PENDAHULUAN
IPST SARBAGITA
Sampah yang akan diterima di TPA SARBAGITA diperkirakan 800 ton/hari. Dengan komposisi
75% sampah organik dan 25% sampah non organik, dengan keadaan 55% sampah organik basah
dan 20% sampah organik kering. Sampah non organik sebagian berupa plastik dan kertas.
Diperkirakan 175 ton/hari sampah dapat menghasilkan sekitar 2.5 MW listrik.
Diperkirakan sekitar 1 H lahan dibutuhkan untuk TPA Sarbagita, penggunaan lahan minimal
untuk jangka waktu 20 tahun.
SISTEM GALFAD
IPST merupakan aplikasi teknologi pengolahan sampah yang didalamnya terdapat perpaduan
komponen pengolahan sampah seperti unit pemilahan, unit gasifikasi dan pirolisis, unit
pengomposan, unit daur ulang dan unit landfill. Lebih jelasnya dalam Gambar 1 berikut ini :
Sistem pengolahan sampah di IPST adalah menggunakan Sistem GALFAD (Gassification, Land
Fill, Anaerob Diggestion). Tujuan strategis dari fasilitas yang ditawarkan adalah pemanfaatan
potensi sampah sebagai sumber daya yang sudah tercemar (contaminated resource). Hal ini
berarti dengan menggunakan teknik pemisahan yang sesuai, berbagai jenis sampah dapat dipakai
pads berbagai jenis peralatan konversi energi sehingga dapat memaksimalkan efisiensi konversi
sampah menjadi energi yang bernilai ekonomis.
1. Pemisahan awal
Komponen utama dari IPST, jika dipandang dari sisi konversi energi adalah :
· Sampah organik, dapat dibiodegradasikan, baik basah maupun kering (contohnya sampah buah-
buahan, dan sampah sayuran);
· Sampah organik, non-biodegradasi, baik basah maupun kering (contohnya plastik dan kayu);
· Komponen yang inert (contohnya besi, kaca dan sisa-sisa bahan bangunan)
Dengan beberapa tingkat penyaringan, sebuah tangki pengapung (floating tank), dan beberapa
metode lain, sampah dapat dipisah-pisah menjadi bagian-bagian yang disebutkan diatas.
Kemudian sampah dimasukkan kedalam mesin pemecah (shredder) untuk dipecah-pecah
menjadi lebih kecil dan memiliki ukuran-ukuran yang sama agar kemudian dapat digunakan
sesuai proses konversi energi yang dipilih. Sampah yang kering, dibuat menjadi lebih kering
dengan menggunakan suatu pengering (dryer). Seluruh proses ini sedapat mungkin dilaksanakan
di dalam ruangan sehingga bau sampah tidak menyebar ke area sekitar instalasi.
Gasifikasi adalah proses dekomposisi termal dari bahan organik dengan mengurangi keberadaan
oksigen. Proses ini dapat mengubah sampah organik menjadi gas (karbonmonoksida dan
hidrogen) yang kemudian dapat dipakai untuk menggerakkan gas engine sebagai mesin
pembangkit listrik. Proses yang akan digunakan pada fasilitas ini sebenarnya adalah bukan
teknologi baru dan sudah digunakan secara komersil di Inggris selama 10 tahun. Perlu dipahami
bahwa modul ini hanya dapat bekerja pada jenis bahan baku yang homogen, yaitu jenis yang
akan diperoleh dari proses pemisahan diatas.
4. Gas Landfill
Tujuan dari pemakaian gas dari landfill adalah untuk menghindarkan gas metan yang sangat
beracun lepas dari tumpukan sampah dimana dalam banyak kasus telah ditumpuk jauh sebelum
sistem GALFAD ini diterapkan.
Setelah menutup tempat sampah dengan lapisan tanah liat, satu jaringan pipa gas perforasi
dimasukkan kedalam tumpukan sampah dan dari pipa tersebut, gas disedot menuju ke sebuah
fasilitas pengolahan gas.
Hasil dari seluruh ketiga proses ini adalah biogas yang dimasukan terlebih dahulu ke dalam
fasilitas pengolahan gas sebelum menjadi gas bahan bakar bagi mesin pembangkit listrik. Sebuah
ilustrasi dapat diambil yaitu: fasilitas pengolahan sampah dengan kapasitas pengolahan 400 ton/
hari dapat menghasilkan listrik kurang lebih sebesar 10 MW secara kontinyu.
Sebagai hasil dari proses GALFAD, volume sampah dapat berkurang sampai dengan 80%. Hasil
samping dapat diproses menjadi kompos (Apabila kompos ini tidak dapat dijual maka aman
dibuang ke tanah tanpa mengakibatkan pengaruh apapun. Jumlah dari kompos yang dihasilkan
kurang lebih 10 - 15 persen bahan baku yang dimasukkan ke digester dan material untuk
konstruksi jalan.
Kompos dengan yang dihasilkan adalah kompos dengan kualitas rendah. Bila kualitas kompos
diperbaiki, dapat dijual kira-kira 1/3 dari pupuk sintetis (Rp. 15.000/25 kg sak).
Tempat Pembuangan Akhir Sampah atau TPA. Sampah adalah tempat mengkarantinakan sampah atau
menimbun sampah yang diangkut dari sumber sampah sehingga tidak mengganggu lingkungan.
Sebelum kita membuat atau merencanakan membangun Tempat Pambuangan Akhir Sampah, terlebih
dahulu harus dilakukan STUDY ANDAL karena suatu TPA Sampah sudah pasti akan menimbulkan dampak
negatip. Dengan melalui STUDY ANDAL maka beberapa dampak negatip yang telah diprediksi akan
timbul diusahakan dikelola sehingga tidak melampaui nilai ambang batas yang telah ditetukan oleh
Pemerintah RI dalam Peraturan Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (AMDAL).
Bila melalui STUDY ANDAL tersebut lokasi terpilih tidak memenuhi syarat maka harus dicari lagi lokasi
lain yang sesuai dengan SK_SNI mengenai TPA Sampah dan hasil dari STUDY ANDAL dampak negatip
yang diprediksi akan timbul tersebut harus dikelola sehingga tidak mencemari lingkungan.
Ada beberapa metoda atau cara penimbunan sampah yang Kita Kenal Seperti:
a. Open Dumping
Cara ini cukup sederhana yaitu dengan membuang sampah pada suatu legokan atau cekungan tanpa
mengunakan tanah sebagai penutup sampah, cara ini sudah tidak direkomendasi lagi oleh Pemerintah RI
karena tidak memenuhi syarat teknis suatu TPA Sampah, Open dumping sangat potensial dalam
mencemari lingkungan, baik itu dari pencemaran air tanah oleh Leachate (air sampah yang dapat
menyerap kedalam tanah), lalat, bau serta binatang seperti tikus, kecoa, nyamuk dll.
b. Control Landfill
Control landfill adalah TPA sampah yang dalam pemilihan lokasi maupun pengoperasiannya sudah mulai
memperhatikan Syarat Teknis (SK-SNI) mengenai TPA sampah.
Sampah ditimbun dalam suatu TPA Sampah yang sebelumnya telah dipersiapkan secara teratur, dibuat
barisan dan lapisan (SEL) setiap harinya dan dalam kurun waktu tertentu timbunan sampah tersebut
diratakan dipadatakan oleh alat berat seperti Buldozer maupun Track Loader dan setelah rata dan padat
timbunan sampah lalu ditutup oleh tanah, pada control landfill timbunan sampah tidak ditutup setiap
hari, biasanya lima hari sekali atau seminggu sekali.
Secara umum control landfill akan lebih baik bila dibandingkan dengan open dumping dan sudah mulai
dipakai diberbagai kota di Indonesia.
c. Sanitary Landfill
Sanitary landfill adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun
di TPA sampah yang sudah disiapkan sebelumnya dan telah memenuhi syarat teknis, setelah ditimbun
lalu dipadatkan dengan menggunakan alat berat seperti buldozer maupun track loader, kemudian
ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup setiap hari pada setiap akhir kegiatan. Hal ini dilakukan
terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Beranda
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2009 (1)
o ▼ Agustus (1)
Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Mengenai Saya
Agus Sopandie
Sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu
yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk
kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human wastetidak termasuk didalamnya) dan umumnya
bersifat padat (Azwar, 1990). Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah : dari rumah
tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Berdasarkan komposisi kimianya, maka sampah dibagi menjadi sampah organik dan sampah
anorganik. Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan
sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge, ed.,
1991).
Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak
ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan
sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah, transfer dan transport,
pengolahan dan pembuangan akhir (Kartikawan, 2007) sebagai berikut :
Dari definisinya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sampah itu tidak diproduksi, tetapi
ditimbulkan (solid waste is generated, not produced). Oleh karena itu dalam menentukan metode
penanganan yang tepat, penentuan besarnya timbulan sampah sangat ditentukan oleh jumlah pelaku
dan jenis dan kegiatannya.
Idealnya, untuk mengetahui besarnya timbulan sampah yang terjadi, harus dilakukan dengan
suatu studi. Tetapi untuk keperluan praktis, telah ditetapkan suatu standar yang disusun oleh
Departemen Pekerjaan Umum. Salah satunya adalah SK SNI S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi
timbulan sampah untuk kota kecil dan kota sedang. Dimana besarnya timbulan sampah untuk kota
sedang adalah sebesar 2,75-3,25 liter/orang/hari atau 0,7-0,8 kg/orang/hari.
Penanganan sampah pada sumbernya adalah semua perlakuan terhadap sampah yang
dilakukan sebelum sampah di tempatkan di tempat pembuangan. Kegiatan ini bertolak dari kondisi di
mana suatu material yang sudah dibuang atau tidak dibutuhkan, seringkali masih memiliki nilai
ekonomis. Penanganan sampah ditempat, dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penanganan sampah pada tahap selanjutnya.
Kegiatan pada tahap ini bervariasi menurut jenis sampahnya meliputi pemilahan (shorting),
pemanfaatan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle). Tujuan utama dan kegiatan di tahap ini
adalah untuk mereduksi besarnya timbulan sampah (reduce)
3. Pengumpulan (collecting)
Adalah kegiatan pengumpulan sampah dan sumbernya menuju ke lokasi TPS. Umunmya
dilakukan dengan menggunakan gerobak dorong dan rumah-rumah menuju ke lokasi TPS.
Adalah kegiatan pemindahan sampah dan TPS menuju lokasi pembuangan pengolahan
sampah atau lokasi pembuangan akhir.
5. Pengolahan (treatment)
Bergantung dari jenis dan komposisinya, sampah dapat diolah. Berbagai alternatif yang
tersedia dalam pengolahan sampah, di antaranya adalah :
c. Pembuatan kompos (composting), Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari
bahan - bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat
proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa ditambahkan pupuk
buatan pabrik, seperti urea (Wied, 2004). Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang
lainnya, maka pada proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun
cara pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun.
d. Energy recovery, yaitu tranformasi sampah menjadi energi, baik energi panas maupun energi
listrik. Metode ini telah banyak dikembangkan di Negara-negara maju yaitu pada instalasi yang
cukup besar dengan kapasitas ± 300 ton/hari dapat dilengkapi dengan pembangkit listrik
sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk
menekan biaya proses pengelolaan.
6. Pembuangan akhir
Pada prinsipnya, pembuangan akhir sampah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
kelestarian lingkungan. Teknik yang saat ini dilakukan adalah dengan open dumping, di mana
sampah yang ada hanya di tempatkan di tempat tertentu, hingga kapasitasnya tidak lagi memenuhi.
Teknik ini sangat berpotensi untuk menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Teknik yang
direkomendasikan adalah dengan sanitary landfill. Di mana pada lokasi TPA dilakukan kegiatan-
kegiatan tertentu untuk mengolah timbunan sampah.
Dewasa ini masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian dari
semua fihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah, disisi lain masyarakat tidak ingin
berdekatan dengan sampah. Seperti kita ketahui bersama bahwa sampah yang tidak ditangani dengan
baik dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada lingkungan. Gangguan yang ditimbulkan meliputi
bau, penyebaran penyakit hingga terganggunya estetika lingkungan. Beberapa permasalahan yang
timbul dalam sistem penanganan sampah sistem yang terjadi selama ini adalah :
a. Dari segi pengumpulan sampah dirasa kurang efisien karena mulai dari sumber sampah sampai ke
tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga kalaupun akan diterapkan teknologi
lanjutan berupa komposting maupun daur ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya
sesuai dengan yang dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.
- Perlu lahan yang besar bagi tempat pembuangan akhir sehingga hanya cocok bagi kota yang
masih mempunyai banyak lahan yang tidak terpakai. bila kota menjadi semakin bertambah
jumlah penduduknya, maka sampah akan menjadi semakin bertambah baik jumlah dan jenisnya.
Hal ini akan semakin bertambah juga luasan lahan bagi TPA.
- Dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit penyakit lain juga
dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter yang
pada akhirnya akan mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.