Definisi Penyakit
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang secara progresif
menghancurkan sel-sel darah putih yang menyerang limfosit T, infeksi HIV
biasanya berakibat pada kerusakan system kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu terutama pada
orang dewasa (Bararah & Juhar, 2013, p.295)
AIDS (Aquire Immunodefeciency syndrome) yang disebebkan oleh virus
HIV (Human Immunidefeciency Virus), dimana virus ini menyerang sel-sel dara
putih atau system kekebalan tubuh manusia, sehingga orang yang terserang
penyakit ini tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang
tubuhnya. AIDS juga dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan
gejala penyakit dengan karakteristik defesiensi imun yang berat, dan
merupakan manifestasi stadium akhir infeksi HIV, antibody HIV positif tidak
identic dengan AIDS karena AIDS harus menunjukkan adanya suatu atau lebih
gejala penyakit defesiensi system imun idem (Katiandagho, 2015 , p.11)
AIDS dapat di artikan sebagai kupulan gejala atau penyakit yang di
sebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang
termasuk famili retroviridae.
B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang di sebut
HIV dari kelompok virus yang di kenal retrovirus yang disebut
lymphadenopathy associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus
(HTL-III yang juga disebut human T-cell lymphotropic virus
(retrovirus).retrovirus mengubah asamrebonokleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu.penularan virus
ditularkan melalui:
1. Hubungan sekssual (anal,oral,vaginal)yang tidak terlindungi (tanpa
kondom) dengan oral yang telah terinfeksi HIV.
2. Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
3. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV.
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan , saat
melahirkan atau melalui air susu ibu ( ASI) (Nurarif & Kusuma,2015)
C. Tanda dan Gejala
Tanda-tanda dan gejala-gejala(symptom) secara klinis pada seseorang
penderita AIDS adalah di identifikasi sulit karena symptomasi yang di
tunjukkan pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim
di dapati pada berbagai penderita penyakit lain ,namun secara umum dapat
kiranya di kemukakan sebagai berikut :
1. Rasa lelah dan lesu
2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat di waktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker paru(Katiandagho, 2015, p. 28)
D. Surveilans HIV/AIDS
Surveilans HIV/AIDS adalah metode untuk mengetahui tingkat masalah
melalui pengumpulan data yang sistematis dan terus menerus terhadap
distribusi dan kecenderungan infeksi HIVdan penyakit terkait lainnya.
E. Epidemiologi
Pada tahun 1992, sekurang-kurangnya 12,9 juta penduduk dunia terinfeksi
dengan HIV termasuk anak-anak, dan dari jumlah ini sebanyak 2,58 juta telah
menjadi penderita AIDS dengan CFR sebesar 98,9%
Berdasarkan laporan dari UNAIDS (2004), prevalensi pengidap HIV
dewasa (15- 49 tahun) di wilayah Sub Sahara Afrika sebesar 7,4%. Benua
Afrika didiami oleh 10% jumlah populasi dunia, namun di saat yang sama,
60% dari jumlah populasinya telah mengidap AIDS. Demikian juga dengan
prevalensi pengidap HIV dewasa (15-49 tahun) di Amerika Utara sebesar 0,6%
dan di Eropa Barat sebesar 0,3%. Berdasarkan laporan dari Dirjen PP dan PL
Depkes RI (2006), prevalensi kasus AIDS secara nasional sebesar 3,47 per
100.000 penduduk dengan prevalensi kasus tertinggi dilaporkan dari
Propinsi Papua yaitu sebesar 50,94 per 100.000 penduduk dan disusul dengan
Propinsi Jakarta dengan prevalensi sebesar 28,73 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan Profil Kesehatan Nasional Tahun 2005, kasus AIDS
tertinggi dilaporkan berada pada golongan umur 20-39 tahun (79,98%) dan 40-
49 tahun (8,47%) sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kesehatan
RI (2007), rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 4,07:1.
Berdasarkan profil tersebut juga dinyatakan bahwa penularan HIV/AIDS
terbanyak adalah melalui hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik
bersama pada IDU. Kelompok umur 20-49 tahun merupakan kelompok umur
yang aktif dalam aktivitas seksual dan pengguna IDU juga didominasi oleh
kelompok umur produktif.
2.1.5 PENYAKIT MENULAR KUSTA
A. Definisi Penyakit
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yg disebabkan oleh mycobacterium
leprae, pertama kali menyerang saraf tepi, setelah itu menyerang kulit dan
organ-organ tubuh lain kecuali susunan saraf pusat.
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium
lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya
dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem
endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (djuanda, 4.1997 ).
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh
lainnya. (Depkes RI, 1998).
B. Etiologi
1. Penyebabnya adalah mycobacterium leprae
2. Kuman penyebab mycobacterium leprae di temukan oleh GA,Hansen pada
tahun 1874 di norwegai
3. Berbentuk basil dengan ukuran 3 – 8 Um X 0,5 Um;
4. Bersifat gram positif, tahan asam tidak berspora, tidak bergerak dan alcohol.
5. Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat
intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa
saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya
antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang
disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.
C. Manifestasi Klinis
1. Kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa
2. Penebalan dalm saraf tepi di sertai kelainan berupa mati rasa dan kelemahan
pada otot tangan, kaki, dan mata
3. Pada pemeriksaan kulit BTA + Dikatakan menderita kusta apabila di
temukan satau atau lebih dari tanda pasi kusta dalam waktu pemeriksaan
klinis. ( dirjen PPM & PL, 2003 )
D. Klasifikasi Kusta
1. tipe tuberkuloid-tuberkuloid (TT).
Lesi mengenai kulit/saraf, bisa satu atau beberapa. Dapat berupa
macula/plakat, berbatas jelas, dibagian tengah didapatkan lesi yang
mengalami regresi atau penyembuhan, permukaan lesi dapat bersisik
dengan tepi yang meninggi, gejalanya dapat disertai penebalan saraf perifer
yang biasanya teraba, kelemahan otot dan sedikit rasa gatal.
2. tipe Borderline tuberkuloid (BT).
Lesi mengenai tepi TT, berupa macula anestesi/plak, sering disertai
lesi satelit dipinggirnya, tetapi gambaran hipopigmentasi, gangguan saraf
tidak seberat tipe tuberkuloid dan biasanya asimetrik.
3. tipe Borderline-Borderline (BB).
Merupakan tipe II yang paling tidak stabil, dan jarang dijumpai, lesi
dapat berbentuk macula infilit, permukaannya dapat mengkilat, batas
kurang jelas, jumlah melebihi tipe BT dan cenderung simetrik, bentuk,
ukuran dan distribusinya bervariasi. Bisa didapat lesi punchedout yaitu
hipopigmentasi yang oral pada bagian tengah, merupakan cirri khas tipe ini.
4. tipe Borderline Lepromatous (BL).
Lesi dimulai dengan macula, awalnya sedikit darem dengan cepat
menyebar keseluruhan badan, macula lebih jelas dan lebih bervariasi
bentuknya. Walau masih kecil papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi
yang hampir simetrik. Tanda-tanda kerusakan saraf berupa hilangnya
sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya kerinngat, dan gugurnya rambut
lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe lepromatous dengan
penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat predileksi dikulit.
5. tipe Lepromatous-Lepromatous (LL).
Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem,
mengkilap, terbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan
antidrosis pada stadium dini, distribusi lesi khas, mengenai dahi, pelipis,
dagu, cuping hidung, dibadan mengenai bagian belakang yang dingin,
lengan punggung tangan dan permukaan ekstentor tungkai bawah, pada
stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga
menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung, dapat disertai madarosis,
iritis, dan keratitis. Dapat pula terjadi deforhitas hidung, dapat dijumpai
pembesaran kelenjar limfe, orkitis dan atropi testis.
E. Pencegahan
1. Penerangan dengan memberikan sedikit penjelasan tentang seluk beluk
penyakit lepra pada pasien.
2. Pengobatan profilaksis dengan dosis yang lebih rendah dari pada dosis
therapeutic.
3. Vaksinasi dengan BCG yang juga mempunyai daya profilaksis terhadap
lepra.
F. Pengobatan
1. PB (tipe kering)
a. Pengobatan bulanan :hari pertama : 2 Kapsul Rifampisin
I Tablet Dapsone (DDS)
b. Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 : tablet Dapsone (DDS)
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6 – 9 bulan
2. MB (tipe basah)
1) Pengobatan bulanan : hari pertama :
a. 2 Kapsul Rifampisin
b. 3 Tablet Lamrene
c. 1 Tablet Dapsone
2) Pengobatan harian : hari ke 2 – 28 :
a. 1 Tablet Lamrene
b. 1 Tablet Dapsone (DDS)
Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12 – 18 bulan.
G. Epidemiologi Penyakit Kusta
Surveilans epidemiologi kusta adalah pengamatan yang dilakukan
secarasistematik dan berkesinambungan terhadap semua faktor yang
berperanterhadap terjadinya dan penyebaran penyakit kusta atau kusta serta
masalah-masalah kesehatan yang ditimbulkannya, agar dapat dilakukan
usahapencegahan dan pemberantasan yang cepat dan terarah.
Tujuan dari surveilans epidemiologi kusta antara lain adalah
menyediakaninformasi bagi manajemen program kesehatan yang bersifat
promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif. Sejalan dengan tujuan
tersebut makamanajemen program kesehatan harus didukung pula
dengan data daninformasi epidemiologi mengenai penyakit kusta yang
akurat, lengkap dantepat waktu yang dapat dimanfaatkan sebagai dasar
bagi pengambilankeputusan (evidence based decision making).
Faktor risiko adalah faktor yang kehadirannya meningkatkan
probabilitaskejadian penyakit sebelum fase ireversibilitas. Suatu faktor yang
mempunyaihubungan kausal dapat dikatakan sebagai faktor risiko, meski
hubungan itutidak langsung atau belum diketahui mekanismenya. Beberapa
faktor yangdiduga merupakan faktor risiko kusta antara lain adalah
kontak denganpenderita kusta, tipe kusta, keteraturan minum obat,
kontak denganlingkungan, umur, jenis kelamin, genetik, gizi dan etnik.
2.2 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR
2.2.1 PENYAKIT TIDAK MENULAR HIPERTENSI
A. Definisi Penyakit Hipertensi
Adalah kondisi abnormal hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan
sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastolic > 90 mmHg ( untuk usia < 60
tahun ) dan tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolic > 95 mmHg
(untuk usia > 60 tahun). (Nugroho, 2011, p. 263).
Adalah peningkatan tekanan darah secara terus menerus hinggal melebihi
batas normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg .Adalah tekanan
sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap atau tekanan distoolik lebih tinggi
dari 90mmHg (Manurung, 2016, p. 102).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan hipertensi adalah keadaan dimana
tekanan darah sistolik maupun diastolic meningkat atau lebih dari diatas normal.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan.
1. Hipertensi Primer (esensial)/ Idiopatik
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko antara lain yaitu :
a. Merokok :Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida suatu
vasokontriktor poten menyebabkan hipertensi. Merokok meningkatkan
tekanan darah juga mulai peningkatan noreprinefrin plasma dan saraf
simpatetik. Efek sinergistik merokok dan tekanan darah tinggi pada risiko
kardiovaskular telah jelas. Merokok menyebabkan aktivasi simpatetik,
stress, oksidatif, dan efek vasopresor akut yang dihubungkan dengan
peningkatan marker inflamasi, yang akan mengakibatkan difungsi
endotel, cedera pembuluh darah, dan meningkatnya kekakuan pembuluh
darah. Setiapbatang rokok dapat meningkatkan tekanan darah 7/4 mmHg,
perokok pasif dapat meningkatkan 30% risiko penyakit kardiovaskular
dibandingkan dengan peningkatan 80% pada perokok. (Pikir dkk, 2015,
p. 8)
b. Obesitas : Obesitas terjadi paada 64% pasien hipertensi. Lemak badan
mepengaruhi kenaikan tekanan darah dan hipertensi. Penurunan berat
badan menurunkan tekanan darah pada pasien obesitas memberikan efek
menguntungkan pada faktor risiko yang terkait, seperti resistensi insulin,
diabetes mellitus, heperlipidemia, dan hipertrofi ventrikel kiri. Penurunan
tekanan darah sistolik dan distolik pada penurunan berat badan 5,1 kg
adalah 4,4 dan 3,6 mmHg. Insiden obesitas lebih tinggi pada penurunan
34,4% dibandingkan pada laki-laki 28,6%. Obesitas ,sebuah masalah
kesehatan dunia, telah diidentifikasi sebuah faktor risiko sangat penting
untuk hipertensi. Individu obesitas mempunyai risikolebih tinggi
signifikan terjadinya hipertensi. Obesitas diketahui pada hasil kombinasi
disfungsi pusat makan diotak, ketidakseimbangan asuhan energy dan
pengeluaran, variasi genetic.peningkatan risiko yang sama juga juga telah
diidentifikasi untuk hipertensi, penyakiit vascular sebral dan perifer,
hiperlipidemia, penyakit traktus bilier, osteoarthiritis, dan gout. Pada
obesitas, lemak visceral mengakibatkan resistensi insulin. Akibat lanjut
dari hiperinsulimenia, adalah promosi peningkatan absorbsi Na oleh
ginjal sehingga dapat terjadi hipertensi. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
c. Alkoholisme : Konsumsi alcohol akan meningkatkan risiko hipertensi,
namun mekanismenya belum jelas, mungkin akibat meningkatnya
transport kalsium kedalam sel otot polos melalui peningkatan
katekolamin plasma.terjadinya hipertensi lebih tinggi pada peminum
alcohol berat akibat dari aktivasi simpatetik. Peminum alcohol lebiih dari
dua gelas sehari akan memiliki risiko hipertensi dua kali lipat
dibandingkan bukan peminum, serta tidak optimalnya efek dari obat anti
hipertensi. Pada pasien hipertensi yang mengonsumsi alcohol disarankan
kurang dari 30 ml per hari atau 40 ml etanol per hari. (Pikir dkk, 2015, p.
8)
d. Stress :Merangsang sistem saraf simpatis mengeluarkan adrenalin yang
berpengaruh terhadap kerja jantung. Stressor merupakan stimuli instrinsik
atau ekstrinsik yang menyebabkan gangguan fisiologi dan psikologi, dan
dapat membahayakan kesehatan. Walaupun data epidemiologi
menunjukkan stress mental terkait dengan hipertensi, penyakit
kardiovaskular, obesitas, dan sindrom metabolic, efek stress mental pada
manusia belum dipahami sepenuhnya. Prevalensi tinggi dari hipertensi
pada individu obesitas terkait pada faktor psikososial termasuk stress
kronik. Aksis hipotalamus – hipofisi – adrenal merupakan kunci
mekanisme yang menghubungkan obesitas, hipertensi, dan stress kronis.
Oleh karena itu, orang seharusnya mengurangi stress untuk menghindari
lingkaran setan stress mental, obesitas, hipertensi, dan diabetes. (Pikir
dkk, 2015, p. 9)
e. Konsumsi garam : Garam memengaruhi viskositas darah dan
memperberat kerja ginjal yang mengeluargkan rennin angiotensin yang
dapat meningkatkan tekanan darah (Haryanto & Rini, 2015, p. 39)
f. Kopi (kafein) : kopi merupakan minuman stimulant yang dikonsumsi
secara luas diseluruh dunia. Dimana kopi dapat meningkatkan secara akut
teknan darah dengan memblok reseptor vasodilatasi adenosine dan
meningkatkan neropinefrin plasma. Minum dua sampai 3 cangkir kopi
akan meningkatkan tekanan darah secara akut, dengan variasi yang luas
antara individu dari ¾ mmHg sampai 15/13 mmHg. Dimana tekanan
darah akan mencapai puncak dalam satu jam dan kembali ketekanan darah
dasar setelah 4 jam. (Pikir dkk, 2015, p. 9)
g. Kontrasepsi oral : peningkatan kecil tekanan darah terjadi pada
kebanyakan perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral, tetapi
peningkatan besar kadang teradi. Hal ini disebabkan ekspansi volume
karena peningkatan sintesis hepatic subtran rennin dan aktivasi sistem
rennin – angiotensin – aldosteron. Kontrasepsi esterogen akan meningkat
tekanan arah 3-6/ 2-5 mmHg, sekitar lima persen perempuan yang
menggunakan kontrasepsi oral jangka panjang menunjukkan peningkatan
tekanan darah diatas 140/90 mmHg. Hipertensi terkait kontrasepsi lebih
sering pada perempuan diatas 35 tahun, pada mereka yang menggunakan
kontrasepsi lebih dari 5 tahun, dan individu gemuk. Jarang terjadi pada
mereka yang menggunakan tablet esterogen dosis kesil. Umumnya,
hipertensi reversible setelah penghentian kontrasepsi, tetai mungkin perlu
beberapa minggu. Esterogen pada postmenoupose umumnya tidak
menyebabkan hipertensi, tetapi tentu memelihara vasodilatasi
diperantarai endotel. (Pikir dkk, 2015, p. 7)
2. Hipertensi Sekunder
Penyebabnya yaitu : dipicu oleh obat-obatan, penyakit ginjal, sindrom
scushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan
a. Penyakit ginjal primer : baik penyakit ginjal akut maupun kronis,
terutama dengan kelainan glomelurus atau gangguan pembuluh darah di
ginjal
b. Kontrasepsi oral : kontrasepsi oral sering meningkatkan tekanan darah
dalam kisaran normal tetapi juga dapat memicu hipertensi
c. Drug induce hypertension/ hipertensi yang dipicu oleh obat :
penggunaan agen antiinflamasi nonsteroid dan antidepresan kronis
dapat menimbulkan hipertensi. Begitu juga konsumsi alcohol yang
kronis maupun penyalahgunaanalkohol juga dapat meningkatkan
tekanan darah
d. Pheochromocytoma : sekitar setengah dari pasien dengan
Pheochromocytoma memiliki hipertensi primer
e. Aldosteronisme primer : terutama adanya kelebihan mineralokortikoid,
terutama aldosteron, harus dicurigai pada setiap pasien dengan trias
hipertensi, hipokalemia yang tidak dapat dijelaskan, dan alkaliosis
metabolic. Namun beberapa pasien memiliki konsentrasi plasma kalium
normal. Pravalensi aldosteronisme primer juga harus dipertimbangkan
pada pasien dengan hipertensi resisten(Pikir dkk, 2015, p. 31).
3. Penyakit renovaskular : penyakit renovaskular adalah gangguan umum,
terjadi terutama pada pasien dengan aterosklerosis
4. Sindrom Chusing : hipertensi merupakan penyebab utama morbiditas dan
kemaatian pada pasien dengan Sindrom Chusing
5. Gangguan endokrin lainnya : Hypothyrodism, hypertirodism,
hiperparatiroidism, juga dapat menyebabkan hipertensi (Pikir dkk, 2015)

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa.
Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan
arteri tidah terukur
2. Gejala yang lazim
Sering dikatan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepalakarena adanya peningkatan tekanan darah sehingga
mengakibatkan hipertensi dan tekanan intrakarnial naik,dan kelelahan.Dalam
kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien
yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan


hipertensi sehingga intrakarnial naik
2. Lemas, kelelahan : karena stress sehingga mengakibatkan ketegangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi dan aktivitas saraf
simatis sehingga frekuensi dan krontaktilitas jantung naik, aliran darah
menurun sehingga suplei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi
lemas.
3. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan
krontaktilitas jantung
4. Palpitasi (berdebar-debar): karena jantung memompa terlalu cepat sehingga
dapat menyebabkan berdebar-debar, Gampang marah (Nurarif & Kusuma,
2015, p. 103)
D. Epidemiologi Penyakit Hipertensi
2.2.2 PENYAKIT TIDAK MENULAR DIABETES
A. Definisi Penyakit Diabetes
Diabetes mellitus menurut Oxford Concise Medical Dictionary, merupakan
gangguan metabolisme karbohidrat di mana glukosa di dalam tubuh tidak
dioksidasi untuk memproduksi tenaga, akibat kekurangan hormon insulin
(Martin, 2007). Menurut Porth (2006) seseorang dengan diabetes tidak terkontrol
tidak mampu mentransportasi glukosa menjadi lemak dan sel otot sehingga
menyebabkan sel-sel menjadi kekurangan tenaga dan ini menyebabkan
peningkatan metabolisme lemak dan protein sebagai sumber tenaga. Sedangkan
menurt WHO Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis di mana terdapat
defisiensi terhadap produksi insulin yang disebabkan oleh faktor keturunan atau
yang didapat.
B. Klasifikasi
Menurut Tjokro Prawiro (1999) berdasarkan sifat klinisnya Diabetes
Melitus dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Diabetes Mellitus tipe I
Tipe 1 IDDM ( Insulin Dependent Diabetes Mellitus) disebabkan oleh
gangguan sel Beta pankreas. Tipe ini paling sering berkembang di anak- anak
dan remaja. Diabetes Mellitus ini berhubungan dengan antibodi berupa Islet
Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan Glutamic Acid
Decarboxylase Antibodies (GADA).
b. Diabetes Mellitus tipe II
Pada Diabetes Mellitus tipe ini produksi hormon insulin adalah normal,
tetapi sel-sel tubuh resisten terhadap insulin. Karena sel-sel tubuh dan
jaringan non responsif terhadap insulin, glukosa tetap dalam aliran darah. Hal
ini umumnya diwujudkan oleh orang dewasa setengah baya (di atas 40 tahun).
Diabetes tipe 2 juga dikenali sebagai Non-insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIIDM).
C. Faktor Resiko
Berdasarkan hasil konsensus PERKENI (Perhimpunan Endokrinologi
Indonesia) tahun 2006, terdapat dua jenis faktor risiko Diabetes Mellitus yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain :
1. Ras dan etnik, contohnya ialah suku minang atau suku sunda
2. Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)
3. Umur. Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring
dengan meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan
DM.
4. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG)
5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding
dengan bayi lahir dengan BB normal.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1. Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2)
Kelebihan berat badan merupakan salah satu faktor risiko Diabetes
Mellitus. Cara sederhana untuk mengetahui kelebihan berat badan adalah
dengan menghitung IMT. Penggunaan IMT di sini hanya berlaku untuk
orang dewasa > 18 tahun dan tidak dapat diterapkan untuk pengukuran
status gizi bayi anak, remaja dan ibu hamil.
2. Obesitas abdominal/ sentral
Pada obesitas sentral terjadi resistansi insulin di hati yang
mengakibatkan peningkatan Free Fatty Acid (asam lemak bebas) dan
oksidasinya. FFA dapat menyebabkan gangguan metabolisme glukosa
baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga mengganggu
pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Obesitas abdominal
berhubungan dengan sindroma dismetabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi) yang didasari oleh resistensi insulin.
c. Kurangnya aktivitas fisik
Kebugaran jasmani erat kaitannya dengan kesehatan seseorang khususnya
dari segi jumlah aktivitas fisik yang dilakukannya. Pada umumnya Diabetes
Mellitus tipe II diderita oleh orang yang mengalami obesitas 80 % (Depkes
RI, 2008). Menurut Chevau dan Kaufman (1989) latihan fisik/ olahraga pada
diabetisi dapat menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot,
sehingga latihan fisik dapat menurunkan kadar lemak dalam tubuh, kadar
glukosa darah, sensitivitas insulin, menurunkan stres dan dapat mencegah
Diabetes Mellitus tipe II.
d. Hipertensi (> 140/90 mmHg)
e. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Dislipidemia pada diabetisi dapat meningkatkan risiko terjadinya
komplikasi kardiovaskuler.
f. Diet tidak seimbang dengan tinggi gula dan rendah serat
Konsumsi makanan yang tidak seimbang merupakan salah satu faktor risiko
Diabetes Mellitus. Perencanaan makan yang dianjurkan seimbang oleh
Depkes RI tahun 2008 adalah melalui komposisi energi yang dihasilkan oleh
karbohidrat, protein dan lemak. Seperti karbohidrat harus memenuhi 45-65%,
protein harus memenuhi 10-20%, dan lemak 20-25%.
g. Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
Seseorang dengan TGT disebut sebagai gangguan intoleransi glukosa yang
merupakan tahapan sementara untuk menuju DM.
h. Merokok
Rokok yang mengandung nikotin dapat menyebabkan pengurangan
sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin. Pada
kondisi hiperglikemi, nikotin dan karbon monoksida dapat mempercepat
terjadinya penggumpalan darah.

D. Tanda dan Gejala


Manifestasi utama dari DM sebagai berikut :
1. Poliuria
Air tidak di serap kembali oleh tubulus ginjal sekunder untuk aktifitas
osmotik glukosa,mengarah kepada kehilangan air,glukosa dan
elektrolit.Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat.
2. Polidipsi
Dehidrasi sekunder terhadap poliuria menyebabkan haus. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktifasi menyebabkan
orang haus terus dan ingin selalu minum.
3. Polifagi
Kelaparan sekunder terhadap ketabolisme jaringan menyebabkan rasa lapar.
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun (Black, 2014, p. 639).

Manifestasi lain dari DM sebagai berikut :


1. Penurunan berat badan
Kehilangan awal sekunder terhadap penipisan simpanan air,glukosadan
trigliserid,kehilangan kronis sekunder terhadap penurunan massa otot karena
asam amino di alihkan untuk membentuk glukosa dan keton.

2. Pandangan kabur berulang


Sekunder terhadap paparan kronis retina dan lensa mata terhadap cairan
hiperosmolar.
3. Pruritus,inveksi kulit,vaginitis
Infeksi jamur dan bakteri pada kulit terlihat lebih umum,hasil penelitian
masa bertentangan.
4. Ketonuria
Ketika glukosa tidak dapat di gunakan untuk energi oleh sel tergantung
insulin, asam lemak di gunakan untuk energi,asam lemak di pecahkan
menjadi keton dalam darah dan di ekskresikan oleh ginjal. Pada DM tipe
2,insulin cukup untuk menekan berlebihan penggunaan asam lemak tapi tidak
cukup untuk penggunaan glukosa.
5. Lemah dan letih
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi,kehilangan
kalium dan katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.
6. Sering asimtomatik
Tubuh dapat beradaptasi terhadap peningkatan pelan-pelan kadar glukosa
darah sampai tingkat lebih besar di bandingkan peningkatan yang cepat
(Black, 2014, p. 639).
E. Patofisiologi
1. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang mempunyai predis
posisi genetic.Kadang mereka yang memiliki indikasi resiko penanda gen
(DR3 dan DR4 HLA), DM terjadi <1%.Lingkungan telah lama dicurigai
sebagai pemicu DM tipe 1 insiden meningkat, baik pada musim semi maupun
gugur, dan onset sering bersamaan dengan epidemic berbagai penyakit
virus.Autoimun aktif langsung menyerang sel beta pancreas dan prosuknya.
ICA dan antibody insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar
sirkulasi insulin (Black, 2014, p. 634).
Hal ini secara pelan – pelan terus menyerang sel beta dan molekul insulin
endogen sehingga menimbulkan onset mendadak. Hiperglikemia dapat
timbul akibat dari penyakit akut atau stress dimana meningkatkan kebutuhan
insulin melebihi cadangan dari kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit
akut atau stress terobati klien dapat kembali pada status terkompensasi
dengan durasi yang berbeda – beda dimana pancreas kembali mengatur
produksi sejumlah insulin secara adekuat. Status kompensasi ini disebut
sebagai periode honeymoon, secara khas bertahan untuk tiga sampai 12 bulan
proses berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak dapat
memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien menjadi
bergantung kepada pemberian insulin eksogem (diproduksi di luar tubuh)
untuk bertahan hidup (Black, 2014, p. 634).
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Pathogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1 .Respon terbatas
sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor dalam
perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar glukosa
darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika merespon
peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai desensitisasi, dapat
kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio proisulin(prekurso
insulin) terhadap insuli tersekresi juga meningkat (Black, 2014, p. 634).
Proses patofisiologi ke 2 dalam DM tipe 2 adalah resistensi terhadap
aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini
disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki
penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan
produksi glukosa hepatic berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa
darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan
lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa.Mekanisme penyebab resistansi
insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan
terhadap reseptor pada permukaan sel (Black, 2014, p. 634).
Insulin adalah hormon pembangun (anabolic). Tanpa insulin, tiga masalah
metabolic mayor terjadi : 1) penurunan pemanfaatan glukosa, 2) peningkatan
mobilisasi lemak, dan 3) peningkatan pemanfaatan protein (Black, 2014, p.
634).
F. Epidemiologi Penyakit
Jumlah kasus Diabetes Mellitus semakin meningkat. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) tahun 2001 memperkirakan terdapat 150 juta penyandang Diabetes
ll di seluruh dunia dan akan meningkat menjadi 2 kali lipat dalam 25 tahun
mendatang. Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2003 memperkirakan 194 juta
jiwa atau 5,1 % dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20 - 79 tahun menderita
Diabetes Mellitus an pada tahun 2025 meningkat menjadi 333 juta jiwa dan saat
ini diperkirakan sekitar 3,2 juta jiwa penduduk dunia meninggal akibat Diabetes
Mellitus setiap tahun (Tunggul, 2005).
Permasalahan peningkatan kasus Diabetes Mellitus juga terjadi di
Indonesia. Pada tahun 2000 Diabetes Mellitus menempati urutan ke 6 sebagai
penyebab kematian terbesar di Indonesia yaitu 2,1% dari seluruh penyakit tidak
menular (Profil Kesehatan Indonesia, 2007). Hasil penelitian terhadap semua
kasus kematian yang ditemukan dalam Surkesnas 2001 diperoleh gambaran
proporsi sebab utama kematian untuk jenis penyakit endokrin dan metabolik
diabetes Mellitus menempati urutan kesepuluh dengan persentase sebesar 2,7%
(Badan Litbangkes, Publikasi Hasil Surkernas 2009).
Sedangkan hasil Riskesdas 2007 didapat bahwa prevalensi nasional DM
berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan
5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >15 tahun sebesar
10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi
nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia > 15 tahun sebesar 18,8 % dan
sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi
TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan
adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi
nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi
kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula
bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7%
dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.
2.2.3 PENYAKIT TIDAK MENULAR GANGGUAN MENTAL
A. Definisi Penyakit
1. Gangguan mental adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh seseorang karena
hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang
kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001).
2. Gangguan mental adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan
(volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
3. Gangguan mental menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
4. Menurut Townsend (1996) gangguan mental adalah respon maladaptive
terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural
dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu.
B. Faktor Penyebab
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber dari
berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan tidak
adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbatas, kehilangan seseorang yang
dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa
yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001).
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab terjadinya
gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam Maslim (2002),
gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan tuntutan id (dorongan
instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan super ego (tuntutan normal
social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat memberikan kepuasan diri, tetapi
perbuatan tersebut akan mendapat celaan masyarakat. Konflik yang tidak
terselesaikan antara keinginan diri dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan
mengantarkan orang pada gangguan jiwa.
Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan
juga, secara somato-psiko-sosial. Gangguan mental artinya bahwa yang menonjol
ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psikis. Hal ini tidak berarti bahwa
unsur yang lain tidak terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku
manusia ialah keturunan, usia dan Jenis Kelamin, keadaan fisik, keadaan
psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan,
pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi,
rasa permusuhan, hubungan antar manusia, dan sebagainya.
Sumber penyebab gangguan mental dipengaruhi oleh faktor-faktor pada
ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a. Neuroanatomi
b. Neurofisiologi
c. Neurokimia
d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic
e. Faktor-faktor pre dan peri – natal
2. Faktor-faktor psikologik ( psikogenik)
a. Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau
abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi dan keadaan yang
terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan)
b. Peranan ayah
c. Persaingan antara saudara kandung
d. Inteligensi
e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan
masyarakat
f. Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu
atau rasa salah
g. Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri versus peran yang
tidak menentu
h. Keterampilan, bakat dan kreativitas
i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j. Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a. Kestabilan keluarga
b. Pola mengasuh anak
c. Tingkat ekonomi
d. Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan
fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak
memadai
f. Pengaruh rasial dan keagamaan
g. Nilai-nilai
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah sebagai berikut:
1. Ketegangan (tension),
Rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang
terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah, tidak mampu mencapai tujuan,
takut, pikiran-pikiran buruk.
2. Gangguan kognisi pada persepsi
Merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh
membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di
sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya
muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat
dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar sesuatu,
melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut
orang lain.
3. Gangguan kemauan
Klien memiliki kemauan yang lemah (abulia) susah membuat keputusan atau
memulai tingkah laku, susah sekali bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri
sehingga terlihat kotor, bau dan acak-acakan.
4. Gangguan emosi
Klien merasa senang, gembira yang berlebihan (Waham kebesaran). Klien
merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha, orang kaya, titisan
Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa merasa sangat sedih, menangis, tak
berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya.
5. Gangguan psikomotor
Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas
genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa
yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama tidak
bergerak atau melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007)
D. Klasifikasi
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut para ahli
berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim (1994) macam-macam
gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental organik dan simtomatik,
skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana
perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang
berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian
dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis,
gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
a. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga
merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana
sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-
musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi,
kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri
(Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk
gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan
kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak
berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi adalah
suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat
berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah
yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis
terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam
perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri,
pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah,
harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi
menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul
sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang
dicintai.
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah
dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991).
Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk
reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya
maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas
kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat
berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon
kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan,
sedang, berat dan kecemasan panic.
d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada
orang-orang dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh
dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan
inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak
berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid,
kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian
axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif, kepribadian
histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif
agresif, kepribadian inadequat.
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994).
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit
badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak.
Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar
mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang
menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja
yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi
psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan
otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan
menahun.
f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi
badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan
fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya
hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social.
E. Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental
Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan
jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat
pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
F. Epidemiologi Penyakit
2.2.4 PENYAKIT TIDAK MENULAR KANKER
A. Definisi Penyakit
a. Kanker adalah penyakit yang menyerang proses dasar kehidupan sel,
mengubah genom sel (komplemen genetik total sel) dan menyebabkan
penyebaran liar dan pertumbuhan sel-sel kanker
b. Penyebab mutasi genom berubah dari satu atau lebih gen atau mutasi dari
segmen besar dari untai DNA yang mengandung banyak gen atau kehilangan
segmen kromosom besar (Guyton, 1981).
c. Kanker bukanlah penyakit tunggal dengan satu penyebab, melainkan
merupakan grup penyakit berbeda dengan penyebab yang berbeda,
manifestasi, perawatan dan prognosis (Brunner).
B. Jenis/Lokasi Kanker
1. Payudara
2. Kolon rectum
3. Laring
4. Paru
5. Leukemia
6. Pankreas
7. Prostat
8. Gaster
9. Uterus
10. Serviks
11. Hodgkin’s, Thyroid dll
C. Peran Perawat
1. Promotif sampai dengan rehabilitative
2. Memberi dukungan klien terhadap prosedur diagnostic
3. Mengenali kebutuhan psiko sosial dan spiritual
4. Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi klien
5. Memberi bantuan bagi klien yang mendapat pengobatan anti kanker/terhadap
keganasan
6. Membantu klien fase penyembuhan/rehabiltasi
7. Membantu klien untuk tindak lanjut pengobatan
8. Berpartisipasi dalam koleksi data penelitian/registrasi kanker
D. Diagnostik Kanker
1. Riwayat keperawatan & penyakit, sosial, pemeriksaan fisik
2. Biopsi patologis
3. Pemeriksaan darah, darah lengkap, thrombosit, kimia darah: elektrolit & LFT
& BUN & chreatinin
4. Imaging : foto toraks, scan-nuklir, CT-scan, MRI.
E. Epidemiologi
1. Jumlah pasien kanker meningkat di Amerika, Eropa, Asia
2. Kulit hitam lebih banyak dari kulit putih
3. Vegetarian lebih sedikit dari non vegetarian
4. Faktor penyebab utama :
a. Lingkungan, social
b. Fisik : radiasi, perlukaan/lecet
c. Kimia : makanan, industri, farmasi, rokok
d. Genetik : payudara, uterus
e. Virus : umumnya pada binatang

Anda mungkin juga menyukai