Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan pelapisan logam akan menghasilkan limbah yang berbahaya dan dapat
menjadi permasalahan yang kompleks bagi lingkungan sekitarnya. Limbah industri pelapisan
logam yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat mengakibatkan pencemaran
lingkungan. Air limbah industri pelapisan logam umumnya banyak mengandung
logamlogam berat, diantaranya adalah logam krom (Cr), tembaga (Cu), nikel (Ni). Limbah
cair yang mengandung logam-logam berat di atas dapat membahayakan lingkungan dan
kesehatan. Elektrodeposit logam-logam pelapis seperti krom (Cr), tembaga (Cu), nikel (Ni),
dan lain-lain banyak digunakan di industri dalam hal perbaikan kinerja. Pelapisan logam-
logam di atas adalah biasa dilakukan dalam bak electroplating. Demikian juga dengan proses
pengambilan kembali logam-logam di atas dari sisa-sisa buangan larutan dari bak
electroplating perlu dilakukan agar mengurangi efek buruk terhadap lingkungan.
Limbah industri pelapisan logam yang mengandung ion-ion logam berat tersebut jika
langsung dibuang ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menimbulkan
dampak negatif terhadap komponen-komponen lingkungan, sehingga akan menurunkan
kualitas lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun disebutkan bahwa limbah logam
berat yang dibuang ke lingkungan tidak boleh melebihi batas ambang yang ditetapkan.
Dalam pengolahan limbah, pengendapan merupakan salah satu metode pengolahan
limbah yang banyak digunakan untuk memisahkan logam berat dari limbah cair tersebut.
Namun, banyak kendala dalam pengolahan limbah tersebut bahwa kadang-kadang
logamlogam berat tersebut sulit diendapkan. Oleh karena itu, agar pengendapan dapat
mencapai efisiensi yang tinggi, logam-logam berat tersebut harus direduksi terlebih dahulu.
Penelitian mengenai reduksi limbah-limbah logam berat dari industri pelapisan logam
dan proses pengendapannya melalui proses elektrolisis perlu dikenalkan kepada mahasiswa
Jurusan Teknik Kimia. Terlebih lagi kajian kinetika dari proses reduksi dan pengendapan
logam-logam berat tersebut, agar dapat diketahui kinerja reaksinya dan dapat diketahui pula
cara-cara meningkatkan kinerja prosesnya. Kecepatan reaksi dari proses reduksi dan
pengendapan secara elektrolisis tergantung pada pH larutan elektrolitnya, yaitu makin tinggi
pH kecepatan reaksi akan turun. Agar reduksi dan pengendapan berjalan sempurna
diperlukan konsentrasi larutan reduktor berlebih.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan waktu kontak optimum pelapisan logam Zn dengan logam Cu pada reaksi
elektrokimia.
2. Menentukan arus listrik optimum pelapisan logam Zn dengan logam Cu pada reaksi
elektrokimia.
1
3. Menentukan konsentrasi optimum larutan elektrolit CuSO4 pada pelapisan logam Zn
dengan logam Cu pada reaksi elektrokimia.
4. Mencari konstanta laju reaksi pada proses pelapisan logam Zn dengan logam Cu pada
reaksi elektrokimia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Reaksi Elektrokimia


Studi hubungan antara reaksi kimia dan aliran listrik disebut elektrokimia. Reaksi
elektrolisis, dimana perubahan non-spontan terjadi dengan mengalirkan arus listrik melalui
sistem kimia, adalah termasuk elektrokimia. Reaksi spontan reduksi-oksidasi (reaksi redoks)
yang dapat manghasilkan listrik juga termasuk elektrokimia. Perubahan yang terjadi dalam
suatu sistem kimia karena reaksi elektrolisis dan reaksi redoks dibahas dalam reaksi
elektrokimia.
Reaksi elektrokimia sangat penting dalam mempelajari ilmu kimia dan juga aktivitas
sehari-hari. Melalui reaksi elektrokimia dapat diperoleh informasi mengenai perubahan
energi reaksi kimia sehingga membantu menganalisa sistem-sistem kimia. Pengaruh reaksi
elektrokimia pada masyarakat modern hampir ditemukan dimana-mana. Industri kimia Al,
Cl2 dan NaOH serta industri elektroplating adalah contoh penerapan reaksi elektrokimia
elektrolisis. Dan semua sumber energi listrik kecil (baterai) diperoleh dari reaksi
elektrokimia reduksi-oksidasi.
Sebelum mengerti sistem elektrokimia perlu mengetahui bagaimana terjadinya
hantaran listrik. Proses hantaran listrik berbeda antara logam dan sistem kimia. Logam
adalah konduktor yang mampu menggerakkan muatan listriknya (elektron) berpindah dari
satu tempat ke tempat lain jika suatu elektron ditambahkan atau dikurangi di salah satu
ujungnya. Hantaran listrik karena perpindahan (transport) elektron disebut hantaran logam.
Leburan senyawa ion dan larutan yang disebut elektrolit juga dapat menghantarkan listrik,
walaupun di dalam sistem ini tidak terdapat elektron bebas yang mudah bergerak. Dengan
demikian timbul pertanyaan, bagaimana sistem ini dapat menghasilkan hantaran listrik?
Jawabannya dapat diperoleh dengan menguji apa yang terjadi pada larutan dan elektroda
dalam susunan alat elektrolisis.
Bila ada aliran listrik dari baterai (sumber arus DC) maka akan terjadi: (1). Elektroda (-
) mendapat muatan listrik e (-); (2). Karena kelebihan muatan listrik e (-) maka elektroda ()
menarik ion muatan berbeda dalam larutan, ion (+); (3). Pada saat yang sama elektroda (+)
kekurangan elektron sehingga menarik ion muatan berbeda dalam larutan yaitu ion (-); (4).
Karena adanya hantaran listrik maka terjadi reaksi kimia (reaksi redoks) pada elektroda; (5).
Pada elektroda (+), ion (-) disekitarnya melepaskan e- sehingga terjadi oksidasi. Setiap
terjadi oksidasi maka ion (-) ini diganti oleh ion (-) lain disekitarnya sehingga terjadi aliran
ion-ion () dari larutan ke elektroda (+); (6). Elektron-elektron yang dilepaskan dari ion-ion (-)
mengalir ke sumber arus DC kemudian diteruskan ke elektroda dimana terdapat ion-ion (+)
yang kemudian mengalami reduksi; (7). Akibat reduksi ini, ion (+) lain yang terdapat
disekitarnya menggantikannya sehingga terjadi aliran ion (+) dari larutan ke elektroda (+).
Jadi, jika terjadi reaksi redoks maka elektron bergerak melalui kabel circuit (arus DC) dan
ion bergerak di dalam cairan. Aliran ion dalam cairan disebut hantaran elektrolit. Pada
3
hantaran elektrolit, terjadinya migrasi ion terutama karena perbedaan jumlah antara ion (+)
dan ion (-) dalam kumpulan ion (+) atau (-) sehingga tidak stabil, sehingga dalam cairan ada
kecenderungan untuk mempertahankan muatan listrik yang netral dan ini dilakukan dengan
aliran ion.
Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda selama ada hantaran elektrolitik disebut
reaksi elektrolisis. Tempat terjadinya reaksi elektrolisis disebut sel elektrolisis atau sel
elektrolitik. Sebagai contoh pada elektrolisis larutan CuSO4. Reaksi-reaksi yang mungkin
terjadi pada anoda adalah:
2SO42-(aq) → S2O82-(aq) + 2e-

2H2O(l) → O2 (g) + 4H+ + 4e


Reaksi pada katoda:
Cu2+(aq) + 2e → Cu(s)

2H2O(1) + 2e → H2 (g) + 2OH-(aq)


Dari hasil percobaan diperoleh gelembung gas O2 pada anoda dan pelapisan logam Cu pada
katoda. Jadi pada elektrolisis larutan CuSO4 terjadi reaksi-reaksi:

2H2O(l) → O2 (g) + 4H+ + 4e (Anoda)

Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) (Katoda)


2H2O(l) + 2Cu2+(aq) → O2 (g) + 4H+ + 2Cu(s) (Reaksi sel)
Berdasarkan hasil-hasil reaksi yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pada
elektrolisis CuSO4, Cu2+ lebih mudah tereduksi daripada H2O dan H2O lebih mudah
teroksidasi daripada SO42-.
Salah satu penggunaan elektrolisis adalah refining (memurnikan) atau pemurnian
logam Cu. Setelah dipisahkan dari bijihnya, kemurnian logam Cu 99% dengan pengotor
utama Fe, Zn, Ag, Au dan Pb. Pada preses refining, Cu yang belum murni digunakan sebagai
anoda pada sel elektrolitik CuSO4. Katoda terbuat dari Cu kemurnian tinggi. Proses
elektrolisis dilakukan dengan pengaturan tegangan dimana hanya Cu dan logam yang lebih
aktif, seperti Fe dan Zn yang teroksidasi. Logam Ag, Au dan Pt tidak larut tetapi jatuh dan
mengendap pada dasar sel elektrolisis. Pada katoda hanya Cu2+ yang tereduksi sehingga
terbentuk deposit Cu. Hasil keseluruhan dari preses sel elektrolisis ini adalah :
1. Cu dipindahkan dari anoda ke katoda :
2. Pengotor Fe dan Zn tetap dalam larutan sebagai Fe2+ dan Zn2+.
3. Logam lain seperti Ag, Au, dan Pt mengendap di dasar sel.
Bila Ag, Au, dan Pt diambil kemudian dijual maka nilainya dapat membayar biaya
listrik yang diperlukan selama elektrolisis. Logam Cu yang diperoleh dengan proses ini
mempunyai kemurnian 99,96 %.
Jika pada pembuatan Cu murni, katoda diganti dangan Fe, maka akan tetap terbentuk
endapan Cu pada katoda Fe. Proses pelapisan katoda dangan logam lain dengan elektrolisis
disebut elektroplating. Proses ini banyak digunakan secara komersial seperti pada pelapisan

4
bemper mobil dengan Cr dengan tujuan: (a) mencegah korosi, dan (b) agar penampilan lebih
menarik.
Reaksi redoks adalah gabungan reaksi kimia yang terjadi pada sel elektrokimia. Reaksi
oksidasi adalah suatu perubahan kimia dimana suatu zat melepas elektron. Pada sel
elektrokimia oksidasi terjadi di anoda. Reaksi reduksi adalah suatu perubahan kimia dimana
suatu zat menangkap elektron. Pada sel elektrokimia reduksi terjadi di katoda. Pada reaksi
redoks, zat yang mengoksidasi disebut oksidator, sedangkan zat yang mereduksi zat lain
disebut reduktor. Suatu reaksi reduksi dapat menimbulkan potensial listrik tertentu, yang
disebut potensial elektroda (E) dan semakin mudah suatu unsur mengalami reduksi, maka
makin besar potensial elektrodanya. Harga potensial elektroda yang sebenarnya dalam suatu
reaksi reduksi tidak dapat dihitung, sebab tidak ada reaksi reduksi yang berlangsung tanpa
diikuti rekasi oksidasi. Oleh karena itu harga potensial elektroda yang dipakai adalah harga
potensial standar. Itulah sebabnya harga potensial elektroda lebih tepat disebut potensial
reduksi standar atau potensial elektroda standar (E0). Elektroda yang dipakai sebagai standar
dalam menentukan harga potensial elektroda adalah elektroda hidrogen. Cara memperoleh
dengan mengalirkan gas hidrogen murni pada elektroda platina (Pt) yang bersentuhan dengan
asam (ion H+), sehingga terjadi keseimbangan sebagai berikut:
H2  2H+ + 2e-
Harga potensial elektroda dari reaksi ini ditetapkan 0 volt. Kemudian harga potensial
elektroda standar dari semua reaksi reduksi adalah harga yang dibandingkan terhadap
potensial elektroda standar hidrogen.
Berdasarkan harga E0 maka dapat disusun suatu deret unsur mulai dari unsur dengan
harga E0 terkecil sampai terbesar yang disebut “deret volta”, yaitu :

Sifat - sifat dari deret volta ini adalah :


1. Logam yang terletak di sebelah kanan H memiliki harga E0 positif sedangkan di sebelah
kiri H mempunyai harga E0 negatif.
2. Makin ke kanan letak suatu logam pada deret volta, maka harga E0 logam makin besar.
Hal ini berarti bahwa logam – logam di sebelah kanan H mudah mengalami reduksi atau
sulit teroksidasi. Logam ini disebut logam pasif atau logam mulia.
3. Makin ke kiri, harga E0 dari logam semakin kecil yang berarti logam tersebut sulit
tereduksi dan mudah teroksidasi. Logam ini disebut logam aktif.

2.2. Aspek Kuantitatif Reaksi Elektrokimia atau Elektrolisis


Michael Faraday telah menjelaskan adanya hubungan kuantitatif antara jumlah
perubahan kimia yang terjadi pada reaksi elektrokimia dengan jumlah arus. Jumlah
perubahan kimia sebanding dengan jumlah mol elektron yang digunakan pada reaksi
oksidasi-reduksi.

5
Contoh reaksi pada katoda, Ag+(aq) + e → Ag(s)- , bila katoda mensuplai 1 mol elektron
maka dihasilkan 1 mol endapan Ag. Pada sistem SI, 1 mol e- setara dengan 96.494 Coulomb
(C), dan biasanya digunakan, 1 mol e setara dengan 96.500 C. Coloumb adalah jumlah
muatan listrik yang melawati satu titik circuit listrik bila arus 1 Ampere (A) mengalir selama
1 detik (S).
Jadi: 1 C = 1 A. 1 S
Dengan mengukur kuat arus (I) dan lamanya arus (t) dapat ditentukan jumlah muatan
Coulomb (Q), dan dari jumlah muatan Coulomb dapat ditentukan jumlah mol elektron,
sehingga memperoleh jumlah mol zatnya.
Dalam Hukum elektrolisis, Michael Faraday menemukan :
1. Jumlah bahan yang terdekomposisi saat elektrolisa berbanding lurus dengan kuat arus (I)
dan waktu (t) dalam laruran elektrolit.
2. Jumlah perubahan kimia oleh satuan arus listrik sebanding dengan banyaknya arus yang
mengalir (I).
Pernyataan tersebut dirumuskan sebagai:
𝑊= 𝑒.𝐼.𝑡 / 96500
dengan W: massa endapan pelapis (g); I: kuat arus (A), t: waktu (detik); e: berat
ekivalen kimia (massa atom dibagi dengan valensinya). Dari rumus tersebut, volume
endapan diperoleh dengan perhitungan :
Volume (cm3) = massa endapan (g) / densitas (g/cm3) = W/ρ
dengan ρ : kerapatan logam pelapis (g/cm3) dan W: massa endapan (g). Sehingga
untuk mendapatkan nilai ketebalan:
Ketebalan (cm) = Volume (cm3) / luas permukaan (cm2)
Hukum Faraday dapat menjelaskan pengaruh penambahan waktu pada proses
elektroplating. Semakin lama waktu yang digunakan, maka lapisan logam yang dihasilkan
juga semakin besar. Ketebalan lapisan logam juga dipengaruhi oleh berat equivalen kimia
sebuah unsur kimia yang digunakan sebagai anoda. Dalam persamaan juga dapat diketahui
bahwa semakin besar jumlah deposit lapisan logam (jumlah berat edapan) maka semakin
besar pula ketebalan dari lapisan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu yang digunakan
pada proses pelapisan dan variasi anoda mempengaruhi jumlah deposit lapisan dan juga
ketebalan lapisan yang terbentuk.

2.3. Kinetika Reaksi Elektrokimia atau Elektrolisis


Kinetika reaksi mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif dan mempelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Laju reaksi kimia adalah jumlah mol
reaktan per satuan volume yang bereaksi dalam satuan waktu tertentu. Bila dibuat sebuah
kurva penurunan konsentrasi reaktan sebagai fungsi waktu, maka akan diperoleh kurva
bahwa slope kurvanya pada setiap titik selalu negatif, karena konsentrasi reaktan selalu
menurun. Jadi laju reaksi pada setiap titik sepanjang kurva = - dC/dt. Tetapi apabila laju

6
reaksi dituliskan sebagai laju pembentukan produk, maka laju reaksi akan bernilai positif.
Jika konsentrasi produk setelah reaksi berlangsung t detik adalah x mol dm-3, maka laju
reaksinya + dx/dt. Laju reaksi pada setiap waktu sebanding dengan konsentrasi (C) yang
tersisa pada setiap waktu. Secara matematik dapat dituliskan – dC/dt = k.C, dan dC/dt =
sering kali disebut sebagai differential rate expression dan k = konstanta laju reaksi.
Bentuk persamaan laju reaksi yang lebih umum adalah : Laju = k[A]x[B]y[C]z dan
seterusnya dan orde reaksi keseluruhan merupakan jumlah semua pangkat yang terdapat
dalam persamaan laju reaksi, orde reaksi total : x + y + z + .... dan seterusnya. Laju reaksi =
perubahan konsentrasi / waktu yang diperlukan untuk perubahan ∆t atau Laju reaksi = ±
∆X/∆t
Tanda negatif digunakan jika X adalah pereaksi dan tanda positif digunakan jika X
adalah produk reaksi. Laju keseluruhan dari suatu reaksi kimia pada umumnya bertambah
jika konsentrasi salah satu pereaksi dinaikkan. Hubungan laju reaksi dan konsentrasi dapat
diperoleh dari data eksperimen. Untuk reaksi, A + B → produk, dapat diperoleh bahwa laju
reaksi dapat berbanding lurus dengan [A]x dan [B]y.
atau ditulis dengan : Laju reaksi = k[A]x [B]y
Disebut hukum laju reaksi atau persamaan laju reaksi, dengan k adalah tetapan laju
reaksi, x dan y merupakan bilangan bulat yang menyatakan orde ke x terhadap A dan orde ke
y terhadap B, sedangkan (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan. Hukum laju diperoleh secara
eksperimen dan tidak bergantung pada persamaan stoikiometri. Orde reaksi adalah jumlah
pangkat konsentrasi dalam bentuk diferensial. Secara teoritis orde reaksi merupakan bilangan
bulat kecil, namun dalam beberapa hal pecahan atau nol. Pada umumnya orde reaksi
terhadap suatu zat tertentu tidak sama dengan koefisien dalam persamaan stoikiometri
reaksi.
 Reaksi Orde Nol
Suatu reaksi disebut orde ke nol terhadap suatu pereaksi jika laju reaksi tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi tersebut. Jika [A] adalah konsentrasi dan [A] 0 adalah
konsentrasi pada saat t = 0, maka:
− d[A]/dt = k, dan hasil integral [A]0 − [A] = k.t
Suatu reaski orde satu dapat dinyatakan dengan:
− d[A]/dt = k[A]
Hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap waktu:
ln([A]0/[A] = k.t
Suatu reaksi orde dua dapat dinyatakan dengan:
- d[A]/dt = k[A]2
Hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap waktu:
1/[A] - 1/[A]0= k.t
Suatu reaski orde dua dapat dinyatakan dengan:
− d[A]/dt = k[A]3

7
Hasil integral untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi pereaksi terhadap waktu :
(1/[A])2 – (1/[A]0)2 = k.t

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Gambar Rangkaian


Gambar 1 menunjukkan instalasi penelitian elektroplating. Pada anoda dan larutan
elektroplating tersebut, dilakukan variasi berupa seng elektroplating, khrom elektroplating
dan nikel elektroplating.

Gambar 3.1. Rangkaian alat proses elektroplating atau elektrolisis: (1) bak electroplating;
(2) larutan electroplating; (3) amperemeter; (4) voltmeter; (5) thermometer; (6) anoda; (7)
katoda; (8) heater; (9) sumber arus AC; dan (10) termocontroller.

3.2. Bahan-bahan yang Digunakan


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: larutan elektrolit CuSO4
bahan logam elektroda (tembaga dan seng).

3.3. Mencari Waktu Kontak Optimum


Larutan limbah atau larutan sintetis yang keluar dari saluran output diambil setiap 5
menit selama 20 menit. Disini variabel lain yang dipakai tetap yaitu kuat arus pada 0,08 A
konsentrasi 5 mg/l. Sampel yang diperoleh dianalisa dan dihitung efisiensi penambahan
berat Zn, sampel yang menghasilkan efisiensi yang paling tinggi merupakan waktu kontak

9
yang optimum. Hal yang sama dilakukan untuk masing-masing jenis plat. Untuk proses
selanjutnya waktu kontak ini yang digunakan.

3.4. Mencari Kuat Arus Optimum


Larutan dimasukkan ke dalam saluran input dengan konsentrasi yang tetap dan pada
waktu kontak optimum, tetapi kuat arus yang digunakan berbeda yaitu masing-masing 0,03
A; 0,08 A dan 0,13 A. Dari ketiga sampel ini dianalisa, sampel yang menghasilkan
efesiensi yang paling tinggi merupakan kuat arus yang optimum dan digunakan pada proses
selanjutnya. Hal ini dilakukan pada setiap jenis plat.

3.5. Mencari Konsentrasi Optimum.


Larutan yang dimasukkan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 3 g/L, 5 g/L dan 7
g/L, tetapi waktu kontak dan kuat arus yang digunakan yang pada kondisi optimum. Hasil
ketiga sampel dianalisa dan dihitung efisiensi penambahan berat Zn, sampel yang
menghasilkan efesiensi yang paling tinggi merupakan konsentrasi optimum.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Mencari Waktu Kontak Optimum

Sebelum Sesudah
Gambar 4.1 Foto sesudah dan sebelum Cu dan Zn bereaksi setiap 5 menit dalam 20
menit pada arus 0,08 A

Tabel 4.1 Hubungan lama waktu kontak dengan berat Cu dan Zn


t (menit) WCu (gram) WZn (gram) ∆Cu (gram) ∆Zn (gram)
0 3,771 7,058 0 0
5 3,769 7,157 -0,002 0,099
10 3,767 7,251 -0,002 0,094
15 3,763 7,346 -0,004 0,095
20 3,76 7,467 -0,003 0,121

7.5
7.4
7.3
W Zn (gram)

7.2
7.1
7
6.9
6.8
0 5 10 15 20
t (menit)

Gambar 4.2 Hubungan lama waktu kontak dengan berat Cu dan Zn


Dari gambar 4.2 dapat diketahui bahwa semakin lama waktu kontak, maka berat
seng (Zn) akan semakin bertambah. Hal itu juga dapat dilihat pada data yang disajikan di
tabel 4.1 dimana selisih berat seng (Zn) yang paling besar adalah pada waktu kontak 20
menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa waktu kontak yang optimum adalah pada saat 20
menit.
Hal ini sesuai dengan Hukum Faraday yang secara sistematis dinyatakan
e.I .t
W ( gram)
96500
Dimana:
m = berat endapan pelapis (gram)
11
e = berat ekuivalen
I = kuat arus (ampere)
t = waktu kontak (sekon)
Berdasarkan rumus dari Hukum Faraday diatas, kita mengetahui bahwa hubungan
antara W (berat endapan pelapis) dan waktu berbanding lurus, dimana semakin lama waktu
kontak maka berat endapan pelapis juga semakin bertambah. Hal ini karena semakin lama
proses berlangsung, maka porsi akumulasi pergerakan elektron dan transfer material pada
kedua elektroda juga akan semakin besar (Topayung, 2011).

4.2 Mencari Kuat Arus Optimum

Sebelum Sesudah
Gambar 4.3 Foto sesudah dan sebelum Cu dan Zn bereaksi setiap 5 menit dalam 20 menit
pada arus 0,03 A

Sebelum Sesudah
Gambar 4.4 Foto sesudah dan sebelum Cu dan Zn bereaksi setiap 5 menit dalam 20 menit
pada arus 0,13 A

Tabel 4.2 Perubahan berat Zn pada arus t = 20 menit dan C = 5 gr/L dalam berbagai arus (I)
∆W Zn pada I = 0,03 A ∆W Zn pada I = 0,08 A ∆W Zn pada I = 0,13 A
0,326 gram 0,409 gram 0,609 gram

12
0.7
0.6
0.5

∆W Zn (gram)
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0,03 A 0,08 A 0,13 A
Arus Listrik (A)

Gambar 4.5 Hubungan kuat arus yang berbeda terhadap penambahan berat Zn
Dari gambar 4.5 dapat kita lihat bahwa semakin besar kuat arus yang digunakan
selama proses elektroplating, maka berat Seng (Zn) juga akan semakin bertambah. Oleh
karena itu dapat kita simpulkan bahwa kuat arus optimum pada percobaan adalah sebesar
0,15 A.
Hal ini sesuai dengan Hukum Faraday yang menyatakan:
 Jumlah logam yang terbentuk pada elektroda suatu sel, sebanding dengan arus yang
mengalir.
 Jumlah logam yang dihasilkan oleh arus listrik yang sama di dalam sel yang berbeda
sebanding dengan berat ekuivalen logam tersebut.
 Bila efisiensi arus 100% maka berat logam yang diendapkan adalah berbanding lurus
dengan arus yang mengalir melalui larutan dan sebanding berat ekuvalen logam dan
waktu elektroplating.
Hal ini karena semakin besar nilai kuat arus listrik yang digunakan, maka akan
menyebabkan elektron lebih reaktif (lebih mudah bergerak). Hal ini juga akan
menyebabkan porsi akumulasi pergerakan elektron dan transfer material pada kedua
elektroda juga akan semakin besar (Topayung, 2011).

4.3 Mencari Konsentrasi Optimum


Sebe Ses
lum uda
h

Gambar 4.6 Sesudah dan sebelum Cu dan Zn bereaksi setiap 5 menit dalam 20 menit pada
3 gr/L , arus 0,13 A

13
Seb
elu
m

Sesudah
Gambar 4.7 sesudah dan sebelum Cu dan Zn bereaksi setiap 5 menit dalam 20 menit pada
7 gr/L , arus 0,13 A

Tabel 4.3 Perubahan berat Zn pada arus 0,13 A dalam berbagai konsentrasi
∆W Zn pada 3 gr/L (gram) ∆W Zn pada 5 gr/L (gram) ∆W Zn pada 7 gr/L (gram)
CuSO4 CuSO4 CuSO4
0,416 gram 0,609 gram 0,727 gram

0.8
0.7
0.6
∆W Zn (gram)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
3 5 7
Konsentrasi CuSO4 (gr/L)

Gambar 4.8 Perubahan berat Zn pada arus 0,13 A dalam berbagai konsentrasi
Pada gambar 4.8 dapat diketahui bahwa nilai perubahan berat Zn mengalami
kenaikan setiap penambahan waktu kontak. Semakin bertambah kepekatan atau konsentrasi
suatu larutan elektrolit juga mengakibatkan penambahan berat Zn semakin besar.
Berdasarkan pada percobaan, konsentasi 7 gr/L larutan CuSO4 memberikan hasil perubahan
berat Zn yang paling besar. Hal ini disebabkan karena konsentasi 7 gr/L larutan CuSO 4
merupakan konsentrasi optimum, karena pada saat konsentrasi tersebut, nilai perubahan
berat dari Zn adalah yang paling besar dibandingkan dengan pada konsentrasi 3 gr/L dan 5
gr/L. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 7 gr/L merupakan konsentrasi yang
memiliki pH paling optimum dibandingkan dengan konsentrasi 3 gr/L dan 5 gr/L
(Rahayuningwulan, 2010).

14
4.4 Mencari Konstanta Laju Reaksi
0.16
0.14 y = 0.0274x
R² = 0.7255
0.12
0.1
∆W (gram)

0.08
0.06
0.04
0.02
0
0 5 10 15 20
t (menit)

Gambar 4.9 Laju pelapisan Cu pada konsentrasi 3 gr/L dan arus 0,15A
0.3

0.25

0.2
∆W (gram)

y = 0.0348x
R² = -0.249
0.15

0.1

0.05

0
0 5 10 15 20
t (menit)

Gambar 4.10 Laju pelapisan Cu pada konsentrasi 5 gr/L dan arus 0,15A
0.3

0.25 y = 0.0478x
R² = 0.4473
0.2
∆W (gram)

0.15

0.1

0.05

0
0 5 10 15 20
t (menit)

Gambar 4.11 Laju pelapisan Cu pada konsentrasi 7 gr/L dan arus 0,15A
Laju reaksi kimia adalah jumlah mol reaktan per satuan volume yang bereaksi dalam
satuan waktu tertentu. Bila dibuat sebuah kurva sebagai fungsi waktu, maka akan diperoleh
kurva bahwa slope yang menggambarkan tentang konstanta laju reaksi. Dimana bahwa laju
reaksi orde 1 dapat digambarkan dengan persamaan y = kx, dimana k merupakan konstanta
laju reaksi. Berdasarkan percobaan, nilai konstanta laju reaksi dari larutan dengan
15
konsentrasi 3 gr/l adalah 0,0274/menit, konsentrasi 5 gr/l adalah 0,0348/menit dan
konsentrasi 7 gr/l adalah 0,0478/menit. Konsentrasi 7 gr/l memiliki konstanta laju reaksi
yang paling tinggi sehingga menyebabkan pada konsentrasi tersebut perubahan berat Zn
juga paling besar, karena semakin banyak logam Cu yang melapisi Zn (Prayetno, 2008).

4.5 Prinsip Kerja dan Mekanisme Reaksi Eletrokimia


Reaksi kimia yang terjadi pada elektroda selama ada hantaran elektrolitik disebut
reaksi elektrolisis. Tempat terjadinya reaksi elektrolisis disebut sel elektrolisis atau sel
elektrolitik. Sebagai contoh pada elektrolisis larutan CuSO4. Reaksi-reaksi yang mungkin
terjadi pada anoda adalah:
2SO42-(aq) → S2O82-(aq) + 2e-

2H2O(l) → O2 (g) + 4H+ + 4e


Reaksi pada katoda:
Cu2+(aq) + 2e → Cu(s)

2H2O(1) + 2e → H2 (g) + 2OH-(aq)


Dari hasil percobaan diperoleh gelembung gas O2 pada anoda dan pelapisan logam Cu pada
katoda. Jadi pada elektrolisis larutan CuSO4 terjadi reaksi-reaksi:
2H2O(l) → O2 (g) + 4H+ + 4e (Anoda)

Cu2+(aq) + 2e → Cu(s) (Katoda)


2H2O(l) + 2Cu2+(aq) → O2 (g) + 4H+ + 2Cu(s) (Reaksi sel)
Berdasarkan hasil-hasil reaksi yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pada
elektrolisis CuSO4, Cu2+ lebih mudah tereduksi daripada H2O dan H2O lebih mudah
teroksidasi daripada SO42-.

16
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pada praktikum ini waktu kontak optimum terjadi pada t = 20 menit.
2. Pada praktikum ini kuat arus optimum terjadi pada I = 0,13 A.
3. Pada praktikum ini konsentrasi optimum terjadi pada C = 7 gr/L.
4. Pada praktikum ini semakin besar konsentrasi larutan elektrolit CuSO4 maka nilai laju reaksi
semakin besar pada arus dan waktu optimum.

5.2 Saran
1. Sebelum melakukan percobaan sebaiknya anggota membagi tugas agar praktikum yang
dilakukan terkoordinir.
2. Sebaiknya mengecek alat-alat yang akan digunakan agar tidak terjadi kesalahan selama
praktikum.
3. Jika ada kendala selama praktikum sebaiknya berkoordinir dengan asisten lab yang berjaga
agar tidak terjadi kesalahan teknis dalam praktikum.
4. Setelah melakukan praktikum sebaiknya alat-alat yang digunakan harus dibersihkan.
5. Dapat menggunakan logam lain yang lebih reaktif contohnya besi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Fogler, H.S. (2006). Elements of Chemical Reaction Engineering. 4th Edition. Prentice

Hall PTR.

Martin S. Silberberg, (2006), Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change, 4th
Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc., ISBN 0-07-111658-3

Mordechay Schlesinger, Milan Paunovic (Editors). (2010). Modern Electroplating, 5th Edition.
John Wiley & Sons, Inc.
Nurhasni, dkk. 2013. Pengolahan Limbah Industri Elektroplating dengan Proses Koagulasi
Flokulasi. Kimia. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Rahayuningwulan, Diana. 2010. Daur Ulang Air Limbah Industri Pelapisan Logam dengan
Metoda Kimia-Fisika.

Susetyaningshih, Retno, dkk. 2008. Kajian Proses Elektrokoagulasi untuk Pengolahan Limbah
Cair. SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta.

Topayung, Daud. 2011. Pengaruh Arus Listrik Dan Waktu Proses Terhadap Ketebalan Dan Massa
Lapisan Yang Terbentuk Pada Proses Elektroplating Pelat Baja. Manado.

18

Anda mungkin juga menyukai