Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN 8

PENGUJIAN SITOTOKSIK DENGAN METODE BRINE SHRIMP


LETHALITY TEST (BSLT)
I. Tujuan Percobaan
1.1 Memahami cara pengujian efek sitotoksiksuatu zat dengan metode BSLT.
1.2 Melatih keterampilan dalam perhitungan LC50 24 jam (konsentrasi yang
dibutuhkan untuk menimbulkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah
diinkubasi selama 24 jam).
II. Pendahuluan
2.1 Kanker
2.1.1 Pengertian Kanker

Kanker merupakan penyakit atau kelainan pada tubuh sebagai akibat dari sel-
sel tubuh yang tumbuh dan berkembang secara abnormal, diluar kewajaran dan sangat
liar. Keadaan kanker terjadi jika sel-sel normal berubah dengan pertumbuhan yang
sangat cepat, sehingga tidak dapat dikendalikan oleh tubuh dan tidak berbentuk.
Kanker dapat terjadi disetiap bagian tubuh (Junaidi, 2007).

Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang
tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi)
maupun dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA dan menyebabkan mutasi di gen
vital yang mengontrol pembelahan sel pada jaringan dan organ (Lodish, 2000).

Sel kanker timbul dari sel tubuh yang normal, tetapi mengalami transformasi
atau perubahan menjadi ganas oleh bahan-bahan yang bersifat karsinogen (agen
penyebab kanker) ataupun karena mutasi spontan. Transformasi sejumlah gen menjadi
gen mutan disebut neoplasma atau tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal
yang terbentuk akibat aktivitas proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Sel
neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang
pada akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel
(Lodish,2000).

2.1.2 Penyebab Kanker

Agen penyebab kanker disebut karsinogen. Penyebab tunggal untuk terjadinya


kanker hingga saat ini belum diketahui. Namun demikian, berdasarkan laporan
berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen digolongkan ke dalam 4
golongan yaitu :

a) Bahan kimia, karsinogen bahan kimia melalui metabolisme membentuk gugus


elektrofilik yang kurang muatan elektron, sebagai hasil antara, yang kemudian
dapat berikatan dengan pusat-pusat nukleofilik pada protein, RNA dan DNA.
b) Virus, contohnya adalah pada golongan virus DNA seperti virus hepatitis B
yang menyebabkan kanker hati.
c) Radiasi, terutama radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 290-370 nm
berkaitan dengan terjadinya kanker kulit.
d) Agen biologis, antara lain hormon estrogen yang membantu pembentukan
kanker payudara dan kanker rahim.

(Nafrialdi,2007).

2.1.3 Terapi Kanker

Beberapa pengobatan atau terapi untuk pengidap kanker dapat diberikan


sebagai berikut :

a) Pembedahan

Pembedahan telah lama menjadi pengobatan untuk kanker,dimana catatan


pertama pengangkatan payudara karena kanker terjadi pada tahun 200 M. pembedahan
memberikan peluang yang lebih baik bagi penyembuhan kanker apabila dilakukan
pada kanker yang berbatas tegas.Kanker yang telah bermetastasis dapat diterapi dengan
pembedahan untuk menghilangkan rasa nyeri pasien akibat kanker yang menekan saraf
disekitarnya.Pembedahan juga digunakan untuk mengeksis bagian mayor dari kanker,
yang mengurangi beban kanker dan meningkatkan respons terhadap kemoterapi atau
radioterapi (Corwin, 2008).

b) Terapi Radiasi

Terapi radiasi menggunakan ionisasi untuk membunuh sel kanker.Sel kanker


paling cenderung ditemukan dalam setiap stadium tersebut.Sayangnya, setiap saat
banyak sel normal juga berada pada stadium tersebut dan dapat terbunuh akibat terapi
radiasi.Dahulu, radiasi dianggap dapat membunuh hanya sel kanker dengan secara
langsung merusak DNA.Tampak bahwa radiasi membunuh sel dengan mengubah
DNA yang cukup mengerem siklus sel.Radiasi seringkali digunakan sebagai tindakan
tambahan pada pembedahan, atau untuk memperkecil ukuran kanker sehingga
mengurangi beban kanker (Corwin, 2008).

c) Kemoterapi

Tumor tumbuh secara cepat sehingga banyak memiliki sel yang sedang
bereplikasi dan membelah dan karenanya paling rentan terhadap kemoterapi.Akan
tetapi, sel sehat juga rentan terhadap efek merusak dari kemoterapi.Kemoterapi sering
digunakan sebagai tambahan untuk pembedahan atau terapi radiasi, namun dapat pula
digunakan secara tersendiri.Kemoterapi juga digunakan untuk tujuan
paliatif.Kemoterapi biasanya menyebabkan penekanan atau supresi sumsum tulang,
yang akhirnya menyebabkan keletihan, anemia, kecenderungan perdarahan, dan
peningkatan risiko infeksi (Corwin, 2008).

d) Imunoterapi

Imunoterapi adalah bentuk terapi kanker yang baru diciptakan yang


memanfaatkan dua sifat atau ciri utama dari sistem imun, spesifitas dan daya
ingat.Imunoterapi dapat merangsang system kekebalan pejamu agar berespons secara
lebih agresif terhadap kanker, atau sel-sel tumor dapat diserang oleh antibody yang
dibuat di laboratorium (Corwin, 2008).

Selain pengobatan secara medis yang telah disebutkan diatas, ada juga
pengobatan secara herbal untuk mengobati penyakit kanker. Obat herbal adalah obat-
obatan yang dibuat dari bahan tumbuhan, baik itu tumbuhan yang sudah dibudidayakan

maupun tumbuhan liar. Obat herbal merupakan salah satu bagian dari obat
tradisional.Dalam obat tradisional mencakup juga obat yang dibuat dari bahan hewan,
mineral, atau gabungan dari bahan hewan, mineral, dan tumbuhan (Mangan, 2009)

2.2 Uji Toksisitas

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek
terapeutis obat berhubungan erat dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat
dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme
(“Sola dosis facit venenum”: hanya dosis membuat racun, Paracelsus) (Tjay, 2010).

Studi toksikologi pada hewan umumnya dilakukan dalam 3 tahap masing-masing


pada 2-3 spesies hewan coba. Penelitian toksisitas akut bertujuan mencari besarnya
dosis tunggal yang membunuh 50% dari sekelompok hewan coba (LD50). Pada tahap
ini sekaligus diamati gejala toksik dan perubahan patologik organ pada hewan yang
bersangkutan, penelitian toksisitas jangka panjang bertujuan meneliti efek toksik pada
hewan coba setelah pemberian obat ini secara teratur dalam jangka panjang dan dengan
cara pemberian seperti pada pasien lainnya. Penelitian toksisitas khusus meliputi
penelitian terhadap sistem reproduksi termasuk teretogenitas, uji karsinogenitas dan
mutagenitas, serta uji ketergantungan (Katzung, 2012).

Pengetahuan mengenai toksisitas suatu bahan kimia disimpulkan dengan


mempelajari efek-efek dari pemaparan bahan kimia terhadap hewan percobaan,
pemaparan bahan kimia terhadap organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur
sel-sel dari mamalia di laboratorium dan pemaparan bahan kimia terhadap
manusia.Untuk skrining dan fraksionasi fisiologi aktif dari ekstrak tanaman dapat di
lakukan uji standar toksisitas akut (jangka pendek). Suatu metode yang digunakan
adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu cara yang
cepat dan murah untuk uji aktifitas farmakologi dengan menggunakan hewan laut yaitu
larva udang Artemia salina Leach (Meyer, 1982).
2.3 Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Brine Shrimp Lethality Test (BST) adalah salah satu metode skrining untuk
menentukan sifat toksik suatu senyawa atau ekstrak secara akut dengan menggunakan
hewan coba Artemia salina (Meyer, 1982).
Klasifikasi Artemia salina adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Bangsa : Anostraca
Suku : Artemidae
Marga : Artemia
Jenis : Artemia salina
Penetasan telur Artemia salina baik perlu memperhatikan beberapa faktor
yaitu: hidrasi dari kista-kista, aerasi, penyinaran, suhu, derajat keasaman (pH), dan
kepadatan telur dalam media penetasan. Metode BST merupakan langkah pertama
untuk uji toksisitas suatu ekstrak atau senyawa. Metode ini merupakan metode uji
hayati yang sederhana, cepat, murah, dan dapat dipercaya. Daya toksisitas suatu
senyawa dapat diketahui dengan menghitung jumlah kematian larva Artemia salina
dengan parameter Lethal Concentration 50 (LC50). Suatu ekstrak dinyatakan bersifat
toksik menurut metode BST ini jika memiliki LC50 kurang dari 1000 Pg/ml. Cara yang
dilakukan yaitu dengan menghitung semua hewan yang hidup dan hewan yang mati.
Kemudian menghitung Rasio kematian dengan membagi jumlah hewan yang mati
dengan hewan yang hidup. Yang terakhir adalah menentukan persen kematian dengan
cara rasio kematian dikali 100 (Meyer, 1982).
Penggunaan Artemia salina Leach dalam uji sitotoksis dengan metoda BSLT
ini mempunyai beberapa keuntungan,antara lain telur mudah didapat,murah,mudah
disimpan dalam selang beberapa tahun ditempat yang kering dan tidak memerlukan
kondisi aseptis yang khusus,serta memeliki sensitifitas yang lebih tinggi terhadap
senyawa toksik bila dibanding orgisme laut lainnya (Meyer, 1982).

Variabel yang penting diperhatikan untuk membiakkan Artemia salina Leach


ini adalah temperatur,salinitas,pH,cahaya dan oksigen. Temperatur optimal untuk
penetasan kista ini adalah 25-30ºC,kadar salinitas 30-35 ppt,dan pH yang diperlukan
adalah 8-9,jika pH dibawah 5 atau diatas 10 udang tersebut akan mati. Cahaya yang
minimal sangat dibutuhkan dalam proses penetasan dan akan menguntungkan bagi
pertumbuhannya. Selain itu suplay oksigen harus tetap dijaga agar naupli dapat hidup
dan berkembang (Meyer, 1982).

Dalam pengujian sitotoksis dengan metode BSLT ini digunakan larutan sampel
dengan tiga variasi konsentrasi bisa digunakan konsentrasi 1000 µg/ml,100µg/ml dan
10µ/ml. Jika belum mencapai LC50 pada konsentrasi tersebut dapat diturunkan
konsentrasinya. Vial dapat digunakan sebagai wadah unruk yang sudah dibuat dalam
berbagai konsentrasi tersebut. Vial yang digunakan sebanyak 3 dan masing-masin
berisi 10 larva Artemia. Kematian larva dapat diamati setelah 24 jam,jumlah larva yang
mati dalam masing-masing vial dapat digunakan untuk menghitung LC50. Suatu
senyawa dikatakan aktif jika memiliki LC50 < 1000µg/ml (Cassaret, 1975).

III. Alat dan Bahan

Alat Bahan Mikroba


Aerator Ekstrak Daun Jambu Telur udang (Artemia
Biji salina Leach)
Air suling
Aquarium
Inkubator
Labu takar
Pipet tetes
Vial

IV. Prosedur Percobaan


4.1 Penetasan Artemia salina Leach
Dimasukan telur udang kedalam aquarium yang telah berisi air suling berkadar
garam 15 gram/L. Kemudian digunakan aerator pada aquarium untuk memperoleh
oksigen melalui proses sirkulasi air. Dalam waktu 16 jam sebagian telur sudah menetas
menjadi larva dan dalam waktu 48 jam setelah telur dimasukan ke dalam vial yang
berisi ekstrak daun jambu biji.
4.2 Persiapan Sediaan Uji
Dilarutkan ekstrak yang akan di uji yaitu daun jambu biji dengan air steril
berkadar garam 15 gram/L. Kemudian dibuat dalam konsentrasi 10, 100, dan 1000
ppm, bila sampel tidak larut ditambahkan DMSO sebanyak 2 tetes kedalamnya.
4.3 Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT
Dimasukan 10 ekor larva udang ke dalam vial bersamaan dengan air suling
berkadar garam sebanyak 2 mL, kemudian ditambahkan larutan uji yaitu ekstrak daun
jambu biji sebanyak 3 mL. Setelah itu diaduk hingga homogen, untuk kontrol tidak
dilakukan penambahan larutan uji. Setiap konsentrasi dilakukan secara duplo.
Selanjutnya larutan di inkubasi selama 24 jam dan dilakukan perhitungan jumlah larva
yang mati dan larva yang hidup. Larva yang mati dinyatakan dengan tidak adanya
pergerakan selama beberapa detik pengamatan.
Selanjutnya ditentukan nilai LC50, yaitu dengan menjumlahkan larva yang mati
dan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi. Kemudian dilakukan perhitungan
akumulasi mati pada tiap konsentrasi yaitu untuk akumulasi mati konsentrasi 10 ppm
merupakan angka mati pada konsentrasi tersebut, akumulasi mati konsentrasi 100 ppm
merupakan angka mati pada konsentrasi 10 ppm ditambahkan dengan angka mati pada
konsentrasi 100 ppm, sedangkan akumulasi mati konsentrasi 1000 ppm merupakan
angka mati pada konsentrasi 10 ppm ditambahkan dengdan angka mati pada
konsentrasi 100 dan 1000 ppm. Selanjutnya dilakukan perhitungan akumulasi hidup
pada tiap konsentrasi yaitu untuk akumulasi hidup konsentrasi 10 ppm merupakan
angka hidup pada konsentrasi 1000 ppm ditambahkan dengan angka hidup pada
konsentrasi 100 dan 10 ppm, akumulasi hidup konsentrasi 100 ppm merupakan angka
hidup pada konsentrasi 1000 ppm ditambahkan dengan angka hidup pada konsentrasi
100 ppm, sedangkan akumulasi hidup pada konsentrasi 1000 ppm merupakan angka
hidup pada konsentrasi tersebut. Kemudian dihitung mortalitas dengan cara membagi
akumulasi mati dengan jumlah akumulasi mati dan akumulasi hidup dikalikan 100%
dan dibuat grafik dengan log konsentrasi sebagai sumbu x dan mortalitas sebagai
sumbu y. Selanjutnya dibuat persamaan regresi y = a + bx untuk menentukan nilai
LC50. Ekstrak dikatakan aktif atau toksik jika nilai LC50 < 1000 ppm sedangkan suatu
senyawa dikatakan aktif atau toksik jika nilai LC50 < 30 ppm.
V. Data Pengamatan dan Perhitungan
5.1 Pengenceran Ekstrak
Ekstrak daun jambu air 50 mg
1. Konsentrasi 10 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1. 1000 =50 . 10
V1 = 0.5 mL
2. Konsentrasi 100 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1. 1000 =50 . 100
V1 = 5 mL
3. Konsentrasi 1000 ppm
V1 . N1 = V2 . N2
V1. 1000 =50 . 1000
V1 = 50 mL
5.2 Hasil pengamatan

Jumlah Larva yang Jumlah Larva yang


Kelompok Larutan Uji
Mati Hidup
1 1000 ppm 10 0
2 100 ppm 10 0
3 10 ppm 10 0
4 1000 ppm 10 0
5 100 ppm 10 0
6 10 ppm 10 0
7 kontrol 8 2

5.3 Perhitungan

Konsentrasi Ekstrak Uji


Larva Hidup Larva Mati
(ppm)
10 0 20
100 0 20
1000 0 20

5.3.1 Akumulasi Mati


a) 1000 ppm = 20
b) 100 ppm = 20 + 20 = 40
c) 10 ppm = 20 + 20 + 20 = 60
5.3.2 Akumulasi Hidup
a) 10 ppm = 0
b) 100 ppm = 0 + 0 = 0
c) 1000 ppm = 0 + 0 + 0 = 0
5.3.3 Mortilitas
akumulasi mati
Mortilitas =
akumulasi mati+akumulasi hidup
20
a) 10 ppm = × 100% = 100 %
20+0
40
b) 100 ppm = × 100% = 100 %
40+0
60
c) 1000 ppm = × 100% = 100 %
60+0
5.3.4 kurva kalibrasi

Log Konsentrasi Mortilitas


(X) (Y)
1 100
2 100
3 100

a = 100

b=0

r=-

maka:

y = b𝑥 + a

50 = 0𝑥 + 100
−50
𝑥= (tidak terdefinisi)
0

Maka konsentrasi:

−50
LC50 = antilog 𝑥 = antilog 0

VI. Pembahasan
VII. Kesimpulan
VIII. Daftar Pustaka

Junaidi,P. 2007. Kapita Selekta Kedokteran edisi 2. PT. Media Aesculapius. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.

Lodish, H dkk. 2004. Molecular Cell Biology, 5th ed. WH Freeman:New York.

Nafrialdi, S. Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi ke-5. Gaya Baru : Jakarta.

Corwin, E.J. 2008. Handbook of pathophysiology, (3rd ed). Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins.

Mangan, Y., 2009, Cara Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker, Agromedia Pustaka,
Jakarta

Tjay, T. Hoan. 2010. Obat-obat Penting. Depkes RI: Jakarta.

Katzung, Betram. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik.Salemba Medika: Jakarta.

Mayer BNNR, Ferrigni ML. Brine Shrimp, a convinient general bioassay for active
plant constituents. J of Plant Medical Research. 1982;45:31-34.

Casarett, L.J. and J. Doull. 1975. Toxycologi. The Basic Science of Poisons. New
York. Mac Milla. Publ. Co.Inc.:329-330.

Anda mungkin juga menyukai