Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah penyakit infeksi yang ditularkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi virus dengue (DENV) khususnya
nyamuk Aedes aegypti dan Ae. Albopictus1 yang terdapat banyak di lingkungan
perkotaan. Dalam penyebarannya, nyamuk betina menjadi terinfeksi ketika menggigit
seseorang dengan DENV di dalam darahnya.2 Virus Dengue dapat tumbuh dan tidak
menimbulkan kematian pada nyamuk karena tidak terbentuk cytopathic effect. Virus
dengue (DENV) terdiri dari 4 jenis yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4.
Virus yang paling sering menyerang penduduk Indonesia dari ke-4 jenis virus ini adalah
DENV-3.3 Seseorang yang sudah pernah terinfeksi satu jenis virus dengue, dapat
terinfeksi virus dengue jenis lain. Hal ini disebabkan karena virus dengue ada beraneka
ragam dan antibodi yang terbentuk di dalam tubuh tidak dapat mengenali virus yang
menginfeksi tubuh.3
Demam Berdarah merupakan penyakit dengan penyebaran tercepat dan terus
meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia tercatat dari WHO menunjukkan data pada
tahun 2015 sebanyak 390 juta infeksi dengue per tahun dengan 96 juta bermanifestasi
secara klinis serta data yang lebih lama mencatat sebanyak 50-100 juta kasus demam
berdarah dan 500.000 kasus demam berdarah yang terjadi di dunia dengan 22.000
kematian terutama pada anak-anak.4 Penyakit ini sudah menjadi endemik di lebih dari
100 negara (WHO, 2015). Wilayah dengan dampak yang paling parah yaitu Amerika,
Asia Tenggara, dan Pasifik Barat dengan jumlah kasus melebihi 1,2 juta pada 2008 dan
lebih dari 3,34 juta pada 2016.4 Jumlah kasus demam berdarah ini semakin meningkat
tajam pada 2017-2018 dan diperkirakan akan berpotensi melampaui jumlah kasus
sebelumnya pada tahun 2019 (WHO, 2015).
Indonesia adalah salah satu negara terbesar di wilayah endemik dengue, dengan
jumlah penduduk 251 juta.5 Pada 2004-2010, Indonesia tercatat sebagai kedua terbesar
negara dengan kasus DBD tertinggi di dunia setelah Brazil.6 Kasus demam berdarah di
Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di pulau Jawa dan sejak itu mulai
dianggap sebagai daerah hiperendemik. Kondisi negara Indonesia dengan iklim tropis
dan kelembaban yang relatif tinggi menjadikan wilayah ini sangat menguntungkan
untuk penularan penyakit ini melalui vektor.7 Pada tahun 2017 jumlah penderita DBD
di Indonesia mengalami penurunan dilaporkan sebanyak 68.407 kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 493 orang (IR/Angka kesakitan 26,12 per 100.000 penduduk dan
CFR/angka kematian 0,72%). Dibandingkan tahun 2016 dengan kasus sebanyak
204.171 serta IR 78,85 terjadi penurunan hampir tiga kali lipat kasus pada tahun 2017
(Kemenkes, 2018).8 Provinsi Kalimantan Barat dilaporkan tercatat sebagai salah satu
provinsi dengan IR/Angka Kesakitan DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2017 yaitu
52,61 per 100.000 penduduk. Dibandingkan tahun 2016 dengan IR/Angka Kesakitan
12,09 per 100.000 terjadi peningkatan kasus pada tahun 2017 (Kemenkes, 2018). Kasus
DBD di Kalimantan Barat juga mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebanyak
3.132 (CFR : 1,1%) dibandingkan dengan banyaknya kasus yang terjadi pada dua tahun
sebelumnya (Dinkes Kalbar, 2017).9
Kota Pontianak merupakan daerah endemik DBD. Dinas Kesehatan Kota
Pontianak melaporkan bahwa terjadi peningkatan kasus DBD di Kota Pontianak pada
tahun 2017 yang ditemukan 214 kasus, IR sebesar 34,07/100.000 penduduk dan CFR
1,4% (Dinkes Kota Pontianak, 2017).3 Penyakit DBD di Kota Pontianak, merupakan
penyakit yang hampir selalu ada setiap tahun dan berpotensi menimbulkan wabah.
Penyebaran penyakit ini merata di seluruh kecamatan Kota Pontianak, jumlah kasus
tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Pontianak Barat hampir setiap tahunnya, lebih
tepatnya di Kelurahan Sungai Jawi, Sungai Jawi Luar, Sungai Jawi Dalam, Sungai
Beliung, Parit Tokaya, dan Kelurahan Sungai Bangkong sebanyak 62 kasus sedangkan
jumlah kasus DBD paling sedikit di wilayah Kecamatan Pontianak Timur sebanyak 13
kasus pada 2017 (Dinkes Kota Pontianak, 2017).
Angka Bebas Jentik (ABJ) di beberapa wilayah Kota Pontianak masih belum
memenuhi ABJ normal. Bahkan pada tahun 2017 mengalami penurunan, yaitu sebesar
46,7 % yang cukup jauh dibandingkan tahun 2016 sebesar 67,6 %. Salah satu faktor
yang diduga menjadi penyebab meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit DBD di Kota Pontianak adalah pengetahuan masyarakat dalam melaksanakan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) sebagai pencegahan terhadap terjadinya
kejadian DBD. Indikator keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kota
Pontianak yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar ≥ 95%, tetapi masih ada beberapa
kecamatan yang belum mencapai ABJ sebesar ≥ 95 %. Keberadaan jentik Aedes
Aegypti di suatu wilayah merupakan indikator terdapatnya populasi nyamuk Aedes
Aegypti di wilayah tersebut. Upaya pengendalian vektor DBD paling efektif dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD).10
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyebaran penyakit DBD yaitu
faktor perilaku dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pencegahan, kurangnya
pengetahuan dan sosialisasi pemerintah tentang cara melakukan upaya pencegahan
serta faktor pertumbuhan penduduk yang tinggi dan mobilitas penduduk yang
meningkat terkait dengan peningkatan sarana transportasi menyebabkan mudahnya
penyebaran virus DBD semakin luas.10 Faktor yang dapat diantisipasi terhadap
penyakit DBD adalah meningkatkan sarana air bersih, meningkatkan pengetahuan dan
partisipasi masyarakat dalam memberantas sarang nyamuk Aedes Aegypti karena
masalah yang dapat timbul sebagai dampak dari kejadian DBD selain berdampak pada
individu juga berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat, meningkatkan
deteksi dini, penanganan penyakit DBD, dan mengembangkan kemungkinan adanya
vaksin untuk dengue.11 Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan sosialisasi
pemerintah yang akan berdampak ke masyarakat terutama pengetahuan ibu rumah
tangga dikarenakan secara umum PSN lebih banyak dilakukan oleh para ibu rumah
tangga. Pengetahuan adalah faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
seseorang terhadap suatu objek. Peran ibu dalam sebuah rumah tangga terutama dalam
pengetahuan mengenai pencegahan penyakit DBD sangatlah penting. Baik ibu rumah
tangga yang bekerja maupun yang tidak bekerja, dikarenakan seorang ibu memiliki
tanggung jawab rumah tangga. Seorang ibu yang mengatur semua kegiatan dalam
rumah, terutama pada kegiatan membersihkan rumah dan tokoh sentral yang sangat
penting dan berpengaruh.12 Sikap dan tindakan dalam menjaga lingkungan tempat
tinggalnya yang berbeda-beda dari masyarakat sehingga menjadi kebiasaan yang dapat
menjadi faktor pendukung dalam peningkatan kasus DBD bisa disebabkan karena latar
belakang pendidikan yang bervariasi sehingga pekerjaan dan pendapatan dalam
keluarga juga bervariasi.13 Penelitian dari Purwo Atmodjo membuktikan bahwa
terdapat perbedaan pengetahuan mengenai DBD antara wilayah endemik dan non-
endemik. Penyebab dari hal ini ialah tidak meratanya edukasi yang diperoleh oleh
masyarakat yang berada di wilayah endemik dan non-endemik. Masyarakat yang
berada di wilayah endemik lebih tau dan lebih mudah memperoleh informasi, dan
mempunyai pengalaman karena keluarga maupun tetangganya menderita DBD
(Kemenkes, 2010). Namun, penelitian lain juga menyebutkan bahwa tidak terdapat
perbedaan dalam tingkat pengetahuan terhadap kejadian DBD di daerah endemik dan
non-endemik (Sukma, 2009).
Berdasarkan atas uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat
perbedaan pengaruh antara pengetahuan ibu rumah tangga dan sosial ekonomi yang
mencakup pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan yang dapat mempengaruhi perilaku
masyarakat dalam menjaga lingkungan rumahnya terhadap kejadian DBD di daerah
endemik dan non-endemik di Kota Pontianak. Pada penelitian ini, peneliti ingin
membandingkan dua faktor yaitu pengetahuan ibu rumah tangga dan sosial ekonomi
keluarga terhadap kejadian DBD di wilayah endemik dan non-endemik DBD di Kota
Pontianak.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan kejadian
DBD di daerah endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak ?
2. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DBD di
daerah endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak ?
3. Apakah terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian DBD di daerah
endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak ?
4. Apakah terdapat hubungan antara pendapatan dengan kejadian DBD di daerah
endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak ?
5. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara pengetahuan ibu rumah tangga dan
sosial ekonomi terhadap kejadian DBD di daerah endemik dan non-endemik DBD
Kota Pontianak ?
6. Apa saja yang mendasari wilayah dapat dikatakan endemik dan non-endemik DBD
?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan kejadian
DBD di daerah endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak.
2. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian DBD di
daerah endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak.
3. Untuk mengetahui hubungan antara jenis pekerjaan dengan kejadian DBD di daerah
endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak.
4. Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan dengan kejadian DBD di daerah
endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak.
5. Untuk menganalisa faktor-faktor mana antara tingkat pengetahuan ibu rumah
tangga dan sosial ekonomi yang lebih mempengaruhi terjadinya DBD di daerah
endemik dan non-endemik DBD Kota Pontianak.
6. Untuk mengetahui komponen apa saja yang menyebabkan suatu wilayah dapat
dikatakan endemik dan non-endemik DBD.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah pada
program kesehatan bidang penyakit menular, khususnya permasalahan dalam
pencegahan penyakit DBD agar dapat dijadikan sebagai monitoring dan evaluasi
program pemberantasan penyakit menular (P2M).
2. Bagi Masyarakat
Sebagai dasar pengetahuan dan pemikiran serta menjadi informasi dalam upaya
penanggulangan dan pencegahan sehingga dapat mengurangi dan/atau menurunkan
tingkat kejadian DBD secara signifikan di daerah endemik dan non-endemik DBD.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan masukan serta menambah pengetahuan dan pengalaman khusus
dalam melakukan penelitian ilmiah terhadap beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya peningkatan kasus DBD.
DAFTAR PUSTAKA
1. Asmadi, Amin AA, Budiarti S, Raimadoya AM. Kajian Parameter Keberadaan Vektor
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Menggunakan Dukungan Penginderaan
Jauh (Remote Sensing) Di Kota Pontianak. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (JPSL). Vol.(1)1. 2011:16-22.
2. Haryanto B. Indonesia Dengue Fever: Status, Vulnerability, and Challenges. Web of
Science : Current Topics in Tropical Emerging Diseases and Travel Medicine. 2018.
http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.82290
3. Pemerintah Kota Pontianak. Profil Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2017. Pontianak:
Dinas Kesehatan Kota Pontianak. 2017.
4. Cogan, JE. Dengue and Severe Dengue. World Health Organization. 2019.
5. Karyanti, RM., et al. The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever in
Indonesia: a 45-year registry-based analysis. BMC Infection Disease. 2014, 14:412.
6. Maula, WA., et al. Ten-years trend of dengue research in Indonesia and South-east
Asian countries: a bibliometric analysis. Global Health Action. 2018; 11(1): 1504398.
Published online 2018 Aug 9. doi: 10.1080/16549716.2018.1504398.
7. Rahayu, A., et al. Prevalence and Distribution of Dengue Virus in Aedes Aegypti in
Yogyakarta City before Deployment of Wolbachia Infected Aedes Aegypti.
International Journal of Environmental Research and Public Health. 2019.
8. Pusdatin Kementrian Kesehatan RI. Infodatin Situasi DBD di Indonesia. 2017.
9. Dinas Kesehatan Kalimantan Barat .Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Profil
Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat Tahun 2017. 2017. Tersedia pada
http://depkes.go.id/profil kesehatan/kalimantanbarat
10. Sukma NNM. Perbedaan faktor perilaku pemberantasan sarang nyamuk dan
lingkungan di desa endemis dan non endemis DBD. 2009. (Studi di Puskesmas
Ngadiluwih, Kab. Kediri) [Under graduate Thesis]. Surabaya: Universitas Airlangga.
11. Ernawati., et al. Gambaran Praktik Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Wilayah Endemik DBD. Jurnal Keperawatan. Vol.9.No.1. 2018. P- ISSN: 2086-3071,
E-ISSN: 2443-0900.
12. Widyaning, RM., et al. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Praktik Pencegahan
Demam Berdarah Dengue (DBD) Oleh Ibu Rumah Tangga di Kelurahan Doplang,
Purworejo. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2018. ISSN: 2356-3346.
13. Kusumawati, SL., et al. Association Between Socio-Economic Factor, Home
Sanitation, Sense of Belonging, and Health Behavior, in Patients with Dengue
Hemorrhagic Fever in Kediri, East Java. Journal of Health Promotion and Behavior.
2016.

Anda mungkin juga menyukai